PATOFISIOLOGI TBC
Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah
Disusun Oleh :
1. Syifa Nur Qobiddin ( A21801957 ) 2. Suminah
( A21801955 )
3. Taufiq Hidayat
( A21801958 )
4. Unaissatur Rofiah
( A21801959 )
5. Windra Bangun S
( A21801961 )
6. Wiwi Khasanah
( A21801962 )
7. Wiwin Hartini
( A21801963 )
PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN REGULER B15 KEBUMEN STIKES MUHAMMADIYAH GOMBONG 2019
LEMBAR PENGESAHAN
Makalah “PATOFISIOLOGI TBC” telah Diterima dan Disetujui oleh Pembimbing STIKES Muhammadiyah Gombong pada :
Hari/ Tanggal
:
Tempat
:
Maret 2019
Pembimbing
(
)
KATA PENGANTAR Pertama- tama marilah kita panjatkan puja dan puji syukur kepada Allah Yang Maha Esa yang telah menyayangi kami sehingga karya tulis ini dapat diselesaikan. Kami juga ingin mengucapkan terima kasih bagi seluruh pihak yang telah membantu kami dalam pembuatan karya tulis ini dan berbagai sumber yang telah kami pakai sebagai data dan fakta pada karya tulis ini. Kami mengakui bahwa kami adalah manusia yang mempunyai keterbatasan dalam berbagai hal. Oleh karena itu tidak ada hal yang dapat diselesaikan dengan sangat sempurna. Begitu pula dengan karya tulis ini yang telah kami selesaikan. Tidak semua hal dapat kami deskripsikan dengan sempurna dalam karya tulis ini. Kami melakukannya semaksimal mungkin dengan kemampuan yang kami miliki. Maka dari itu, kami bersedia menerima kritik dan saran dari pembaca yang budiman. Kami akan menerima semua kritik dan saran tersebut sebagai batu loncatan yang dapat memperbaiki karya tulis kami di masa datang. Dengan menyelesaikan karya tulis ini kami mengharapkan banyak manfaat yang dapat dipetik dan diambil dari karya ini.
Gombong, 05 Maret 2019 Penulis,
BAB 1 PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Tuberkulosis (TB) merupakan penyakit infeksi yang menyerang parenkim paru-paru yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis. (Somantri, 2007). Penyakit TB biasanya menular melalui udara yang tercemar dengan bakteri Mycobacterium tuberculosis yang dilepaskan pada saat penderita TB batuk. Sedangkan pada anak-anak sumber infeksi umumnya berasal dari penderita TB dewasa. Bakteri ini sering masuk dan berkumpul di dalam paru-paru dan berkembang biak menjadi banyak (terutama pada orang yang dengan daya tahan tubuh rendah), dan dapat menyebar melalui pembuluh darah atau kelenjar getah bening (Castillo, 2004). Penderita tuberkulosis di kawasan Asia terus bertambah. Sejauh ini, Asia termasuk kawasan dengan penyebaran tuberkulosis (TB) tertinggi di dunia. Hampir 10 tahun Indonesia menempati urutan ke-3 dalam hal jumlah penderita tuberkulosis (TB). Laporan WHO pada tahun 2009, peringkat Indonesia menurun ke posisi lima dengan jumlah penderita TBC sebesar 429 ribu orang. Lima negara dengan jumlah terbesar kasus insiden pada tahun 2009 adalah India, Cina, Afrika Selatan, Nigeria, dan Indonesia (WHO Global Tuberculosis Control, 2010). Di Indonesia, angka kematian akibat TB mencapai 140.000 orang per tahun atau 8 persen dari korban meninggal di seluruh dunia. Setiap tahun, terdapat lebih dari 500.000 kasus baru TB., dan 75 persen penderita termasuk kelompok usia produktif (Kompas, 2007). Meningkatnya penularan infeksi TB banyak dihubungkan dengan memburuknya kondisi sosial ekonomi, belum optimalnya fasilitas pelayanan kesehatan
masyarakat,
meningkatnya
jumlah
penduduk
yang
tidak
mempunyai tempat, tinggal, dan adanya epidemic dari infeksi HIV. Disamping itu daya tahan tubuh yang lemah atau turun, jumlah kuman memegang peranan penting dalam terjadinya infeksi TB (Depkes RI, 2006).
Penyakit ini ditandai dengan pembentukan granuloma pada jaringan yang terinfeksi. Komplikasi penyakit TB paru bila tidak ditangani dengan benar akan menimbulkan komplikasi seperti: pleuritis, efusi pleura, empisema, laryngitis dan TB usus. Upaya perawat adalah perawat selain sebagai care provider, tapi juga sebagai edukator. Sebagai pihak yang memberi pendidikan kesehatan pada klien. Dalam kasus Tuberculosis ada beberapa hal yang harus disampaikan pada penderita mengenai penyakit ini sehingga perawat bisa menjalankan perannya secara luas.
B. Rumusan Masalah 1.
Apa yang dimaksud TBC ?
2.
Apa Penyebab Penyakit TBC ?
3.
Bagaimana Gambaran TBC ?
C. Tujuan 1.
Tujuan Umum: Untuk mengetahui gejala patologis dari Tuberculosis paru.
2.
Tujuan Khusus: a.
Mampu mengetahui definisi tuberculosis paru
b.
Mahasiswa mengetahui etiologi penyakit tuberculosis paru
c.
Mahasiswa mengetahui patofisiologi penyakit tuberculosis paru
D. Sistematika Penulisan Makalah ini tersusun atas BAB I PENDAHULUAN, yang berisi latar belakang, rumusan masalah, tujuan penulisan, sistematika penulisan; BAB II PEMBAHASAN; BAB III PENUTUP yang berisi kesimpulan dan saran.
BAB II PEMBAHASAN
A. Anatomi Sistem Pernafasan 1.
Hidung Hidung merupakan saluran udara yang pertam, mempunyai 2 lubang ( kavum nasi) dipisahkan oleh sekat hidung (septum nasi 89) didalamnya tedapat bulu bulu yang berguna sebagai menyaring udara debu dan kotor kotaran yang masuk kedalam hidung. a.
Bagian luar dinding terdiri dari kulitt
b.
Lapisan tengah terdiri dari otot otot otot dan lubang rawan
c.
Lapisan dalam terdiri dari selaput lendir yang berlipat lipat yang dinamakan karang hidung (konka nasalis ) yang berjumlah 3 buah : 1) Konka nasalis inferior 2) Konka nasalis media 3) Konka nasalis superior
2.
Tekak (faring) Merupakan tempat persimpangan antara jalan pernafasan dan jalan makanan. Terdapat dibawah dasar tengkorak di belakang rongga hidung dan mulut, sebelah depan ruas tulang leher. Hubungan faring dengan organ organ lain : keatas berhubungan dengan rongga hidung , dengan perantara lubang hidung dengan perantara lubang lubang yang bernama koana. Dapat berhubungan dengan rongga mulut, tempat ubungan ini istmus fausim, rongga tekak dibagi dalam 3 bagian : a.
Bagian setelah atas yg sama tingginya dengan koara yang disebut nasofaring
b.
Bagian tengah yg sama tingginya dengan istmus fausim disebut orofaring
c.
Bagian bawah dinamakan laringofaring
3.
Pangkal tenggorok (laring) Merupakan saluran udara dan bertindak sebagai pembentuk suara, terletak didepan bagian faring sampai ketinggian pangkal tenggorokan itu dapat dituup oleh. Lempeng tenggorok yang disebut epiglotis, yang terdiri dari tulang tulang rawan yang berfungsi pada waktu kata menelan makanan menutupi laring.
4.
Batang tenggorok (trakea) Merupakan lanjutan dari laring yang dibentuk 16 sd 20 cicin yang terdiri dari tulang tulang rawan yang berbentuk seperti kuku kuda (huruf c) sebelah dalam diliputi oleh selaput lendir yang berbulugetar disebut sel ersilia, hanya bergerak kearah luar panjang trakea 9 – 11 cm dan dibelakang terdiri dari jaringan ika yang dilapisi oleh otot polos sedangkan tebalnya 2,5 cm
5.
Cabang tenggorokan (bronkus) Merupakan lanjutan dari trakea ada 2 buah yang terdapat pada ketinggian vertebra torakalis ke IV dan ke V mempunyai struktur serupa dengan trakea dan dilapisi oleh jenis sel yang sama bronkus kiri lebih panjang dan lebih ramping dari yang kanan, cang yang lebih kecil disbut bronkiolus. Pada bronkioli tak terdapat cicin lagi dan ujung bronkioli teradapat gelembung paru / gelembung hawa atau alveoli
6.
Paru paru Merupakan sebuah alat tubuh yang sebagian besar terdiri Dari gelembung gelembung. Gelembung gelembung alveoli ini terdiri dari sel sel epitel dan endotel. Pada lapisan ini terjadi pertukaran udara , O2 masuk kedalam darah dan CO2 dikeluarkan. Dari darah. Pada paru paru kanan terdiri dari 3 lobus sedangkan yang kiri terdiri dari 2 lobus.
B. Definisi Tuberculosis Paru Tuberculosis (TB) adalah penyakit infeksi menular yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis. Kuman batang aerobik dan tahan asam ini, dapat merupakan organisme patogen maupun saprofit. Basil tuberkel ini
berukuran 0,3x2 sampai 4 mm, ukuran ini lebih kecil daripada sel darah merah (Sylvia&Mary,2005). Tuberculosis paru-paru merupakan penyakit infeksi yang menyerang parenkim paru-paru yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis. Penyakit ini juga dapat menyebar ke bagian tubuh lain seperti meningen, ginjal, tulang, dan nodus limpe. (Sumantri, 2007).
C. Etiologi Tuberculosis Paru Penyebab dari penyakit tuebrculosis paru adalah terinfeksinya paru oleh micobacterium tuberculosis yang merupakan kuman berbentuk batang dengan ukuran sampai 4 mycron dan bersifat anaerob. Sifat ini yang menunjukkan kuman lebih menyenangi jaringan yang tinggi kandungan oksigennya, sehingga paru-paru merupakan tempat prediksi penyakit tuberculosis. Kuman ini juga terdiri dari asal lemak (lipid) yang membuat kuman lebih tahan terhadap asam dan lebih tahan terhadap gangguan kimia dan fisik. Penyebaran mycobacterium tuberculosis yaitu melalui
droplet
nukles, kemudian dihirup oleh manusia dan menginfeksi (Depkes RI, 2002).
D. Patofisiologi Tuberculosis Menurut (Somantri,Irman, 2008), infeksi diawali karena seseorang menghirup basil Mycobacterium tuberculosis. Bakteri menyebar melalui jalan napas menuju alveoli lalu berkembang biak dan terlihat bertumpuk. Perkembangan Mycobacterium tuberculosis juga dapat menjangkau sampai ke area lain dari paru (lobus atas). Basil juga menyebar melalui sistem limfe dan aliran darah ke bagian tubuh lain (ginjal, tulang dan korteks serebri) dan area lain dari paru (lobus atas). Selanjutnya sistem kekebalan tubuh memberikan respons dengan melakukan reaksi inflamasi. Neutrofil dan makrofag melakukan aksi fagositosis (menelan bakteri), sementara limfosit spesifik-tuberkulosis menghancurkan (melisiskan) basil dan jaringan normal. Infeksi awal biasanya timbul dalam waktu 2-10 minggu setelah terpapar bakteri.Interaksi antara Mycobacterium tuberculosis dan sistem kekebalan
tubuh pada masa awal infeksi membentuk sebuah massa jaringan baru yang disebut granuloma. Granuloma terdiri atas gumpalan basil hidup dan mati yang dikelilingi oleh makrofag seperti dinding. Granuloma selanjutnya berubah bentuk menjadi massa jaringan fibrosa. Bagian tengah dari massa tersebut disebut ghon tubercle. Materi yang terdiri atas makrofag dan bakteri yang menjadi nekrotik yang selanjutnya membentuk materi yang berbentuk seperti keju (necrotizing caseosa).Hal ini akan menjadi klasifikasi dan akhirnya membentuk jaringan kolagen, kemudian bakteri menjadi nonaktif. Menurut (Widagdo, 2011), setelah infeksi awal jika respons sistem imun tidak adekuat maka penyakit akan menjadi lebih parah. Penyakit yang kian parah dapat timbul akibat infeksi ulang atau bakteri yang sebelumnya tidak aktif kembali menjadi aktif, Pada kasus ini, ghon tuberkele mengalami ulserasi sehingga menghasilkan necrotizing caseosa di dalam bronkus. Tuberkel yang ulserasi selanjutnya menjadi sembuh dan membentuk jaringan parut. Paru-paru yang terinfeksi kemudian meradang, mengakibatkan timbulnya
bronkopneumonia,
membentuk
tuberkel,
dan
seterusnya.
Pneumonia seluler ini dapat sembuh dengan sendirinya. Proses ini berjalan terus dan basil terus difagosit atau berkembang biak di dalam sel. Makrofag yang mengadakan infiltrasi menjadi lebih panjang dan sebagian bersatu membentuk
sel
tuberkel
epiteloid
yang
dikelilingi
oleh
limfosit
(membutuhkan 10-20 hari). Daerah yang mengalami nekrosis dan jaringan granulasi yang dikelilingi sel epiteloid dan fibroblas akan memberikan respons berbeda kemudian pada akhirnya membentuk suatu kapsul yang dikelilingi oleh tuberkel.
E. Pathway Terinfeksi kuman TBC
Melalui droplet, basil memasuki saluran nafs Berkoloni di saluran nafas bawah hipertermi
serotonin Merangsang melanocortin di hipotalamus
anoreksia nutrisi kurang kurus
Pembuluh darah pecah
Haemaptoe
CEMAS
Keluarga bingung
Produksi secret
Sel t aktif
Bersihan jalan nafas tidak efektif
batuk
tuberkelel
HDR
kronis
Mengalami kalsifikasi
Gangguan body image
Iritasi bronkus
Inflamasi
Gangguan pola tidur
Eksudasi Kelelahan
Kavitasi kuman
Sembuh total Muncul ketika kondisi menurun Bosan dengan keadaan
dormant
komplikasi menyebar
Mengancam jiwa
pengobata n lama
Kurang Informasi
Psikis
Fisik
Benci dengan keadaan
Putus asa menolak
menyendiri Isolasi sosial
Kurang pengetahuan
Resiko menciderai diri
F. Cara Penularan Tuberculosis Mereka yang paling berisiko terpajan dengan basil adalah mereka yang tinggal berdekatan dengan orang yang terinfeksi aktif. Kelompok ini antara lain tunawisma yang tinggal di tempat penampungan yang terdapat kasus tuberculosis, serta anggota keluarga pasien. Anak-anak merupakan kelompok yang sangat rentan. Tenaga kesehatan yang merawat pasien tuberculosis, dan mereka yang menggunakan fasilitas klinik perawatan atau rumah sakit yang juga digunakan oleh penderita tuberculosis juga berisiko terpajan dan terjangkit penyakit TB. Di antara mereka yang terpajan basil, individu yang sistem imunnya tidak adekuat, seperti mereka yang kekurangan gizi, individu lanjut usia atau bayi dan anak-anak, individu yang mendapat obat imunosupresan, dan mereka yang mengidap virus imunodefisiensi manusia (HIV) kemungkinan besar akan terinfeksi.
G. Komplikasi Penyakit Tuberculosis
Penyakit TB paru apabila tidak ditangani dengan benar, akan menimbulkan komplikasi. Komplikasi dibagi menjadi komplikasi dini dan komplikasi lanjut. 1.
Komplikasi dini a.
Pleuritis Yaitu terjadinya inflamasi pada kedua lapisan pleura
b.
Efusi pleura Memecahnya kavitas TB dan keluarnya udara atau cairan yang masuk kedalam antara paru dan dinding dada
c.
Emfisema Pengumpulan cairan puluren (pus) dalam kavitas pleura, cairan yang dibentuk akibat penyakit paru pada orang dengan usia lebih lanjut
d.
Laringitis Terjadinya inflamasi pada laring yang disebabkan melalui peredaran darah
e.
Terjadinya penyebaran infeksi ke organ lain seperti usus, tulang dan otak
2.
Komplikasi lanjut a.
Hemoptisis (perdarahan dari saluran nafas dalam) yang dapat mengakibatkan
kematian
karena
syok
hipovolemik
atau
tersumbatnya jalan nafas. b.
Kolaps dari lobus akibat retraksi bronchial
c.
Bronkiectasis dan fibrosis pada paru yang disebabkan oleh karena tekanan balik akibat kerusakan paru
d.
Pneumotoraks spontan karena adanya kerusakan pada jaringan paru
e.
Penyebaran infeksi ke organ lain seperti otak, tulang, persendian, ginjal dan sebagainya
f.
Insufisiensi kardio pulmoner
H. Penatalaksanaan 1.
Pencegahan a.
Pemeriksaan kontak, yaitu pemeriksaan terhadap individu yang bergaul erat dengan penderita tuberculosis paru BTA positif
b.
Mass chest X-ray, yaitu pemeriksaan missal terhadap kelompok – kelompok populasi tertentu misalnya : karyawan rumah sakit, siswa – siswi pesantren
c.
Vaksinasi BCG
d.
Kemofolaksis dengan menggunakan INH 5 mg/kgBB selama 6 – 12 bulan dengan tujuan menghancurkan atau mengurangi populasi bakteri yang masih sedikit
e.
Komunikasi, informasi, dan edukasi tentang penyakit tuberculosis kepada masyarakat (Muttaqin, Arif, 2008)
2.
Pengobatan Tuberkulosis paru dapat diobati terutama dengan agen kemoterapi ( agen antituberkulosis ) selama periode 6 sampai 12 bulan. Lima medikasi garis depan yang digunakan adalah Isoniasid ( INH ), Rifampisin ( RIF ), Streptomisin ( SM ), Etambutol (EMB), dan Pirazinamid ( PZA ). Kapremiosin, kanamisin, etionamid, natrium paraaminosilat, amikasin, dan siklisin merupakan obat – obat baris kedua (Smeltzer, Suzzane C, 2001)
3.
Penatalaksanaan pada pasien Tuberkulosis Multi drug resistance Didefinisikan sebagai resistensi terhadap dua agen anti-TB lini pertama yang paling poten yaitu isoniazide (INH) dan rifampisin. MDR TB berkembang selama pengobatan TB ketika mendapatkan pengobatan yang tidak adekuat. Hal ini dapat terjadi karena beberapa alasan; Pasien mungkin merasa lebih baik dan menghentikan pengobatan, persediaan obat habis atau langka, atau pasien lupa minum obat. Awalnya resistensi ini muncul sebagai akibat dari ketidakpatuhan pengobatan. Selanjutnya transmisi strain MDR TB menyebabkan terjadinya kasus resistensi primer. Tuberkulosis paru dengan resistensi dicurigai kuat jika kultur basil tahan asam (BTA) tetap positif setelah terapi 3 bulan atau kultur kembali positif setelah terjadi konversi negatif. Directly observed therapy (DOTS) merupakan sebuah strategi baru yang dipromosikan oleh World Health Organization (WHO) untuk meningkatkan keberhasilan terapi TB dan mencegah terjadinya resistensi. (Soepandi, 2010). Menurut Subagyo (2013) Directly-observed treatment shortcourse chemotherapy (DOTS) adalah nama suatu strategi yang dilaksanakan di pelayanan kesehatan dasar di dunia untuk mendeteksi
dan menyembuhkan tuberkulosis. Kunci utama keberhasilan DOTS adalah keyakinan bahwa penderita TB meminum obatnya sesuai dengan yang telah ditetapkan dan tidak lalai atau putus berobat. Hal tersebut baru dapat dipastikan bila ada orang lain yang mengawasi saat penderita minum obat.
BAB III PENUTUP A. Kesimpulan Tuberculosis paru merupakan penyakit infeksi menular
yang
menyerang parenkim paru-paru yang disebabkan oleh Myobacterium Tuberculosis. . Kuman batang aerobik dan tahan asam ini, dapat merupakan organisme patogen maupun saprofit. Basil tuberkel ini berukuran 0,3x2 sampai 4 mm, ukuran ini lebih kecil daripada sel darah merah. . Penyakit ini juga dapat menyebar ke bagian tubuh lain seperti meningen, ginjal, tulang, dan nodus limpe. Gejalanya dimulai dengan demam rendah, keletihan, anoreksia, penurunan berat badan, keringat malam, nyeri dada, dan batuk menetap, batuk non-produktif pada awalnya, dapat berlanjut sampai sputum mukopuluren dengan hemoptisis. Pencegahan penyakit tuberculosis paru yaitu dengan pemeriksaan terhadap individu yang berdekatan erat dengan penderita tuberculosis paru BTA positif. Pemeriksaan meliputi test tuberkulin, klinis dan radiologis. Bila test tuberkulin positif, maka pemeriksaan radiologis foto thoraks diulang pada 6 dan 12 bulan mendatang. Bila masih negatif diberikan BCG vaksinasi. Bila positif, berarti terjadi konversi hasil test tuberkulin dan diberikan kemoprofilaksis.
B. Saran Adapun saran yang dapat kami berikan setelah mengetahui penyakit tuberculosis paru adalah kita sebagai tenaga keperawatan dapat lebih menjaga kesehatan kita yaitu dengan selalu menjaga kebersihan lingkungan dan menjaga kesehatan. Selain itu, pendidikan atau penyuluhan kesehatan perlu di tingkatkan dan dilaksanakan secara intensif kepada individu, keluarga, kelompok masyarakat, tentang cara penularan dan cara pencegahan tuberculosis paru. Mengingat penyakit ini adalah penyakit menular yang sangat berbahaya dan angka kematian cukup tinggi.
Daftar Pustaka Doenges, M.E.(2000). Rencana Asuhan Keperawatan. (Edisi 3). Jakarta: EGC Depkes RI. (2002). Pedoman pemberantasan penyalit saluran pernafasan akut. Jakarta: Departemen Kesehatan RI. Mansjoer, A. (2000). Kapita Selekta Kedokteran. (Edisi 3), Jilid 1. Jakarta: Media Aesculapius. Price, S.A & Wilson, L.M. (2005).Patofisiologi. (Edisi 6). Jakarta: EGC Somantri,Irman. (2008). Keperawatan Medikal Bedah: Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Ganggua Sistem pernapasan / Irman Somantri. Jakarta: Salemba Medika. Widagdo. (2011). Masalah dan Tatatlaksana Penyakit Infeksi pada Anak. Jakarta : Sagung Seto.