Pcd 1_paristasia.docx

  • Uploaded by: Wahyu Ariawan
  • 0
  • 0
  • June 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Pcd 1_paristasia.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 3,246
  • Pages: 22
PRAKTEK COMPOUNDING DISPENSING “PARESTESIA”

Dosen Pengampuh : Mamik Ponco Rahayu, M.Si., Apt

Disusun: Melisa Selly Liswandari (1920374142) Kelas 37-B

PROGAM STUDI PROFESI APOTEKER UNIVERSITAS SETIA BUDI SURAKARTA 2019

DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL ......................................................................................

i

DAFTAR ISI ...................................................................................................

ii

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ..............................................................................

1

1.2 Rumusan Masalah .........................................................................

2

1.3 Tujuan ............................................................................................

2

BAB II PEMBAHASAN 2.1 Definisi Parestesia ..........................................................................

3

2.2 Proses Terjadinya Kesemutan ........................................................

3

2.3 Patofisiologi Parestesia ..................................................................

3

2.4Manifestasi Klinis Parestesia ..........................................................

6

2.5 Penetalaksanaan Farmakologik ......................................................

7

2.6 Terapi Non-Farmakologik ..............................................................

8

2.7 Contoh Obat Parestesia ..................................................................

9

BAB III DIALOG 3.1 Kasus ..............................................................................................

10

3.2 Rekomendasi Terapi .......................................................................

10

3.3 Dialog Swamedikasi .......................................................................

12

BAB IV PENUTUP 4.1 Kesimpulan.....................................................................................

16

4.2 Saran ...............................................................................................

16

DAFTAR PUSTAKA .....................................................................................

17

ii

BAB I PENDAHULUAN

1.1

Latar Belakang Jumlah penduduk lanjut usia (lansia) di negara maju dan berkembang, termasuk Indonesia terus meningkat. Berdasarkan Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) tahun 2010, jumlah lansiadi Indonesia yaitu 18,1 juta jiwa (7,6% total penduduk) dan meningkat menjadi 8,03% tahun 2014 (Mustaridkk, 2015). Parestesia merupakan kondisi penting yang berpengaruh pada disabilitas lansia. Kejadian parestesia mencapai 8%, proporsinya meningkat dengan bertambahnya usia. Parestesia dapat mengganggu aktifitas sehari-hari, meningkatkan risiko jatuh, terjadinya trauma dan menurunnyakualitas hidup pada lansia (Strait dan Medcalf, 2012). Dalam istilah kedokteran kesemutan disebut dengan parestesia, yakni adanya suatu sensasi pada permukaan tubuh tertentu yang tidak dipicu oleh rangsangan dari luar. Kesemutan atau parestesia biasanya berupa sensasi rasa dingin atau panas di suatu bagian tubuh tertentu, dan parestesia terjadi jika terjadi iritasi pada serabut saraf sehingga menghasilkan rasa yang di sebut kesemutan. Ketika syaraf dan pembuluh darah mengalami tekanan maka akan menyebabkan kesemutan, seperti saat anda duduk bersimpuh atau menekuk kaki terlalu lama, maka akan menyebabkan syaraf dan aliran darah dapat terganggu. Kesemutan akan mereda dan hilang jika bagian tubuh yang kesemutan digerakkan. Dalam hal ini kesemutan merupakan suatu gejala manifestasi dari gangguan sistem saraf sensorik akibat adanya rangsangan listrik pada sistem yang tidak tersalurkan. Kesemutan bisa terjadi akibat karena adanya suatu penyakit diabetes, penyakit ginjal dan lain-lain. Jika kesemutan terjadi pada orang muda biasanya karena kurang lancarnya pasokan oksigen ke jaringan perifer (tangan dan kaki), bisa diakibatkan karena kurangnya istirahat dan

1

kurang berolahraga. Untuk itu, perlu memahami masalah dari gejala parestesia dan penanganannya.

1.2

Rumusan Masalah Dari latar belakang yang telah diuraikan diatas, maka didapatkan rumusan masalah sebagai berikut ;

1.3

1.

Apa definisi parestesia?

2.

Bagaimana proses terjadinya kesemutan?

3.

Apa patofisiologi parestesia?

4.

Apa manifestasi klinis?

5.

Apa faktor resiko perestesia?

6.

Apa penatalaksanaan farmakologik?

7.

Bagaimana Terapi Non-farmakologi?

8.

Apa saja contoh obat parestesia?

Tujuan Tujuan dari pembuatan makalah ini sebagai berikut : 1.

Untuk mengetahui definisi parestesia.

2.

Untuk mengetahui proses terjadinya kesemutan.

3.

Untuk mengetahui patofisiologi parestesia.

4.

Untuk mengetahui manifestasi klinis.

5.

Untuk mengetahui faktor resiko perestesia.

6.

Untuk mengetahui penatalaksanaan farmakologik.

7.

Untuk mengetahui terapi non-farmakologi.

8.

Untuk mengetahui contoh obat parestesia.

2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1

Definisi Parestesia Parestesia adalah sensasi abnormal berupa kesemutan, tertusuk, atau terbakar pada kulit yang umumnya dirasakan di tangan, kaki, lengan, dan tungkai. Parestesia dapat bersifat sementara atau kronik (Alhoseini et al., 2014).

2.2

Proses Terjadinya Kesemutan Pada dasarnya kesemutan merupakan suatu gejala manifestasi dari gangguan sistem saraf sensorik akibat rangsang listrik di sistem itu tidak tersalur secara penuh oleh berbagai macam sebab, yang paling sederhana misalnya, jalan darah tertutup akibat satu bagian tubuh tertentu ditekuk terlalu lama sehingga syaraf dan aliran darah terganggu. Pada orang sensitif, tidur miring terlalu lama saja dapat menyebabkan kesemutan, juga duduk dengan siku ditekuk. Sistem saraf sensorik mempunyai prosedur kerja baku. Stimulus berupa sentuhan, tekanan, rasa sakit dan suhu panas atau dingin diterima oleh reseptor kulit, yang lalu dikirimkan ke saraf tepi, lalu masuk ke dalam susunan saraf pusat di sumsum tulang belakang. Di sini stimulus diteruskan ke atas sampai ke thalumus (pusat penyebaran utama impulsimpuls sensoris). Dari sini stimulus dikirimkan ke kulit otak (cerebral cortex). Baru pada saat inilah apa yang dirasakan tadi disadari oleh individual. Kalau ada gangguan dalam jalur sensori baku tadi, timbulah kesemutan.

2.3

Patofisiologi Parestesia Penyebab parestesia dibedakan menjadi dua, yaitu (Alhoseini et al., 2014): a. Parestesia Temporer Pada tipe parestesia ini meliputi mati rasa sementara atau kesemutan yang dapat menghilang dengan cepat, hal ini disebabkan

3

karena posisi duduk dengan kaki bersilang untuk waktu yang terlalu lama atau tidur di lengan tangan. b. Parestesia Kronis Parestesia kronis umumnya merupakan tanda penyakit neurologis atau kerusakan saraf traumatis. Parestesia ini biasanya timbul dari kerusakan saraf

karena infeksi, peradangan, trauma atau proses

abnormal lainnya. Beberapa kondisi yang dapat menyebabkan munculnya parestesia kronis pada seseorang adalah: a) Trauma, cedera, atau kecelakaan yang dapat menyebabkan kerusakan saraf. b) Cedera akibat gerakan berulang c) Stroke atau ministroke, yaitu kondisi ketika aliran darah di otak terhambat dan menyebabkan kerusakan jaringan otak. d) Penyakit autoimun, seperti rheumatoid arthritis. e) Penyakit saraf, seperti multiple sklerosis, yang menyebabkan kerusakan pada sistem saraf pusat. f)

Diabetes.

g) Saraf terjepit pada anggota gerak badan. h) Skiatika, yaitu tekanan pada saraf skiatis. Kondisi ini umumnya terjadi pada saat mengandung, dan menyebabkan kaku di bagian kaki atau pegal di bagian punggung. i)

Carpal tunnel syndrome.

j)

Penyakit ginjal.

k) Penyakit hati. l)

Tumor pada otak atau urat saraf.

m) Kelainan pada sumsum tulang atau jaringan ikat. n) Hipotiroidisme o) Kekurangan vitamin B1, B6, B12, E, atau Niasin. p) Kelebihan vitamin D. q) Penyakit infeksi, seperti penyakit Lyme atau HIV r)

Efek samping pengobatan, misalnya kemoterapi.

4

s)

Paparan senyawa kimia toksik.

Kerusakan urat saraf akibat neuropati selain menyebabkan parestesia juga dapat menyebabkan mati rasa permanen atau kelumpuhan (paralisis).

Tabel 1. Penyebab Neuropati Perifer (Azhary Hend, et al.. 2010):

5

2.4

Manifestasi Klinis a) Parestesia makin terasa bila berjalan atau menggerakkan anggota badan b) Kaku otot c) Nyeri pada tubuh d) Merah pada lokasi parestesia e) Sensitif bila disentuh pada lokasi parestesia f) Mati rasa atau tidak sensitive terhadap nyeri atau suhu g) Perasaan kesemutan, terbakar, atau tertusuk-tusuk

6

2.5

Penatalaksanaan Farmakologik Pengobatan

parestesia

(kesemutan)

bergantung

kepada

penyebabnya. Jika parestesia sebagai gejala dari penyakit tertentu, maka penanganan penyakit yang menimbulkan parestesia merupakan langkah pengobatan utama. Jenis dan penyebab parestesia juga akan menentukan apakah parestesia dapat sembuh sempurna pasca pengobatan. Parestesia temporer biasanya akan hilang setelah beberapa saat. Sedangkan pada beberapa kasus lainnya, kerusakan urat saraf yang menyebabkan parestesia tidak dapat diperbaiki kembali. Kasus parestesia kronis, gejala parestesia tidak hilang dengan sendirinya. Atau apabila hilang, gejala akan segera muncul kembali. Kondisi ini dapat mengganggu aktivitas sehari-hari, oleh karena itu penting untuk mencari penyebab utamanya. Untuk meredakan gejala parestesia kronis yang sudah terjadi selama lebih dari dua bulan, penanganan bisa dilakukan melalui (Azhary Hend, et al.. 2010): a)

Injeksi kortikosteroid. Kortikosteroid dapat menurunkan peradangan pada organ dan menghilangkan rasa nyeri secara sementara. Efek samping dari kortikosteroid adalah infeksi sendi, kerusakan urat saraf, nyeri, dan pemutihan pada kulit di sekitar daerah injeksi.

b)

Antidepresan trisiklik. Obat jenis ini dapat menurunkan rasa sakit. Efek samping yang mungkin terjadi adalah kantuk, mulut kering, dan gangguan aktivitas seksual.

c)

Gabapentin, fenitoin, atau pregabalin. Obat jenis antikejang ini dapat menurunkan gejala parestesia. Efek samping yang mungkin terjadi adalah sembelit, mual, pusing, dan kantuk.

d)

Pembedahan. Pembedahan dilakukan untuk menghilangkan kompresi pada urat saraf yang menyebabkan parestesia menjadi parah dan berlangsung lama. Namun metode ini jarang dilakukan.

7

Penurunan gejala neuropati dengan farmakoterapi yang dapat digunakan antara lain dengan antikonvulsan, antidepresan dan neurotropik yang termasuk didalamnya adalah vitamin B1, B6, dan B12.

a. Vitamin B.Complex Vitamin neurotropik berfungsi menormalkan fungsi saraf dengan memperbaiki gangguaan metabolisme saraf melalui pemberian asupan yang dibutuhkan (Perdossi, 2012). Pemberian vitamin B1 (100mg), B6 (100mg), dan B12 (200mcg) terbukti efisien dalam penurunan gejala neuropati pada sekitar 87,4% pasien dari 310 pasien neuropati perifer diabetic (Rizvi, 2013). Adapun mekanisme kerja dari masing-masing vitamin B komplek yaitu, (Pazirandeh, 2009): a) Vitamin B12berperan dalam metabolisme asam lemak yang berguna dalam memperbaiki serabut myelin saraf. b) Vitamin B1 berperan dalam menginisiasi impuls saraf dari koenzim. c) Vitamin B6 berperan dalam sintesis neurotransmitter sehingga membuat keduanya berfungsi dalam memperbaiki neuropati.

b. Analgetik 1. Analgetik PARACETAMOL

Mekanisme

: Menghambat sintesis prostaglandin

Kerja Indikasi

: Nyeri ringan sampai sedang, demam.

Kontraindikasi

: Hipersensitif, gangguan hati.

Peringatan

: Gangguan fungsi hati, ginjal, ketergantungan alkohol.

Efek samping

: Reaksi alergi, ruam kulit berupa eritema atau urtikaria, kelainan darah, hipotensi, kerusakan hati.

8

: Dosis umum:

Dosis

Dewasa: 500mg – 1000 mg per kali, diberikan tiap 4-6 jam. Maksimum 4 g dosis sehari. Anak <12 tahun: 10mg/kg/BB/kali (bila ikterik: 5 mg/kgBB/kali) diberikan tiap 4-6 jam. Maksimum 4 dosis sehari. Interaksi obat

:

 Kolesteramin

menurunkan

absorpsi

paracetamol.  Metoclopramide

&

domperidone

meningkatkan efek paracetamol.  Paracetamol meningkatkan kadar warfarin. : Tablet/kaplet

Sediaan

500 mg:

Alphamol, Dumin,

Erphamol, Farmadol, Pamol, Panadol dan lainlain. Tablet 600 mg: Alphamol, Sumagesic. Syrup 120 mg/5 ml: Alphamol, Dumin. Sediaan drops 60 mg/0,6 ml: sanmol drops. Sediaan rectal tube 125 mg/2,5 ml; 250 mg/4ml: Dumin RT, Pamol Supp.

c. Golongan NSAID Mekanisme Kerja Obat AINS merupakan obat anti-inflamasi yang memiliki struktur molekular yang berbeda dari steroid.Secara kimiawi, OAINS merupakan senyawa turunan dari asam asetat, asam propionat, pirazol, dan zat kimia lainnya.AINS

bekerja

dengan

menghambat

kerja

dari

enzim

siklooksigenase.Enzim ini berperan penting dalam jalur metabolisme asam arakhidonat, yaitu bekerja untuk mengkatalis perubahan asam arakhidonat menjadi prostaglandin dan tromboksan.Terdapat dua isoform enzim siklooksigenase yaitu siklooksigenase-1 dan siklooksigenase-2.Kedua enzim ini memiliki struktur yang serupa, namun pada bagian substrate

9

binding channel enzim siklooogsinegase-2 memiliki sisi samping yang berbeda dengan enzim siklooksigenase-1.Hal ini lah yang mendasari selektivitas inhibisi enzim ini oleh AINS.

Indikasi Nyeri ringan hingga sedang

Kontraindikasi AINS dikontraindikasikan untuk pasien dengan riwayat hipersensitif terhadap asetosal atau AINS lainnya, termasuk mereka yang serangan asma, angiodema, urtikaria, atau rinitisnya dipicu oleh asetosal dan AINS lainnya.AINS sebaiknya tidak diberikan kepada pasien yang mengidap tukak lambung aktif.Pasien yang sebelumnya atau sedang mengidap tukak atau pendarahan saluran cerna, lebih baik menghindarinya dan menghentikannya jika muncul lesi saluran cerna.

Peringatan a) AINS harus digunakan dengan hati-hati pada pasien usia lanjut, pada gangguan alergi, selama kehamilan dan menyusui, dan pada gangguan koagulasi. b) Pada pasien gagal ginjal, payah jantung, atau gagal hati, dibutuhkan kehati-hatian,

sebab

penggunaan

AINS

bisa

mengakibatkan

memburuknya fungsi ginjal, dosis harus dijaga serendah mungkin dan fungsi ginjal harus dipantau. c) AINS sebaiknya tidak diberikan kepada pasien yang mengidap tukak lambung aktif.

Efek Samping a) Rasa tidak nyaman pada saluran cerna b) Mual c) Diare d) Kadang pendarahan

10

e) Reaksi hipersensitivitas (ruam kulit, angiodema dan bronkospasme) f)

Sakit kepala, vertigo, pusing

g) Gangguan pendengaran Contoh obat golongan NSAID : Ibuproffen, Asam mefenamat, Natrium Diklofenak, Piroxicam,

2.6

Terapi Non-Farmakologi Parestesia 1. Menjaga berat badan ideal 2. Berhenti merokok untuk mencegah terjadinya komplikasi neuropati perifer. 3. Hindari konsumsi alkohol secara berlebihan agar gejala tidak memburuk. 4. Banyak minum untuk mencegah dehidrasi, terutama pada saat banyak aktivitas. 5. Latihan rutin berupa berjalan ringan dapat mengurangi nyeri, meningkatkan kekuatan otot, dan membantu mengendalikan kadar gula darah. 6. Konsumsi makanan sehat, seperti buah, sayur, gandum, dan protein. Parestesia (kesemutan) tidak selalu bisa dicegah, namun frekuensi kemunculnya dapat dikurangi. Berikut ini sejumlah cara yang bisa dilakukan guna menghindari parestesia, di antaranya: a)

Hindari gerakan berulang yang dapat menekan saraf.

b)

Istirahat secara berkala jika sering melakukan gerakan secara berulang.

c)

Bangun dan bergerak ke sekeliling secara berkala jika sudah duduk dalam waktu yang cukup lama.

d)

Jika memiliki diabetes atau penyakit kronis lain, pemantauan dan manajemen penyakit dapat menurunkan risiko terjadinya parestesia kronis.

11

BAB III DIALOG 3.1 Kasus Seorang ibu yang berumur 70 tahun datang ke apotek dengan keluhan bagian kaki pegal dan sering kesemutan apabila disentuh merasa kesakitan dan sulit digerakan. Sudah pernah mengalami penyakit ini, tidak memiliki penyakit lain, tidak memiliki alergi. 3.2 Rekomendasi Terapi A.

Terapi Non-farmakologi a.

Banyak minum untuk mencegah dehidrasi, terutama pada saat banyak aktivitas.

b.

Latihan rutin berupa berjalan ringan dapat mengurangi nyeri, meningkatkan kekuatan otot, dan membantu mengendalikan kadar gula darah.

c.

Hindari pekerjaan berat

d.

Konsumsi makanan sehat, seperti buah, sayur, gandum, dan protein.

B. Terapi Farmakologi NEUROBION Komposisi

:

Vitamin B1 (Thiamine Mononitrate) 100 mg Vitamin B6 (Pyridoxine Hydrochloride) 200 mg Vitamin B12 (Cyanocobalamin) 200 mcg

Indikasi

:

 Gangguan

pada sistem saraf tepi yang ditandai dengan

kebas dan kesemuatan pada anggota gerak.  Penderita pegal-pegal

otot.

Kontraindikasi : Neurobion tidak boleh digunakan oleh penderita yang diketahui memiliki riwayat hipersensitif atau alergi terhadap vitamin B1, vitamin B6, atau vitamin B12. Peringatan

:

 Neurobion tidak boleh digunakan untuk anak-anak,

12

karena mengandung vitamin B dosis tinggi.  Hindari

penggunaan pada

pasien

yang

sedang

menerima terapi levodopa.  Waspadai penggunaan vitamin B6 dosis tinggi dalam jangka waktu yang lama karena dapat menyebabkan terjadinya sindroma neuropati. Efek Samping

: Reaksi alergi, Bengkak kulit, Berkeringat berlebih, Rasa lelah, Mual, muntah

Dosis

: 1 tablet/hari sebelum atau sesudah makan.

Penyimpanan

: Simpan ditempat sejuk dan kering terlindungi dari cahaya matahari

Harga

: Rp 16.000,-

NEUREMACYL TABLET Komposisi

: Ibuprofen 200mg, parasetamol 500mg

Indikasi

: Meredakan nyeri otot dan nyeri sendi.

Peringatan

: Penderita dengan riwayat ulkus peptikum yang berat dan aktif, kehamilan 3 bulan terakhir, penderita hipersensitif

terhadap

komponen

obat,

penderita

bronkhospastik terhadap acetosal, rintis dan urtikaria. Efek Samping

: Mual, muntah, dan nyeri lambung.

Dosis

: 3X sehari 1 tablet sebelum atau sesudah makan.

Penyimpanan

: Simpan ditempat sejuk dan kering terlindungi dari

13

cahaya matahari Harga

: Rp 12.000,-

COUNTERPAIN COOL CREAM Komposisi

: Methyl salicylate 102 mg, eugenol 13.6 mg, menthol 54.4 mg

Indikasi

COUNTERPAIN CREAM digunakan untuk meredakan nyeri otot dan nyeri sendi yang berhubungan dengan terkilir, memar dan cedera pada saat olahraga. COUNTERPAIN CREAM juga dapat digunakan untuk membantu menghilangkan pegal-pegal dan keseleo.

Efek Samping

: Dermatitis kulit (peradangan)

Dosis

: Oleskan 3-4 kali sehari. Oleskan pada bagian tubuh yang perlu.

Penyimpanan

: Simpan ditempat sejuk dan kering terlindungi dari cahaya matahari

Harga

: Rp 53.000,- (30g)

14

3.3 Dialog Swamedikasi Nama Pasien

Ny.Merlyna

Jenis Kelamin

Perempuan

Usia

70 Tahun

Alamat

Tegalmulyo

Tanggal pasien datang

12 Maret 2019

Keluhan pasien

Kaki pegal dan sering kesemutan apabila disentuh merasa kesakitan dan sulit digerakan. Tidak ada

Riwayat alergi

Pasien pernah datang (Ya/ Tidak)*

*coret salah satu

sebelumnya : Obat yang diberikan : Nama Obat

Neurobion

Dosis

1x sehari

Cara pemakaian

Diminum setelah

No

Tanggal

Batch

ED

5627778

20-12-2021

45327B

Maret 20121

CR3456

Juni 2020

makan (pagi hari) Neuremacyl

3x sehari

Diminum setelah

tablet

1 tablet

makan

Counterpaint

3xsehari

Dioeskan tipis-

cool cream

tipis Spada area u pegal yang r Surakarta, 16 Maret 2019 Apotek Melisa Farma Melisa Selly Liswandari, S.Farm, Apt 1722.666.3333

15

Pada siang hari seorang ibu umur 70 tahun datang ke apotek dengan keluhan bagian kaki pegal dan sering kesemutan apabila disentuh merasa kesakitan dan sulit digerakan. Saat datang langsung dilayani oleh Apoteker yang sedang berjaga di depan apotek. Apt

: Selamat pagi bu, saya Melisa Apoteker di sini. Ada yang bisa saya bantu?

Pasien : Siang mbak, saya mau cari obat buat saya, mba Apt

: Boleh saya minta identitas ibu. Nama ibu siapa ya?

Pasien : Nama saya Merlyna, mbak Apt

: Umur ibu?

Pasien : 70 Tahun Apt

: Kalau boleh tau alamat dan no telfon ibu?

Pasien : Alamat saya di Tegalmulyo. No telp. 081XXXXXXX Apt

: Keluhan yang ibu rasakan apa ya?

Pasien : Ini mba, kaki saya terasa pegal, sering kesumatan, terasa sakit bila disentuh, dan juga sulit digerakkan. Apt

: Sejak berapa lama ibu merasakan ini?

Pasien : Dari kemarin mba, saya rasa kaki saya itu terasa kesemutan terus pegal-pegal mba. Apt

: Apa sebelumnya ibu pernah mengalami ini?

Pasien : Iya, mba. Saya sudah pernah mengalami ini. Apt

: Sebelumnya apakah sudah pernah mengkonsumsi obat untuk mengatasi keluhan ini, ibu?

Pasien : Belum, mba. Apt

: Apakah ibu memiliki riwayat penyakit lain?

Pasien : Tidak, mba. Apt

: Apakah ibu memiliki riwayat alergi baik makanan ataupun obat-obatan?

Pasien : Tidak, mba. Apt

: Apakah ada keluhan lain seperti bengkak?

Pasien : Tidak, mba.

16

Apt

: Baik tunggu sebenrtar ya, bu. Saya ambilkan obatnya.

Apoteker pun mengambilkan obat untuk pasien tersebut. Dan tidak lama kemudian Apoteker datang kembali dengan membawa obat. Apt

: Ibu ini ada 3 macam obat ya. Obat yang warnanya putih ini suplemen vitamin,. Vitamin ini untuk mengurangi pegal-pegal dan rasa kesemutannya ibu. Obat ini diminum 1 kali pada pagi hari sesudah makan ya, ibu. Obat kedua ini neuremacyl untuk meredakan rasa nyeri ibu. Obat ini diminum 3x sehari 1 tablet sesudah makan ya. Dan yang satu lagi ini counterpaint cream ya nanti dioleskan 3x sehari ya pada bagian kaki yang sakit dan kesemutan, Bila ibu sudah tidak merasakan pegal dan kesemutan sebaiknya hentikan pengobatannya ya bu.

Pasien : Ya, mba. Apt

: Oh iya, ibu. Obatnya nanti disimpan ditempat sejuk, kering dan terhindar dari cahaya matahari, ya.

Pasien : Iya mbak Apt

: Ibu, selain obat-obatan ibu juga dapat mengkonsumsi makanan yang mengandung banyak vitamin seperti susu kedalai, pisang. Sebaiknya ibu banyak minum air putih ya untuk menghindari dehidrasi dan kurangi pekerjaan yang berat ya.. Ibu juga dapat melakukan latihan rutin berupa berjalan ringan ya. Hal ini dapat mengurangi nyeri, meningkatkan kekuatan otot, dan membantu mengendalikan kadar gula darah.

Pasien : Baik, mba. Apt

: Oiya bu. Bila nanti timbul bintik-bintik merah pada kulit ibu, tolong hentikan pemakaiannya. Tetapi ibu tidak usa khawatir efek samping dari obat ini jarang terjadi, ibu.

Pasien : Iya mbak Apt

: Bagaimana ibu masih ada yang ingin ditanyakan lagi?

Pasien : Tidak mbak Apt

: Bisakah ibu mengulangi kembali yang saya sudah jelaskan

17

tadi? Pasien : Iya, mba. Vitaminnya diminum pagi saja. Diminuum sesudah makan, yang ini diminum 3xsehari 1 tablet, dan yang ini nanti dioleskan 3x sehari. Semua obat disimpan disimpan ditempat yang kering terhindar dari matahari. Apt

: Benar ibu, ini saya berikan catatan ya ibu. Nanti ibu bisa minta bantuan anak atau cucu ibu saat akan minum obat ya.

Pasien : Iya, mba. Apt

: Ini kartu nama saya, ibu. Jika ada yang ingin ditanyakan lagi bisa hubungi nomor ini ya. ibu harga obatnya Rp 81.000 ya

Pasien : Oh iya,mba .Ini mba uangnya. Apt

: Terima kasih , Jangan lupa diminum obatnya ya ibu! Semoga cepat sembuh ya.

Pasien : Sama–sama mba.

18

BAB IV PENUTUP 4.1

Kesimpulan Parestesia merupakan salah satu manifestasi klinis adanya sensasi tidak normal. Hal ini terjadi akibat adanya perubahan sensasi pada sistem saraf perifer, dapat bersifat sementara ataupun menetap. Kelainan ini dialami pasien berupa rasa tidak nyaman seperti rasa baal serta kesemutan dibagian-bagian tertentu. Perawatan yang dapat dilakukan adalah pemberian preparat neurotropik jika gejala yang dirasakan ringan. Namun, pada

parestesia

kronis

diperlukan

pengobatan

seperti

injeksi

kortikosteroid, antidepresan trisiklik dan obat kejang (Gabapentin). Selain itu, diperlukan pencegahan dengan menghindari gerakan berulang yang dapat menekan saraf ataupun istirahat secara berkala jika sering melakukan gerakan secara berulang. 4.2

Saran Disadari oleh penulis bahwa makalah yang telah disusun oleh penilis yang berjudul ”kesemutan” masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan saran terhadap makalah yang bersifat membangun agar makalah yang dibuat dapat menjadi lebih baik dan bermanfaat bagi orang lain masyarakat pada umumnya.

19

DAFTAR PUSTAKA Azhary Hend, Muhammad. 2010. Peripheral Neurophaty: Differential Diagnosis and Management. American Family Physician. Alhosaeini, Vafa dan Alexander. 2014. Underlying Causes Of Paresthesia. Mustari, A.S., dkk. 2015.Statistik Penduduk Lanjut Usia. Badan Pusat Statistik, Jakarta.p.21 Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia (PERDOSSI) dan MERCK Indonesia. 2012. Siaran Pers: Neuropati Perifer Diabetes. Rizvi, A., A. Ahmad, Z., Rizvi, 2013. Efficacy of combination of vitamin B1, B6 and B12 in management of diabetic peripheral neuropathy. Strait, S. dan Medcalf, P., 2012. Peripheral Neuropathy in Older People. London :Midlife and Beyond gmjournal, p 47-52. Syaifudin, H. 2000. Fungsi Sistem Tubuh Manusia. Jakarta: Widya Medika. .

20

Related Documents

Pcd
November 2019 22
Pcd-2300
November 2019 14
Pcd 3
May 2020 7
Pcd Auditiva.pdf
June 2020 5
Pcd 1_paristasia.docx
June 2020 20
S2 Bab 2 Pcd
November 2019 13

More Documents from ""

Kasus Asma.docx
June 2020 28
Klasifikasi
August 2019 82
Klasifikasi.docx
August 2019 34
Pcd_anemia.docx
June 2020 19
Pcd 1_paristasia.docx
June 2020 20