Vesika Urinaria dan Keseimbangan Elektrolit Tubuh Dwi Vernia S. Paranna 102016221 Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana Jl. Arjuna Utara No. 6, KebonJeruk-Jakarta Barat 11510 No. Telp (021) 5694-2061
Abstrak Dalam tubuh manusia berbagai produk hasil dari kegiatan metabolisme akan dikeluarkan oleh sistem kemih. Sistem urin juga membantu untuk mempertahankan keadaan yang stabil dengan mengatur komposisi cairan tubuh.Zat yang disaring dari tubuh dalam bentuk urin.Urin adalah cairan yang dihasilkan oleh ginjal, dikumpulkan dalam kandung kemih dan diekskresikan melalui uretra.Urin digunakan untuk mengekstrak mineral kelebihan atau vitamin serta sel darah dari tubuh.Organ sistem urin termasuk ginjal, ureter, kandung kemih, dan uretra. Sistem urin bekerja dengan sistem lain dari tubuh untuk membantu mempertahankan homeostasis. Urin juga didalam tubuh kita memiliki komposisi dan sifat yang beragam. Kata kunci : sistem kemih, urin, homeostasis Abstract In the human body of various products of metabolic activity will be issued by the urinary system. Urinary system also helps to maintain a stable state by adjusting the composition of body fluids. Substances extracted from the body as urine. Urine is the liquid produced by the kidneys, collected in the bladder and excreted through the urethra. Urine is used to extract the excess minerals or vitamins and blood cells of the body. Urinary system organs including the kidneys, ureters, bladder, and urethra.Urinary system work with other systems of the body to help maintain homeostasis. Urine is also in our body composition and the diverse nature. Keywords: urinary system, urine, homeostasis
Pendahuluan Sistem urogenital adalah sistem yang membahas tentang proses kemih atau urinarius dan organ-organ reproduksi atau genitalia serta jaringan penyusunnya. Dalam keseharian, manusia melakukan kegiatan seperti makan dan minum, semua yang dikonsumsi tersebut mengalami proses metabolisme di dalam tubuh, dan menghasilkan zat sisa hasil metabolisme yang harus dikeluarkan dari tubuh. Sistem ini berfungsi untuk mengeluarkan zat sisa metabolisme tersebut dalam bentuk cairan.Sistem urogenitalis terdiri dari berbagai
organ yang mempunyai perananan dan fungsi masing-masing untuk mempertahankan zatzat di dalam tubuh kita tetap di kisaran yang memungkinkan untuk melaksanakan fungsi tubuh
secara
normal.
Adanya
kerusakan
terhadap
organ-organ
tersebut
dapat
mengakibatkan hal yang sangat serius dan berbagai macam penyakit dapat timbul, mulai dari penumpukan zat sisa sampai berakibat pada penyakit yang signifikan dan mengganggu organ tubuh yang lain dalam melaksanakan fungsi yang seharusnya.
Makrokopis Vesika Urinaria Vesica urinaria atau Kandung kemih merupakan kantong musculo membranosa yang gampang teregang, berbentuk cekung dan berdinding muskular kuat serta berfungsi untuk menampung air kemih (urin). Pada bayi dan anak-anak letak vesika urinaria lebih tinggi yaitu di daerah abdomen, pada anak 6 tahun di pelvis mayor, pada anak usia 12 tahun dan dewasa pada pelvis minor. Batas Vesika Urinaria pada laki-laki yaitu di bagian depan berbatasan dengan rectum, sedangkan perempuan berbatasan dengan uterus. Pada bagian depan sama-sama berbatasan dengan symphysis pubic. Pada keadaan penuh Vesikan Urinaria berbentuk telur (ovoid ) dan pada saat kosong berbentuk limas. Vesika Urinaria mempunyai 4 bagian yaitu apex, fundus, corpus, collum. Bagian apex dihubungkan ke cranial sampai ke umbilicus membentuk lig.Umbilicale mediale, tertutup peritoneum, dan berbatasan dengan ileum. Bagian fundus Vesika Urinaria pada laki-laki dipisahkan dari rectum oleh spatium rectovesicale dan pada wanita secara langsung berhubungan dengan vagina & cervix uteri. Pada bagian dinding Vesika Urinaria dilapisi suatu otot yaitu M. Detrusor, otot ini akan berjalan mengelilingi vesika urinaria, sampai pada daerah collum otot ini akan berubah menjadi M spincter uretra interna. Pada bagian dasar vesika urinaria jika dipotong secara coronal akan berbetuk segitiga terbalik (trigonum vesicae liutaudi). Pada bagian collum Vesika Urinaria pada pria berbatasan dengan permukaan atas gl. Prostat dan pada pria difiksasi oleh lig. Puboprastaticus, sedangkan waita oleh lig. Pubovesicale.1,2
Gambar 1.Batas-batas vesika urinaria2
Gambar 2. Vesica urinaria2 Pendarahan Vesika Urinaria berasal dari A. Iliaca interna mempercabangkan A. Iliaca comunis kemudian terbagi menjadi A. Vesicalis superior yang memperdarahi anterosuperior Vesika Urinaria dan A. Vesicalis inferior yang pada pria memperdarahi fundus dan collum Vesika Urinaria, sedangkan pada wanita menjadi A. Uterina, bercabang menjadi A. Vaginalis meperdarahi posteroinferior Vesika Urinaria. Selain itu terdapat juga A. Obturatoria dan A. Glutea inferior.1
Gambar 3. Vaskularisasi Vesika Urinaria1 Mikroskopis Vesika Urinaria Vesica urinaria merupakan sebuah kantong dengan otot, berfungsi sebagai penampung kemih yang berubah-ubah jumlahnya karena kandung kemih dapat mengembang dan mengempis.Pada bagian tunika mukosa epitelnya merupakan epitel transisional dan terdiri dari lamina propia.Pada tunika muskularis terdiri dari otot yang tersusun longitudinal-sirukular-longitudinal (long-sirklong).Kemudian pada lapisan tunika adventitia terdapat jaringan ikat fibroelastis. Ketika VU kosong, maka epitel akan terlihat lebih tebal dan terlihat sel payung secara jelas.3
Gambar 8. Vesica Urinaria4
Gambar 9. Vesica Urinaria4
Komposisi dan Sifat Urin Volume Urin Volume urin dalam 24 jam tergantung pada faktor fisiologik (misalnya intake cairan suhu dan kerja fisik) dan faktor patologik (misalnya penyakit ginjal, diabetes mellitus, dan sebagainya). Beberapa obat misalnya golongan diuretic,kopi, alcohol dapat pula mempengaruhi volume urin. Pada manusia, normalnya volume urin antara 600-2500 ml/24 jam. Kelainan-kelainan dalam volume urin :11 Poliuria
: bila volume urin > 2500 ml/24jam
Oligouria : bila volume urin < 600 ml/24 jam Anuri
: bila tidak terbentuk urin
Dysuria
: rasa sakit pada waktu baung air
Nokturia : berkemih dua kali atau lebih di malam hari
Berat Jenis Urin Berat jenis urin normal antara 1,003-1,030 tergantung pada jumlah zat-zat yang terlarut di dalmnya dan volume urin. Jumlah total zat padat dalm urin 24 jam kira-kira 50 gram. Berat jenis urin berubah terutama pada penyakit ginjal.11
PH Urin
Urin dapat bersifat asam, netral, atau basa dengan pH antara 4,7-8,0. Tetapi urin yang dikumpulkan selama 24 jam biasanya bersifat asam. urin yang diambil pada waktu-waktu tertentu mempunyai pH yang berbeda-beda. Beberapa waktu setelah makan, urin akan bersifat netral bahkan alkalis. Ini disebut alkalin ide. Bila dibiarkan waktu lama, urin dapt mengalami qmmoniacal fermentation atau acid fermentation. Hal ini disebabkan oleh bakteri dan PH urin menjadi basa.
Bau, Warna dan Kekeruhan Urin yang baru dikeluarkan mempunyai bau khas.Bila urin mengalami dekomposisi, timbul bau ammonia yang tidak enak. Pada penderita diabetes mellitus dengan ketosis maka urin akan berbau aseton.
Warna urin berbeda-beda sesuai dengan kepekatannya, tetapi dalam keadaan normal urin berwarna kuning muda. Warna terutama disebabkan oleh pigmen urokrom yang berwarna kuning dan sejumlah kecil oleh urobilin dan hematoporfirin.10,11 Dalam keadaan demam karena pemekatan, warna urin berubah menjadi kuning tua atau agak coklat.Pada penyakit hati, pigmen empedu dapat menyebabkan urin menjadi hijau, coklat, atau kuning tua.Darah atau hemoglobin menyebabkan urin warna merah, sedangkan methemoglobin atau asam hemogentisat menyebabkan warna urin coklat tua.
Urin normal biasanya jernih pada waktu dikeluarkan, tetapi bila dibiarkan dalam waktu lama akan timbul kekeruhan disebabkan oleh nucleoprotein, mukoid, atau sel-sel epitel. Selain itu pada urin yang alkalis, kekeruhan dapat disebabkan oleh endapan fosfat sedangkan pada urin asam biasanya disebabkan oleh endapan urat.9-11 Komposisi urin normal yaitu memili zat padat terbanyak: urea (1/2 total solid), mineral terbanyak: Nacl (1/4 total solid), dimana total solid terdiri dari ½ bagian urea, ¼ bagian Nacl, ¼ bagian zat organik lain dan zat anorganik lain.
Keseimbangan Cairan dan Elektrolit Pengaturan keseimbangan cairan perlu memperhatikan 2 (dua) parameter penting, yaitu: volume cairan ekstrasel dan osmolaritas cairan ekstrasel. Ginjal mengontrol volume cairan ekstrasel
dengan mempertahankan keseimbangan garam dan mengontrol osmolaritas cairan ekstra sel dengan mempertahankan keseimbangan cairan. Ginjal mempertahankan keseimbangan ini dengan mengatur keluaran garam dan air dalam urin sesuai kebutuhan untuk mengkompensasi asupan dan kehilangan abnormal dari air dan garam tersebut.8 1. Pengaturan volume cairan ekstrasel Penurunan volume cairan ekstrasel menyebabkan penurunan tekanan darah arteri dengan menurunkan menyebabkan
volume
plasma.Sebaliknya,
peningkatan
tekanan
peningkatan
darah
arteri
volume dengan
cairan
ekstrasel
memperbanyak
dapat volume
plasma.Pengontrolan volume cairan ekstrasel penting untuk pengaturan tekanan darah jangka panjang. Pengaturan volume cairan ekstrasel dapat dilakukan dengan cara sbb :9-11
a. Mempertahankan keseimbangan asupan dan keluaran (intake & output) air Untuk mempertahankan volume cairan tubuh kurang lebih tetap, maka harus ada keseimbangan antara air yang ke luar dan yang masuk ke dalam tubuh. Hal ini terjadi karena adanya pertukaran cairan antar kompartmen dan antara tubuh dengan lingkungan luarnya. Water turnover dibagi dalam: 1. External fluid exchange, pertukaran antara tubuh dengan lingkungan luar. 1.1. Pemasukan air melalui makanan dan minuman 2200 ml air metabolisme/oksidasi 300 ml ------------2500 ml 1.2. Pengeluaran air melalui insensible loss (paru-paru & kulit) 900 ml urin
1500 ml
feses
1000 ml ------------2500 ml
2. Internal fluid exchange, pertukaran cairan antar berbagai kompartmen, seperti proses filtrasi dan reabsorpsi di kapiler ginjal.7 b. Memperhatikan keseimbangan garam. Seperti halnya keseimbangan air, keseimbangan garam juga perlu dipertahankan sehingga asupan garam sama dengan keluarannya. Permasalahannya adalah seseorang hampir tidak pernah memperhatikan jumlah garam yang ia konsumsi sehingga sesuai dengan kebutuhannya. Tetapi, seseorang mengkonsumsi garam sesuai dengan seleranya dan cenderung lebih dari kebutuhan. Kelebihan garam yang dikonsumsi harus diekskresikan dalam urin untuk mempertahankan keseimbangan garam. Ginjal mengontrol jumlah garam yang diekskresi dengan cara:7-9 1. Mengontrol jumlah garam (natrium) yang difiltrasi dengan pengaturan Laju Filtrasi Glomerulus (LFG)/ Glomerulus Filtration Rate(GFR). 2. Mengontrol jumlah yang direabsorbsi di tubulus ginjal 6 Jumlah Na+ yang direabsorbsi juga bergantung pada sistem yang berperan mengontrol tekanan darah. Sistem Renin-AngiotensinAldosteron mengatur reabsorbsi Na+ dan retensi Na+ di tubulus distal dan collecting. Retensi Na+ meningkatkan retensi air sehingga meningkatkan volume plasma dan menyebabkan peningkatan tekanan darah arteri . Selain sistem renin-angiotensin-aldosteron, Atrial Natriuretic Peptide (ANP) atau hormon atriopeptin menurunkan reabsorbsi natrium dan air. Hormon ini disekresi oleh sel atrium jantung jika mengalami distensi akibat peningkatan volume plasma. Penurunan reabsorbsi natrium dan air di tubulus ginjal meningkatkan eksresi urin sehingga mengembalikan volume darah kembali normal.9 Pengaturan osmolaritas cairan ekstrasel, osmolaritas cairan adalah ukuran konsentrasi partikel solut (zat terlarut) dalam suatu larutan. Semakin tinggi osmolaritas, semakin tinggi konsentrasi solute atau semakin rendah konsentrasi air dalam larutan tersebut. Air akan berpindah dengan cara osmosis dari area yang konsentrasi solutnya lebih rendah (konsentrasi air lebih tinggi) ke area yang konsentrasi solutnya lebih tinggi (konsentrasi air lebih rendah).8,9 Osmosis hanya terjadi jika terjadi perbedaan konsentrasi solut yang tidak dapat menembus membran plasma di intrasel dan ekstrasel. Ion natrium merupakan solut yang banyak ditemukan
di cairan ekstrasel, dan ion utama yang berperan penting dalam menentukan aktivitas osmotik cairan ekstrasel.Sedangkan di dalam cairan intrasel, ion kalium bertanggung jawab dalam menentukan aktivitas osmotik cairan intrasel. Distribusi yang tidak merata dari ion natrium dan kalium ini menyebabkan perubahan kadar kedua ion ini bertanggung jawab dalam menentukan aktivitas osmotik di kedua kompartmen ini. Pengaturan osmolaritas cairan ekstrasel oleh tubuh dilakukan melalui:9 a. Perubahan osmolaritas di nefron. Di sepanjang tubulus yang membentuk nefron ginjal, terjadi perubahan osmolaritas yang pada akhirnya akan membentuk urin yang sesuai dengan keadaan cairan tubuh secara keseluruhan di duktus koligen. Glomerulus menghasilkan cairan yang isosmotik di tubulus proksimal (± 300 mOsm). Dinding tubulus ansa Henle pars desending sangat permeable terhadap air, sehingga di bagian ini terjadi reabsorbsi cairan ke kapiler peritubular atau vasa recta. Hal ini menyebabkan cairan di dalam lumen tubulus menjadi hiperosmotik. Dinding tubulus ansa henle pars asenden tidak permeable terhadap air dan secara aktif memindahkan NaCl keluar tubulus. Hal ini menyebabkan reabsorbsi garam tanpa osmosis air. Sehingga cairan yang sampai ke tubulus distal dan duktus koligen menjadi hipoosmotik. 7 Permeabilitas dinding tubulus distal dan duktus koligen bervariasi bergantung pada ada tidaknya vasopresin (ADH). Sehingga urin yang dibentuk di duktus koligen dan akhirnya di keluarkan ke pelvis ginjal dan ureter juga bergantung pada ada tidaknya vasopresin/ ADH.6-7 a. Mekanisme haus dan peranan vasopresin (anti diuretic hormone/ ADH) Peningkatan osmolaritas cairan ekstrasel (> 280 mOsm) akan merangsang osmoreseptor di hypothalamus. Rangsangan ini akan dihantarkan ke neuron hypothalamus yang mensintesis vasopressin. Vasopresin akan dilepaskan oleh hipofisis posterior ke dalam darah dan akan berikatan dengan reseptornya di duktus koligen. Ikatan vasopressin dengan resptornya di duktus koligen memicu terbentuknya aquaporin, yaitu kanal air di membrane bagian apeks duktus koligen. Pembentukan aquaporin ini memungkinkan terjadinya reabsorbsi cairan ke vasa recta. Hal ini menyebabkan urin yang terbentuk di duktus koligen menjadi sedikit dan hiperosmotik atau pekat, sehingga cairan di dalam tubuh tetap dapat dipertahankan.
Selain itu, rangsangan pada osmoreseptor di hypothalamus akibat peningkatan osmolaritas cairan ekstrasel juga akan dihantarkan ke pusat haus di hypothalamus sehingga terbentuk perilaku untuk mengatasi haus, dan cairan di dalam tubuh kembali normal. Pengaturan neuroendokrin dalam keseimbangan cairan dan elektrolit sebagai kesimpulan, pengaturan keseimbangan cairan dan elektrolit diperankan oleh system saraf dan sistem endokrin. Sistem saraf mendapat informasi adanya perubahan keseimbangan cairan dan elektrolit melalui baroreseptor di arkus aorta dan sinus karotikus, osmoreseptor di hypothalamus, dan volume reseptor atau reseptor regang di atrium. Sedangkan dalam sistem endokrin, hormonhormon yang berperan saat tubuh mengalami kekurangan cairan adalah Angiotensin II, Aldosteron, dan Vasopresin/ ADH dengan meningkatkan reabsorbsi natrium dan air. Sementara, jika terjadi peningkatan volume cairan tubuh, maka hormone atripeptin (ANP) akan meningkatkan ekskresi volume natrium dan air .7,9 Perubahan volume dan osmolaritas cairan dapat terjadi pada beberapa keadaan. Sebagai contoh Faktor-faktor lain yang mempengaruhi keseimbangan cairan dan elektrolit diantaranya ialah umur, suhu lingkungan, diet, stress, dan penyakit.6 Keseimbangan Asam-Basa Keseimbangan asam-basa terkait dengan pengaturan pengaturan konsentrasi ion H bebas dalam cairan tubuh.pH rata-rata darah adalah 7,4, pH darah arteri 7,45 dan darah vena 7,35. Jika pH darah < 7,35 dikatakan asidosis, dan jika pH darah > 7,45 dikatakan alkalosis. Ion H terutama diperoleh dari aktivitas metabolik dalam tubuh. Ion H secara normal dan kontinyu akan ditambahkan ke cairan tubuh dari 3 sumber, yaitu:8-9 1. pembentukan asam karbonat dan sebagian akan berdisosiasi menjadi ion H dan bikarbonat 2. katabolisme zat organic 3. disosiasi asam organic pada metabolisme intermedia, misalnya pada metabolisme lemak terbentuk asam lemak dan asam laktat, sebagian asam ini akan berdisosiasi melepaskan ion H. Fluktuasi konsentrasi ion h dalam tubuh akan mempengaruhi fungsi normal sel, antara lain:10
1. perubahan eksitabilitas saraf dan otot; pada asidosis terjadi depresi susunan saraf pusat, sebaliknya pada alkalosis terjadi hipereksitabilitas. 2. mempengaruhi enzim-enzim dalam tubuh. 3. mempengaruhi konsentrasi ion K Bila terjadi perubahan konsentrasi ion H maka tubuh berusaha mempertahankan ion H seperti nilai semula dengan cara:9-11 1. mengaktifkan sistem dapar kimia 2. mekanisme pengontrolan pH oleh sistem pernapasan 3. mekanisme pengontrolan pH oleh sistem perkemihan Ada 4 sistem dapar kimia, yaitu:8-9 1. Dapar bikarbonat; merupakan sistem dapar di cairan ekstrasel teutama untuk perubahan yang disebabkan oleh non-bikarbonat. 2. Dapar protein; merupakan sistem dapar di cairan ekstrasel dan intrasel. 3. Dapar hemoglobin; merupakan sistem dapar di dalam eritrosit untuk perubahan asam karbonat. 4. Dapar fosfat; merupakan sistem dapar di sistem perkemihan dan cairan intrasel. Sistem dapar kimia hanya mengatasi ketidakseimbangan asam-basa sementera. Jika dengan dapar kimia tidak cukup memperbaiki ketidakseimbangan, maka pengontrolan pH akan dilanjutkan oleh paru-paru yang berespons secara cepat terhadap perubahan kadar ion H dalam darah akibat rangsangan pada kemoreseptor dan pusat pernapasan, kemudian mempertahankan kadarnya sampai ginjal menghilangkan ketidakseimbangan tersebut.11 Ginjal mampu meregulasi ketidakseimbangan ion H secara lambat dengan mensekresikan ion H dan menambahkan bikarbonat baru ke dalam darah karena memiliki dapar fosfat dan ammonia.9
Ketidakseimbangan asam-basa Ada 4 kategori ketidakseimbangan asam-basa, yaitu: 1. Asidosis respiratori, disebabkan oleh retensi CO2 akibat hipoventilasi. Pembentukan H2CO3 meningkat, dan disosiasi asam ini akan meningkatkan konsentrasi ion H. 2. Alkalosis respiratori, disebabkan oleh kehilangan CO2 yang berlebihan akibat hiperventilasi. Pembentukan H2CO3 menurun sehingga pembentukan ion H menurun. 3. Asidosis metabolik, asidosis yang bukan disebabkan oleh gangguan ventilasi paru. Diare akut, diabetes mellitus, olahraga yang terlalu berat, dan asidosis uremia akibat gagal ginjal akan menyebabkan penurunan kadar bikarbonat sehingga kadar ion H bebas meningkat. 4. Alkalosis metabolik, terjadi penurunan kadar ion H dalam plasma karena defisiensi asam nonkarbonat. Akibatnya konsentrasi bikarbonat meningkat.Hal ini terjadi karena kehilangan ion H karena muntah-muntah dan minum obat-obat alkalis. Hilangnya ion H akan menyebabkan berkurangnya kemampuan untuk menetralisir bikarbonat, sehingga kadar bikarbonat plasma meningkat. Untuk mengkompensasi gangguan keseimbangan asam-basa tersebut, fungsi pernapasan dan ginjal sangat penting. Gejala dehidrasi12 Gejala klasik dehidrasi seperti rasa haus, lidah kering, penurunan turgor dan mata cekung sering tidak jelas. Gejala klinis paling spesifik yang dapat dievaluasi adalah penurunan berat badan akut lebih dari 3%. Tanda klinis obyektif lainya yang dapat membantu mengindentifikasi kondisi dehidrasi adalah hipotensi ortostatik. Kriteria ini dapat dipakai dengan syarat: tidak menggunakan obat – obat sitostatik, tidak ada perdarahan saluran cerna, dan tidak ada kondisi overload (gagal jantung kongensif, sirosis hepatis dengan hipertensi portal, penyakit ginjal kronik stadium terminal, sindrom nefrotik). Berikut ini adalah berbagai gejala dehidrasi sesuai tingkatannya : - Dehidrasi ringan a. Muka memerah b. Rasa sangat haus
c. Kulit kering dan pecah-pecah d. Volume urine berkurang dengan warna lebih gelap dari biasanya e. Pusing dan lemah, lemas, dan mulai terasa pening dan mual f. Kram otot terutama pada kaki dan tangan g. Kelenjar air mata berkurang kelembabannya h. Sering mengantuk i. Mulut dan lidah kering dan air liur berkurang j. Tiba tiba jantung berdetak lebih kencang k. Suhu badan meningkat - Dehidrasi sedang a. Tekanan darah menurun b. Pingsan c. Kontraksi kuat pada otot lengan, kaki, perut, dan punggung d. Kejang e. Perut kembung f. Gagal jantung g. Ubun-ubun cekung h. Denyut nadi cepat dan lemah Tanda dehidrasi pada bayi / anak : 1. Mulut dan lidah kering 2. Tidak keluar air mata saat menangis 3. Popok tidak basah selama lebih dari 3 jam 4. Perut, mata, dan pipi cekung 5.Demam 6.Lesu atau rewel 7.Kulit tidak segera kembali ke posisi semula jika dicubit kemudian dilepaskan.
D. Jenis Dehidrasi Dehidrasi dapat dikategorikan berdasarkan tosinitas/ kadar cairan yang hilang yaitu : 1.Dehidrasi hipertonik yaitu berkurangnya cairan berupa hilangnya air lebih banyak dari natrium (dehidrasi hipertonik). Dehidrasi hipertonik ditandai dengan tingginya kadar natrium
serum (lebih dari 145 mmol/liter) dan peningkatan osmolalitas efektif serum (lebih dari 285 mosmol/liter). 2.Dehidrasi isotonik atau hilangnya air dan natrium dalam jumlah yang sama. Dehidrasi isotonik ditandai dengan normalnya kadar natrium serum (135-145 mmol/liter) dan osmolalitas efektif
serum
(270-285
mosmol/liter).
3.Dehidrasi hipotonik hilangnya natrium yang lebih banyak dari pada air. Dehidrasi hipotonik ditandai dengan rendahnya kadar natrium serum (kurang dari 135 mmol/liter) dan osmolalitas efektif
serum
(kurang
dari
270
mosmol/liter.
Sedangkan penggolongan dehidrasi berdasarkan banyaknya cairan yang hilang yaitu : - Dehidrasi ringan ( < 5 %) kehilangan cairan dan elektrolit Dehidrasi ringan (jika penurunan cairan
tubuh
5
persen
dari
berat
badan),
- Dehidrasi sedang ( 5- 8 %) kehilangan cairan dan elektrolit dehidrasi sedang (jika penurunan cairan
tubuh
antara
5-10
persen
dari
berat
badan)
- Dehidrasi berat ( > 8 %) kehilangan cairan dan elektrolit dehidrasi berat (jika penurunan cairan tubuh lebih dari 10 persen dari berat badan). Kesimpulan Setiap organ urogenital mempunyai mempunyai struktur makroskopis dan mikroskopis yang berbeda-beda sesuai dengan fungsinya masing-masing.Perubahan struktur, bentuk dan ukuran dari keadaan normal pada organ-organ tersebut dapat mengakibatkan terhambatnya fungsi organ tersebut. Pada kasus tidak mendapatkan asupan makanan dan minuman selama 72 jam menyebabkan terjadinya gangguan keseimbangan elektrlit. Daftar Pustaka 1. Sloane E. Anatomi dan fisiologi untuk pemula. Jakarta: EGC; 2010. 2. Paulsen F,Waschke J. Atlas Anatomi Manusia jlid 2.Jakarta: Penerbit buku kedokteran EGC;2013.h.177-86 3. Bloom, Fawcett. Buku ajar histologi. Edisi ke-12. Jakarta: EGC; 2007.h.731-6
4. Bagian histologi FK Ukrida. Penuntun praktikum histologi. Jakarta: Bagian histologi FK Ukrida; 2011.h.86-91. 5. Sumber: Sloane E. Anatomi dan fisiologi untuk pemula. Jakarta: EGC; 2003. h.318-21. 6. Kasim YI. Buku ajar traktus urogenitalis. Edisi 2. Jakarta: Bagian anatomi FK Ukrida; 2012. h.20-6. 7. Fawcett, DW. Buku ajar histologi. Ed.12. Jakarta: EGC; 2002. h.651-65. 8. Leeson CR, Leeson TS, Paparo AA. Buku ajar histologi edisi 5. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC;2006.h.427-534 9. Guyton AC, Hall JE. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC;2008.h.325-60. 10. Sherwood L. Fisiologi Manusia. Edisi 6. Jakarta: EGC; 2011.h.560-75. 11. Marks DB, Marks AD, Smith CM. Biokimia Kedokteran Dasar. Jakarta: EGC; 2007. 12. Leksana Eri. Strategi terapi cairan pada dehidrasi. CDK-224. Tahun 2015 Februari; Vol.42(1): 70-3.