SENSORINEURAL HEARING LOSS Adanya hipertensi akan mengakibatkan iskemia yang disebabkan spasme pembuluh darah atau karena proses arteriosklerosis sehingga lumen dari pembuluh darah menjadi sempit, dan otot dari lapisan media menjadi atrofi. Penyempitan lumen pembuluh darah ini menyebabkan penurunan perfusi jaringan dan penurunan kemampuan sel otot untuk beraktivitas, selanjutnya akan terjadi hipoksia jaringan yang menyebabkan kerusakan sel-sel rambut. Mekanisme inilah yang dianggap sebagai penyebab gangguan pendengaran sensorik pada hipertensi. Pada penelitian binatang dibuktikan terdapat peninggian rata-rata kehilangan sel rambut koklea pada tikus diabetik hipertensi jika dibandingkan degan tikus diabetik normotensi dan tikus non diabetik normotensi.
Pada hipertensi endolimfatik seperti pada penyakit meniere dapat terjadi tinitus pada nada rendah atau tinggi sehingga terdengar bergemuruh atau berdengung. Gangguan ini disertai dengan tuli sensorineural dan vertigo. Gangguan vaskuler koklea terminal yang terjadi pada pasien yang stres akibat gangguan keseimbangan endokrin, seperti menjelang menstruasi, hipometabolisme atau saat hamil, dapat timbul tinitus dan gangguan tersebut akan hilang bila keadaanya normal kembali.
Pada hipertensi kronik dapat terjadi trombosis, emboli, vasospasme, yang tentunya dapat terjadi dengan adanya faktor lipid yang kurang baik pula. Reduksi dari oksigenasi pada koklea sangat berpengaruh pada hambatan vaskularisasi ini. 1Akibat adanya hambatan pada vaskularisasi koklea ini, dapat terjadi iskemia koklea yang pada akhirnya dapat mengakibatkan terjadinya kehilangan pendengaran tuli sensorineural dan tinnitus.
PRESBYCUSIS Presbiakusis adalah gangguan pendengaran sensorineural pada usia lanjut akibat proses degenerasi organ pendengaran yang terjadi secara perlahan dan simetris pada kedua sisi telinga. Presbiakusis adalah penurunan pendengaran yang mengiringi proses penuaan, pada audiogram
1
Dewi Ade Yasinta, Hikmallah M Nurman, Utami Sukandriani. 2017. Hubungan Hipertensi dengan Gangguan Pendengaran Sensorineural pada Pasien Rawat Jalan di Poliklinik Telinga Hidung Tenggorokan di RSUD Provinsi NTB Tahun 2014-2017. Fakultas Kedokteran Universitas Islam Al-Azhar.
terlihat gambaran penurunan pendengaran bilateral simetris yang mulai terjadi pada nada tinggi dan bersifat sensorineural, tidak ada kelainan yang mendasari selain proses menua secara umum.
Presbiakusis dapat terjadi akibat perubahan degenerasi pada telinga dalam yang mengakibatkan penurunan sel ganglion nukleus kohlea ventral, genikulatum medial, dan olivari superior kompleks yang mengakibatkan penurunan fungsi sel. Selain itu juga dapat terjadi akumulasi produk metabolisme dan penurunan aktifitas enzim yang berperan dalam penurunan fungsi sel.
Faktor yang mempengaruhi terjadinya presbiakusis antara lain usia, jenis kelamin, genetik, hipertensi, diabetes melitus, hiperkolesterol, paparan bising, dan merokok. Secara genetik terdapat gen yang berperan terhadap presbiakusis, yaitu C57BL/6J merupakan protein pembawa mutasi dalam gen cadherin 23 (Cdh23) yang mengkode komponen ujung sel rambut kohlea. Pada jalur intrinsik sel mitokondria mengalami apoptosis strain C57BL/6J mengakibatkan penurunan pendengaran. Schuknecht membagi klasifikasi presbiakusis menjadi 4 jenis: sensoris (sel rambut luar), neural (sel ganglion), metabolik (atrofi stria vaskularis), dan konduksi kohlear (kekakuan membrane basilaris). Tipe sensoris menunjukkan atrofi epitel disertai hilangnya sel-sel rambut dan sel penyokong organ korti. Ciri khas tipe presbiakusis sensoris adalah terjadi penurunan pendengaran secara tiba-tiba pada frekuensi tinggi (slooping). Gambaran khas konfigurasi jenis sensori adalah tipe noise-induced hearing loss (NIHL), banyak pada laki-laki dengan riwayat bising. Tipe neural memperlihatkan atrofi sel-sel saraf di kohlea dan jalur saraf pusat. Pada audiometri tampak penurunan pendengaran sedang yang hampir sama untuk seluruh frekuensi. Tipe metabolik terjadi atrofi pada stria vaskularis di apeks kohlea. Pada audiometri tampak penurunan pendengaran dengan gambaran flat pada seluruh frekuensi. Tipe konduksi kohlear/mekanikal disebabkan gangguan gerakan mekanis di membran basalis. Gambaran khas audiogram yaitu menurun dan simetris (skiloop).2
2
Fatmawati Rikha, Dewi Yussy Afriani. 2016. Karakteristik Penderita Presbiakusis di Bagian Ilmu Kesehatan THT-KL RSUP DR. Hasan Sadikin Bandung Periode Januari 2012 - Desember 2014. Vol 1. No 4. Departemen Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Bedah Kepala dan Leher Fakultas Kedokteran. Universitas Padjadjaran/ Rumah Sakit Hasan Sadikin Bandung.
OTITIS MEDIA SUPURATIF KRONIK (OMSK) Otitis media supuratif kronik (OMSK) merupakan proses peradangan yang disebabkan oleh infeksi mukoperiosteum dalam rongga telinga tengah yang ditandai oleh perforasi membran timpani. Otitis media supuratif kronik (OMSK) merupakan proses peradangan yang disebabkan oleh infeksi mukoperiosteum pada rongga telinga tengah yang ditandai oleh perforasi membran timpani disertai dengan keterlibatan mukosa telinga tengah dan juga rongga pneumatisasi di daerah tulang temporal, keluarnya sekret yang terus menerus atau hilang timbul, dan dapat menyebabkan perubahan patologik yang permanen.
Otitis media supuratif kronik terbagi atas dua bagian berdasarkan ada tidaknya kolesteatom yaitu OMSK benigna dan maligna. OMSK benigna adalah proses peradangan yang terbatas pada mukosa, tidak mengenai tulang, peforasi terletak di sentral, dan tidak terdapat kolesteatom. Umumnya OMSK tipe ini jarang menimbulkan komplikasi yang berbahaya. OMSK maligna ialah peradangan yang disertai kolesteatom dan perforasi membran timpani biasanya terletak di marginal atau atik. Sebagian besar komplikasi yang berbahaya dapat timbul pada tipe ini.
Insiden OMSK bervariasi di setiap negara berkembang. Secara umum, insiden dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti ras dan faktor sosioekonomi. Kehidupan sosioekonomi yang rendah, lingkungan kumuh dan status kesehatan serta gizi yang buruk merupakan faktor resiko yang mendasari peningkatan prevalensi OMSK di negara berkembang.3
OTORRHEA Fraktur fossa media adalah fraktur melalui os petrous yang memanjang ke telinga tengah dapat menyebabkan otorrhea jika membran timpani robek, atau ditemukannya otorhinorrhea jika kebocoran terjadi melalui tuba eustachius ke nasofaring. Antara 70-90 % fraktur os temporal sejajar dengan sumbu panjang dari petrous ridge yang dapat merusak tulang pendengaran sehingga mengakibatkan gangguan pendengaran konduktif dan gangguan N.VII. transversal 10-
3
Pangemanan Debora M, Palandeng Oraetlabor I, P Pelealu Olivia C. 2018. Otitis Media Supuratif Kronik di Poliklinik THT-KL RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado Periode Januari 2014 – Desember 2016. Vol 6. No 1. Program Studi Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran Universitas Sam Ratulangi Manado Bagian Ilmu THT-KL. Fakultas Kedokteran Universitas Sam Ratulangi Manado.
30% sering dihubungkan dengan de
sit N.VIII, gangguan saraf sensorik pendengaran, dan
parese wajah.4
NOISE INDUCED HEARING LOSS (NIHL) Kebisingan di lingkungan kerja yang melebihi Nilai Ambang Batas (NAB) dapat menyebabkan efek pada pendengaran maupun pada bukan pendengaran. Dampak yang paling parah adalah ketulian secara permanen atau disebut Noise Induced Hearing Loss (NIHL) (Nelson dkk., 2005).
Pendengaran yang normal dapat menerima suara yang dihantarkan ke telinga dengan baik. Proses mendengar ditimbulkan oleh gelombang suara yang kecepatan dan volumenya berbedabeda. Gelombang suara bergerak melalui rongga telinga luar yang menyebabkan membran timpani bergetar. Getaran tersebut diteruskan ke inkus dan stapes melalui maleus yang terkait dengan membran tersebut. Tulang tersebut bergetar dan menyebabkan getaran diperbesar dan disalurkan ke fenestra vestibuler menuju perilimfe. Getaran kemudian dialihkan melalui membran menuju endolimfe dalam saluran koklea dan rangsangan mencapai ujung saraf dalam organ korti selanjutnya dihantarkan menuju otak (Syaifuddin, 2006). Ketika pekerja terpapar bising terus menerus, maka saraf pendengarannya akan mengalami kerusakan secara perlahan dan menyebabkan NIHL (Harrianto, 2008).
Ketulian akibat paparan bising terjadi setelah beberapa tahap, yaitu: tahap pertama yang timbul setelah 10 – 20 hari terpapar bising; tahap kedua mulai muncul keluhan telinga berbunyi namun tidak selalu muncul terus menerus. Tahap ini dapat berlangsung selama berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun; tahap ketiga tenaga kerja mulai mengalami gangguan pendengaran karena mulai tidak dapat mendengar beberapa bunyi terutama bila ada suara lain dan tahap keempat; Noise Induced Hearing Loss (NIHL) terjadi secara jelas (Harrianto, 2008).
Paparan bising juga dapat menyebabkan tinitus atau telinga terasa berdenging, berdesis maupun bunyi klik. Hal ini dapat menjadi tahap awal terjadinya ketulian akibat bising. Keluhan tinitus
4
Sastrawan Agus Dwi, Sjamsudin Endang, Faried Ahmad. 2017. Penatalaksanaan Eergensi pada Trauma Oromaksilofasial disertai Fraktur Basis Kranii Anterior. Vol 3. No 2. Majalah Kedokteran Gigi Indonesia.
dapat dialami oleh sebesar 50% dari 90% orang yang terpapar bising secara kronis dan dapat menyebabkan gangguan tidur, kecemasan, stress dan gangguan lainnya yang memengaruhi kualitas hidup seseorang (WHO, 2011). Tinitus juga dapat dialami oleh orang yang audiogramnya normal (Fioretti dkk, 2013).5
5
Syah Putri Berliana, Keman Soedjajadi. 2017. Pengaruh Penggunaan Pelindung Telinga dan Earphone terhadap Noise Induced Hearing Loss dan Tinitus pada Pekerja Bengkel. Vol 9. No 1. Jurnal Kesehatan Masyarakat. Departemen Kesehatan Lingkungan Fakultas Kesehatan Masyarakat. Universitas Airlangga.
DAFTAR PUSTAKA
Dewi Ade Yasinta, Hikmallah M Nurman, Utami Sukandriani. 2017. Hubungan Hipertensi dengan Gangguan Pendengaran Sensorineural pada Pasien Rawat Jalan di Poliklinik Telinga HidungTenggorokan di RSUD Provinsi NTB Tahun 2014-2017. Fakultas Kedokteran Universitas Islam Al-Azhar. Diakses dari http://ejournal.unizar.ac.id/index.php/kedokteran/article/view/74, tanggal 29 Maret 2019.
Fatmawati Rikha, Dewi Yussy Afriani. 2016. Karakteristik Penderita Presbiakusis di Bagian Ilmu Kesehatan THT-KL RSUP DR. Hasan Sadikin Bandung Periode Januari 2012 – Desember 2014. Vol 1. No 4. Departemen Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Bedah Kepala dan Leher. Fakultas Kedokteran. Universitas Padjadjaran/ Rumah Sakit Hasan Sadikin Bandung. Diakses dari http://jurnal.unpad.ac.id/jsk_ikm/article/view/10381/4745, tanggal 29 Maret 2019.
Pangemanan Debora M, Palandeng Oraetlabor I, P Pelealu Olivia C. 2018. Otitis Media Supuratif Kronik di Poliklinik THT-KL RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado Periode Januari 2014 – Desember 2016. Vol 6. No 1. Program Studi Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran Universitas Sam Ratulangi Manado Bagian Ilmu THT-KL. Fakultas Kedokteran Universitas Sam Ratulangi Manado. Diakses dari https://ejournal.unsrat.ac.id/index.php/eclinic/article/view/19500/19050, tanggal 29 Maret 2019.
Sastrawan Agus Dwi, Sjamsudin Endang, Faried Ahmad. 2017. Penatalaksanaan Eergensi pada Trauma Oromaksilofasial disertai Fraktur Basis Kranii Anterior. Vol 3. No 2. Majalah Kedokteran Gigi Indonesia. Diakses dari https://journal.ugm.ac.id/mkgi/article/view/12606/18832, tanggal 29 Maret 2019.
Syah Putri Berliana, Keman Soedjajadi. 2017. Pengaruh Penggunaan Pelindung Telinga dan Earphone terhadap Noise Induced Hearing Loss dan Tinitus pada Pekerja Bengkel. Vol 9. No 1. Jurnal Kesehatan Masyarakat. Departemen Kesehatan Lingkungan Fakultas
Kesehatan Masyarakat. Universitas Airlangga. Diakses dari https://e journal.unair.ac.id/JKL/article/view/9148/5147, tanggal 29 Maret 2019.