1.1 Pengertian Karakteristik Kimia Karakteristik kimia adalah karakteristik bahan yang meliputi komposisi kimia dan nilai gizi bahan serta berbagai senyawa yang khas terdapat pada bahan secara alami. Senyawa kimia spesifik tersebut dapat berupa senyawa yang bermanfaat atau senyawa yang beracun. Contoh karakteristik kimia antara lain mudah terbakar, mudah busuk, mudah meledak , beracun, dan berkarat (korosif).
1.2 Analisa Proksimat Analisis proksimat adalah suatu metoda analisis kimia untuk mengidentifikasi kandungan nutrisi seperti protein, karbohidrat, lemak dan serat pada suatu zat makanan dari bahan pakan atau pangan. Analisis proksimat memiliki manfaat sebagai penilaian kualitas pakan atau bahan pangan terutama pada standar zat makanan yang seharusnya terkandung di dalamnya. Hal ini dapat berdampak besar dalam suatu pertumbuhan ternak, sehingga dalam praktikum ini kita akan melihat sejauh mana Meat and bone meal (MBM) bisa menjadi salah satu pakan yang memiliki zat gisi yang tinggi.
1.2.1 Analisa Kadar Lemak Klasifikasi lemak dan minyak menurut Rohman (2007), berdasarkan strukturnya lemak terdiri dari: a. Lemak sederhana (simple lipids) Ester lemak-alkohol Contohnya : ester gliserida, lemak, dan malam. b. Lemak komplek (composite lipids dan sphingolipids) Ester lemak-non alcohol Contohnya : fosfolipid, glikolipid, aminolipid, lipoprotein c. Turunan lemak (derived lipids) Contohnya : asam lemak, gliserol, keton, hormon, vitamin larut lemak,
steroid,
karotenoid, aldehid asam lemak, lilin dan hidrokarbon. Berdasarkan kejenuhannya : 1. Asam lemak jenuh Asam lemak jenuh merupakan asam lemak yang mengandung ikatan tunggal pada rantai hidrokarbonnya. Asam lemak jenuh mempunyai rantai zig-zag yang dapat cocok satu sama lain, sehingga gaya tarik vanderwalls tinggi, sehingga biasanya berwujud padat. Contohnya ialah : asam butirat, asam palmitat, asam stearat.
2. Asam lemak tak jenuh Asam lemak tak jenuh merupakan asam lemak yang mengandung satu ikatan rangkap pada rantai hidrokarbonnya. Asam lemak dengan lebih dari satu ikatan, dua tidak lazim, terutama terdapat pada minyak nabati, minyak ini disebut poliunsaturat. Trigliserida tak jenuh ganda (poli-unsaturat) cenderung berbentuk minyak. Contohnya ialah : asam oleat, asam linoleat, dan asam linolenat.
1.2.2 Analisa Kadar Protein Analisa protein dapat dilakukan dengan dua metode yaitu secara kualitatif terdiri atas reaksi xantoprotein, reaksi Hopkins-cole, reaksi millon nitroprusida, dan reaksi sakaguchi. Secara kuantitatif terdiri dari metode Khejedal, metode titrasi formol, metode lowry, metode spekrofotometer visiable ( buret ), dan metode spetorofotometri.
1.2.3 Analisa Kadar Abu Komponen abu pada analisis proksimat tidak memberikan nilai makanan yang penting. Jumlah abu dalam bahan makanan hanya penting untuk menentukan perhitungan BETN. Kenyataannya, kombinasi unsure-unsur mineral dalam bahan makanan berasal dari tanaman sangat bervariasi sehingga nilai abu tidak dapt dipakai sebagai indeks untuk menentukan jumlah unsure mineral tertentu atau kombinasi unsur-unsur yang penting. Pada bahan makanan yang berasal dari hewan, kadar abu berguna sebagai indeks untuk kadar kalsium dan fosfor. Dengan diketahuinya kadar abu, masih diperlukan analisis lebih lanjut untuk memisahkan 17 unsur penting yang diperlukan ilmu makanan.
1.2.4 Analisa Kadar Karbo Dalam
penentuan
kadar
karbohidrat
dapat
dilakukan
dengan
2
macam
analisa,yaitu analisa kualitatif yang terdiri atas uji molisch, uji barfoed, uji benedict, uji seliwanoff dan uji iodin serta menggunakan analisa kuantitatif yang terdiri atas metode Nelson-Somogyi, metode Luff Schoorl, metode Munson-Walker, metode LancEynon. Karbohidrat berfungsi sebagai pemberi rasa manis. Rasa manis ini dikarenakan adanya gula reduksi.
Penentuan
kadar
karbohidrat
banyaknya kandungan gula reduksi didalamnya.
dilakukan
dengan
pengukuran
2.1 Pengertian Karakteristik Fisik Sifat fisik bahan pangan dapat didefinisikan sebagai sifat atas karakteristik yang mendeskripsikan secara fisik bahan pangan. Karakteristik fisik berhubungan dengan karakteristik bahan yang tidak melibatkan perubahan zat pada bahan tersebut. Karakteristik fisik bahan pangan meliputi bentuk, densitas, tekstur, kekerasan, sudut curah, warna, panas jenis, panas laten, konduktifitas dan difusifitas panas. Selain itu, karaktersitik fisik bahan pangan juga meliputi volume butiran dan volume bulk, luas permukaan, densitas, sperisitas, ukuran WHC (water holdingcapacity) pada bahan pangan semi solid,dan optical density pada bahan pangan cair. a. Bentuk dan Ukuran Bentuk dan ukuran bahan pangan sangat penting dalam perhitungan energi untuk pendinginan dan pengeringan, rancangan terhadap pengecilan ukuran, masalah dalam distribusi dan penyimpanan bahan pangan. Bentuk bahan pangan sangat dipengaruhi oleh ukuran dimensinya.Salah satu karakteristik bahan pangannya yaitu ukuran. Ukuran atau diameter bahan pangan pada contoh berupa biji-bijian sangat ditentukan dimensi dan bentuk biji-bijian yang diukur. Ukuran biji-bijian dalam bentuk 3 dimensi axial mempunyai ukuran panjang, lebar, dan tebal. Menurut Mohsenin (1965) terdapat beberapa standar bentuk yang berlaku secara umum untuk bentuk biji-bijian, yaitu: Round,Oblate, Oblong, Conic, Ovate, Oblique,Obovate, Elliptical, Truncate, Unequal, Ribbed, Regular, Irregular. Bentuk-bentuk tersebut memiliki ukuran dimensi axialnya tersendiri didasarkan oleh bentuk yang membuur dan melintang. b. Volume dan Densitas Densitas terbagi menjadi dua, yaitu: 1.
Densitas Kamba (Bulk density) adalah perbandingan bobot bahan dengan volume yang ditempatinya, termasuk ruang kosong diantara butiran makanan.
2.
Densitas Nyata adalah perbandingan bobot bahan dengan volume yang hanya ditempati oleh butiran bahan tidak termasuk ruang kosong.
Densitas Kamba dapat diukur dengan menimbang bahan yang menempati wadah literan sesuai dengan volume. Sedangkan Densitas Nyata dapat diukur dengan beberapa cara, seperti: Gelas ukur yang diisi toluena (C6H5CH3) sampai volume tertentu Kenaikan volume toluena akibat sejumlah bobot butiran yang dapat menyatakan densitas nyata
Dengan piknometer Metode penentuan volume dan densitas : Gelas ukur Piknometer Densitimeter Densitas Nyata dapat dihitung dengan rumus: D = density toluene x bobot biji = toluene x X bobot toluene yang di usir biji
(b + X) - c
Densitas toluene dapat dihitung dari penimbangan a, b dan c ρ toluene = b - a c - a Volume dan Densitas juga dapat berperan sebagai aplikasi-aplikasi, seperti: pengeringan dan penyimpanan rancangan silo dan ruang penyimpanan mesin kompresi mekanikal pemisahan bahan-bahan asing penentuan kemurnian benih separasi dan grading evaluasi kematangan tekstur dan kelunakan buah estimasi ruang udara di dalam jaringan tanaman evaluasi kualitas produk seperti kacang kapri, jagung manis dan kentang (densitas meningkat jika matang) c. Sudut Curah Sudut curah adalah sudut yang terbentuk antara bidang datar dengan sisi miring curahan bila sejumlah biji dituangkan dengan cepat di atas bidang datar. Sudut curah sangat penting untuk mendisain wadah, fasilitas penyimpanan, dan alat pembantu lain dalam pengolahan biji-bijian. Sudut Curah ditentukan dengan mengukur diameter curahan dan tinggi curahan. Rumus untuk mengukur sudut curah : tg α =
t 0,5 d
=
2t d
d. Luas Permukaan Luas permukaan bahan juga menentukan image-sensor untuk keperluan otomatisasi dan robotisasi mesin-mesin pertanian. Luas permukaan daun menentukan : kapasitas fotosintesis Laju pertumbuhan Hubungan tanaman-tanah-air Luas permukaan buah dan biji penting dalam : Pengukuran respirasi Penentuan warna Pemantulan cahaya Fenomena transfer panas e. Warna dan Penampakan Warna adalah sebuah sensasi fisik jika distribusi energi dari cahaya direfleksikan atau ditransmisikan oleh/melalui bahan pangan. Energi digambarkan sebagai spektrum elektromagnetik yang kontiniu dengan kisaran dari sinar gamma (pjg gel 10-5 nm – 1017nm. Bagian dari spektrum elektromagnetik yang dapat dilihat oleh mata adalah 380-770 nm, sehingga mempengaruhi warna.Warna tidak sama sensasinya dengan karakteristik fisik lain seperti
titik
leleh,
ukuran
partikel,
dll. Warna
merupakan
persepsi
manusia
terhadap penampakan dari sinyal yang diberikan oleh otak. Warna juga dapat dipengaruhi oleh : Sejumlah atribut fisik (ukuran, tekstur, gloss, polarisasi, keadaan fisik) Serangkaian persepsi psikologis (latar belakang warna, type cahaya, karakteristik geometri objek). Warna dan Penampakan dapat ditentukan oleh : Adanya sinar sebagai sumber penerangan Sifat absorbsi dan refleksi spektral benda Kondisi lingkungan benda Kondisi subjek yang melihat benda Warna dan Penampakan berperan dalam menentukan mutu fisik, seperti: Pada beras dinyatakan dengan derajat sosoh atau derajat keputihan Pada umbi yang penting warna bagian dalam umbi Kelainan warna menunjukkan adanya kerusakan atau penyimpangan mutu
Menunjukkan tingkat kematangan buah Pedoman dalam proses pengolahan Ada 3 unsur warna untuk menyatakan pengukuran warna : hue (warna kromatik) value / lightness : warna akromatik atau kecerahan kroma : intensitas warna kromatik Penglihatan manusia merespon 3 warna (tri stimulus) dengan panjang gelombang yang berbeda yaitu merah, hijau dan biru. Notasi standar untuk ketiga warna ini oleh International Committee on Illumination (ICI/CIE) : X = merah Y= hijau Z = biru f. Tekstur Tekstur adalah salah satu sifat bahan atau produk yang dapat dirasakan melalui sentuhan kulit ataupun pencicipan. Beberapa sifat tekstur dapat juga diperkirakan dengan menggunakan sebelah mata (berkedip) seperti kehalusan atau kekerasan dari permukaan bahan atau kekentalan cairan. Sedangkan dengan suara/bunyi dapat diperkirakan tekstur dari kerupuk (crisp food). Ada dua jenis dasar tekstur yaitu : 1. Tekstur rill adalah tekstur yang memang nyata dan dapat dirasakan dengan sentuhan. 2. Tekstur visual adalah tekstur yang hanya terlihat dengan mata. Tekstur menurut bentuknya dapat dibedakan menjadi: 1. Tekstur halus, adalah permukaannya dibedakan oleh elemen-elemen yang halus atau oleh warna. 2. Tekstur kasar, adalah permukaannya terdiri dari elemen-elemen yang berbeda baik corak, bentuk maupun warna. Beberapa sifat tekstur makanan antara lain : halus-kuat-kasar, liat/keras-renyah-rapuh, empuk-kenyal-liat, berpasir-rasa bubur-bergetah, encer-kental, lengket-lekat-liat, lembutberpasir-berbutir-kasar,kering-lembab-basah-berair dan berlemak-berminyak.
g. Kapasitas Penyerapan Air Kecepatan dari penyerapan air pada suatu bahan ditentukan oleh materi penyusun bahan dan juga luas permukaan dari bahan tersebut,semakin luas permukaan dari bahan maka akan semakin cepat proses penyerapan air oleh bahan. Materi penyusun dari bahan juga menentukan proses penyerapan air karena berkaitan dengan rongga yang terdapat pada bahan sehingga dapat menampung air yang terserap. Kemampuan suatu bahan dalam menyimpan dan menyerap air juga dipengaruhioleh adanya kemampuan mengembang dan mengkerutnya bahan sehingga air dapat terserap masuk ke dalam bahan. h. Bagian yang Dapat Dimakan Berat yang dapat dimakan (BDD) adalah berat bersih bahan makanan yang dapat dikonsumsi setelah dikurangi berat bahan-bahan lain (kulit, tangkai, biji, atau bagian lain) yang
tidak
dapat
dimakan.
BDD
=
(Berat
bersih)/(Berat
kotor)×100
%
Faktor konversi berat mentah masak =(Berat mentah bersih (BDD))/(Berat masak). % penambahan/penurunan =(Berat akhir-berat mentah bersih)/(Berat mentah bersih )×100% Rendemen = (Berat Masak)/(Berat mentah bersih) ×100 %
2.1.1 Uji Kualitatif Analisis kualitatif adalah bagian utama dari analisis kimia Organik dan kimia Anorganik. Ini memberikan gambaran tentang kualitas senyawa kimia.Tujuan dari analisis kualitatif adalah untuk menentukan komposisi atau untuk mengidentifikasi komponen-komponen atau elemen-elemen dalam sampel yang tidak diketahui.Metode analisis kualitatif tidak memberikan jawaban yang tepat untuk pertanyaan analisis kuantitatif (jumlah atau berapa banyak elemen hadir dalam campuran, atau persentase masing-masing kation dalam suatau larutan). Prosedur analisis bervariasi dari yang sederhana sampai yang kompleks tergantung pada sifat dari sampel. Ini mengikuti prosedur yang sistematis, yang memungkinkan reaksi dengan reagen kimia yang berbeda.
2.1.1.1 Lemak a.Uji Kelarutan Lipid Uji ini terdiri atas analisis kelarutan lipid maupun derivat lipid terhadap berbagai macam pelarut. Dalam uji ini, kelarutan lipid ditentukan oleh sifat kepolaran pelarut. Apabila lipid dilarutkan ke dalam pelarut polar maka hasilnya lipid tersebut tidak akan larut. Hal tersebut
karena lipid memiliki sifat nonpolar sehingga hanya akan larut pada pelarut yang sama-sama nonpolar. b. Uji Acrolein Uji kualitatif lipid lainnya adalah uji akrolein. Dalam uji ini terjadi dehidrasi gliserol dalam bentuk bebas atau dalam lemak/minyak menghasilkan aldehid akrilat atau akrolein. Menurut Scy Tech Encyclopedia (2008), uji akrolein digunakan untuk menguji keberadaan gliserin atau lemak. Ketika lemak dipanaskan setelah ditambahkan agen pendehidrasi (KHSO4) yang akan menarik air, maka bagian gliserol akan terdehidrasi ke dalam bentuk aldehid tidak jenuh atau dikenal sebagai akrolein (CH2=CHCHO) yang memiliki bau seperti lemak terbakar dan ditandai dengan asap putih. c. Uji Kejenuhan Pada Lipid Uji ketidakjenuhan digunakan untuk mengetahui asam lemak yang diuji apakah termasuk asam lemak jenuh atau tidak jenuh dengan menggunakan pereaksi Iod Hubl. Iod Hubl ini digunakan sebagai indikator perubahan. Asam lemak yang diuji ditambah kloroform sama banyaknya. Tabung dikocok sampai bahan larut. Setelah itu, tetes demi tetes pereaksi Iod Hubl dimasukkan ke dalam tabung sambil dikocokdan perubahan warna yang terjadi terhadap campuran diamati. Asam lemak jenuh dapat dibedakan dari asam lemak tidak jenuh dengan cara melihat strukturnya. Asam lemak tidak jenuh memiliki ikatan ganda pada gugus hidrokarbonnya. Reaksi positif ketidakjenuhan asam lemak ditandai dengan timbulnya warna merah asam lemak, lalu warna kembali lagi ke warna awal kuning bening. Warna merah yang kembali pudar menandakan bahwa terdapat banyak ikatan rangkap pada rantai hidrokarbon asam lemak. Pada uji ketidakjenuhan, pereaksi iod huble akan mengoksidasi asam lemak yang mempunyai ikatan rangkap pada molekulnya menjadi berikatan tunggal. Warna merah muda yang hilang selama reaksi menunjukkan bahwa asam lemak tak jenuh telah mereduksi pereaksi iod huble. d. Uji Ketengikan Uji kualitatif lipid lainnya adalah uji ketengikan. Dalam uji ini, diidentifikasi lipid mana yang sudah tengik dengan yang belum tengik yang disebabkan oleh oksidasi lipid. Penentuan yang dilakukan adalah bilangan peroksida, jumlah karbonil, oksigen aktif, uji asam tiobarbiturat, dan uji Oven Schaal. e. Uji Salkowski Untuk Kolesterol Uji Salkowski merupakan uji kualitatif yang dilakukan untuk mengidentifikasi keberadaan kolesterol. Kolesterol dilarutkan dengan kloroform anhidrat lalu dengan volume yang sama
ditambahkan asam sulfat. Asam sulfat berfungsi sebagai pemutus ikatan ester lipid. Apabila dalam sampel tersebut terdapat kolesterol, maka lapisan kolesterol di bagian atas menjadi berwarna merah dan asam sulfat terlihat berubah menjadi kuning dengan warna fluoresens hijau.
2.1.1.2 Protein 1. Reaksi Xantoprotein Larutan asam nitrat pekat ditambahkan dengan hati-hati ke dalam larutan protein. Setelah dicampur terjadi endapan putih yang dapat berubah menjadi kuning apabila dipanaskan. Reaksi yang terjadi ialah nitrasi pada inti benzena yang terdapat pada molekul protein. Reaksi ini positif untuk protein yang mengandung tirosin, fenilalanin dan triptofan. 2. Reaksi Hopkins-Cole Larutan protein yang mengandung triptofan dapat direaksikan dengan pereaksi HopkinsCole yang mengandung asam glioksilat. Pereaksi ini dibuat dari asam oksalat dengan serbuk magnesium dalam air. Setelah dicampur dengan pereaksi Hopkins-Cole, asam sulfat dituangkan perlahan-lahan sehingga membentuk lapisan di bawah larutan protein. Beberapa saat kemudian akan terjadi cincin ungu pada batas antara kedua lapisan tersebut. 3. Reaksi Millon Pereaksi Millon adalah larutan merkuro dan merkuri nitrat dalam asam nitrat. Apabila pereaksi ini ditambahkan pada larutan protein, akan menghasilkan endapan putih yang dapat berubah menjadi merah oleh pemanasan. Pada dasarnya reaksi ini positif untuk fenol-fenol, karena terbentuknya senyawa merkuri dengan gugus hidroksifenil yang berwarna. 4. Reaksi Natriumnitroprusida Natriumnitroprusida dalam larutan amoniak akan menghasilkan warna merah dengan protein yang mempunyai gugus –SH bebas. Jadi protein yang mengandung sistein dapat memberikan hasil positif. 5. Reaksi Sakaguchi Pereaksi yang digunakan ialah naftol dan natriumhipobromit. Pada dasarnya reaksi ini memberikan hasil positif apabila ada gugus guanidin. Jadi arginin atau protein yang mengandung arginin dapat menghasilkan warna merah. 6. Metode Biuret Larutan protein dibuat alkalis dengan NaOH kemudian ditambahkan larutan CuSO4 encer. Uji ini untuk menunjukkan adanya senyawa-senyawa yang mengandung gugus amida asam
yang berada bersama gugus amida yang lain. Uji ini memberikan reaksi positif yaitu ditandai dengan timbulnya warna merah violet atau biru violet.
2.1.1.3 Karbohidrat 1. Test Molish Karbohidrat akan didehidrasi oleh asam sulfat pekat membentuk senyawa furfural atau turunannya. Furfural dan turunannya akan berkondensasi dengan alfanaftol (molish) menghasilkan senyawa kompleks berwarna merah ungu pada bidang batas antara larutan karbohidrat dan H2SO4 pekat. 2. Test Moore Uji Moore menggunakan NaOH (alkali) yang berfungsi sebagai ion OH- yang akan berikatan dengan rantai aldehid yang membentuk aldol aldehid (aldehida dengan cabang gugus alkanol) yang berwarna kekuningan. Pemanasan bertujuan untuk membuka ikatan karbon dengan hydrogen dan menggantikannya dengan gugus –OH. 3. Test Benedict Larutan CuSO4 dalam suasana alkali akan direduksi oleh gula yang mempunyai gugus aldehid sehingga CuO atau kupri tereduksi menjadi Cu2O yang berwarna merah bata (endapan). 4. Test Selliwanof Perubahan fruktosa oleh HCl panas menjadi levulinat dan hidroksimetil furfural, selanjutnya kondensasi hidroksimetil dengan resorsinol akaan menghasilkan senyawa sukrosa yang mudah dihidrolisa menjadi glukosa akan member reaksi positif berwarna oranye. 5. Test Barfoed Monosakarida akan mereduksi Cu2+ dalam suasana asam lemah (CH3COOH), menghasilkan endapan yang berwarna merah bata dari Cu2O. 6. Metode Fehling Prinsip dari metode fehling yaitu menggunakan gugus aldehid pada gula untuk mereduksi senyawa Cu2SO4 menjadi Cu2O (enpadan berwarna merah bata) setelah dipanaskan pada suasana basa (Benedict dan Fehling) atau asam (Barfoed) dengan ditambahkan agen pengikat (chelating agent) seperti Na-sitrat dan K-Na-tatrat. 7. Metode Osazon Reaksi ini dapat digunakan baik untuk larutan aldosa maupun ketosa, yaitu dengan menambahkan larutan fenilhidrazin, lalu dipanaskan hingga terbentuk kristal berwarna kuning yang dinamakan hidrazon (osazon).
8. Metode Tollens Tollen terdiri dari Ag2SO4 yang bila ada gula pereduksi Ag akan direduksi menjadi Ag+ yang akan membentuk cinci perak. Kelemahan dari reaksi Tollen adalah dia bukan cuma bereaksi dengan gula pereduksi tetapi juga bereaksi dengan senyawa keton yang mempunyai gugus metil. 9. Metode iodine Uji iodium digunakan untuk melihat pembentukan polisakarida. Penambahan iodium pada suatu polisakarida akan menyebabkan terbentuknya kompleks absorbsi berwarna spesifik. Amilum atau pati akan menghasilkan warna biru. Hasil yang postif hanya pada penambahan air dan HCl dengan iodine.
2.1.2 Uji Kuantitas Analisis kuantitatif adalah analisis kimia yang menyangkut penetuan jumlah zat tertentu yang ada di dalam suatu sample. Analisis kuantitatif terdiri atas analisa titrimetri, analisa gravimetri dan analisa instrumental. Analisis titrimetri berkaitan dengan pengukuran volume suatu larutan dengan konsentrasi yang diketahui yang diperlukan untuk bereaksi dengan analit. Analisis gravimetri merupakan analisa yang menyangkut pengukuran berat. Sedangkan, analisa instrumental adalah merupakan analisa yang menyangkut pengukuran berat.
2.1.2.1 Lemak a. Uji Bilangan Reichert Meisel (BRM) BRM adalah jumlah 0,1N basa yang di perlukan setiap 5 gram lemak untuk menetralkan asam-asam lemak yang mudah menguap pada destilasi, yaitu asam lemak dengan C6 dan C4 (kaproat dan butirat). Analisis ini banyak di gunakan untuk menganalisis pemalsuan mentega yang di campur minyak lain. Minyak BRM untuk mentega antara 24-34, lebih tinggi dari minyak lain. b.Uji Bilangan Polenske Bilangan uni menentukan kadar asam lemak yang volatile, tetapi tidak larut dalam air, yaitu asam lemak C8-C14. Bilangan polenske adalah jumlah millimeter (ml) 0,1N alkali yang di perlukan untuk menetralkan asam lemak C8-C14 yang terdapat dalam 5 gram sampel. BP juga dapat di gunakan untuk menguji pemalsuan terhadap mentega.
c. Uji Bilangan Kirschner Baru (New Kirschner Value = NKV) BKB
adalah
jumlah
ml
basa
0,1N
yang
di
perlukan
setiap
5
gram
lemak/minyak untuk menetralkan asam lemak volatile yang gram-gram peraknya larut dalam campuran etanol air. Penentuan BKB di gunakan untuk membedakan margarine dan mentega, yaitu untuk mengetahui ada tidaknya pemalsuan.distilat hasil penentuan BKB Ag2SO4, dan
akan
terbentuk
gram
perak
yang
larut
dalam
ditambah
air, kemudian di
asamkan dengan H2SO4 dan di distilasi. d. Uji Bilangan Penyabunan (BP) BP adalah jumlah Mg KOH yang di butuhkan untuk menyabunkan 1 gram lemak. Untuk menetralkan 1 molekul gliserida di perlukan 3 molekul alkali. Apabila sejumlah sampel lemak disabunkan dengan larutan KOH berlebih dalam alkohol, maka KOH akan bereaksi dengan trigliserida, yaitu tiga molekul KOH bereaksi dengan satu molekul lemak. Larutan alkali yang tertinggal ditentukan dengan titrasi menggunakan HCl sehingga KOH yang bereaksi dapat diketahui. Dalam alkali
penetapan
bilangan
penyabunan,
biasanya
larutan
yang digunakan adalah larutan KOH, yang diukur dengan hati-hati kedalam tabung
buret atau pipet. Bilangan penyabunan menunjukkan berat molekul lemak dan minyak secar kasar. Pada trigliserida dengan asam lemak rantai C nya pendek akan di dapat BP yang lebih tinggi dari pada asam lemak dengan rantai C panjang. Mentega yang kadar butirat nya tinggi mmpunyai BP yang paling tinggi. e. Uji Bilangan Hebner Bilangan Hebner di bagikan untuk menentukan jumlah asal lemat yang tidak larut dalam air. Lemak dengan BM yang tinggi akan mempunyai bilangan hebner yang rendah. Filtrate yang di peroleh dari uji bilangan penyabunan, di uapkan alkoholnya. Sabun di larutkan dalam air panas dan di tambah HCl pekat sehinggan terbentuk asam lemak bebas. Bila campuran tersebut segera di dinginkan, di peroleh lapisan asam lemak yang tak larut dalam air. Lapisan ini di saring dan di timbang. f. Uji Bilangan Iodin Bilangan iodine adalah gram iodine yang diserap oleh 100 gram lemak. I2 akan mengadisi ikatan asam lemak tidak jenuh bebas maupun dalam bentuk ester. Bilangan iodine tergantung pada jumlah asam lemak tidak jenuh dalam lemak. Lemak yang akan diperiksa dilarutkan dalam
kloroform
(CCl4)
kemudian
ditambahkan larutan iodine berlebihan ( 0,1-0,5
gram.) sisa iodine yang tidak bereaksi dititrasi dengan tiosulfat.
2.1.2.2 Protein
1. Metode Kjeldahl Metode ini merupakan metode yang sederhana untuk penetapan nitrogen total pada asam amino, protein, dan senyawa yang mengandung nitrogen. Sampel didestruksi dengan asam sulfat dan dikatalisis dengan katalisator yang sesuai sehingga akan menghasilkan amonium sulfat. Setelah pembebasan alkali dengan kuat, amonia yang terbentuk disuling uap secara kuantitatif
ke
dalam
larutan
penyerap
dan
ditetapkan
secara
titrasi.
2. Metode Titrasi Formol Larutan protein dinetralkan dengan basa (NaOH) lalu ditambahkan formalin akan membentuk dimethilol. Dengan terbentuknya dimethilol ini berarti gugus aminonya sudah terikat dan tidak akan mempengaruhi reaksi antara asam dengan basa NaOH sehingga akhir titrasi dapat diakhiri dengan tepat. Indikator yang digunakan adalah p.p., akhir titrasi bila tepat terjadi perubahan warna menjadi merah muda yang tidak hilang dalam 30 detik. 3. Metode Lowry Prosedur Pembuatan reagen Lowry A : Merupakan larutan asam fosfotungstat-asam fosfomolibdat dengan perbandingan (1 : 1) Pembuatan reagen Lowry B :Campurkan 2% natrium karbonat dalam 100 ml natrium hidroksida 0,1N. Tambahkan ke dalam larutan tersebut 1 ml tembaga (II) sulfat 1% dan 1 ml kalium natrium tartrat 2%. 4. Metode Spektrofotometri Visible (Biuret) Prosedur : Pembuatan reagen Biuret : Larutkan 150 mg tembaga (II) sulfat (CuSO4. 5H2O) dan kalium natrium tartrat (KNaC4H4O6. 4H2O) dalam 50 ml aquades dalam labu takar 100 ml. Kemudian tambahkan 30 ml natrium hidroksida 10% sambil dikocok-kocok, selanjutnya tambahkan aquades sampai garis tanda. Pembuatan larutan induk bovin serum albumin (BSA): Ditimbang 500 mg bovin serum albumin dilarutkan dalam aquades sampai 10,0 ml sehingga kadar larutan induk 5,0% (Li). Penetapan kadar (Metode Biuret) : Pembuatan kurva baku : Dalam kuvet dimasukkan larutan induk, reagen Biuret dan aquades misal dengan komposisi sebagai berikut: Setelah tepat 10 menit serapan dibaca pada ë 550 nm terhadap blanko yang terdiri dari 800 µL reagen Biuret dan 200 µL aquades. 5. Metode Spektrofotometri UV Asam amino penyusun protein diantaranya adalah triptofan, tirosin dan fenilalanin yang mempunyai gugus aromatik. Triptofan mempunyai absorbsi maksimum pada 280 nm, sedang untuk tirosin mempunyai absorbsi maksimum pada 278 nm. Fenilalanin menyerap sinar kurang kuat dan pada panjang gelombang lebih pendek. Absorpsi sinar pada 280 nm dapat digunakan untuk estimasi konsentrasi protein dalam larutan. Supaya hasilnya lebih teliti perlu dikoreksi kemungkinan adanya asam nukleat dengan pengukuran absorpsi pada 260 nm.
Pengukuran pada 260 nm untuk melihat kemungkinan kontaminasi oleh asam nukleat. Rasio absorpsi
280/260
menentukan
faktor
koreksi
yang
ada
dalam
suatu
tabel.
Kadar protein mg/ml = A280 x faktor koreksi x pengenceran
2.1.2.3 Karbohidrat 1. Metode Fisika Ada dua (2) macam, yaitu : a. Berdasarkan indeks bias Cara ini menggunakan alat yang dinamakan refraktometer, Refraktometer adalah alat yang digunakan untuk mengukur kadar/ konsentrasi bahan terlarut. Misalnya gula, garam, protein, dsb. Prinsip kerja dari refraktometer sesuai dengan namanya adalah memanfaatkan refraksi cahaya. Refraktometer ditemukan oleh Dr. Ernest Abbe seorang ilmuan dari German pada permulaan abad 20. Pengukurannya didasarkan atas prinsip bahwa cahaya yang masuk melalui prisma-cahaya hanya bisa melewati bidang batas antara cairan dan prisma kerja dengan suatu sudut yang terletak dalam batas-batas tertentu yang ditentukan oleh sudut batas antara cairan dan alas. b. Berdasarkan rotasi optis Cara ini digunakan berdasarkan sifat optis dari gula yang memiliki struktur asimetrs (dapat memutar bidang polarisasi) sehingga dapat diukur menggunakan alat yang dinamakan polarimeter atau polarimeter digital (dapat diketahui hasilnya langsung) yang dinamakan sakarimeter. Menurut hokum Biot; “besarnya rotasi optis tiap individu gula sebanding dengan konsentrasi larutan dan tebal cairan”. 2.
Metode Kimia Metode ini didasarkan pada sifat mereduksi gula, seperti glukosa, galaktosa, dan fruktosa
(kecuali sukrosa karena tidak memiliki gugus aldehid). Fruktosa meskipun tidak memiliki gugus aldehid, namun memiliki gugus alfa hidroksi keton, sehingga tetap dapat bereaksi. Dalam metode kimia ini ada dua (2) macam cara yaitu : Titrasi Untuk cara yang pertama ini dapat melihat metode yang telah distandarisasi oleh BSN yaitu pada SNI cara uji makanan dan minuman nomor SNI 01-2892-1992. Spektrofotometri Adapun untuk cara yang kedua ini menggunakan prinsip reaksi reduksi CuSO4 oleh gugus karbonil pada gula reduksi yang setelah dipanaskan terbentuk endapan kupru oksida (Cu2O) kemudian ditambahkan Na-sitrat dan Na-tatrat serta asam fosfomolibdat sehingga terbentuk
suatu komplek senyawa berwarna biru yang dapat diukur dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 630 nm. 3. Metode Nelson-Somogyi Metode ini dapat digunakan untuk mengukur kadar gula reduksi dengan menggunakan pereaksi tembaga arseno molibdat. Kupri mula-mula direduksi menjadi bentuk kupro dengan pemanasan larutan gula. Kupro yang terbentuk selanjutnya dilarutkan dengan arseno molibdat menjadi molibdenum berwarna biru yang menunjukkan ukuran konsentrasi gula dan membandingkannya dengan larutan standar sehingga konsentrasi gula dalam sampel dapat ditentukan. Reaksi warna yang terbentuk dapat menentukan konsentrasi gula dalam sampel dengan mengukur absorbansinya. 4. Metode enzimatis Untuk metode enzimatis ini, sangat tepat digunakan untuk penentuan kagar suatu gula secara individual, disebabkan kerja enzim yang sangat spesifik. Contoh enzim yang dapat digunakan ialah glukosa oksidase dan heksokinase Keduanya digunakan untuk mengukur kadar glukosa. 5. Metode Dinitrosalisilat (DNS) Metode ini digunakan untuk mengukur gula pereduksi dengan teknik kolorimetri. Teknik ini hanya dapat mendeteksi satu gula pereduksi, misalnya glukosa. Glukosa memiliki gugus aldehida, sehingga dapat dioksidasi menjadi gugus karboksil. Gugus aldehida yang dimiliki oleh glukosa akan dioksidasi oleh asam 3,5-dinitrosalisilat menjadi gugus karboksil dan menghasilkan asam 3-amino-5-salisilat pada kondisi basa dengan suhu 90-100oC. Senyawa ini dapat dideteksi dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 540 nm. 6. Metode Asam Fenol Sulfat Metode ini disebut juga dengan metode TS (total sugar) yang digunakan untuk mengukur total gula. Metode ini dapat mengukur dua molekul gula pereduksi. Gula sederhana, oligosakarida, dan turunannya dapat dideteksi dengan fenol dalam asam sulfat pekat yang akan menghasilkan warna jingga kekuningan yang stabil.
3.1 Hidratasi Karakteristik hidratasi diartikan sebagai karakteristik fisik yang meliputi interaksi antara bahan dengan molekul air yang terkandung di dalamnya dan molekul air di udara sekitarnya. Peranan air di dalam bahan dinyatakan sebagai kadar air dan aktivitas air. Kadar air adalah persentase kandungan air suatu bahan, yang dapat dinyatakan berdasarkan berat basah (wet basis) atau berdasarkan berat kering (dry basis). Aktivitas air atau water activity
(aw) didefinisikan sebagai jumlah air bebas dalam bahan pangan yang dapat digunakan oleh mikrob (cendawan) untuk pertumbuhannya. Istilah aktivitas air digunakan untuk menjabarkan air yang tidak terikat atau bebas dalam suatu sistem yang dapat menunjang reaksi biologis dan kimiawi. Semakin tinggi aktivitas air suatu bahan maka semakin tinggi pula kemungkinan tumbuhnya mikrob dalam bahan tersebut.
3.1.1 Kadar Air Kadar air menyatakan tingkat atau banyaknya air di dalam bahan pangan. Kadar air dapat dinyatakan dengan 2 cara : 1.
berdasarkan basis basah.
2.
berdasarkan basis kering
Kadar air basis basah (W, %bb) adalah perbandingan berat air pada bahan (Wm) terhadap keseluruhan berat bahan (Wt), yang memiliki rumus: m=
Wm x 100% = Wm x 100%
Wm + Wd
keterangan :
Wt
m
= kadar air basis basah (5%)
Wm
= berat air dalam bahan (g)
Wd
= berat bahan kering mutlak (g)
Wt
= berat total = Wm + Wd, dalam (g)
Kadar air basis basah digunakan dalam produk yang berkaitan dengan mutu atau dalam perdagangan. Kadar air basis kering (M,%bk) adalah perbandingan berat air pada bahan (Wm) terhadap berat bahan kering (Wd), yang memiliki rumus: M = Wm
x 100% = 100 m
Wd
100 – m
Keterangan : M
= kadar air basis kering (%)
Wm
= berat air dalam bahan (g)
Wd
= berat bahan kering mutlak (g)
m
= kadar air basis basah
Berat bahan kering adalah Berat bahan setelah mengalami pemanasan beberapa waktu tertentu sehingga beratnya konstan. Pada proses pengeringan, air yang terkandung dalam bahan tidak dapat seluruhnya diuapkan, meskipun demikian hasil yang diperoleh dinamakan
juga sebagai berat kering. Kadar air basis kering digunakan dalam analisis proses pengeringan dan penelitian pengeringan.
3.1.2 Aktivitas Air Aktivitas air (water activity) adalah Sejumlah air yang terdapat dalam bahan pangan yang dapat digunakan untuk pertumbuhan jasad renik/ jumlah air bebas yang dapat digunakan oleh mikroba untuk pertumbuhannya. Aktivitas air dapat digunakan sebagai indikator untuk menentukan ketahanan simpan. Ada beberapa cara-cara menghitung (aw) pada bahan : 1. aw = P/Po Keterangan : P = tekanan uap air bahan Po = tekanan jenuh uap air murni 2. aw = ERH/100 Keterangan : ERH = kelembaban relatif keseimbangan 3. Dengan hukum Raoult yaitu aktivitas air berbanding lurus dengan jumlah molekul zat pelarut dan berbanding terbalik dengan jumlah molekul zat terlarut, yang dapat dirumuskan: aw =
n1
n1 + n2 keterangan :
n1
= jumlah molekul dari zat yang dilarutkan (soluete)
n2
= jumlah molekul pelarut (soulvent) / air
n1+n2
= jumlah molekul air dalam larutan (solution)
3.1.3 Kelembapan Relatif dan Kelembapan Mutlak Kelembapan Relatif (HR)/ kelembapan nisbi merupakan perbandingan dari tekanan parsial uap air terhadap tekanan uap jenuh pada suhu tertentu. Rumus Kelembapan Relatif ; HR
=
P Ps
Keterangan:
x 100% T
HR
= kelembapan relatif
P
= tekanan uap air
Ps
= tekanan uap air jenuh
T
= suhu atmosfer
Dalam keadaan setimbang dengan bahan hasil pertanian maka secara analogi berdasarkan persamaan matematika, dapat diperoleh Hubungan antara aktivitas air dan kelembapan relatif. Aw
= P
= HRE
Ps
100
keterangan :
Aw HRE
= aktivitas air (desimal) = kelembapan relatif kesetimbangan (%)
Ket: Berbagai jenis garam dan asam dapat digunakan untuk mengontrol Aw atau HRE. Kelembaban mutlak (H) sama dengan jumlah uap air di udara (g). Kelembaban mutlak dapat ditentukan dengan menggunakan Psychrometric Chart yaitu dengan suhu bola basah dan suhu bola kering. Alat pengukur yang dapat digunakan secara langsung adalah sling psychrometer dan higromete.
3.1.4 Isotermik Karakteristik hidratasi pada umumnya digambarkan sebagai kurva isotermik,yang menunjukkan hubungan antara kadar air bahan dan kelembapan relatif keseimbangan ruang penyimpanan (RHE/aw) pada keadaan suhu tertentu. Kadar Air Kesetimbangan hasil pertanian sangat penting peranannya dalam proses penyimpanan dan pengeringan. Secara matematik Rumus Kadar Air Kesetimbangan sbb; 1
- HR
= e –c TMen
Keterangan: HR
= kelembapan relatif udara %)
e
= bilangan nyata = 2,71828
T
= suhu mutlak udara (0 rankine)
Me
= kadar air kesetimbangan (% basis kering
c dan n = konstanta (bervariasi menurut suhu dan jenis bahan
TUGAS MATA KULIAH PENGETAHUAN BAHAN AGROINDUSTRI RESUME KARAKTERISTIK KIMIA, KARAKTERISTIK HIDRATASI, DAN KRAKTERISTIK FISIK
Disusun oleh : Anisa Millatul Lathifa
(181710301023 / TIP A)
PROGRAM STUDI TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN UNIVERSITAS JEMBER 2019