A. Patofisiologi Penularan terjadi karena kuman dibatukan atau dibersinkan keluar menjadi drooflet nuclei dalam udara. Partikel infeksi ini dapat menetap dalam udara bebas selama 12 jam, tergantung ada atau tidaknya sinar ultraviolet, dan ventilasi yang baik dan kelembaban. Dalam suasana yang gelap dan lembab kuman dapat betahan sampai berhari-hari bahkan berbulan –bulan, bila partikel ifeksi ini terhisap oleh orang yang sehat akan menempel pda alveoli kemudian partikel ini akan berkembang bisa sampai puncak apeks paru sebelah kanan dan kiri dan dapat pula keduanya dengan melewati pembuluh limfe, basil berpindah ke bagian paru-paru yang lain atau jaringan tubuh lain. Setelah infeksi akan menyebar melalui sirkulasi, yang pertama terangsang adalah limfokinase, yaitu akan dibentuk lebih banyak untuk merangsang mcrofage, berkurang tidaknya jumlah kuman tergantung pada jumlah macrophage. Karena fungsinya adalah membunuh kuman/basil. Apabila proses ini berhasil & macrophage lebih banyak maka klien akan sembuh dan daya tahan tubuhnya akan meningkat. Tetapi apabila kekebalan tubuhnya menurun maka kuman tadi akan bersarang di dalam jaringan paru-paru dengan mebentuk tuberkel. Tuberkel lama-lama akan bertambah besar dan bergabung menjadi satu dan lama-lama timbul perkejuan di tempat tersebut. Apabila jaringan yang nekrosis dikeluarkan saat penderita batuk yang menyebabkan pembuluh darah pecah, maka klien akan batuk darah. (Bararah&Jauhar, 2013) B. Penatalaksanaan medis Penatalaksanaan medis tuberculosis dibagi menjadi 2 bagian yaitu pencegahan dan pengobatan a. Pencegahan Tuberkulosis 1. Pemeriksaan kontak pemeriksaan ini diberikan kepada individu yang sering kontak dengan penderita tuberculosis positif, pemeriksaan meliputi tes tuberculin, klinis dan radiologi. Bila hasil positif maka dilakukan foto torax setelah 6 bulan pertama dan selanjutya setelah 12 bulan. Ika hasilnya masih positif diberika vaksinasi BCG untuk pencegahan penularan dari penderita. Bila hasilnya positif diberikan kemoproofilaksis.
2. Mass Chest X-Ray, yaitu pemeriksaan masal terhadap kelompok-kelompok tertentu. Misalnya pada petugas kesehatan, penghuni tahanan ataupun penghuni pesantren. 3. Vaksinasi BCG 4. Kemoprofilaksis dengan tujuan menghancurkan atau mengurangipopulasi bakteri yang masih sedikit. Ini biasa dilakukan pada bayi yang menyusu pada ibu yang TBC positif. 5. Komunikasi informasi, dan edukasi (KIE) tentang penyakit tuberkuloosis kepada masyarakat di tingkat puskesmas maupun di tingkat rumah sakit oleh petugas pemerintah maupun petugas LSM (misalnya perkumpulan pemberantas tuberculosis) b. Pengobatan pada penderita TB, bertujuan untuk mengobati paenderita TB positif, selain mengobati juga mencegah kematian, kekambuhan, dan resistensi terhadap OAT. Serta memutuskan mata rantai penularan. Pengobatan tuberculosis dibagi menjadi 2 fase yaitu: 1. Fase intensif (2-3 bulan ) 2. Fase Lanjutan (4-7 bulan ) Panduan obat diberikan yang digunakan terdiri dari obat utama dan obat tambahan. Jenis obat utama yang digunakan sesuai dengan rekomendasi WHO adalah Rifampisin, isoniazid, pirazinamid, , dan etambutol (Muttain, 2011) a. Isoniazid (INH) Dengan dosis 5mg/kgBB P.O Efek samping: peripheral neuritis, hepatitis dan hipersensitifitas b. Ethambutol hydroochloride (EMB) Dosis dewasa: 15mg/kgBB PO, untuk pengobatan ulang mulai dengan 25 mg/kgBB/hari selama 60 hari. Kemudian diturunkan sampai 15mg/kgBB/hari Dosis Anak 6-12 tahun:10-15 mg/kgBB/hari Efek samping: optic neuritis (bisa sampai buta) dan skin rash c. Rifampisin (RFP) Dosis 10 mg/kgBB/Hari PO Efek samping: hepatitis, reaksi demam, purpura, nausea, dan vomiting d. Pirazinamid (PZA) Dosis: 15-30 mg/kgBB/hari PO
Efek samping : hiperurikemia, hepatotoksisitas, skin rash, atralgia, dan distress gastrointestinal. (Somatri, 2010) C. Gejala Penyakit Tbc
Gejala penyakit TBC dapat dibagi menjadi gejala umum dan gejala khusus yang timbul sesuai dengan organ yang terlibat. Gambaran secara klinis tidak terlalu khas terutama pada kasus baru, sehingga cukup sulit untuk menegakkan diagnosa secara klinik. a. Gejala sistemik/umum: •
Batuk-batuk selama lebih dari 3 minggu (dapat disertai dengan darah)
•
Demam tidak terlalu tinggi yang berlangsung lama, biasanya dirasakan malam hari disertai keringat malam. Kadang-kadang serangan demam seperti influenza dan bersifat hilang timbul
•
Penurunan nafsu makan dan berat badan
•
Perasaan tidak enak (malaise), lemah
b. Gejala khusus: •
Tergantung dari organ tubuh mana yang terkena, bila terjadi sumbatan sebagian bronkus (saluran yang menuju ke paru-paru) akibat penekanan kelenjar getah bening yang membesar, akan menimbulkan suara “mengi”, suara nafas melemah yang disertai sesak.
•
Kalau ada cairan dirongga pleura (pembungkus paru-paru), dapat disertai dengan keluhan sakit dada.
•
Bila mengenai tulang, maka akan terjadi gejala seperti infeksi tulang yang pada suatu saat dapat membentuk saluran dan bermuara pada kulit di atasnya, pada muara ini akan keluar cairan nanah.
•
Pada anak-anak dapat mengenai otak (lapisan pembungkus otak) dan disebut sebagai meningitis (radang selaput otak), gejalanya adalah demam tinggi, adanya penurunan kesadaran dan kejang-kejang.
Pada pasien anak yang tidak menimbulkan gejala, TBC dapat terdeteksi kalau diketahui adanya kontak dengan pasien TBC dewasa. Kira-kira 30-50% anak yang kontak dengan penderita TBC dewasa memberikan hasil uji tuberkulin positif. Pada anak usia 3 bulan – 5 tahun yang tinggal serumah dengan penderita TBC paru dewasa dengan BTA positif, dilaporkan 30% terinfeksi berdasarkan pemeriksaan serologi/darah. (WERDHANI)
Jauhar, T. B. (2013). Asuhan Keperawatan: Panduan Lengakap Menjadi Perawat Profesional jilid 1. Jakarta : Prestasi Pustaka Jakarta. Muttain, A. (2011). Asuahn Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem Pernafasan. Jakarta: Salemba Medika. Somatri, I. (2010). Keprawatan Medikal Bedah Asuhan keperawatan pada Pasien dengan Gangguan Sistem Pernafasan . Jakarta: Salemba Medika. WERDHANI, R. A. (n.d.). PATOFISIOLOGI, DIAGNOSIS, DAN KLAFISIKASI. Departemen Ilmu Kedokteran Komunitas, Okupasi, dan Keluarga, 1-18.