Pbl Blok 19 William.docx

  • Uploaded by: william
  • 0
  • 0
  • June 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Pbl Blok 19 William.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 2,516
  • Pages: 10
Epilepsi Tonik-Klonik dan Penatalaksanaannya William Wibowo 102016228 FakultasKedokteranUniversitas Kristen KridaWacana Jl. Arjuna Utara No.6 Jakarta Barat 11510

Abstrak Epilepsi adalah istilah untuk cetusan listrik lokal pada substansia grisea otak yang terjadi sewaktu-waktu, mendadak, dan sangat cepat. Secara klinis, epilepsi merupakan gangguan paroksismal di mana cetusan neuron korteks serebri mengakibatkan serangan penurunan kesadaran, perubahan fungsi motorik atau sensorik, perilaku atau emosional yang intermiten dan stereotipik.Kejang epilepsi dapat dibedakan berdasarkan onsetnya yaitu fokal (parsial) dan menyeluruh. Epilepsi juga dapat dibagi berdasarkan penyebabnya, idiopatik (sebagian besar pasien), atau simtomatik, yang dapat dikenali penyebabnya. Epilepsi idiopatik seringkali menunjukkan predisposisi genetik. Kata

kunci

:

Epilepsi,

kejang

fokal,

kejang

menyeluruh

Abstract Epilepsy is the term for local electric bursts in the brain's cerebral substance that occur at any time, suddenly, and very quickly. Clinically, epilepsy is a paroxysmal disorder in which the appearance of cerebral cortex neurons results in attacks of decreased consciousness, intermittent and stereotypic changes in motor or sensory function, behavior or emotion. Epileptic seizures can be distinguished based on their onset which is focal (partial) and complete. Epilepsy can also be divided based on the cause, idiopathic (mostly patients), or symptomatic, the cause of which can be identified. Idiopathic epilepsy often shows genetic predisposition Keywords: Epilepsy, focal seizures, overall seizures Pendahuluan Epilepsi berasal dari kata Yunani yang berarti serangan. Perlu diketahui epilepsi merupakan penyakit yang tidak menular.1 Epilepsi adalah istilah untuk cetusan listrik lokal pada substansia grisea otak yang terjadi sewaktu-waktu, mendadak, dan sangat cepat. Secara klinis, epilepsi merupakan gangguan paroksismal di mana cetusan neuron korteks serebri mengakibatkan serangan penurunan kesadaran, perubahan fungsi motorik atau sensorik,

1

perilaku atau emosional yang intermiten dan stereotipik.Kejang epilepsi dapat dibedakan berdasarkan onsetnya yaitu fokal (parsial) dan menyeluruh. Epilepsi juga dapat dibagi berdasarkan penyebabnya, idiopatik (sebagian besar pasien), atau simtomatik, yang dapat dikenali penyebabnya. Epilepsi idiopatik seringkali menunjukkan predisposisi genetik.2 Anamnesis Anamnesis merupakan langkah terpening dalam melakukan diagnosis epilepsi. Dalam melakukan anamnesis, harus dilakukan secara cermat, rinci, dan menyeluruh karena pemeriksa hampir tidak pernah menyaksikan serangan yang dialami penderita. Anamnesis dapat memunculkan informasi tentang trauma kepala dengan kehilangan kesadaran, ensefalitis, malformasi vaskuler, meningitis, gangguan metabolik dan obat-obatan tertentu. Penjelasan dari pasien mengenai segala sesuatu yang terjadi sebelum, selama, dan sesudah serangan (meliputi gejala dan lamanya serangan) merupakan informasi yang sangat penting dan merupakan kunci diagnosis.24 Anamnesis (auto dan aloanamnesis), meliputi : a. Pola / bentuk serangan b. Lama serangan c. Gejala sebelum, selama, dan sesudah serangan d. Frekuensi serangan e. Faktor pencetus 20 f. Ada / tidaknya penyakit lain yang diderita sekarang g. Usia saat terjadinya serangan pertama h. Riwayat kehamilan, persalinan, dan perkembangan i. Riwayat penyakit, penyebab, dan terapi sebelumnya j. Riwayat penyakit epilepsi dalam keluarga.3,4 PemeriksaanFisik Pada pemeriksaan fisik umum dan neurologis, dapat dilihat adanya tanda-tanda dari gangguan yang berhubungan dengan epilepsi seperti trauma kepala, gangguan kongenital, gangguan neurologik fokal atau difus, infeksi telinga atau sinus. Sebabsebab terjadinya serangan epilepsi harus dapat ditepis melalui pemeriksaan fisik dengan menggunakan umur dan riwayat penyakit sebagai pegangan. Untuk penderita anak-anak, pemeriksa harus memperhatikan adanya keterlambatan perkembangan, organomegali, perbedaan ukuran antara anggota tubuh dapat menunjukan awal ganguan pertumbuhan otak unilateral.5 PemeriksaanPenunjang Tujuannya adalah mendeteksi adanya kelainan otak yang bisa diobati sebagai dasar penyakit dan menyingkirkan faktor – faktor yang bisa memprovokasi serangan. Lakukan pemeriksaan darah untuk mencari bukti kecanduan alkohol, hipoglikemia, atau hipokalsemia. EEG bisa membantu menunjukkan jenis epilepsi, letak fokus epileptik (aktivitas gelombang yang lambat bisa menunjukkan adanya tumor), dan menjadi pedoman untuk terapi obat.(Gambar 1) Jika ada kemungkinan aritmia jantung transien sebagai penyebab kejang, pemantauan EKG 24 jam terus menerus harus dilakukan. Lakukan CT scan kepala untuk menyingkirkan 2

penyakit otak fokal. Sangat bernilai pada epilepsi onset-lambat, kejang parsial, dan pada pasien dengan kejang umum dimana EEG mengungkapkan adanya kelainan fokal, khususnya jika disertai oleh adanya gelombang lambat.1,2

Gambar 1. Gelombang EEG.5 Diagnosis Kerja Epilepsi Tonik-Klonik Pengertian Epilepsi adalah sekelompok penyakit yang ditandai dengan kejang / bangkitan berulang. Kejang maupun epilepsi bukan merupakan diagnosis atau jenis penyakit; melainkan gejala proses lain yang mempengaruhi otak dalam berbagai cara, tetapi umumnya memiliki ekspresi klinis final berupa kejang. Generalized seizures adalah akibat dari aktivitas neuron yang abnormal pada kedua sisi hemisfer serebrum. Seizure-seizure ini mungkin menyebabkan kehilangan kesadaran, jatuh-jatuh, atau spasme otot yang masif. Ada banyak jenis-jenis dari generalized seizures. Pada ketidakhadiran seizures, orang itu mungkin tampak menatap kedalam ruangan dan atau mempunyai hentakan atau kejang otot-otot. Tonic seizures menyebabkan kekakuan dari otot-otot tubuh, umumnya yang di belakang (punggung), kaki-kaki, dan lengan-lengan. Clonic seizures menyebabkan gerakan-gerakan hentakan yang berulang dari otot-otot pada kedua sisi tubuh. Myoclonic seizures menyebabkan hentakan-hentakan atau kejangkejang dari tubuh bagian atas, lengan-lengan, dan kaki-kaki. Atonic seizures menyebabkan kehilangan dari muscle tone yang normal. Orang yeng terpengaruh akan jatuh atau mungkin menjatuhkan kepalanya secara tidak s ukarela. Tonic-clonic seizures menyebabkan campuran dari gejala-gejala, termasuk kekakuan tubuh dan

3

hentakan-hentakan yang berulang dari lengan-lengan dan atau kaki-kaki serta kehilangan kesadaran. Tonic-clonic seizures adakalanya dirujuk oleh istilah seba gai: grand mal seizures. 5 Epilepsi generalisata yang paling sering ditemukan adalah jenis epilepsi tonik-klonik. 1,2 Dokter dapat mencurigai seorang pasien terkena epilepsi apabila dia telah mengalami kejang lebih dari satu kali. Selain itu dokter juga perlu mengetahui gejala dan ciri-ciri kejang yang dialami. Penelurusan kejang pasien juga dapat dilakukan dengan bertanya pada orang yang menyaksikan kejang tersebut. 11 Etiologi Etiologi Penyebab epilepsi dapat dibagi menjadi 3 yaitu epilepsi idiopatik (bila faktor penyebabnya tidak diketahui) dan epilepsi simtomatik (penyebabnya di ketahui) dan kriptogenik (dianggap sebagai simptomatik tetapi penyebab belom diketahui). Kebanyakan sebab: 1. Idiopatik (70 %): penyebabnya tidak diketahui, umumnya mempunyai predisposisi genetik.7 2. Simptomatik (30%): Kelainan konginetal disebabkan oleh kelainan/lesi pada SSP, misalnya trauma kepala, infeksi, kelainan kongenital, lesi desak ruang, gangguan peredaran darah otak, toksik (alkohol, obat), metabolik, kelainan neurodegenerative 3. Kriptogenik: dianggap sebagai simptomatik tetapi penyebabnya belum diketahui, misalnya West syndrome dan Lennox Gastaut syndrome.1-3 Diagnosis Banding Epilepsi Parsial Epilepsi parsial dimulai di suatu daerah di otak, biasanya corteks serebrum. Kelainan bisa berasal dari sebagian kecil atau satu hemisfer serebrum. Dapat diklasifikasikan menjadi 2 yaitu kejang parsial sederhana dan kejang parsial kompleks.Keduanya mempunyai gejala yang sama yaitu kejang motorik fokal, adanya halusinasi baik auditorik ataupun visual, gangguan psikis seperti rasa takut dan sensasi dejavu. Pada epilepsi parsial sederhana, pasien tidak mengalami penurunan kesadaran sedangkan pada pasien epilepsi parsial kompleks, pasien mengalami penurunan kesadaran.1-3 PNES PNES adalah gangguan kesadaran, gerakan atau perilaku yang paroksismal dan secara superfisial mirip dengan bangkitan epilepsi, namun tidak disebabkan oleh gangguan neurobiologis seperti epilepsi serta tidak disertai perubahan gelombang listrik pada perekaman EEG.

7-9

Faktor predisposisi PNES antara lain: kekerasan fisik dan penelantaran,

4

kekerasan seksual, komorbiditas medis dan komorbiditas psikiatri seperti: gangguan kepribadian narkistik atau histrionik, ciri kepribadian yang tidak stabil, kecemasan, depresi, dan gangguan bipolar. Faktor pencetus PNES antara lain kehilangan orang yang sangat disayangi serta tekanan disekolah, ditempat kerja, dan dirumah Anatomi Cerebrum adalah bagian terbesar dari otak dan terletak di fossa crania anterior dan medius serta menempati seluruh cekungan tempurung tengkorak. Otak mempunyai 2 hemisfer yaitu hemisfer kanan dan kiri. Hemisfer bagian kanan mengontrol bagian tubuh kiri, sedangkan hemisfer kiri mengontrol bagian tubuh sebelah kanan. Cerebrum dibagi dua bagian, yaitu diensefalon dan telensefalon. Diensefalon Diensefalon terdiri dari talamus dan hipotalamus. Diensefalon berfungsi dalam berbagai kegiatan tubuh seperti mengunyah, melihat, pergerakan bola mata, ekspresi wajah, mendengar, bernapas, menelan, mencium, dan keseimbangan tubuh manusia. Diesnsefalon terletak di antara setengah bulatan otak dan otak tengah.11

Gambar 2. Diensefalon.12

Telencephalon Cerebrum dibagi menjadi dua bagian yaitu, hemisfer dextra dan sinistra yang dipisahkan oleh fisura longitudinalis cerebri. Hemisfer dextra dan sinistra dihubungkan oleh corpus callosum. Di fissure berisi lipatan duramater yang berbentuk bulan sabit yang disebut falx cerebri. 5

Untuk memperluas daerah permukaan cortex cerebri, cerebrum memiliki lipatan-lipatan atau gyrus yang dipisahkan oleh sulcus. Cerebrum juga dibagi menjadi beberapa lobus-lobus yaitu: 1. Lobus frontalis 2. Lobus pariealis 3. Lobus temporalis 4. Lobus oksipitalis Serta ada sulcus-sulcus yang membatasi lobus-lobus tersebut yaitu : 1. Sulcus centralis 2. Sulcus parieto-occipitalis 3. Sulcus lateralis 4. Sulcus calcarina

Gambar 3. Serebrum 13

Epidemiologi Epilepsi merupakan salah satu gangguan neurologis kronis yang paling umum di Amerika Serikat, dengan prevalensi sekitar 0,5%. Resiko kumulatif seumur hidup mengalami kejang adalah 8%. Setengah risiko seumur hidup mengalami epilepsi selama masa kanak – kanak 6

atau remaja. Selama masa kanak – kanak, angka tertinggi selama tahun pertama kehidupan dan kemudian menurun tajam, angka menurun lagi selama remaja; diatas usia 50, angka epilepsi mulai meningkat kembali, sebagai akibat sekunder dari penyakit serebrovaskular dan cedera vaskular serebral. Angka mortalitas pasien epilepsi adalah 2 sampai 4 kali dibanding populasi non epilepsi, dengan mortalitas tertinggi pada 10 tahun setelah diagnosis ditegakkan. 10% kematian pada pasien epilepsi berhubungan dlangsung dengan kejang atau status epileptikus, sementara 5% kematian merupakan akibat sekunder dari kecelakaan fatal selama kejang. Resiko bunuh diri pada penderita epilepsi adalah 25 kali dibanding populasi umum.4 Patogenesis Kejang epilepsi (serangan epilepsi, epileptic fit) dipicu oleh perangsangan sebagian besar neuron secara berlebihan, spontan, dan sinkron sehingga menyebabkan aktivasi fungsi motorik (kejang), sensorik (kesan sensorik), otonom (misal, saliva), atau fungsi kompleks (kognitif, emosional) secara lokal atau umum. Fenomena pemicunya adalah depolarisasi paroksismal pada neuron tunggal (pergeseran depolarisasi paroksismal [PDS]). Hal ini disebabkan oleh pengaktifan kanal Ca2+ . Ca2+ yang masuk mula-mula akan membuka kanal kation yang tidak spesifik sehingga menyebabkan depolarisasi yang berlebihan, yang akan terhenti oleh pembukaan kanal K+ dan 8 Cl- yang diaktivasi oleh Ca2+. Kejang epilepsi terjadi jika jumlah neuron yang terangsang terdapat dalam jumlah yang cukup. Perangsangan neuron atau penyebaran rangsangan ke neuron di sekitarnya ditingkatkan oleh sejumlah mekanisme seluler: - Dendrit sel piramidal mengandung kanal Ca2+ bergerbang voltase yang akan membuka pada saat depolarisasi sehingga menigkatkan depolarisasi. Pada lesi neuron akan lebih banyak kanal Ca2+ yang diekspresikan. Kanal Ca2+ akan dihambat oleh Mg2+, sedangkan hipomagnesia akan meningkatkan aktivitas kanal ini. Peningkatan konsentrasi K+ ekstrasel akan mengurangi efluks K+ melaui kanal K+ . Hal ini berarti K+ memiliki efek depolarisasi, dan karena itu pada waktu bersamaan meningkatkan pengaktifan kanal Ca 2+ . Dendrit sel piramidal juga didepolarisasi oleh glutamat dari sinaps eksitatorik. Glutamat bekerja pada kananl kation yang tidak peremeabel terhadap Ca2+ (kanal AMPA) dan pada kanal yang permeable terhadap Ca2+ (kanal NMDA). Kanal NMDA normalnya dihambat oleh Mg2+. Akan tetapi, depolarisasi yang dipicu oleh pengaktifan kanal AMPA menghilangkan penghambatan Mg2+ (kerjasama dari kedua kanal). Jadi, defisiensi Mg2+ dan depolarisasi memudahkan pengaktifan kanal NMDA. - Depolarisasi normalnya dikurangi oleh neuron inhibitorik yang mengaktifkan kanal K+ dan/atau Cl- di antaranya melalui GABA. GABA dihasilkan oleh glutamat dekarboksilase (GD), yakni enzim yang membutuhkan piridoksin (vitamin B6) sebagai ko-faktor. Defisiensi vitamin B6 atau 7

berkurangnya afinitas enzim terhadap vitamin B6 (kelainan genetik) memudahkan terjadinya epilepsi. Hiperpolarisasi neuron thalamus dapat meningkatkan kesiapan kanal Ca2+ tipe-T untuk diaktifkan sehingga memudahkan serangan absens.5 GejalaKlinis Pada pasien dengan epilepsi tonik-klonik, pasien akan mengalami penurunan kesadaran secara cepatdan kontraksi menetap dan masif pada seluruh otot. Mata pasien akan mengalami deviasi ke atas. Fase tonik akan berlangsung selama 10-20 detik. Pada fase ini akan tampak fenomena otonom seperti dilatasi pupil, pengeluaran air liur,dan denyut jantung mengalami peningkatan. Penatalaksanaan Penatalaksanaan epilepsi dapat berupa terapi konservatif dan juga terapi operatif. Pemilihan obat harus disesuaikan dengan jenis kejang yang dialami pasien. Untuk jenis epilepsi generalisata dapat diberikan obat asam valproat atau fenoorbital. Asam valproat dapat diberikan dengan dosis 10-15 mg/kgBB dengan efek samping berupa mual, muntah, diare, mengantuk, hepatotoksik, dan berat badan bertambah. Selain itu dapat juga diberikan fenoorbital dengan dosis 30-120 mg/hari dibagi dalam 3 dosis. Efek samping dari obat ini yaitu mengantuk, nistagmus, ruam, gangguan belajar, hiperaktivitas. Jika pengoabatn kurang maksimal dan terdapat kelainan struktural otak, dapat dilakukan tindakan bedah.14 Tatalaksana akut Untuk penatalaksaan epilepsi akut dapat dilakukan dengan mempertahankan oksigenasi otak, manajemen jalan napas dan pernapasan, menghentikan kejang, mencegah kejang berulang, dan menucari faktor penyebabnya. Obat yang dapat diberikan antara lain diazepam rektal 10 mg tiap 5-10 menit, selain itu dapat juga diberikan secara intavena sebanyak 10 mg dengan kecepatan tidak lebih dari 2 mg/menit dan diulang setiap 5 menit. Dapat diberikan juga midazolam secara intramuskular dengan dosis 10 mg dan diulang 2x setiap 5-10 menit.14 Komplikasi 

Kerusakan otak akibat hypoksia dan retardasi mental dapat timbul akibat kejang berulang, dapat timbul depresi dan keadaan cemas.



Jika jatuh selama kejang, dapat melukai kepala atau mematahkan tulang.



Jika memiliki epilepsi, akan lebih dari 15 kali lebih mungkin untuk tenggelam saat berenang atau mandi dari sisa penduduk karena kemungkinan mengalami kejang sementara di air.



Banyak negara memiliki batasan lisensi pengemudi terkait dengan kemampuan

8

penderita epilepsy untuk mengontrol status epilepticus agar dapat mengendarai mobil/motor. 

Kejang selama hamil bahaya bagi ibu dan bayi, dan obat anti-epilepsi tertentu meningkatkan risiko cacat lahir. Walaupun kebanyakan wanita dengan epilepsi mempunyai bayi yang sehat.



Status epilepticus. Kondisi ini terjadi jika kejang terus-menerus yang berlangsung > 5 menit atau mengalami kejang berulang sering tanpa sadar kembali/Orang dengan status epilepticus memiliki risiko kerusakan otak permanen dan kematian.



Kematian mendadak pada epilepsi. 10

Pencegahan Epilepsi yang idiopatik tidak dapat dicegah. Tetapi, tindakan preventif dapat dipakai untuk epilepsy sekunder yang diketahui sebabnya. 

Menghindari benturan kepala adalah cara yang paling efektif untuk mencegah epilepsi post-trauma.



Perhatian perinatal yang memadai dapat mengurangi kasus epilepsi yang disebabkan oleh trauma pada kelahiran.



Penggunaan obat untuk menurunkan suhu tubuh pada anak yang demam dapat mengurangi kemungkinan kejang dan timbulnya epilepsy pada kemudian hari.



Infeksi sistem saraf pusat merupakan penyebab epilepsi yang cukup sering pada daerah tropis. Penghindaran terhadap infeksi dapat mengurangi angka kejadian epilepsi. 5

Prognosis Prognosis epilepsi bergantung pada beberapa hal, di antaranya jenis epilepsi factor penyebab, saat pengobatan dimulai, dan ketaatan minum obat. Pada umumnya prognosis epilepsi cukup menggembirakan. Pada 50-70% penderita epilepsi serangan dapat dicegah dengan obat-obat, sedangkan sekitar 50 % pada suatu waktu akan dapat berhenti minum obat. Serangan epilepsi primer, baik yang bersifat kejang umum maupun serangan lena atau melamun atau absence mempunyai prognosis terbaik. Sebaliknya epilepsi yang serangan pertamanya mulai pada usia 3 tahun atau yang disertai kelainan neurologik dan atau retardasi mental mempunyai prognosis relative jelek. 9,11 Kesimpulan

9

Pasien 19 tahun dengan keluhan kejang 30 menit yang lalu diduga mengalami epilepsi menyeluruh jenis tonik-klonik sehingga hipotesis dapat diterima.

DaftarPustaka 1. Andreawan DT. Bagaimana menyembuhkan kejang epilepsi. Jakarta: Heal Indonesia Press Hal.4-5 2. Ginsberg L. Neurologi. Jakarta: Erlangga; 2011. h. 79-81 3. World Health Organization. Epilepsy : Fact Sheet. 2012. [cited 2013 November 4]. Available from : URL http://www.who.int/mediacentre/factsheets/fs99/en. 4. Gleadle J. At a glance anamnesis. Jakarta: Erlangga; 2011. h. 111 5. Gambar diunduh dari https://www.mountnittany.org/articles/healthsheets/3406 pada 27 Desember 2018 6. Asadi-Pooya AA. Psychogenic Nonepileptic Seizures. Epilepsy. 2015;3(3). 7. Wyllie E. Treatment of Epilepsy: Principles and Practice. 5th Edition. Lippincott Willians & Wilkins.2011;289-294. 8. Rossetti AO. Non-Epileptic Psychogenic Seizures: a Neurologist’s Perspective. Epileptologie.2016;33:50 – 54Indrajaya T, Ghanie A. Stenosismitral halaman 1671-8 9. Howard WL. Buku saku neurologi. Ed 5. Jakarta: EGC; 2001. h.93-105. 10. Scharfman, HE. (2007). The Neurobiology of Epilepsy. Current Neurology and Neuroscience Reports, 7(4), pp. 348-354. 11. Haryanto N. Ada apa dengan otak tengah. Jakarta: Gradien Mediatama; 2010. h. 30-5 12. Gambar diunduh dari: https://www.earthslab.com/anatomy/diencephalon/ pada 1 januari 2019 13. Gambar diunduh dari : https://www.scienceabc.com/humans/cerebrum-structure-andfunctions.html pada 1 Januari 2019 14. Satyanegara. Ilmu bedah syaraf. Jakarta: Gramedia; 2014. h. 474 15. Yazid D. Algoritme tatalaksana kejang akut dan epileptikus pada anak. Medan: Departemen FKUSU; 2017. h. 4-5

10

Related Documents

Pbl Blok 19 - 1.docx
June 2020 11
Pbl Blok 26.docx
May 2020 11
Pbl Blok 23.docx
May 2020 10

More Documents from "joshua 102016103"

October 2019 51
W3
August 2019 46
December 2019 50
Navegadores
May 2020 30
Gonore (4).docx
June 2020 21