Portofolio Klinis
PREEKLAMSIA BERAT
Oleh: dr. Rizki Dwayana Putra Dokter Internsip
Pendamping: dr. Endayani, MPH
PROGRAM INTERNSIP DOKTER INDONESIA RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KOTA PADANG PANJANG PERIODE FEBRUARI 2019
BAB I PENDAHULUAN
Rasio kematian ibu pada tahun 2013 sebesar 210 kematian ibu per 100.000 kelahiran hidup. Sekitar 800 perempuan meninggal per hari karena komplikasi kehamilan atau persalinan dan 99% terjadi di negara berkembang. Kondisi ini masih sangat jauh dari target Millenium Development Goals (MDGs). Komplikasi utama yang menjelaskan hampir 75% kematian ibu adalah perdarahan 27%, pre-eklampsia dan eklampsia 14%, infeksi 11%, partus macet 9%, dan komplikasi abortus 8%. Pada tahun 2014, di Asia Tenggara kematian ibu yang diakibatkan oleh preeklampsia sebesar 17% dan di Indonesia sebesar 25%.1 Angka kematian ibu merupakan indikator umum dari kesehatan sebuah populasi secara keseluruhan, indikator dari status perempuan dalam masyarakat, serta bagaimana efisiensi fungsi dari sistem pelayanan kesehatan yang ada. Tingginya angka kematian ibu tersebut dianggap sebagai pertanda adanya masalah pada status kesehatan dan pelayanan kesehatan di suatu negara. Menurut catatan SDKI 2007, di Indonesia Angka Kematian Ibu (AKI) telah mengalami penurunan dari 318 per 100.000 kelahiran hidup pada tahun 1997 menjadi 228 per 100.000 kelahiran hidup pada tahun 2007. 2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
1. Definisi Preeklamsia adalah keadaan serius yang muncul setelah kehamilan 20 minggu dengan faktor kontribusi utama adalah peningkatan tekanan darah. Definisi terbaru menyigkirkan ketergantungan terhadap adanya proteinuria. 3 Menurut kriteria National High Blood Pressure Education Program Working Group Report on High Blood Pressure in Pregnancy (2000) membaginya menjadi seperti yang dipaparkan pada tabel 1.1. 4 Table 1.1. Diagnosis of Hypertensive Disorders Complicating Pregnancy
Gestational Hypertension:
Systolic BP 140 or diastolic BP 90 mm Hg for first time during pregnancy
No proteinuria
BP returns to normal before 12 weeks postpartum
Final diagnosis made only postpartum
May have other signs or symptoms of preeclampsia, for example, epigastric discomfort or thrombocytopenia Preeclampsia: Minimum criteria:
BP 140/90 mm Hg after 20 weeks' gestation
Proteinuria 300 mg/24 hours or 1+ dipstick Increased certainty of preeclampsia:
BP 160/110 mm Hg
Proteinuria 2.0 g/24 hours or 2+ dipstick
Serum creatinine >1.2 mg/dL unless known to be previously elevated
Platelets < 100,000/L
Microangiopathic hemolysis—increased LDH
Elevated serum transaminase levels—ALT or AST
Persistent headache or other cerebral or visual disturbance
Persistent epigastric pain Eclampsia:
Seizures that cannot be attributed to other causes in a woman with preeclampsia Superimposed Preeclampsia On Chronic Hypertension:
New-onset proteinuria 300 mg/24 hours in hypertensive women but no proteinuria before 20 weeks' gestation
A sudden increase in proteinuria or blood pressure or platelet count < 100,000 /L in women with hypertension and proteinuria before 20 weeks' gestation Chronic Hypertension:
BP 140/90 mm Hg before pregnancy or diagnosed before 20 weeks' gestation not attributable to gestational trophoblastic disease Or Hypertension first diagnosed after 20 weeks' gestation and persistent after 12 weeks postpartum ALT = alanine aminotransferase; AST = aspartate aminotransferase; Berdasarkan derajat keparahannya, yaitu preeklampsi dibagi menjadi severe
preeclampsia (preeklamsia berat), dan nonsevere preeclampsia, seperti terlihat pada tabel 3.2.4
Tabel 3.2. Klasifikasi Preeklamsia ringan dan berat. 4
2. Faktor Resiko Beberapa faktor resiko penyebab preeklamsia, yaitu:3
Primipara
Riwayat preeklamsi sebelumnya
Hipertensi kronis dan/ atau penyakit ginjal kronik
Riwayat trombofilia
Kehamilan multifetal
Fertilisasi in vitro
Riwayat keluarga dengan preeklamsi
Diabetes tipe 1 atau 2
Obesitas
Systemic Lupus Erithematosus
Hamil pada usia tua (>40 tahun)
3. Etiologi dan Patogenesis Patogenesis preeklampsia belum sepenuhnya dijelaskan, tetapi banyak kemajuan telah dibuat dalam beberapa dekade terakhir. Plasenta menjadi figur sentral dalam etiologi preeklampsia. Pemeriksaan histopatologi plasenta pada kehamilan dengan preeklamsia sering memperlihatkan banyak infark dan penyempitan arteriol sklerotik. Hipotesis bahwa invasi trofoblastik yang rusak dengan hipoperfusi uteroplasenta dapat menyebabkan preeklampsia. Dengan demikian, model dua tahap dikembangkan: Remodeling arteri spiral yang tidak lengkap dalam rahim berkontribusi terhadap iskemia plasenta dan pelepasan faktor antiangiogenik dari plasenta yang iskemik ke dalam sirkulasi ibu yang berkontribusi terhadap kerusakan endotel . Selama implantasi, trofoblas plasenta menginvasi uterus dan menginduksi arteri spiral untuk remodelling merusak tunika media dari arteri spiral miometrium, hal ini memungkinkan arteri untuk mengakomodasi peningkatan aliran darah terlepas dari perubahan vasomotor ibu untuk memberi makan janin yang sedang berkembang. Jika remodeling ini terganggu, plasenta cenderung kekurangan oksigen, yang mengarah ke keadaan iskemia dan peningkatan stres oksidatif selama perfusi. Akibatnya muncul respons sistemik dari ibu untuk meningkatkan tekanan darah. 3
A. Jalur Nitrit Oksida Nitrit oksida (NO) / nitrit oksida sintase (NOS) juga rusak pada preeklampsia. NO adalah vasodilator kuat yang bertindak untuk menginduksi relaksasi dalam sel otot polos vaskular melalui jalur siklik guanosin monofosfat. Kekurangan pada NO telah terbukti berkorelasi dengan gangguan metabolisme yang terlihat pada preeklamsi, seperti hipertensi, proteinuria, dan disfungsi trombosit. Temuan ini menunjukkan bahwa sistem NOS utuh sangat penting untuk remodeling arteri spiral normal dan kehamilan. 4 B. Stres Oksidatif Sejak awal kehamilan, plasenta mengasumsikan keadaan stres oksidatif yang timbul dari peningkatan aktivitas mitokondria plasenta dan produksi spesies oksigen reaktif (ROS), terutama anion superoksida. Pada preeklampsia, tingkat stres oksidatif tinggi ditemui. Enzim yang memproduksi superoksida NADPH oksidase, misalnya, telah terbukti terdapat dalam trofoblas plasenta. Radikal bebas tersebut menyebabkan kerusakan pada edote pembuluh darah plasenta. 4 C. Faktor Angiogenik Penelitian menunjukkan bahwa zat seperti tirosin kinase 1 fms (sFlt-1), diregulasi dalam sirkulasi wanita preeklampsia. sFlt-1 adalah varian dari faktor pertumbuhan endotel vaskular (VEGF) reseptor fms-like tirosin kinase 1. Tidak mengandung sitoplasma dan domain membran reseptor, sFlt-1 bersirkulasi dan mengikat VEGF dan faktor pertumbuhan plasenta. Ketika sFlt-1 diinjeksi ke tikus menggunakan adenovirus, menimbulkan hipertensi dan albuminuria yang signifikan dan perubahan histologi pada preeklampsia (misalnya, Pembesaran glomerulus, endoteleliosis, dan deposisi fibrin dalam glomerulus). Dengan demikian, sFlt-1 tampaknya menjadi mediator utama dalam etiologi preeklampsia. 4
4. Penatalaksanaan A. Penatalaksanaan Kehamilan Preterm Dengan PEB
Gambar 3. 14. Manajemen Preeklampsia Berat 3
Gambar 3. 15. Manajemen Preeklampsia Berat
5
Gambar 3.16. Manajemen Preeklampsia berat
5
B. Penatalaksanaan Ekspektatif
Gambar 3.17. Manajement ekspektatif preeklampsia berat 5
Tabel 3.3. Pedoman Penatalaksanaan Maternal dengan Preeklampsia Berat yang Preterm
Penatalaksanaan Dilahirkan
Temuan Klinik 1 atau lebih dari keadaan berikut
segera
Deselerasi lambat berulang atau deselerasi variabel yang berat
(dalam 72 jam)
Profil biofisik 4 pada dua pemeriksaan dengan jarak 4 jam
Ekspektatif
Indeks cairan amnion 2 cm
Taksiran berat anak dengan USG 5 persentil
Seluruh dari keadaan berikut
Profil biofisik 6
Indeks cairan ketuban > 2 cm
Taksiran berat anak dengan USG > 5 persentil
Pasien diobservasi pada kamar bersalin selama 24 jam untuk menentukan syarat syarat untuk penatalaksanaan ekspektatif. Selama waktu ini diberikan magnesium sulfat intra vena untuk profilaksis kejang, dan glukokortikoid diberikan untuk meningkatkan luaran janin, pemberian kortikosteroid pada keadaan preterm secara tunggal betamethasone 12 mg intramuskular (IM), terbagi dalam 2 dosis tiap 24 jam atau dexamethasone 6 mg IM, terbagi dalam 4 dosis tiap 12 jam. 4 Selama masa observasi, diberikan ringer laktat dan dextrose 5% intravena sebanyak 100-125 ml/jam dan asupan oral dibatasi. Jika ibu dan janin dinilai memenuhi syarat untuk penatalaksanaan ekspektatif berdasarkan kriteria diatas, sulfas magnesium diberhentikan dan pasien dirawat pada kamar rawat (KR). Tekanan darah diukur setiap 4 jam sekali. Hitung darah komplet dengan platelet, kadar kreatinin serum, asam urat, dan asparatat transaaminase (AST), dan laktat dehidrogenase (LDH), dan urin 24 jam untuk melihat protein total dan klirens kreatinin. Begitu preeklampsia berat terjadi, tidak dilakukan pengulangan pemeriksaan protein urin 24 jam karena wanita dengan peningkatan protein urin mempunyai luaran kehamilan yang sama dengan wanita dengan protein urine yang stabil atau berkurang. 6 Pemeriksaan antenatal setiap hari dengan preeklampsia berat yang ditatalaksanan secara ekspektatif mengurangi atau meniadakan kegawatan janin pada saat melahirkan. Awalnya, dilakukan pemeriksaan profil biofisik setiap hari, saat kondisi pasien sudah terlihat stabil, dilakukan non stress test setiap hari dan profil biofisik setiap minggu. Penaksiran berat
janin dengan USG dilakukan setiap 2 minggu. Pengukuran serial indeks cairan ketuban tidak berguna sebagai prediksi pada fetal distress. Pasien tetap dirawat sampai melahirkan. 6 D. Pemberian Obat Antihipertensi Antihipertensi diberikan terutama bila tekanan darah sistolik > 160 mmHg atau diastolik > 110 mmHg. Untuk keadaan gawat darurat dapat diberikan nifedipin 10 mg per oral dan dapat diulangi setiap 30 menit (maksimal 120 mg/24 jam) sampai terjadi penurunan MABP 20% . Selanjutnya diberikan dosis rumatan 3x10mg ( pemberian nifedipine tidak diperkenankan diberikan sub lingual). Nikardipine diberikan bila tekanan darah ≥ 180/110 mmHg/ hipertensi emergensi dengan dosis 1 ampul 10 mg dalam larutan 50cc per jam atau 2 ampul 10 mg dalam larutan 100cc tetes per menit mikro drip. Pelarut yang tidak dapat digunakan adalah ringer laktat dan bikarbonat natrikus.5
Gambar 3.18. Obat oral anti hipertensi yang sering digunakan dalam preeklamsia ( ACOG, 2013)
Gambar 3.19. Terapi antihipertensi intravena yang sering digunakandalam preeklamsia bera 3
Pedoman yang berbasis bukti (evidence-based) dari American Association of Clinical Endocrinologists menyarankan penggunaan metildopa atau nifedipin long acting sebagai obat antihipertensi pada kehamilan. Walaupun aman, namun metildopa memiliki khasiat antihipertensi yang sedang dengan onset kerja yang lama. Labetalol memiliki onset kerja lebih cepat daripada metildopa, serta direkomendasikan sebagai terapi lini pertama. 4 Nifedipin merupakan salah satu penghambat kanal kalsium yang sudah digunakan sejak dekade terakhir untuk mencegah persalinan preterm (tokolisis) dan sebagai antihipertensi. Berdasarkan uji kontrol teracak samar, penggunaan nifedipin oral menurunkan tekanan darah lebih cepat dibandingkan labetalol intravena, kurang lebih 1 jam setelah awal pemberian. Nifedipin selain berperan sebagai vasodilator arteriolar ginjal yang selektif dan bersifat natriuretik, dan meningkatkan produksi urin. Dibandingkan dengan labetalol yang tidak berpengaruh pada indeks kardiak, nifedipin meningkatkan indeks kardiak yang berguna pada preeklampsia berat. 5 Regimen yang direkomendasikan adalah 10 mg kapsul oral, diulang tiap 15 – 30 menit, dengan dosis maksimum 30 mg. Penggunaan berlebihan penghambat kanal kalsium dilaporkan dapat menyebabkan hipoksia janin dan asidosis. Hal ini disebabkan akibat hipotensi relatif setelah pemberian penghambat kanal kalsium. 5
Metildopa biasanya dimulai pada dosis 250-500 mg per oral 2 (dua) atau 3 (tiga) kali sehari, dengan dosis maksimum 3 (tiga) gram per hari. Efek obat maksimal dicapai 4-6 jam setelah obat masuk dan menetap selama 10-12 jam sebelum diekskresikan lewat ginjal. Alternatif lain
penggunaan metildopa adalah intravena 250-500 mg tiap 6 jam sampai maksimum 1 (satu) gram tiap 6 (enam) jam untuk krisis hipertensi. Metildopa dapat melalui plasenta pada jumlah tertentu dan disekresikan di ASI. 5 Hydralazine merupakan obat antihipertensi yang banyak digunakan di Amerika Serikat untuk terapi pada perempuan yang mengalami hipertensi gestasional berat. Hydralazine diberikan secara intravena dalam dosis inisial 5 mg, diikuti dengan dosis 5 hingga 10 mg dalam interval 15- 20 menit hingga tercapainya respons yang di.harapkan (ACOG, 2012). Beberapa ahli membatasi dosis total sebesar 30 mg per siklus terapi (Sibai, 2013). Respons sasaran antepartum atau intrapartum adalah penurunan tekanan darah diastolik hingga 90-100 mm Hg, tetapi tidak lebih rendah dari ini, agar tidak terjadi perburukan perfusi plasental. Hydralazine yang diberikan dengan cara tadi telah terbukti sangat efektif dalam mencegah perdarahan otak. Awitan kerjanya dapat secepat l0 menit. Meskipun secara teoritis, pemberian berulang tiap 15 hingga 20 menit dapat menyebabkan hipotensi yang tidak diharapkan. 4
E. Regimen MgSO4 Pemberian MgSO4 sebagai antikonvulsan untuk mencegah terjadinya eklampsia (kejang). Magnesium sulfat merupakan pilihan pertama untuk antikejang pada preeklampsia atau eklampsia. Magnesium sulfat akan bekerja dengan menghambat atau menurunkan kadar asetilkolin pada rangsangan serat saraf dengan menghambat transmisi neuromuscular yang membutuhkan kalsium pada sinaps. Pada pemberian magnesium sulfat, magnesium akan menggeser kalsium, sehingga aliran rangsangan tidak terjadi.Cara pemberian MGSO4 sesuai protap yaitu pemberian injeksi 10 cc MgSO4 40% intravena selama 15 menit dan injeksi 15 cc MGSO4 40% dalam RL 500cc gtt 20x/menit. Syarat pemberian MgSO4 adalah harus tersedia antidotum yaitu kalsium glukonas 10% diberikan intravena selama 3 menit bila terjadi intoksikasi; reflek patella positif kuat; frekuensi pernapasan >16 kali/menit, tidak ada tandatanda distress pernapasan. 4 F. KOMPLIKASI
Tergantung derajat beratnya preeklampsia. Yang termasuk komplikasi antara lain atonia uterus (uterus Couvelaire), sindrom HELLP (hemolysis, elevated liver enzymes, low platelet count) ablasio retina, KID (koagulasi intravaskular diseminata), gagal ginjal, perdarahan otak, edema paru , gagal jantung, hingga syok dan kematian. 4
BORANG PORTOFOLIO
Nama Peserta: Rizki Dwayana Putra Nama Wahana: RSUD Padang Panjang Topik: Preeklamsia Berat Tanggal (kasus): 16 April 2019 Nama Pasien: Ny. LT
No. RM: 93246
Tanggal Presentasi:
Nama Pendamping: dr. Endayani, MPH
Obyektif Presentasi: Keilmuan
Keterampilan
Diagnostik Neonatus
Manajemen Bayi
Anak
Penyegaran
Tinjauan Pustaka
Masalah
Istimewa
Remaja
Dewasa
Lansia
Bumil
Deskripsi : Pasien datang dengan keluhan utama kelemahan keempat anggota gerak sejak 2 hari sebelum masuk Rumah Sakit Tujuan : Menegakkan diagnosis, penatalaksanaan Bahan bahasan:
Tinjauan Pustaka
Cara membahas:
Diskusi
Riset
Presentasi dan diskusi
Kasus
Audit
Email
Pos
Data pasien:
Nama:Ny. LT
Nomor Registrasi: 93246
Nama klinik: RSUD Padang
Telp: -
Tedaftar sejak: 16 Februari
Panjang
2019
Data utama untuk bahan diskusi: 1. Diagnosis/gambaran klinis: Preeklamsia Berat 2. Riwayat pengobatan Tidak ada 3. Riwayat kesehatan Tidak ada yang berhubungan 4. Riwayat keluarga Tidak ada yang berhubungan 5. Riwayat pekerjaan Pasien seorang ibu rumah tangga dengan aktivitas fisik sedang 6. Kondisi lingkungan sosial dan fisik (rumah, lingkungan, pekerjaan) Hamil anak pertama
8. Lain-lain: Daftar Pustaka 1. Nova Muhani, 2015. Kesmas: Jurnal Kesehatan Masyarakat Nasional Vol. 10, No2, November 2015 2. Putu Dyah Widhyaningrum , I.B.G. Fajar Manuaba, 2017. E-Jurnal Medika, Vol. 6 No.6, Juni, 2017 3. ACOG ( The American College of Obstetricians and Gynecologists), 2017. Preeclampsia and Hypertension in Pregnancy : Resource Overview. 4. Cunningham FG, Gant NF, Leveno KJ, Gillstrap LC, Hauth JC, and Wenstrom KT. 2014. William Obstetric : Preterm Birth. Edisi ke-24.Jakarta. EGC. Etcadm .2017 5. POGI ( Perkumpulan Obstetri Ginekologi Indonesia) Cabang Jawa Barat, 2018. Panduan Praktek Klinis Hipertensi Dalam Kehamilan. 6. Sibai BM, Villar MA, Bray E. Magnesium Suplementation During Pregnancy : A Doubleblind Randomizid Controlled Clinical Trial. Am J Obstet Gynecol. 2009. 161: p115-9 Hasil Pembelajaran 1. Definisi 2. Etiologi 3. Patofisiologi 4. Manifestasi Klinis 5. Pemeriksaan Penunjang 6. Diagnosis 7. Penatalaksanaan Rangkuman Hasil Pembelajaran Portofolio
Subjektif :
Seorang pasien wanita umur 27 tahun dirujuk setelah kontrol ke puskesmas dengan tekanan darah tinggi
Nyeri pinggang menjalar keari-ari tidak ada
Keluar lendir campur darah dari kemaluan tidak ada.
Keluar air-air yang banyak dari kemaluan tidak ada
Keluar darah-darah yang banyak dari kemaluan tidak ada
Riwayat sakit kepala, nyeri ulu hati, pandangan kabur disangkal
Tidak haid sejak lebih kurang 7 bulan yang lalu.
HPHT : Lupa Taksiran Partus : Sukar ditentukan.
Gerak anak dirasakan sejak 3 bulan yang lalu.
Riwayat hamil muda: mual (+), muntah (-), perdarahan (-)
antenatal Care teratur: puskesmas.
Riwayat hamil tua: mual (-), muntah(-), perdarahan (-)
Riwayat Menstruasi: menarche: 13 tahun, siklus teratur 1 x 28 hari, lamanya 5-7 hari, banyaknya 2- 3 x ganti duk/hari, nyeri (-). Riwayat Penyakit Dahulu
Tidak pernah menderita penyakit jantung, penyakit paru, penyakit ginjal, penyakit hepar, hipertensi dan penyakit diabetes melitus. Riwayat Penyakit Keluarga Tidak ada anggota keluarga yang menderita penyakit keturunan, penyakit menular dan penyakit kejiwaan. Riwayat perkawinan : 1 x tahun 2016 Riwayat Kehamilan : hamil pertama
Objektif :
a. Vital sign - Keadaan umum
: Tampak sakit sedang
- Kesadaran
: CMC
- Tekanan darah
: 160/100
- Nadi
: 88 x/menit regular
- Pernafasan
: 14 x/menit
- Suhu
: 36,7º C
- Berat badan
: 65 kg
b. Pemeriksaan sistemik
Kulit
Kepala : Bentuk normal, rambut hitam, tidak mudah rontok.
Mata
: Teraba hangat,tidak ikterik.
: Konjungtiva tidak anemis,sklera tidak ikterik, pupil isokor,diameter 3 mm,
Reflek cahaya +/+ Normal, Ptosis tidak ada.
THT
: Tidak ada kelainan.
Mulut
: Karies (+)
Leher
: Kaku Kuduk tidak ada, kuduk kaku tidak ada
KGB
: Tidak teraba pembesaran KGB.
Thoraks : Paru : Inspeksi
: Simetris
Palpasi
: fremitus kiri sama dengan kanan
Perkusi
: sonor
Auskultasi : suara nafas vesikuler,ronkhi (-),wheezing (-) Jantung : Inspeksi
: iktus tidak terlihat
Palpasi
: iktus teraba 1 jari medial LMCS RIC V
Perkusi
: Batas jantung dalam batas normal
Auskultasi : irama teratur,bising tidak ada Abdomen : Status Obstetri
Genitalia : Status Obstetri Ekstremitas : akral hangat, CRT < 2 detik, Refleks Fisiologis ++/++, Reflek Patologis -/-
STATUS OBSTETRI Muka
: cloasma gravidarum (+)
Mammae
: membesar, areola dan papila hiperpigmentasi (+)
Abdomen Inspeksi
: : tampak membuncit sesuai usia kehamilan aterm, linea mediana hiperpigmentasi (+), striae gravidarum (+), sikatrik (+). : L I : FUT teraba 3 jari bawah procesus xiphoideus, teraba massa
Palpasi
Besar, lunak, noduler LII : teraba tahanan terbesar di kiri, bagian kecil janin di kanan L III: teraba massa bulat, keras, floating L IV: bagian terbawah janin belum masuk PAP Auskultasi
: bising usus (+) normal, BJA 135-145
Genitalia
: Inspeksi U/V tenang Vaginal toucher : pembukaan (-) Portio : tebal, 1,5 cm, posterior Ukuran panggul Dalam : Promontorium sulit dinilai, linea innominata sulit dinilai, os. Sacrum cekung, dinding samping panggul lurus, spina ischiadica tidak menonjol, os. Cocygis mudah digerakkan, arcus pubis> 90◦. Ukuran panggul luar: distensia intertuberosum dapat dilalui 1 tinju dewasa (±10,5 cm)
c. Pemeriksaan Penunjang 1. Darah rutin :
2. GDS
Hb
: 13,9 gr/dl
Leukosit
: 9.060 /µl
Trombosit
: 234.000 /µl
Hematokrit
: 37 %
: 146 mg/dL
3. Ureum: 47 mg/dL Creatinin : 0,8 mg/dL 4. Urin Diptick : +1
Assesment (penalaran klinis) :
Dari anamnesis, pasien diperkirakan hamil 31-32 minggu. Pasien tidak mengalami gejala dan tanda-tanda persalinan seperti keluar air-air atau darah dari kemaluan dan nyeri pinggag menjalar ke ari-ari. Pasien tidak merasakan keluhan nyeri kepala, gangguan peglihatan, perdarahan spontan, dan urin keruh. Dari pemerisaan fisik di poliklinik RSUD Padang Panjang, pasien tampak sakit sedang, sadar, tekanan darah 160/100 mmhg, nadi 82x/menit, napas 14x/menit, dan suhu 370C. Palasi abdomen didapatkan tinggi fundus uteri 3 jari di bawah prosesus xypoideus. Pemeriksaan genitala tidak terdapat perdarahan pada kemaluan. Pemeriksaan penunjang didaatkan Hb 13,6g/dl, leukosit 9.600/mm3, hematokrit 37%, trombosit 180.000/mm3, dan protein dipstik +1. Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan penunjang disimpulkan diagnosis kerja pasien adalah preeklamsia berat. 7 . Plan :
Diagnosis : G1P0A0H0 Gravid preterm 31-32 minggu janin hidup tunggal intra uterin + PEB Penatalaksanaan -
Rencana Diagnosis : Bedrest, kontrol KU, vital sign, BJA, HIS
Rencana terapi -
IVFD RL 500ml 20 tpm
-
Regimen sulfas magnesikus
-
Injeksi Deksametason 2 x 2 ampul
-
Metildopa 2 x 500mg
-
Nifedipin 2 x 10mg
Rencana: -
Pertahankan kehamilan
Rencana Edukasi : -
Informasikan kepada kelarga dan pasien tentang kemungkinan munculnya kembali gejala yang sama
-
Informasikan kepada kelarga dan pasien tentang kemungkinan munculnya tanda-tanda melahirkan serta persiapan terminasi kehamilan
8. Prognosis : Dubia ad bonam Follow Up Tanggal 17 Februari 2019 S: nyeri kepala (-)nyeri ulu hati (+) ganggulan penglihatan (-) O : KU: sedang, TD:160/100, Nadi : 80x, Nafas : 14x, T: 37C A : PEB P:-
IVFD RL 500ml 20 tpm
- Regimen sulfas magnesikus - Injeksi Deksametason 2 x 2 ampul - Metildopa 2 x 500mg - Nifedipin 2 x 10mg
Follow Up Tanggal 18 Februari S: nyeri kepala (-)nyeri ulu hati (+) ganggulan penglihatan (-) O : KU: sedang, TD:140/90, Nadi : 80x, Nafas : 14x, T: 37C A : PEB P:-
IVFD RL 500ml 20 tpm
- Injeksi Deksametason 2 x 2 ampul - Metildopa 2 x 500mg - Nifedipin 2 x 10mg