BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Berdasarkan data Kemenkes RI, saat ini angka kematian ibu (AKI) di Indonesia masih cukup tinggi yakni 359/100.000 kelahiran hidup (KH). Sedangkan angka kematian bayi (AKB) yaitu 32/1000 KH (SDKI, 2012). Salah satu penyebab kematian ibu dan kematian bayi yaitu infeksi tetanus yang disebabkan oleh bakteri Clostridium tetani sebagai akibat dari proses persalinan yang tidak aman/steril atau berasal dari luka yang diperoleh ibu hamil sebelum melahirkan. Clostridium Tetani masuk melalui luka terbuka dan menghasilkan racun yang menyerang sistem syaraf pusat (Kemenkes RI, 2016). Tetanus adalah penyakit akut, paralisis yang spastik yang disebabkan neurotoksin yang diproduksi oleh Clostridium tetani, termasuk kuman anaerob gram negatif. Bentuk obligat berupa spora yang mempunyai habitat alami di tanah, debu dan traktus alimentarius beberapa hewan. Spora Cl tetani sangat tahan terhadap panas, kimia dan antibiotic tetapi akan mati dengan autoclave, sehingga dalam bentuk spora akan mampu bertahan bertahun-tahun di debu ataupun tanah. Cl tetani bukan merupakan kuman yang bersifat menginvasi jaringan, kuman ini dapat menyebabkan sakit karena toksin yang dihasilkan. Dalam bentuk vegetatif, pada kondisi anaerob akan menghasilkan 2 bentuk toksin, tetanospasmin dan tetanolisin. Tetanospasmin merupakan eksotoksin poten yang mempunyai afinitas tinggi dengan jaringan saraf. Toksin tetanus terikat di neuromuscular junction dan akan masuk ke saraf motorik dengan cara endocytosis kemudian akan menjalani transport axonal retrograde ke sitoplasma dari α-motoneuron. Toksin keluar dari motoneuron di cornu spinalis dan selanjutnya akan memasuki interneuron inhibisi spinalis. Toksin tetanus akan menghambat pelepasan neurotransmiter glisin dan ϒ-aminobutyric acid (GABA), sehingga toksin tetanus akan menghambat inhibisi normal dari otot-otot antagonis yang akan mempengaruhi koordinasi gerakan volunter. Akibat dari keadaan ini adalah otot akan tetap kontraksi maksimal dan tidak bisa relaksasi.
1
Proporsi infeksi Tetanus pada bayi akan semakin besar bila tidak memiliki kekebalan alamiah terhadap Tetanus yang diturunkan melalui ibunya. Kekebalan alamiah ini diperoleh ibu melalui imunisasi tetanus toxoid (TT) dengan dosis dan waktu interval minimal tertentu (Pratiwi C, 2013). Sebagai upaya mengendalikan infeksi tetanus yang merupakan salah satu faktor risiko kematian ibu dan kematian bayi, maka dilaksanakan program imunisasi TT bagi WUS dan ibu hamil (Kemenkes RI, 2016). Imunisasi TT merupakan salah satu solusi untuk mencegah terjadinya tetanus neonatorum (TN). WUS yang menjadi sasaran imunisasi TT adalah wanita berusia antara 15-49 tahun yang terdiri dari WUS hamil (ibu hamil) dan tidak hamil. Imunisasi TT pada WUS diberikan sebanyak 5 dosis dengan interval tertentu, dimulai sebelum dan atau saat hamil yang berguna bagi kekebalan seumur hidup (Lisnawati, 2011). Tujuan imunisasi Tetanus Toksoid ini untuk melindungi ibu dan bayi dari penyakit tetanus karena antibodi dihasilkan dan diturunkan pada bayi melalui plasenta dan mengurangi resiko tetanus pada neonatal (Wijayanti dkk, 2013). Meskipun imunisasi tetanus pada ibu hamil dinilai sangat penting sebagai bentuk pencegahan Tetanus pasca persalinan, maupun pada bayi yang dilahirkan sang ibu, pemanfaatan imunisasi TT pada ibu hamil dinilai masih kurang optimal (Pratiwi C, 2013).
2
BAB II PEMBAHASAN TEORI A. Pengertian Tetanus Neonaturum
Tetanus neonatorum adalah penyakit infeksi yang terjadi melalui luka irisan pada umbilicius pada waktu persalinan akibat masuknya spora clostridium tetani yang berasal dari alat-alat persalinan yang kurang bersih dengan inkubasi antara 3-10 hari. (Soedarto, 1995) Menurut Depkes RI, 1996, Tetanus neonatorum adalah penyakit pada bayi baru lahir yang disebabkan oleh infeksi kuman tetanus yang masuk memalui luka tali pusat, akibat pemotongan tali pusat yang tidak bersih atau ditaburi ramuan. Tetanus adalah penyakit kelakuan otot (spasme) yang disebabkan oleh eksotoksin (tetanospasmin) dari organisme penyebab penyakit tetanus dan bukan oleh organismenya tersendiri. Tetanus merupakan masalah kesehatan diberbagai negara berkembang, terutama negara dengan pelayanan ibu hamil dan imunisasi terbatas. WHO memperkirakan terjadi 500.000 kematian setiap tahunnya dinegara berkembang. Di
indonesia,
masalah
tetanus
masih
merupakan
masalah
kesehatan
masyarakat. Berbagai upaya telah dilakukan pemerintah untuk menurunkan kasus penyakit ini. Akan tetapi sulit untuk dilakukan. Sebagian besar kasus tetanus ditemukan oleh sarana pelayanan kesehatan seperti puskesmas, praktik bidan, dan terutama oleh rumah sakit, padahal angka kasus sesungguhnya dimasyarakat jauh lebih banyak. Peningkatan kasus tetanus tidak selalu mencerminkan buruknya pelayanan kesehatan, tetapi ini menunjukan semakin membaiknya sistem surveilans penyakit.
3
B. Epidemiologi Tetanus Neonaturum Penyakit ini menyerang seluruh dunia dengan angka kesakitan dan kematian yang masih tinggi terutama di negara berkembang. Di indonesia angka insidensi tetanus didaerah perkotaan sekitar 6-7/1000 kelahiran hidup, sedangkan didaerah pedesaan angkanya lebih tinggi sekitar 2-3 kalinya yaitu 11-23/1000 kelahiran hidup dengan jumlah kematian kira-kira 60.000 bayi setiap tahunnya. Menurut SKRT 1995, angka kematian bayi (AKB) diindonesia masih cukup tinggi yaitu 58/1000 kelahiran hidup. Angka kematian yang disebabkan oleh tetanus sekitar 50% pada bayi yang baru lahir dan merupakan urutan ke-5 penyakit penyebab kematian bayi di indonesia. Karena kontribusinya yang besar pada AKB, maka penyakit ini masih merupakan masalah besar bagi dunia kesehatan. Tetanus neonatorum secara khas berkembang dalam minggu pertama atau minggu kedua kehidupan bayi dan sering disebut sebagai penyakit hari ke tujuh atau ke delapan (Force, 1997), serta dapat membawa kematian pada 70 – 90% kasus. Perawatan medis modern, yang langka di dunia ketiga di mana penyakit ini amat lazim, jarang mengurangi mortalitas sampai kurang dari 50% (Foster, 1984). Berdasarkan hasil survey yang dilaksanakan oleh WHO di 15 negara di Asia, Timur Tengah, dan Afrika pada tahun 1978 – 1982 menekankan bahwa penyakit tetanus neonatorum banyak dijumpai di daerah pedesaan negara berkembang termasuk Indonesia yang memiliki angka proporsi kematian neonatal akibat penyakit tetanus neonatorum mencapai 51%. Pada kasus tetanus neonatorum yang tidak dirawat, hampir dapat dipastikan CFR akan mendekati 100%, terutama pada kasus yang mempunyai masa inkubasi kurang dari 7 hari (Depkes, 1993). Di Jepang, penurunan angka kematian akibat penyakit tetanus neonatorum dari 0,036 per 1000 lahir hidup pada tahun 1947 menjadi 0,07 per 1000 lahir hidup pada tahun 1961 terjadi pada saat keadaan sosial ekonomi dan proporsi bayi-bayi yang dilahirkan di klinik atau rumah sakit meningkat dengan cepat dan kontaminasi lanjutan dari bungkul tali pusat pada proses perawatan tali pusat dapat dicegah. Pernyataan tersebut di atas secara implisit menyatakan bahwa keadaan sebaliknya atau persalinan di rumah mengandung risiko tetanus neonatorum yang tinggi. Nelson menyebutkan bahwa kasus tetanus neonatorum sering didapatkan pada anak dengan berat badan lahir rendah (Nelson, 1992).
4
C. Penyebab Tetanus Neonaturum Penyakit Tetanus neonatorum adalah penyakit tetanus yang sering terjadi pada neotanus (bayi berusia kurang dari 1 bulan)
yang disebabkan oleh clostridium
tetani, yaitu kuman yang mengeluarkan toksin/racun dan menyerang sistem syaraf pusat. Clostridium tetani adalah kuman berbentuk batang, lurus, langsing berukurang 2-8 mikron dan lebar 0,4-0,5 mikron, bersifat obligat anaerob dan mudah tumbuh pada nutrien media yang biasa. Kuman ini membentuk eksotoksin yang disebut tetanospasmin, suatu neuro toksin yang kuat (Soedarto, 1990) Dalam suasana anaerob hasil tetanus berubah dari bentuk spora ke dalam bentuk vegetatif. Pada keadaan itu, Clostridium tetani mengeluarkan eksotoksin yang menyebabkan penyakit tetanus. Pada waktu Clostridium tetani dalam bentuk vegetatif makan akan sangat sensitif terhadap panas dan beberapa antibiotik dan tidak dapat bertahan karena adanya oksigen. Sebaiknya dalam bentuk spora sangat resisten pada keadaan panas dan antiseptik biasa. Spora ini dapat hidup padapemanasan autoklaf 1210C selama 10-15 menit dan relatif resisten terhadap phenol dan bahan-bahan kimia lain (PAHO, 1993). Dalam bentuk spora Clostridium tetani dapat tahan hidup bertahun-tahun di dalam tanah asalkan tidak terdapat sinar matahari. Selain itu dapat pula ditemukan dalam tanah, laut, air tawar, debu rumah, dan tinja berbagai spesies binatang. Clostridium tetani baik dalam bentuk spora maupun bentuk vegetatif dapat ditemukan pada usus manusia (Behrman dan Vaughman, 1992). Penyakit ini disebabkan oleh bakteri clostridium tetani yang merupakan bakteri gram positif berbentuk batang dengan spora pada sisi ujungnya sehingga mirip dengan pemukul genderang (drumstick). Bakteri tetanus bersifat obligat anaerob. Yaitu berbentuk vegetatif pada lingkungan tanpa oksigen dan rentan terhadap panas serta disinfektan. Pada lingkungan yang tidak kondusif bakteri akan membentuk spora yang tahan terhadap panas, termasuk perebusan,kekeringan, dan berbagai disinfektan. Bakteri hidup dalam habitat utamanya yaitu, tanah yang mengandung kotoran ternak,kuda,dan hewan lainnya sehingga daerah perternakan atau pertanian berisiko tinggi terhadap penyebaran penyakit ini.
5
D. Cara Penularan dan Gejalanya Penularan Tetanus masuk kedalam tubuh manusia biasanya melalui luka yang dalam dengan suasana anaerob (tanpa oksigen) sebagai akibat dari :
Kecelakaan
Luka tusuk
Luka operasi
Karies gigi
Radang telinga tengah
Pemotongan tali pusat
Sebagaian besar kasus tetanus bersumber dari pemotongan tali pusat. Adapun kasus tetanus pada anak dan dewasa lebih sering disebabkan oleh faktor-faktor lainnya. Diperkirakan sekitar 90% kasus tetanus disebabkan karena persalinan oleh tenaga nonmedis. Menurut survei ditempat rumah sakit pemerintah di 4 kota besar diindonesia seperti tersebut diatas, pintu masuk bakteri diduga sebagian besar melalui radang telingan tengah 39% luka 38% dan karies gigi 10%. Spora yang diperkirakan masuk kedalam tubuh dan bertahan berbulan-bulan memiliki masa inkubasi nya antara 5-14 hari (rata-rata 6 hari). Semakin lama masa inkubasi, semakin parah gejala yang timbul.
Gejala dan tanda Gejala awal yang muncul adalah kekakuan otot rahang untuk mengunyah, sehingga anak sukar membuka mulut untuk makan dan minum (trimus). Gejala lain yang muncul adalah :
Sulit menelan, gelisah,mudah terkena rangsang
Kekakuan otot wajah
Kekakuan otot tubuh (punggung, leher, dan badan) sehingga tubuh dapat melengkung seperti busur
Kekakuan otot perut
Kejang-kejang
6
E. Gambaran Klinis dan Tahapan Infeksi Tetanus Neonaturum 1. Patogenesis Spora dari kuman tersebut masuk melalui pintu masuk satu-satunya ke tubuh bayi baru lahir, yaitu: tali pusat, yang dapat terjadi pada saat pemotongan tali pusat ketika bayi baru lahir maupun saat perawatannya sebelum puput atau lepasnya tali pusat (Depkes RI, 1993). 2. Masa Inkubasi Terdapat variasi masa inkubasi pada tetanus, dari satu minggu sampai beberapa minggu lamanya. Semakin pendek masa inkubasi tetanus, semakin buruk prognosis penyakit. Bila kurang dari satu minggu, maka sifat tetanus adalah fatal (Soedarto, 1990). Menurut Behrman (1992) masa tunas organisme ini berkisar antara 3-14 setelah luka, tetapi dapat kurang satu hari atau lebih dari beberapa bulan dan pada tetanus neonatorum biasanya mulai ketika neonatus berusia 3-10 hari. Sejak kuman masuk ke dalam tubuh bayi sampai mulai timbulnya gejala (masa inkubasi) dibutuhkan waktu 3-28 hari (rata-rata 6 hari). Apabila masa inkubasi kurang dari 7 hari seperti biasanya penyakit lebih parah dengan angka kematian tinggi (Depkes RI, 1993). 3. Gejala Klinis Menurut Depkes RI, 1996, gejala klinis tetanus neonatorum adalah: bayi yang semula bisa menetek dengan baik tiba-tiba tidak bisa menetek, mulut bayi mencucu seperti mulut ikan, mudah sekali dan sering kejang-kejang terutama karena rangsangan sentuhan, rangsangan sinar dan rangsangan suara, wajahnya mungkin kebiruan, kadang-kadang disertai demam. 4. Prognosis Moralitas penyakit tetanus neonatorum sebesar 60% atau lebih tinggi lagi (Nelson, 1992). Prognosis penyakit tetanus neonatorum antara lain dipengaruhi oleh luasnya keterlibatan otot yang mengalami kejang sebagai tanda bahwa toksin sudah masuk ke jaringan/susunan syaraf pusat, demam tinggi, masa inkubasi yang pendek, serta mutu perawatan penunjang yang diberikan kepada penderita. Kesembuhan dari tetanus tidak memberikan kekebalan, karena itu imunisasi aktif penderita setelah kesembuhan merupakan suatu keharusan.
7
Berdasarkan gejala klinisnya maka stadium klinis tetanus dibagi menjadi stadium klinis pada anak dan stadium klinis pada orang dewasa. Stadium klinis pada anak. Terdiri dari : 1. Stadium 1, dengan gejala klinis berupa trisnus (3 cm) belum ada kejang rangsang, dan belum ada kejang spontan. 2. Stadium 2, dengan gejala klinis berupa trismus (3 cm), kejang rangsang, dan belum ada kejang spontan. 3. Stadium 3, dengan gejala klinis berupa trismus (1 cm), kejang rangsang, dan kejang spontan. Stadium klinis pada orang dewasa. Terdiri dari : Stadium 1
:
trisnus
Stadium 2
:
opisthotonus
Stadium 3
:
kejang rangsang
Stadium 4
:
kejang spontan
F. Diagnosis dan Komplikasi Tetanus Neonaturum Diagnosis penyakit Tetanus Pemeriksaan dilakukan untuk melihat gejala klinis selama terinfeksi bakteri tetanus. Dokter akan menilai lama kejang, adanya gangguan pernapasan, riwayat imunisasi sebelumnya serta komplikasi lain. Selain dari pemeriksaan fisik, dokter melakukan pemeriksaan kultur bakteri untuk mendeteksi adanya nilai positif bakteri Clostridium tetani. Pemeriksaan laboratorium darah lengkap juga penting untuk melihat peningkatan nilai SGOT dan CPK. Komplikasi penyakit Tetanus Tetanus yang semakin berat akan menimbulkan komplikasi sering gejala kaku dan kejang semakin menganggu sistem organ seperti jantung dan paru-paru dengangejala berupa kesulitan bernapas, badan kebiruan, hipertensi, denyut nadi semakin cepat, dan suhu badan yang semakin meningkat
8
G. Penatalaksanaan Tetanus 1. Pemberian antitoksin tetanus Pemberian serum dalam dosis terapetik untuk ATS bagi orang dewasa adalah sebesar 10.000 – 20.000 IU IM dan untuk anak – anak sebesar 10.000 IU IM, untuk hypertet bagi orang dewasa adalah sebesar 300 IU – 6000 IU IM dan bagi anak – anak sebesar 3000 IU IM. Pemberian antitoksin dosis terapetik selama 2 – 5 hari berturut – turut. 2. Penatalaksanaan luka Eksisi dan debridemen luka yang dicurigai harus segera dikerjakan 1 jam setelah terapi sera (pemberian antitoksin tetanus). Jika memungkinkan dicuci dengan perhydrol. Luka dibiarkan terbuka untuk mencegah keadaan anaerob. Bila perlu di sekitar luka dapat disuntikan ATS. 3. Pemberian antibiotika Obat pilihannya adalah Penisilin, dosis yang diberikan untuk orang dewasa adalah sebesar 1,2 juta IU/8 jam IM, selama 5 hari, sedang untuk anak – anak adalah sebesar 50.000 IU/kg BB/hari, dilanjutkan hingga 3 hari bebas panas. Bila penderita alergi terhadap penisilin, dapat diberikan tetrasiklin. Dosis pemberian tetrasiklin pada orang dewasa adalah 4 x 500 mg/hari, dibagi dalam 4 dosis. Pengobatan
dengan
antibiotika
ditujukan
untuk
bentuk
vegetatif clostridium
tetani, jadi sebagai pengobatan radikal, yaitu untuk membunuh kuman tetanus yang masih ada dalam tubuh, sehingga tidak ada lagi sumber eksotoksin. 4. Penaggulangan Kejang Dahulu dilakukan isolasi karena suara dan cahaya dapat menimbulkan serangan kejang. Saat ini prinsip isolasi sudah ditinggalkan, karena dengan pemberian anti kejang yang memadai maka kejang dapat dicegah.
Jenis Obat
Dosis Anak – anak
Dosis Orang Dewasa
Mula – mula 60 – 100 mg IM, kemudian 6 x 30 mg per Fenobarbital
oral.
Maksimum
(Luminal)
mg/hari
3 x 100 mg IM
Klorpromazin
4 – 6 mg/kg BB/hari, mula –
3 x 25 mg IM
9
200
(Largactil)
mula IM, kemudian per oral Mula – mula 0,5 – 1 mg/kg BB IM, kemudian per oral
Diazepam
1,5 – 4 mg/kg BB/hari,
(Valium)
dibagi dalam 6 dosis
3 x 10 mg IM 3 x 500 – 100 mg per
Klorhidrat
–
rectal
Bila kejang belum juga teratasi, dapat digunakan pelemas otot (muscle relaxant) ditambah alat bantu pernapasan (ventilator). Cara ini hanya dilakukan di ruang perawatan khusus (ICU = Intesive Care Unit) dan di bawah pengawasan seorang ahli anestesi. 5. Perawatan penunjang Yaitu dengan tirah baring, diet per sonde, dengan asupan sebesar 200 kalori / hari untuk orang dewasa, dan sebesar 100 kalori/kg BB/hari untuk anak – anak, bersihkan jalan nafas secara teratur, berikan cairan infus dan oksigen, awasi dengan seksama tanda – tanda vital (seperti kesadaran, keadaan umum, tekanan darah, denyut nadi, kecepatan pernapasan), trisnus (diukur dengan cm setiap hari), asupan / keluaran (pemasukan dan pengeluaran cairan), temperatur, elektrolit (bila fasilitas pemeriksaan memungkinkan), konsultasikan ke bagian lain bila perlu. 6. Pencegahan komplikasi Mencegah anoksia otak dengan (1) pemberian antikejang, sekaligus mencegah laringospasme, (2) jalan napas yang memadai, bila perlu lakukan intubasi (pemasangan tuba endotrakheal) atau lakukan trakheotomi berencana, (3) pemberian oksigen. Mencegah pneumonia dengan membersihkan jalan napas yang teratur, pengaturan posisi penderita berbaring, pemberian antibiotika. Mencegah fraktur vertebra dengan pemberian antikejang yang memadai.
10
H. Pencegahan Tetanus Neonaturum Upaya pencegahan yang baik maka angka kesakitan dan angka kematian yang disebabkan oleh tetanus dapat diturunkan. Upaya-upaya tersebut adalah :
Imunisasi aktif dengan toksoid
Perawatan luka
Persalinan yang bersih Selain itu juga, strategi dalam pencegahan tetanus bagi masyarakat yaitu :
Prioritas imunisasi WUS pada daerah berisiko tinggi
Diarahkan pada WUS yang terkelompok
Imunisasi Tetanus pada anak SMA
Imunisasi pada calon ibu hamil tetap diteruskan
Promosi kesehatan.
Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa Tetanus neonatorum dapat dicegah dengan tindakan aseptik pada saat pertolongan persalinan dan pasca natal termasuk pemotongan dan perawatan tali pusat. Imunisasi aktif wanita hamil dengan 2 dosis tetanus toksoid 0,5 ml dengan jarak penyuntikan 2 bulan dapat mencegahterjadinya penyakit tetanus neonatorum. Imunisasi pasif pada kelompok neonatus berisiko merupakan tindakan preventif yang paling sering dilakukan dalam praktek pelayanan kesehatan anak. Pemberian 750 unit serum antitetanus terhadap bayi berisiko tinggi dapat memberikan perlindungan.
I. Pengobatan Tetanus Neonaturum Setiap penderita tetanus harus dirawat dirumah sakit untuk mendapatkan pelayanan dengan fasilitas tertentu. Kecepatan merujuk sangatlah berpengaruh pada angka kematian kasus. Pengobatan dirumah sakit umumnya meliputi :
Pemberian antibiotik untuk membunuh bakteri, biasanya dengan peninsilin atau tetrasikilin
Pemberian antikejang
Perawatan luka atau penyakit penyebab infeksi
Pemberian antitetanus serum (ATS)
11
Pemberian Antitoksin, Antitoksin berupa human tetanus immunoglobulin (TIG) diberikan secara suntik sebagai peningkatan imunitas pada bakteri penyebab tetanus
Pemberian Tetanustoksoid, Pemberian tetanus toksoid (TT) diberikan bersamaan dengan antitoksin di tempat suntikan yang berbeda. TT diberikan apabila belum melakukan imunisasi tetanus lebih dari 10 tahun.
Konferensi Internasional Tetanus ke-8 pada tahun 1987 menyadari bahwa tetanus membunuh sekitar 800.000 bayi tiap tahun di negara berkembang. Rekomendasi untuk pengendalian dan eliminasi tetanus neonatorum pada pertemuan tersebut meliputi melakukan imunisasi pada seluruh wanita usia subur dengan 5 dosis tetanus toksoid, melaksanakan persalinan bersih dan perawatan tali pusat melalui pelatihan dan pengawasan penolong persalinan, serta menyelidiki kasus tetanus untuk menentukan tindakan pencegahan yang dapat diambil Untuk menetralisir racun, diberikan immunoglobulin tetanus. Antibiotik tetrasiklin dan penisilin diberikan untuk mencegah pembentukan racun lebih lanjut, supaya racun yang ada mati. Obat lainnya bisa diberikan untuk menenangkan penderita, mengendalikan kejang dan mengendurkan otot-otot. Penderita biasanya dirawat di rumah sakit dan ditempatkan dalam ruangan yang tenang. Untuk infeksi menengah sampai berat, mungkin perlu dipasang ventilator untuk membantu pernapasan. Makanan diberikan melalui infus atau selang nasogastrik. Untuk membuang kotoran, dipasang kateter. Penderita sebaiknya berbaring bergantian miring ke kiri atau ke kanan dan dipaksa untuk batuk guna mencegah terjadinya pneumonia. Untuk mengurangi nyeri diberikan kodein. mengendalikan tekanan darah
Obat
lainnya
dan denyut jantung.
bisa Setelah
diberikan
untuk
sembuh,
harus
diberikan vaksinasilengkap karena infeksi tetanus tidak memberikan kekebalan terhadap infeksi berikutnya.
12
J. Dietetika Tetanus Neonaturum Tidak ada pantangan makanan untuk penderita tetanus ini, karena yang menyebabkan terjadinya tetanus adalah kuman Clostridium tetani, sebuah organisme yang mampu hidup bertahun-tahun ditanah dalam bentuk spora Dan penyakit tetanus itu sendiri bisa terjadi pada kaki, tangan dan anggota tubuh lainnya. Sehingga akan lebih baik jika penderita tetanus diberikan makanan lengkap gizi seimbang. Namun, pemberian makanan untuk penderita tetanus biasanya diberikan intervensi dengan makanan saring (MS) atau makanan cair/makanan lewat pipa. Hal ini dikarenakan, penderita Tetanus memiliki masalah dalam menelan. Sehingga kita sebagai ahli gizi perlu menyusun dan memberikan intervensi menu dalam bentuk Makanan Lewat Pipa (MLP) ataupun makanan saring. Selain itu, penderita juga dapat memperoleh asupan nutrisi dari pemberian infus. Berikut ini adalah zat gizi seimbang bagi penderita Tetanus: A. Karbohidrat Karbohidrat memegang peranan penting dalam alam karena merupakan sumber energi utama bagi manusia dan hewan yang harganya relatiif murah. Semua karbohidrat berasal dari tumbuh-tumbuhan. Karbohidrat dibagi dalam dua golongan, yaitu golongan karbohidrat komplek dan karbohidrat sederhana. Sumber karbohidrat adalah beras, beras merah, tepung meizena, tepung terigu, kentang, jagung, umbi, dan lain-lain. (Yunita Almatsier, 2016) B. Lemak Lemak merupakan salah satu dari tiga komponen zat gizi sebagai sumber energi bagi tubuh kita. Istilah lipida meliputi senyawa-senyawa heterogen, termasuk lemak dan minyak yang umum dikenal di dalam makanan. Lipida mempunyai sifat yang sama, yaitu larut dalam pelarut nonopolar, seperti etanol, eter, kloroform, dan benzena. Funsi lain dari lipida adalah sebagai alat angkut vitamin larut lemak, menghemat protein, memberi rasa kenyang dan lezat, sebagai pelumas, memelihara suhu tubuh, dan melindung organ tubuh. Contoh makanan sumber lipida adalah mentega, margarin, minyak, lemak hewan (lemak daging dan ayam), lemak biji-bijian dan lain-lain. (Yunita Almatsier, 2016)
13
C. Protein Protein adalah bagian dari semua sel hidup dan merupakan bagian terbesar tubuh sesudah air. Seperlima bagian tubuh adalah protein. Semua enzim, berbagai hormon, pengangkut zat-zat gizi dan darah, matriks intraseluler dan sebagainya adalah protein. Di samping itu, asam amino yang membentuk protein bertindak sebagai prekursor sebagian besar koenzim, hormon, asam nukleat, dan molekulmolekul esensial untuk kehidupan. Protein mempunyai fungsi khas yang tidak dapat digantikan oleh zat gizi lain, yaitu membangun serta memelihara sel-sel da jaringan tubuh. Selain itu protein juga berfungsi sebagai pembentukan antibodi, mengatur keseimbangan air, pemebntukan ikatan-ikatan esensial tubuh, sumber energi dan lain-lain. Bahan makanan hewanu merupakan sumber protein yang baik, dalam jumlah maupun mutu, seperti telur, susu, daging, unggas, ikan dan kerang, sedangakn sumber protein nabati adalah kacang-kacangan, tempe dan tahu. (Yunita Almatsier, 2016) D. Vitamin Vitamin adalah zat-zat orgnaik komplek yang dibutuhkan dalam jumlah sangat kecil dan umumnya tidak dapat dibentuk oleh tubuh. Oleh karena itu, harus didatangkan dari makanan. Vitamin termasuk kelompok zat pengatur pertumbuhan dan pemeliharaan kehidupan. Tiap vitamin mempunyai tugas sfesifik di dalam tubuh. Karena vitamin adalah zat organik maka vitamin dapat rusak karena penyimpanan dan pengolahan. Sumber vitamin adalah berbagi macam sayur dan buah. (Yunita Almatsier, 2016) E. Mineral Mineral dibutuhkan oleh manusia juga sama dengan vitamin, yaitu dibutuhkan dalam jumlah sedikit. Walaupun begitu, kebutuhan mineral sangatlah penting. Untuk lebih lengkapnya, berikut macam-macam mineral yang kita perlukan : 1) Garam Belerang (S) 2) Garam Besi (Fe) 3) Garam Dapur (NaCI) 4) Garam Yodium (I) 5) Garam Kalium (K) 6) Garam kalsium (Ca)
14
Garam besi (Fe) memiliki peran penting untuk membantu dalam proses pembentukan hemoglobin atau sel darah merah. Natrium (Na) serta kalium (K) juga memiliki peran penting untuk sistem saraf. Kalsium (Ca) mempunyai fungsi guna membantu dalam proses pembentukan tulang dan gigi. Kalsium dan Kalum berguna untuk proses pembekuan darah guna menghentikan pendarahan yang terjadi. Kekurangan salah satu dari mineral tersebut juga dapat menimbulkan beragam penyakit. Seperti, apabila kekurangan Iodium dapat mengakibatkan kekerdilan dan penyakit gondok, kekurangan zat besi dapat mengakibatkan anemia, dan lain sebagainya. (Yunita Almatsier, 2016) F. Air Air adalah zat pembangun bagi setiap sel pada tubuh. Setiap sel tanpa adanya air tidak dapat tumbuh. Air dapat diperoleh secara langsung dari berbagai jenis buah-buahan serta sayuran. Fungsi air yaitu untuk membantu mencerna makanan, membentuk cairan tubuh, serta mengangkut sisa pembakaran yang sudah tidak diperlukan tubuh. Kebutuhan air rata-rata bagi setiap orang sekitar 2 1/2 liter per hari yang diambil dari makanan serta minuman. Kekurangan air dapat mengakibatkan penyakit ginjal.(Yunita Almatsier, 2016)
15
Berikut adalah contoh diet menu makanan sehari bagi penderita tetanus HASIL PERHITUNGAN DIET Nama Makanan
Jumlah
energy
carbohydr.
beras putih giling
35 g
126,3 kcal
27,8 g
jagung kuning segar
30 g
32,4 kcal
7,5 g
labu kuning
30 g
11,7 kcal
2,6 g
kacang panjang mentah
30 g
10,5 kcal
2,4 g
bayam segar
30 g
11,1 kcal
2,2 g
40 g
85,6 kcal
0,0 g
40 g
79,6 kcal
6,8 g
100 g
82,9 kcal
21,8 g
Bubu manado saring
ayam bumbu kuning saring daging ayam bagian paha pepes tempe saring tempe kedele murni jus jeruk peras
Meal analysis: energy 440,1 kcal (21 %), carbohydrate 71,2 g (19 %)
Bubur saring beras putih giling
45 g
162,4 kcal
35,8 g
50 g
41,9 kcal
0,0 g
tempe kedele murni
40 g
79,6 kcal
6,8 g
gula aren
10 g
36,9 kcal
9,4 g
buncis mentah
35 g
12,2 kcal
2,8 g
wortel
30 g
10,8 kcal
2,4 g
kembang kool mentah
30 g
7,5 kcal
1,6 g
100 g
39,0 kcal
9,8 g
pepes gabus saring ikan gabus segar tempe bacem saring
bening sayur saring
pepaya saring pepaya
Meal analysis: energy 390,4 kcal (18 %), carbohydrate 68,5 g (18 %)
16
Bubur sumsum tepung beras ketan putih
70 g
252,6 kcal
55,7 g
gula aren
40 g
147,6 kcal
37,7 g
santan (kelapa dan air)
80 g
84,9 kcal
3,7 g
Meal analysis: energy 485,1 kcal (23 %), carbohydrate 97,0 g (26 %)
Bubur saring beras putih giling
40 g
144,4 kcal
31,8 g
50 g
41,9 kcal
0,0 g
tahu
50 g
38,0 kcal
0,9 g
tepung terigu
20 g
72,8 kcal
15,3 g
kacang panjang mentah
35 g
12,2 kcal
2,8 g
toge kacang hijau mentah
35 g
21,3 kcal
1,7 g
100 g
59,0 kcal
15,3 g
lele panggang saring ikan lele bola-bola tahu saring
bening kacang panjang saring
sari apel
Meal analysis: energy 389,7 kcal (18 %), carbohydrate 67,8 g (18 %)
Susu tepung susu skim gula pasir
100 g
368,1 kcal
51,5 g
15 g
58,0 kcal
15,0 g
Meal analysis: energy 426,1 kcal (20 %), carbohydrate 66,5 g (18 %)
17
HASIL PERHITUNGAN Zat Gizi
energy water protein fat carbohydr. dietary fiber
hasil analisis
rekomendasi
persentase
nilai
nilai/hari
pemenuhan
2131,5 kcal
1900,0 kcal
112 %
27,0 g
2700,0 g
103,7 g(19%)
48,0 g(12 %)
1% 216 %
30,3 g(12%)
77,0 g(< 30 %)
39 %
371,0 g(69%)
351,0 g(> 55 %)
106 %
17,2 g
30,0 g
57 %
alcohol
0,0 g
-
-
PUFA
8,3 g
10,0 g
83 %
95,6 mg
-
-
cholesterol Vit. A
527,1 µg
800,0 µg
66 %
carotene
0,0 mg
-
-
Vit. E
0,0 mg
-
-
Vit. B1
1,2 mg
1,0 mg
121 %
Vit. B2
2,1 mg
1,2 mg
178 %
Vit. B6
1,6 mg
1,2 mg
136 %
folic acid eq.
0,0 µg
-
-
Vit. C
134,3 mg
100,0 mg
134 %
sodium
675,2 mg
2000,0 mg
34 %
potassium
4073,9 mg
3500,0 mg
116 %
calcium
1819,1 mg
1000,0 mg
182 %
magnesium
439,0 mg
310,0 mg
142 %
phosphorus
1953,7 mg
700,0 mg
279 %
iron
11,6 mg
15,0 mg
78 %
zinc
10,8 mg
7,0 mg
155 %
18
DAFTAR PUSTAKA
Wibowo. dr. Tunjung. 2012. Tetanus Neonatorum. Anggraeni. dr. Alifah. 2012. Tetanus Neonatorum. Widoyono, dr. 2011. Penyakit Tropis Epidemiologi, Penularan, Pencegahan, dan Pemberantasan. Jakarta; Airlangga Setya, Herry YU dr. 2011. Tetanus. Cirebon; RSUD Aejawinangun Almatsier, Sunita. 2016. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta; PT Gramedia Pustaka Utama
http://pantanganmakananpenyakit52.blogspot.com/ https://www.honestdocs.id/tetanus https://id.wikipedia.org/wiki/Tetanus https://herrysetyayudha.wordpress.com/2011/11/02/tetanus/
19