Patum Ruminansia.docx

  • Uploaded by: Desi Puspita Sari
  • 0
  • 0
  • May 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Patum Ruminansia.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 3,104
  • Pages: 16
Laporan Praktikum

Hari/tanggal : Kamis, 10 Oktober 2018

Patologi Umum

Kelompok

: 7 (Tujuh)

TEKNIK NEKROPSI RUMINANSIA (DOMBA)

Anggota Kelompok 7

1.

Harits Abdullah Munir

B04160047

2.

Desi Puspita Sari

B04160049

3.

Baita Dwi Rahayu

B04160050

4.

Silvia Aggraini

B04160053

5.

Luslyevan Iman Kaureza

B04160054

6.

Muhammad Ihsan

B04160056

7.

Saidah Fatimah Azzahro

B04160057

DEPARTEMEN KLINIK, REPRODUKSI, DAN PATOLOGI FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2018

PENDAHULUAN

Produk ternak merupakan sumber gizi utama untuk pertumbuhan, kesehatan,dan kecerdasan manusia. Namun, produk ternak akan menjadi tidak berguna dan membahayakan kesehatan apabila tidak aman dan bisa menjadi sumber penularan penyakit zoonosis (Damayanti et al. 2012) Diagnosa penyakit secara cepat dan akurat sangat diperlukan dalam upaya pengendalian maupun pemberantasan penyakit pada peternakan atau suatu populasi hewan. Pencegahan penyebaran penyakit pada peternakan atau pada suatu populasi dapat dilakukan dengan pembedahan atau nekropsi pada hewan yang mati ataupun hidup yang mengalami perubahan patologis. Nekropsi atau bedah bangkai merupakn teknik yang sangat penting dalam penegakan diagnosa penyakit. Sifat pemeriksaan hasil nekropsi adalah berdasarkan perubahan patologi anatomi (Murtidjo 1992). Nekropsi adalah tehnik lanjutan dari diagnosa klinik untuk mengukuhkan atau meyakinkan hasil diagnosa klinik. Bedah bangkai dapat dilakukan pada hewan hidup atau pada hewan mati. Jika menggunakan hewan hidup, maka hewan harus dibunuh dahulu, cara membunuh atau euthanasia emboli udara ke dalam jantung, dan disembelih seperti padaumumnya. Nekropsi banyak digunakan dalam hal pemeriksaan unggas yang didugatelah terjangkit penyakit. Hal ini dilakukan agar dapat diketahui penyakit yang diderita oleh hewan sehingga dapat ditentukan penanganan yang tepat untuk menanggulangi penyakit tersebut agar peternakan atau suatu populasi hewan terhindar dari kerugian finansial yang lebih besar. Untuk mendiagnosa penyebab kematian suatu hewan perlu dilakukan pemeriksaan secara patologi anatomi. Pemeriksaan patologi anatomi dapat dilihat dengan adanya atau tidaknya lesi-lesi yang ditemukan untuk memberi diagnosa mprfologik pada organ-organ yang mengalami perubahan patologik serta dapat memberi diagnosa tentatif (sementara) pada kasus yang ditemukan (Damayanti et.al 2012). Pemeriksaan patologi domba jantan dilakukan pada seluruh bagian organ. Pemeriksaan patologi domba jantan dilakukan untuk mengetahui keadaan domba sebelum kematian. Pemeriksaan dilakukan pada keseluruhan organ sistem digesti,

sistem urinaria, sistem respirasi dan limfoglandula. Pemeriksaan patologi menunjukkan hasil yang beragam. Ditemukan pula endoparasit pada organ tertentu yang akan dijelaskan pada bagian selanjutnya. Pemeriksaan patologi penting dilakukan agar penyebab kematian hewan dapat diketahui. Apabila penyebab sudah diketahui maka akan lebih mudah dalam mengenali penyebab kematian ketika terjadi hal yang serupa. Sebelum pemeriksaan patologi hewan ruminansia dilakukan , terlebih dahulu harus dilakukan periksaan ulas darah. Pemeriksaan ulas darah bertujuan untuk mengetahui apakah ruminansia tersebut terpapar bakteri Bacillus anthracis yang dapat menyebabkan infeksi. Bakteri Bacillus anthracis dapat membentuk spora yang tahan di lingkungan hingga bertahun-tahun. Oleh karena itu apabila ruminansia terpapar Bacillus anthracis maka pemeriksaan patologi tidak perlu dilakukan (Ringgi et al 2011). Nekropsi atau bedah bangkai merupakan teknik yang sangat penting dalam penegakan diagnosa penyakit. Sifat pemeriksaan hasil nekropsi adalah berdasarkan perubahan patologi anatomi (Damayanti et.al 2012). Praktikum ini bertujuan mengetahui prosedur nekropsi beserta pemeriksaan patologi umum pada hewan domba jantan.

METODE PRAKTIKUM

Tempat dan Waktu Praktikum Praktikum dilakukan di Rumah Sakit Hewan Pendidikan Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor, pada hari Rabu, 10 Oktober 2018. pukul 08.50 – 11.20 WIB. Alat dan Bahan Alat yang digunakan pada praktikum ialah perlengkapan operator (sarung tangan, masker, dsb), alat bedah minor, tali raffia, pisau golok, palu dan pasak pembedahan. Bahan yang digunakan adalah preparat domba dengan jenis kelamin jantan.

Prosedur Percobaan Preparat domba yang telah tersedia dilakukan pengamatan mulai dari keadaan umum luar tubuh, pemeriksaan tersebut meliputi pemeriksaan permukaan kulit dan rambut, lalu keadaan mukosa lubang kumlah mata, mulut, telinga, dan anus. Hewan diletakkan di atas meja bedah dengan bagian dorsal menempel di atas meja untuk pelaksanaan teknik nekropsi. Lipatan ketiak disayat hingga scapula terlepas dan lipatan paha disayat hingga os femur pada persendian coxofemoral terlepas dari acetabulumnya. Dilakukan penyayatan jaringan ikat longgar subkutis dari mandibula sampai anus lalu dikuakkan kearah kanan dan kiri tubuh. Dilakukan pemeriksaan pada beberapa linfonodus yaitu limfonodus mandibula, prescapularis, axillaris, prefemoralis dan poplitea. Dilihat keadaan limfonodus apakah terjadi perubahan bentuk,

konsistensi,

warna dan posisi

atau

perlekatannya. Pembukaan rongga perut dan rongga dada. Otot perut digunting pada linea alba, kemudian pada batas costae ke arah kanan dan kiri. Situs viserum rongga perut diperiksa. Hal yang harus diperhatikan antara lain ada tidaknya cairan, aspek dan warna cairan, perubahan posisi organ, perlekatan organ, kaitan antara usus dengan usus dan usus dengan peritoneum. Lalu dilakukan pemeriksaan tekanan negatif rongga dada dengan menusukkan pisau pada intercostal dan diperhatikan perubahan kecekungan dari diafragma. Selanjutnya diafragma digunting didekat perlekatannya dengan costae, dan costae dipotong pada perbatasan tulang rawan dan tulang keras. Potongan costae dikuakkan dan selaput penggantung jantung disayat. Gunting perikardium untuk memeriksa isi perikardium terhadap akumulasi cairan berlebihan. Dilakukan pemeriksaan situs viserum rongga dada. Hal-hal yang harus diperhatikan adalah ada tidaknya cairan, aspek dan warna cairan, perubahan posisi organ, hernia diafragmatica, perekatan organ, perlekatan antara pleura pulmonum dengan pleura costalis atau pleura pulmonum dengan perikardium. Dilakukan pengeluaran alat tubuh rongga dada. Otot yang bertaut pada os mandibula di sayat hingga lidah dapat ditarik ke arah ventral. Lidah bersama dengan esofagus, trakhea diangkat, alat penggantung disayat hingga paru dan jantung bisa dikeluarkan dari rongga dada. Perbatasan esofagus dan lambung

dipotong setelah sebelumnya dilakukan ikatan ganda. Organ-organ yang dikeluarkan dari rongga dada diperhatikan. Terdapat lidah, trakhea, esofagus, jantung, paru-paru. Pisahkan organ tersebut satu dengan lainnya. Jantung dan pembuluh darah (aorta serta a.pulmonum) dipisahkan dari pertautannya dengan paru-paru. Pemeriksaan laring, trakhea dan bronkhus. Trakhea digunting pada bagian dimana cincin tulang rawan terbuka. Pengguntingan trakhea dilanjutkan hingga cabang-cabang bronchus. Pengamatan patologi anatomi dilakukan terhadap isi lumen dan keadaan mukosa, berlendir atau tidak, terdapat busa, warna dan aspek perubahan mukosa, hiperemi dan radang granuloma. Pemeriksaan paru-paru, secara inspeksi dengan mengamati perubahan warna, menggembung, mengempis atau berbungkul. Secara palpasi dengan penekanan apakah terdapat pemadatan, krepitasi berlebihan. Secara insisi dengan melihat keluarnya darah, busa, nanah atau benda asing lain. Pengujian apung, apakah paru0paru tenggelam atau terapung. Pemeriksaan jantung, ventrikel jantung disayat pada dinding sejajar sulcus longitudinalis kanan dan kiri. Secara inspeksi, apakah terdapat perubahan warna pericardium, epikardium, miokardium dan endocardium, perubahan bentuk, terjadi penebalan atau penipisan dinding, penebalan katub bikuspidalis, trikuspidalis, semilunaris, ada tidaknya Chicken fat clot. Secara palpasi memeriksa konsistensi dinding jantung. Secara insisi untuk melihat perubahan warna ventrikel. Saluran empedu diperiksa apakah ada sumbatan atau tidak. Kantung empedu ditekan dan muara saluran empedu pada duodenum diamati. Pemeriksan saluran cerna. Dimulai dari rongga mulut, pemeriksaan keadaan gigi, gusi dan mukosa pipi. Dilanjutkan ke esophagus, dilakukan pemeriksaan terhadap isi lumen dan keadaan mukosa. Pemeriksaan lambung dan usus terhadap isi lumen dan keadaan mukosa. Lambung digunting pada curvatura mayor. Usus digunting di dekat alat penggantungnya. Pemeriksan hati. Secara inspeksi, dengan melihat perubahan warna, lobulsi dan bentuk. Secara palpasi, meraba perubahan konsistensi. Secara insisi, melihat waran bidang sayatan dan keluar darah atau tida saat penyayatan. Pemeriksaan kantung empedu dengan inspeksi dan insisi untuk meluhat perubahan anatomi dari kantung

empedu. Pemeriksaan pankreas. Secara inspeksi apakah terjadi perubahan warna dan bentuk. Secara palpasi apakah terjadi perubahan konsistensi dan secara insisi apakah terjadi perubahan warna pada bidang sayatan. Pengeluaran limpa bersama omentum. Pisahkan limpa dan omentum. Pemeriksaan limpa. Secara inspeksi, perhatikan perubahan warna, bentuk, keadaan tepi-tepi dan kapsula. Secara palpasi dengan melihat perubahan konsistensi. Secara insisi dilakukan sejajar dengan hilus, permukaan bidang sayatan diusap untuk melihat adakah pulpa merah terikut. Pemeriksaan organ urinari. Temukan dan perhatikan posisi ureter yang menghubungkan ginjal dengan vesika urinaria. Untuk mengeluarkan uretra os pubis harus digergaji di sebelah kanan dan kiri dari symphisis pelvi. Keluarkan dan pisahkan organ-organ urinari. Pemeriksaan ginjal. Secara inspeksi, melihat perubahan warna sebelum dan sesudah kapsula dibuka, ada tidaknya perubahan bentuk permukaan. Secara palpasi, ada tidaknya perubahan konsistensi. Secara insisi, melihat perubahan warna korteks dan medula, batas korteks dan medula dan ada tidaknya batu ginjal dan pyelum. Pemeriksaan vesika urinaria. Pemeriksaan penyumbatan uretra dengan cara vesika urianaria ditekan dan diamati pengeluaran urin melalui uretra. Dinding vesika digunting, pengamatan dilakukan terhadap isi dan permukaan mukosa. Pemeriksaan ureter dan uretra dilakukan jika ditemukan ada indikasi penyumbatan pada saluran tersebut. Pembukaan rongga otak. Bersihkan tulang tengkorak dari otot dan kulit yang melekat. Tulang tengkorak digergaji dengan pola garis melingkar tepat dibelakang mata, diatas telinga dan menuju lumen occipital. Cungkil tulang yang telah digergaji dengan menggunakan pahat dan palu. Pemeriksaan otak. Keluarkan otak dari rongga otak. Lepaskan lapisan meningen yang melapisi otak. Perhatikan perubahan warna dan bentuk pada otak, apakah terdapat penyumbatan darah atau tidak. Pendekatan hipocampus dengan melakukan insisi pada salah satu cerebrum. Penyayatan dilakukan ditengah sejajar dengan sulcus antara dua cerebrum.

HASIL DAN PEMBAHASAN Pemeriksaan patologi umum domba dilakukan setelah kematian domba yang dicurigai bahwa kematiannya disebabkan oleh faktor tertentu. Faktor tersebut diantaranya adalah kembung, antraks, penyakit kuku dan mulut (PMK), kecacingan, penyakit jembrana, dan masih banyak lagi. Pemeriksaan umum patologi domba dilakukan untuk mengetahui sebab kematian, waktu kematian, dan tindakan lain yang dapat digunakan sebagai rekam medik. Pemeriksaan patologi umum domba dilakukan pada bagian-bagian yang umum seperti saluran digesti, respirasi, urinaria serta kelenjar-kelenjar pendukung (Damayanti 2016). Pemeriksaan pertama yaitu pemeriksaan keadaan luar pada hewan. Pemeriksaan keadaan luar meliputi

kulit dan aspek rambut, lubang kumlah,

mukosa pada hidung, mulut dan telinga. Kulit terlihat normal tanpa lesion bewarna merah muda dan rambut tidak mengalami kerontokan. Lubang kumlah bersih, tidak ada perlukaan maupun kelainan. Sedangkan hidung, mulut dan telinga mukosa berwarna pink pucat, tidak ditemukan perlukaan atau lesion.

Gambar. Pemeriksaan keadaa luar domba Keadaan subkutis diperiksa dengan dikuakkanya jaringan ikat longgar subkutis ke arah kanan dan kiri tubuh. Keadaan yang diamati antara lain kelembaban, perlemakan, keadaan limfoglandula (Limfoglandula Praescapularis, Limfoglandula mandibularis, Limfoglandula Axillaris dan Limfoglandula Poplitea) dan dimati perubahan warna, ukuran dan adanya tidaknya eksudasi pada limfoglandula tersebut.

Gambaran pasca-mati yang umum diketahui adalah

pembengkakan limfoglandula superfisial. Pada kasus patologi, timus

terjadi

deplesi limfositik diikuti dengan proliferasi retikuler. Pada beberapa kasus terdapat sel limfoblastik besar di dalam medula sedangkan dibagian prifer lobula

mengalami atrofi . Pada kasus yang lain daerah atrofi telah diganti oleh sel limfoblastik besar yang mengalami proliferasi fokal (Pudjiatmoko 2014). Pada nekropsi domba yang talah dilakukan tidak ada perubahan pada ukuran limfoglandula, tekstur, dan tidak ditemukan eksudat. Timus domba normal dan tidak ada perubahan yang terjadi.

Gambar. Penguakan subkutis

Gambar. Timus domba normal

Gambar. Limfoglandula domba normal

Gambar. Laring dan faring domba normal

Laryng, pharyng, trakhea, dan bronchus diperiksa dengan menggunting bagian tersebut pada bagian dimana cincin tulang rawan terbuka lalu pengguntingannya dilanjutkan hingga cabang-cabang bronkhus. Pengamatan dilakukan terhadap isi lumen (lendir atau cairan berbusa) dan keadaan mukosa(warna dan aspek). Keluar cairan serous yang dengan cepat berubah menjadi copius dan purulen, merupakan gejala pharyngitis dan laryngitis. Akibat pharyngitis kepala hewan akan menunduk untuk mengurangi rasa sakit pada tenggorokan (Pudjiatmoko et al 2014). Domba yang telah dinekropsi tidak di temukan kelainan pada laryng dan pharyng dan juga tidak ditemkan adanya eksudat. Pemekriksaan organ trakhea dan paru-paru dimulai dengan mengeluarkan isi rongga dada (jantung, paru-paru) dikeluarkan bersama-sama dengan lidah dan trakhea. Kemudian dikeluarkan lidah, tulang lidah dipotong pada sendi rawan.

Selanjutnya trakhea dilepaskan dari pertautan otot-otot leher dan esophagus. Pada preparat praktikum bagian trakhea masih dalam keadaan baik, tidak ditemukan exudat dan masih ada krepitasi namun ditemukan cairan dan busa yang mencirikan adaya edema pulmonum. Edema pulmonum merupakan akumulasi cairan prungudh dan parenkhim paru-paru. Edema pulmonum terlihat jelas tidak terdapat pada pengamatan nekrposi domba karena warna paru-paru yang normal yaitu pink rose dan homogen. Dalam pemeriksaan patologi paru-paru dilakukan uji apung, prinsip uji apung yaitu apabila sampel paru paru dimasukan kedalam air terapung maka hasil uji positif dan apabila sampel paru-paru tenggelam maka hasil uji negatif. Uji apung paru-paru pada praktikum menghasilkan data yang positif pada setiap lobus. Uji apung positif menandakan terdapatnya udara dalam alveoli paru.

Gambar. Paru-paru homogen dan berwarna pink rose yang manandakan paru-paru domba normal Pemeriksaan jantung dilakukan dengan memeriksa pericardium terlebih dahulu dan tidak ditemukan adanya pericarditis. Bentuk jantung domba ditemukan satu apex. Jantung disayat sejajar dengan sulcus longitudinalis pada vetrikel kanan dan ventrikel kiri. Tidak ditemukannya perubahan pada ventrikel jantung baik ventrikel kanan maupun ventrikel kiri, warna jantung homogen serta jantung tidak mengalami perubahan bentuk sehingga pengamatan yang diperoleh jantung domba dalam keadaan normal.

Gambar. Pericardium jantung tidak menempel pada jantung. Lambung merupakan salah satu organ penting di dalam tubuh makhluk hidup. Fungsi dari lambung adalah untuk mencerna makanan dengan bantuan asam lambung (HCl) dan pepsin (Muyassaroh 2009). Lambung mensekresi asam kausatik dan enzim proteolitik kuat untuk mencerna protein. Ia juga mencampur dan menggiling bahan yang ditelan dan mengangkutnya sebagai partikel kecil secara teratur ke duodenum. Lambung juga bekerjasama dengan pankreas dan batang hepatobilier untuk menyesuaikan osmolaritas dan pH interlumen (Saunders 1995). Lambung berbentuk seperti kantong dan terdiri dari beberapa lapisan yaitu mukosa, sub mukosa, muskularis, subserosa, dan serosa (Walangitan et al 2014). Hasil pengamatan praktikum menunjukkan tidak adanya perubahan pada lambung anjing. Warna dari lambung tetap seperti warna normalnya yaitu merah muda (rose), dengan mukosa bagian dalam yang berlipat. Tidak terlihat adanya pembengkakan, penebalan, ataupun perdarahan baik pada mukosa lambung, maupun pada cairan di dalamnya secara keseluruhan. Hanya ada warna kehitaman akibat pseudomelanosis di mukosa bagian luarnya. Sehingga dapat disimpulkan bahwa lambung domba ini masih dikategorikan normal.

Gambar. Lambung domba tidak mengalami kelainan. Hati merupakan salah satu organ terbesar dalam tubuh suatu makhluk hidup, organ ini berfungsi sebagai tempat penyimpanan vitamin dan sekaligus berperan dalam metabolisme karbohidrat, lemak, serta protein (Jivai & Yeti 2008). An-Nafi (2017) menjelaskan kondisi hati domba yang sehat yakni : memiliki tekstur yang kenyal, berwarna merah trengguli, tepi organ masih lancip, serta selaput pembungkus hati masih bening atau transparan. Hasil pengamatan organ hati pada nekropsi domba jantan menunjukkan tidak ditemukan adanya kongesti, lobulasi juga masih jelas, warna hati merah kecoklatan, serta tekstur hati masih kenyal. Namun, ditemukan dua spot kecil nekrosis di permukaan hati domba, ada kemungkinan domba tersebut pernah mengalami infeksi pada bagian hati tetapi sudah terjadi persembuhan pada daerah nekrosis. Berdasarkan literatur terkait, kondisi hati tersebut masih tergolong normal atau sehat.

Gambar . Kenampakan luar organ hati domba Gambar . Titik-titik nekrosis yang ditemukan Pemeriksaan selanjutnya adalah pemeriksaan kondisi patologi organ limpa domba. Limpa sebagai organ limfoid dalam tubuh memiliki fungsi untuk menyimpan darah, bersama hati dan sumsum tulang belakang berperan untuk fagositosis eritrosit yang sudah tua, pembentukan asam urat, serta membentuk limfosit untuk sistem imun tubuh (Pradikdo et al. 2016). Kondisi limpa pada

domba jantan yang dinekropsi menunjukkan tidak ditemukannya kongesti, warna limpa merah kecoklatan (sedikit ungu), bagian tepi masih lancip yang mengindikasikan tidak terjadinya splenomegali (pembengkakan limpa). Hasil pengamatan tersebut menunjukkan kondisi limpa domba yang sehat, kondisi ini diperkuat dengan pernyataan An-Nafi (2017) yang menjelaskan ciri-ciri limpa yang sehat, seperti : tepi organ tidak tumpul atau bengkak, berwarna merah keunguan, dan tidak adanya bagian yang ikut terlepas ketika dilakukan insisi.

Gambar . Insisi pada bagian limpa domba Ginjal secara umum memiliki fungsi sebagai sekretor berbagai zat di tubuh sekaligus sebagai filtrator darah, adanya organ ini sangat penting untuk kelangsungan kehidupan suatu makhluk hidup (Mangestu et al 2016). Ginjal domba normal berbentuk seperti kacang merah dan tampak mulus pada bagian luar, memiliki tekstur yang kenyal dengan ukurannya yang simetris (kanan dan kiri) (An-Nafi 2017). Hasil pengamatan pada saat nekropsi menunjukkan data yang didapat sesuai dengan literatur, ginjal tersebut memiliki permukaan yang rata dan berbentuk seperti kacang merah, selain itu juga tidak ditemukan kongesti pada ginjal domba yang dinekropsi, tetapi terdapat nekrosa ginjal karena adanya infeksi. Kondisi ginjal domba tersebut terbungkus oleh lemak perineal, yang mana lemak tersebut adalah jaringan adipose yang berfungsi sebagai peredam dan penahan ginjal agar tetap pada posisinya (Pradikdo et al 2016). Indikator ginjal domba yang sehat atau normal juga dapat diamati pada fascia renalis yang dengan mudah dipisahkan, serta ketika ginjal tersebut diinsisi pada bagian tengah (samping) dapat dibedakan daerah medulla dengan korteksnya.

Gambar. Ginjal tampak luar

Gambar. Insisi pada ginjal domba, adanya nekrosa pada ginjal

Sistem urinaria merupakan sistem dimana terjadinya proses filtrasi darah sehingga bebas dari zat-zat yang tidak dibutuhkan oleh tubuh sampai zat-zat yang tidak digunakan tadi larut dalam air dan dikeluarkan berupa urin (Santoso et al 2014). Sistem ini dijalankan oleh organ-organ vesika urinaria yakni (ginjal), ureter, kandung kemih, dan uretra. Hasil pengamatan secara makroskopis nekropsi domba jantan menunjukkan gambaran bahwa mukosa vesika urinaria berwarna cerah dan licin, juga tidak ditemukan adanya kongesti pada vesika urinaria domba jantan tersebut.

Gambar . Organ penyusun sistem urinaria Pemeriksaan pada usus domba erdapat cacing pita (Cestoda) dewasa yang besar dan panjang di usus besar berjumlah 1 cestoda. Cestoda tersebut berwarna putih susu dan panjang. Kemungkinan cacing yang berada dalam tubuh domba

berjumlah lebih dari satu dan ikut terbuang saat proses pembuangan isi dari organ pencernaan.

Gambar. Usus pada domba yang terdapat cacing dari kelas cestoda

Pemeriksaan otak domba dimulai dengan pembukaan rongga otak dengan membersihkan tulang tengkorak dari otot dan kulit yang melekat. Tulang tengkorak digergaji tepat di belakang mata, di atas telinga, dan menuju lumen occipitale. Tulang yang telah digergaji dicungkil dengan menggunakan Thumb tissue forceps. Otak secara hati-hati kemudian dikeluarkan dari cavum cranii dan dilakukan pemeriksaan pendekatan ke area hippocampus di otak bagi hewan yang dicurigai terkena virus rabies untuk dilakukan pengamatan lanjutan secara mikroskopis.

Gambar. Hipokampus otak domba tidak ada kelainan

SIMPULAN

Nekropsi domba yang telah dilakukan, dilaksanakan sesuai tata cara dan prosedur yang sesuai. Beberapa hasil ditemukan berupa keabnormalitasan organ seperti pembengkakan dan nekrosa, serta ditemukan adanya penyakit yang teridentifikasi menjangkit kadaver domba yang diamati berdasarkan teknik pemeriksaan yang dilakukan.

DAFTAR PUSTAKA An-Nafi

G.

2017.

Ciri-ciri

daging

https://vetindonesia.com/2017/08/28/

dan

jeroan

yang

sehat.

ciri-ciri-daging-dan-jeroan-yang-

sehat/ [diakses 15 Oktober 2018] Damayanti R. 2016. Penyakit Malignant Catarrhal Fever di Indonesia dan upaya pengendaliannya. WARTAZOA. 26 (1): 103- 114. Damayanti Y, Winaya I , Udyanto M. 2012. Evaluasi penyakit virus pada kadaver broiler berdasarkan pengamatan patologi anatomi di rumah pemotongan unggas. Indonesia Medicus Veterinus. 1(3) : 417–427 ISSN : 2301-7848. Jivai J, Yetti N. 2008. Pengaruh pemberian tahu berformalin terhadap gangguan fungsi hati dan terbentuknya radikal bebas dalam tubuh tikus putih. Jurnal Sains dan Teknologi Farmasi. Padang (ID): Fakultas Kedokteran Universitas Andalas. Mangestu AA, Suharto G, Amarwati S. 2016. Analisa gambaran post mortem makroskopis dan mikroskopis organ jantung dan ginjal pada tikus wistar setelah pemberian warfarin LD 50 dan LD 100. Jurnal Kedokteran Diponegoro. Semarang (ID): Universitas Diponegoro. 5(2): 145-159. Murtidjo, B.A. 1992. Pengendalian Hama dan Penyakit Ayam. Yogyakarta (ID): Kansius. Pradikdo BA, Sudjarwo E, Muharlien. 2016. Pengaruh jenis burung puyuh dengan pemberian pakan komersial yang berbeda terhadap presentase karkas dan organ dalam burung puyuh (Coturnix-coturnix japonica). J.Ternak

Tropika. Malang (ID): Fakultas Peternakan Universitas Brawijaya. 17(2): 23-33. Pudjiatmoko. 2014. Manual Penyakit Hewan Mamalia. Jakarta (ID). Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan. Ringgi MB, Wahyuni AETH, Budiharta S. 2011. Kasus-Kontrol Kejadian Antraks di Kabupaten Sumba Barat Daya. J Sain Vet 29 (1) : 77-85 pudjiSantoso, Amrozi, Purwantara B, Herdis. 2014. Gambaran ultrasonografi ovarium

kambing

kacang

yang

disinkronisasi

dengan

hormon

prostaglandin F2 alfa (PGF2α) dosis tunggal. Jurnal Kedokteran Hewan. Bogor (ID): Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor. 8(1): 38-42.

Related Documents


More Documents from "Desi Puspita Sari"