PATOFISIOLOGI SEPSIS
Komponen reaksi sepsis terdiri dari host dan faktor bakteri, sitokin dan mediator lain, elemen seluler dan protein hemostatik. Patofisiologi sepsis dibagi menjadi 5 tahapan oleh Bone, antara lain :1). Adanya infeksi, 2). Munculnya respon sistemik, 3). Menghancurkan respon sistemik, 4). Kompensasi respon antiinflamasi, 5). Kegagalan immunomodulator. Untungnya, melalui proses evolusi secara alami melindungi faktor host untuk mikroorganisme yang invasif. Perlindungan Faktor Host Resistensi terhadap infeksi merupakan hasil dari faktor host. Barrier epitel merupakan pertahanan penting yang pertama. Barier ini bisa dipecahkan oleh trauma tembus atau oleh perubahan pertahanan mukosa sebagai akibat dari adanya toksin atau perubahan hemodinamik. Faktor-faktor yang juga mencegah infeksi lokal terdiri dari aliran mucosilia, pH cairan tubuh, volume urine, sekresi immunoglobulin, dan lain-lain. Status imun dari host penting dipertimbangkan. Status imun pasien dengan infeksi Human Immunodeficiency Virus tipe-1 (HIV-1) harus diketahui. Infeksi umumnya pada pecandu alkohol, penderita malnutrisi, populasi kanker dan pada pasien dengan Diabetes Mellitus. Predisposisi infeksi pada pasien dengan hasil diabetes didapat hiperglikemia yang disebabkan oleh disfungsi leukosit polimorfonuklear.
dari
Sebagai
tambahan, pasien memiliki sel yang rusak dan aktivasi limfosit. Penelitian menunjukkan darah dan isolasi monosit dari wanita dengan indikasi diabetes bahwa mereka mengeluarkan seluruh sitokin proinflamasi dengan konsentrasi rendah diikuti pemaparan dari lipopolisakarida (LPS) dari yang dikontrol.
Faktor genetik host bisa juga
memainkan peranan itu. Contohnya, polimorfik genom dengan tumor nekrosis faktor (TNF) mempengaruhi tempat konsentrasi TNF-α dan akibat pasien dengan sepsis berat. Pada akhirnya, jenis kelamin juga berpengaruh pada insidens dan mortalitas pada sepsis yang berat.. Perbedaan jenis kelamin bisa karena fungsi androgen- menginduksi imunodepresi dan perbedaan letak infeksi antara jenis kelamin.
Patogen Faktor Mikrobial Bakteri memiliki faktor virulensi yang membantu untuk pembentukan infeksi dan membantu menentukan beratnya infeksi. Kemampuan beberapa jenis Escherichia coli menginfeksi traktus urinarius terjadi ketika bentuk permanen bakteri berikatan pada epitel. Pada traktus urinarius bagian bawah, terjadi saat subtipe E.coli yaitu tipe 1 pili terikat pada protein Tamm-Horsfall pada lapisan uroepitelium. Pada traktus urinarius bagian atas, jenis E.coli yang memproduksi pielonefritis mempunyai
P pili yang
melekat pada antigen kelompok darah P oleh sel pada pelvis renalis. Melekat dan resistensi fagositosis bisa juga hasil dari mukoprotein ekstraseluler yang diproduksi oleh mikroorganisme.
Biofilm polisakarida disintesis oleh staphylococcus epidermidis
berkolonisasi pada kateter intravena secara signifikan menambah resistensi pada antibiotik.
Bakteri juga memproduksi protein untuk membantu menentukan nidus
infektif dan penyebaran. Protein ini termasuk hyaluronidase, kolagen, koagulasi staphylococus, fosfolipase, dan lain-lain. Imunopatogenesis infeksi Gram-negatif dan Gram-positif secara signifikan berbeda pada beberapa aspek Faktor Yang Mempengaruhi Gram-Negatif Dinding sel bakteri Gram-negatif terdiri dari bagian dalam terdapat lapisan ganda fosfolipid yang dikelilingi protein transport dan lapisan luar dibentuk oleh lipoprotein, LPS, protein membran luar dan kapsul polisakarida. Terdapat bukti persuasif, bahwa komponen lipid A dari endotoksin merupakan elemen terpenting yang bertanggung jawab pada berbagai manifestasi sepsis berat pada pasien dengan infeksi Gram-negatif.
Pada
pasien dengan Meningococcemia, level plasma endotoksin berhubungan baik dengan perkembangan dari Sindrom Disfungsi Organ Multipel (MODS) dan kematian. Pada pasien dengan infeksi Gram-negatif tipe lain, adanya endoksemia berhubungan erat dengan perkembangan dari MODS dan mortalitas. Endotoksemia bisa juga terjadi jika bakteri gram-negatif tersebut tidak ada dan pada pasien dengan sepsis gram-positif. Pada akhirnya, kemungkinan munculnya kembali efek yang merugikan pada aliran darah lien dengan translokasi bakteri gram-negatif dan atau endotoksin dari usus menuju aliran darah.
Faktor Yang Mempengaruhi Gram-Positif Dinding sel bakteri Gram-positif terdiri dari lapisan tebal peptidoglycan yang berisi asam kethoid dan asam lipokethoid. Sebagai tambahan, kebanyakan organisme ini mempunyai struktur ekstraseluler tambahan terdiri dari kelompok karbohidrat spesifik, protein permukaan dan kapsul polisakarida. Komponen dinding sel Gram-positif mampu memicu beberapa aksi endotoksin yang terdiri dari meningkatnya regulasi produksi sitokin oleh fagosit mononuclear. Bagaimanapun, gambaran klinis dari hal ini tidak diketahui. Patogenesis organisme Gram-positif banyak menghasilkan eksotoksin. Toksin ini termasuk eksotoksin clostridial seperti toksin A dan B dari Clostridium difficile dan enterotoksin dari S.aureus. Bagaimanapun, lebih penting pada pasien dengan sindrom sepsis adalah eksotoksin yang berfungsi sebagai superantigen. Superantigen tidak berinteraksi dengan kompleks
histokompatibility major (MHC) atau reseptor T-sel
(TCR) pada model konvensional. Sebagai pengganti, mereka mengikat pada rangkaian molekul MHC dan TCRs bagian luar dengan ikatan antigen normal. Akibatnya, mereka dapat menghasilkan aktivasi masif dari sel T yang independen dimana antigenik yang spesifik dari individual populasi T sel. Aliran balik sitokin dapat menghasilkan suatu gejala klinis. Sebagai contoh adalah syok toksik sindrom yang dihasilkan dari syok toksik sindrom toksin 1 ( TSST-1) dari S. aureus Faktor Jamur Pada survey di 49 Rumah Sakit di USA, Candida spp, merupakan empat terbanyak penyebar infeksi nosokomial pada aliran darah dan rata-rata mortalitasnya 40%. Pada Program Survey Infeksi Nosokomial Nasional dilaporkan bahwa dari tahun 1992 sampai 1997, Candida spp, diisolasi dari 11 % pasien dengan infeksi aliran darah. Organisme komensal yang normal bisa menjadi patogen, perubahan imunitas host sangat penting dibandingkan faktor pengaruh jamur spesifik. Faktor resiko untuk Candidiasis invasif terdiri dari iatrogenik dan faktor host ( Tabel 4 ). Diantara faktor iatrogenik yang paling penting adalah meningkatnya penggunaan
antibiotik
dan
meningkatnya
penggunaan alat dan prosedur invasif. Antibiotik menekan flora normal dan memberikan Candida untuk berproliferasi terutama pada traktus gastrointestinal. Krause,dkk
mendemonstrasikan pentingnya candidemia pada traktus Gastrointestinal. Meskipun ada penyakit yang tidak dapat dikenali, kandidemi dan kandiduri menjadi investigator setelah meminum suspensi yang mengandung mikroorganisme yang besar. Kateter polyetilen dan intravaskular juga melengkapi masuknya aliran darah. Monosit, neutrofil dan eosinofil mempunyai aktivitas anti-candida. Aktivitas ini ditekan pada pasien dengan defisiensi myeloperoxidase dan pasien dengan level rendah ( misalnya immunoglobulin, komplemen ). Sebagai ilustrasi, pasien dengan acquired immunodeficiency syndrome (AIDS), sel-T juga berperan penting melindungi dari infeksi Candida. Imunitas Bawaan : Kunci Peranan dalam Patogenesis Sepsis Sistem imun mempunyai komponen adaptif dan bawaan. Komponen adaptif terdiri dari sel-B dan sel-T. Setiap limfosit B- atau T- menunjukkan struktur reseptor khusus, spesifik untuk antigen tunggal. Saat limfosit bertemu dengan antigen, terjadi proliferasi melalui proses ekspansi klonal. Beberapa lama kemudian, imunitas adaptif akhirnya membantu reaksi imun yang signifikan, ekspansi klonal dan perkembangan respon antigen dari beberapa hari sampai beberapa minggu. Sistem imunitas bawaan bersifat kuno dan mengalami evolusi. Faktanya, beberapa bentuk imunitas bawaan sebetulnya ada pada seluruh hewan multiseluler. Sistem imun bawaan berhubungan langsung dengan reaksi adanya patogen. Hal ini tidak membantu mengenali antigen tunggal.. Sebagai pengganti, imunitas bawaan menggunakan reseptor acuan untuk mengidentifikasi sedikit maupun banyak mikroorganisme yang muncul..
Reseptor
imunitas bawaan ini dapat berfungsi sebagai pengenal, endositik,dan penanda. Reseptor pengenal terdiri atas dinding lectin, berfungsi pada dinding microbial karbohidrat dan mengumpulkan penyerbu untuk mengenali komplemen dengan fagositosis.. Reseptor endisitik terdiri dari reseptor mannose makrofag, mediate the uptake dan penghantaran pathogen kedalam vakuola fagositik. Reseptor penanda mengenali microbial yang berhubungan dengan jalannya molekul. Ligasi reseptor penanda menghasilkan aktivasi satu atau lebih tanda jalannya transduksi.
Tabel 4. Faktor Resiko untuk Candida Invasif Faktor Iatrogenik
Faktor Host
≥ 3 Antibiotik
Neutropenia
≥ 4 hr di ICU
Immunosuppresan
≥ 48 Jam menggunakan mesin ventilasi
Infeksi
Katerisasi vena sentral
Diabetes melitus
Nutrisi parenteral total
Kolonisasi candida > 2
Pembedahan abdomen
Candiduria ( > 100.000 koloni/ml) Umur Skor APACHE tinggi
Gambar 4 : Interaksi Lipopolisakarida dengan TLR dan Reseptor sel lainnya
Reseptor Toll ditandai dengan jalannya reseptor acuan yang dilibatkan pada respon LPS dan produk mikrobial lainnya. ( Gambar 4 ). Pada respons endotoksin dari bakteri Gram-negatif, lipopolisakarida dibangun pada LPS dinding molekul protein yang menghantarkan ke makrofag CD 14. CD 14/ LPS kompleks kemudian berinteraksi dengan Toll-like reseptor-4 (TLR4) dan protein lainnya, MD2. Aktivasi dari TLR4 menginduksi nilai transkripsi inflamatori dan respon gen imun melalui mekanisme mediasi NF-κB. TLRs lain dan beberapa ikatan alami termasuk
TLR1 ( asam
lipoteichoic), TLR2 ( peptidoglycan, dinding elemen jamur), TLR3 ( untaian ganda RNA dari sumber virus ), TLR5 (flagellin), TLR6 (zimosan), dan TLR9 ( unmethylated CpG motifs pada bakteri DNA). Ikatan alami dari TLR7, TLR8, dan TLR10 tidak diketahui. Polimorf pada gen TLR mungkin bertanggung jawab memberikan tanda bagian yang rusak yang dapat mengakibatkan terjadinya peningkatan resiko sepsis atau kematian karena sepsis. Sebagai contoh, TLR4 polimorf dapat merusak proses signal yang dihasilkan saat CD14/LPS kmpleks berinteraksi dengan reseptor dan MD 2.
TINGKATAN INFEKSI PADA PASIEN-PASIEN DENGAN SEPSIS YANG BERAT Sepsis adalah suatu proses yang dinamis ( Gambar 5 ). Hal itu bergerak dari infeksi dari waktu ke waktu sampai kepada resolusi kematian. Sepsis dikelompokkan kedalam 5 stage Stage 1 : Penetapan dari infeksi Ketika organisme penginfeksi mulai berkembang biak pada infectinidus , metabolik kuman dan produk-produk uraian juga berbagai molekul penyebab radang seperti leukotrien, komponen dari komplemen, sitokin dan kompleks antigen-antibodi menarik neutrofil ke dalam area itu. Berpindah tempat sepanjang gradient dari kemoaktraktans, monosit mengikuti neutrofil ke dalam lokasi itu. Akumulasi leukosit di daerah inflamasi dimudahkan oleh IL-8 dan meningkatnya regulasi endothelial sel selectins ,dan molekul adhesi seluler. Ketika terjadi inflamasi di fokus, leukosit dikenal sebagai suatu phagocytose opsonized bakteri dan jamur. Pemusnahan kuman mengakibatkan produksi dari derivat molekul oksigen yang sangat toksik sampai ke jalan kecil dari pernapasan dan
penyerahan berbagai unsur bakteriosidal dari butir halus
lisosom ke dalam vakuola yang fagositik. Proses ini disertai oleh pelepasan lokal variasi sitokin dari makrofag (monosit jaringan ) ke dalam fokus inflamasi. Sitokin proinflamatory ini dan mediator-mediator lain meliputi TNF-α, IL-1, IL-2, IL-6, interferon-γ, plasminogen inactivator inhibitor-1 (PAI-1). Sitokin dan mediator-mediator lain ini saling bertumpang-tindih dalam hal berbagai efek dan fungsi dalam membatasi kerusakan, memerangi organisme pathogen, menghapuskan antigen-antigen asing,dan memajukan perbaikan. Pelepasan mediator proinflammatory segera diseimbangkan oleh respon kompensatori anti-inflammatory. Mekanisme pengatur ini menghasilkan pelepasan dari IL-4, IL-10, IL-11, IL-12, soluble TNF-α receptors, IL-1ra, transforming growth factors-β ( TGF-β ), dan unsur-unsur yang lain. Efek dari proses counterregulatory adalah untuk mengurangi kemampuan dari sel untuk memproses antigen-antigen dan menghasilkan sitokin proinflamatory.
Stage 2 : Respon Permulaan Sistemik Sejumlah mediator inflammatory dan hemostatik diatur oleh host dalam merespon suatu sepsis yang berat ( Tabel 5). Secara normal, konsentrasi lokal dari proinflammatory akan menghasilkan gejala yang sistemik pada pasien dengan infeksi yang cukup berat. Munculnya tanda klinis dari radang sistemik adalah bukti bahwa microenvironment tidak mampu mengendalikan infeksi pada suatu tingkat lokal. Pelaku sitokin proinflammatory yang bertanggung jawab untuk proses ini adalah TNF-α, IL-1, IL-6 dan interferon-γ. Khususnya, TNF-α dan IL-1 adalah suatu pertanda yang luar biasa dari efek biologik pada pasien-pasien dengan sepsis. Gambar 5 : Gambaran Dinamik Alami dari sepsis
Reaksi Demam Demam diproduksi ketika leukosit mem-fagosit mikroorganisme dan produk uraian dan pelepasan IL-1. Interleukin-1, juga dikenal sebagai pirogen endogen, dapat menghasilkan demam dan dalam beberapa menit mencapai hipotalamus. Pada beberapa studi menyatakan bahwa prostaglandin, terutama prostaglandin E2, dapat diproduksi secara lokal di dalam hipotalamus dan bertindak sebagai perantara untuk menaikkan setpoint temperatur.
Demam telah dipelihara sepanjang evolusi sebagai
adaptif suatu infeksi.
suatu respon
Ketika terkena infeksi, beberapa reptile dan jenis ikan akan
menaikkan temperatur inti mereka dengan bergerak ke lingkungan yang lebih hangat. Efek bersifat melindungi ini dapat ditiadakan oleh antipiretik yang akan menurunkan
temperature dan peningkatan angka kematian. Secara eksperimen, demam mempunyai banyak efek yang menguntungkan. Demam dapat memperlambat pertumbuhan dan reproduksi dari mikroorganisme, mengurangi ketersediaan dari zat besi yang diperlukan untuk
metabolisme kuman, meningkatkan migrasi dan produksi superoksida oleh
neutrofil, dan meningkatkan pelepasan dan aktivitas dari interferon. Pada pasien yang diikutkan pada Ibuprofen di dalam Sepsis-Trial, tingkat kematiannya secara signifikan lebih tinggi pada pasien yang hipotermik, mungkin dalam kaitan dengan respon yang diperbesar terhadap sitokin seperti IL-6 dan TNF-α. Tabel 5 : Kunci Mediator-mediator Inflamatori dan Hemostatik dari Suatu Respon Host pada Sepsis yang Berat Mediator-mediator proinflamatori
Tumor Necrosis Factors (TNF)
Interleukin-1
Interleukin-6
Interleukin-8
Interferon-γ
HMGB-1
Mediator-mediator antiinflamatorik
Interleukin-4
Interleukin-10
Soluble Receptors dan Antagonis Reseptor
Faktor-faktor Hemostatik
Tissue Factors (TF)
Thrombin
Protein C (PC)
Protein S (PS)
Antithrombin (AT)
Plasminogen Activator Inhibitor-1 (PAI-1)
Tissue Factor Pathway Inhibitor ( TFPI)
Plasmin
Thrombin Activatable Fibrinolisis Inhibitor (TAFI)
Mediator-mediator ekstraselular yang lain
Nitric Oxide (NO)
Bradikinin
Lipopolysaccharide Binding Protein (LBP)
Komplemen
Produk-produk dari metabolisme Asam Arakidonat
Platelet Activating Factors (PAF)
Toxic Oxigen Free Radicals
Myocardial Depressant Factor (MDF)
5-Phosphoribosyl-1-Pyrophosphate ( PRPP)
Tumor Nekrosis Faktor-α Tumor nekrosis Faktor-α adalah suatu 17-kd polypeptide yang dinyatakan di dalam
membrane-bound dan secreted forms. Yang diaktifkan oleh monosit dan
makrofag, T- dan NK-cells, dan berbagai jenis sel yang lain yang menyatukan TNF-α. TNF-α yang dikeluarkan terikat pada salah satu dari dua sel pada reseptor permukaan : Tipe I (55-kd) atau Tipe II (75-kd). Rangsangan terhadap reseptor tipe-I menuntun kearah penampilan dari berbagai efek klasik dari TNF yang mencakup pengaktifan dari NF-κB, induksi IL-6, ekspresi tissue factor (TF), downregulation
dari ekspresi gen
trombomodulin (TM) dan peningkatan katabolisme TM, pengaktifan dari fibrinolisis, cytotoxicity, peningkatan regulasi molekul adhesi sel endothelial, induksi dari sintesa Nitrit Oksida (NO), pengaktifan neutrofil, aktivitas antiviral, demam, dan efek-efek biologik yang lain. Reseptor tipe II memudahkan pengikatan dari TNF-α pada reseptor tipe I dan isyarat transduksi. Bentuk yang dapat larut dari reseptor TNF beredar dan bersaing dengan reseptor sel-bound untuk molekul itu. Interleukin-1
Keluarga gen IL-1 terdiri atas IL-1α, IL-1β, dan IL-1 receptor antagonist (IL1ra). Banyak sel yang mencakup monosit dan makrofag menghasilkan IL-1. Walaupun IL-1α dan β adalah produk gen terpisah dan membawa persamaan yang sedikit. Mereka mempunyai aktivitas biologi yang serupa. Selama penyakit yang kritis, IL-1β adalah jenis utama IL-1 yang ditemukan di dalam sirkulasi. Seperti TNF, dua bentuk dari IL-1 reseptor yang dikenali : Tipe I dan Tipe II. Pengikatan pada reseptor tipe I mempengaruhi berbagai efek biologi yang mencakup demam, sintesa dari protein fase akut oleh hati, induksi dari
sintesa IL-6, upregulation
dari ekspresi TF, penurunan ekspresi TM,
pengaktifan dari fibrinolisis dan efek-efek biologic lainnya. Pemasukan IL-1ra menghalangi aktivitas biologic pada IL-1. Interleukin-6 Interleukin-6 (IL-6) adalah suatu 21- ke 30-kd glikoprotein yang diproduksi suatu jangkauan luas dari sel yang mencakup monosit dan makrofag T-cells, sel-sel endothelial, fibroblasts dan keratinosit. Molekul ini adalah suatu penyebab dari respons tahap yang akut, penyebab pertumbuhan B-cell, dan diferensiasi T-cell, meningkatkan aktivitas NKcells, dan menunjang maturasi megakariosit. Kenaikan level IL-6 telah digunakan untuk dokumen
munculnya
respon
inflamasi
sistemik.
IL-6
juga
bersifat
sebagai
antiinflamatorik. Interleukin-6 dapat menghalangi TNF endotoksin yang disebabkan oleh TNF-α.
Produksi IL-1 dan peningkatan level plasma dari tipe I reseptor TNF-α yang
dapat larut IL-1ra. Tidak seperti reseptor yang dapat larut pada TNF dan IL-1, reseptor IL-6 yang dapat larut sebagai suatu agonis dengan membiarkan sel-sel reseptor IL-6 yang kekurangan membrane-bound untuk merespon efek dari sitokin. Interleukin-8 Interleukin-8 (IL-8) adalah suatu chemokine , suatu agen yang merekrut sel-sel inflamatori ke lokasi penyakit. IL-8 disintesis dari monosit, makrofag, netrofil, dan sel endotelial. TNF-α,
IL-β, dan IL-2 merangsang pelepasan dari IL-8. Mengikuti
rangsangan IL-8, fungsi netrofil dirangsang, kemotaksis dipromosikan, ekspresi molekul adhesi di upregulated , dan aktivitas pernapasan mendadak dan degranulasi menjadi bertambah.
Level IL-8 berhubungan dengan acidemia laktat, kehadiran
dari
disseminated intravascular coagulation (DIC), hypoxemia, skor Apache II yang berat, dan tingkat kematian pada pasien dengan sepsis berat atau syok septic. Interferon-γ Interferons (IFN) adalah suatu grup dari protein yang dikelompokkan ke dalam tiga kelas utama : α dan γ. Interferon- γ ( IFN- γ ) diproduksi oleh pengaktifan sel-sel NK, sel Th1, dan T-cells yang sitotoksik. Beberapa sitokin mencakup TNF-α, IL-1, IL-12, IL15 dan IL-18 adalah penting dalam induksi sintesis dari IFN- γ. Efek biologi tentang IFNγ meliputi suatu peran induksi dari sintesa IgG antibody-antigen, kemampuan dari aktivitas IL-12, upregulation dari ekspresi antigen MHC tipe II dan pengaktifan makrofag.. Stage 3 : Respon Sistemik Yang Berlebihan Tidak berkurang. Stage 2 berkembang ke tahap respon inflamatorik sistemik berlebihan :Stage 3. Stage ini terjadi ketika host tidak mampu menahan proses proinflamatori dan ditandai oleh penampilan dari gejala-gejala sebagai hasil aktivitas sistemik dari sitokin proinflamatorik. Pencurahan yang masif dari sitokin proinflamatorik dan mediator-mediator menghasilkan manifestasi klinis dari
Sistemik Inflammatory
Response Syndrom (SIRS) : demam atau hipotermia, takikardi, takipnea dan leukositosis/leucopenia atau suatu pergeseran ke kiri pada tahap maturasi dari sirkulasi granulosit ( Tabel 1 ). Peran Sentral Dari Disfungsi Sel Endotelial Sel endothelial telah dikenal sebagai “ master regulator” dari sistem hemostatik. Sebenarnya, sifat pengaturannya meluas di luar system hemostatik yang meliputi aliran darah dan lalu lintas sel di dalam mikrosirkulasi. Sel-sel endothelial menunjukkan suatu hal yang heterogen yang luar biasa, didistribusikan sepanjang waktu dan ruang, di dalam status pengaktifan, sifat koagulan/antikoagulan, ekspresi dari molekul adhesi, produksi dan pelepasan dari unsur vasoaktif dan suatu ekspresi diferensial dari gen antiapoptotik dan proapoptotik. Hal-hal heterogen ini dapat ditunjukkan
secara eksperimental.
Suntikan endotoksin ke dalam seekor tikus menurunkan ekspresi dari Von Willebrand Faktor (vWF) di sel subendotelial dari kebanyakan organ. Bagaimanapun, level dari vWF benar-benar naik pada jantung dan ginjal. Sifat-sifat spesifik dari bantalan vaskuler dapat membantu kearah menjelaskan heterogenitas dari disfungsi system organ pada pasien dengan sepsis berat. Disfungsi sel-sel endothelial adalah sentral bagi perubahan patofisiologikal di dalam stage 3. Sebagai hasil tindakan dari TNF-α, IL-1 dan sitokin lain, sel fenotip endothelial bergeser ke status protrombotik Perubahan endothelial yang ditampilkan sebagai formasi dan trombi mikrovaskular yang persisten yang meliputi ekspresi TF, downregulation sel-sel membrane TM, TM yang ditingkatkan oleh katabolisme, pengurangan tissue activator plasminogen (tPA), dan peningkatan sintesa serta pelepasan dari PAI-1. Upregulation molekul adhesi sel endothelial melokalisir sel-sel inflamatorik dan platelet ke area endothelial injury . Platelet yang mengendap dan mikrotrombi menghasilkan iskemia. Gangguan di dalam fisiologi sel-sel endothelial mengubah kemampuan dari endothelium dalam mengatur aliran darah. Sebagai konsekuensinya, terjadi peningkatan permeabilitas mikrovaskular, transudasi cairan, vasodilatasi yang besar, disfungsi organ dan syok. Stage 4 : Kompensasi Reaksi Anti Inflamatorik Secara normal, cascade dari mediator-mediator proinflamatorik diikuti oleh penampilan dari counter-regulatory sitokin yang sistemik atau lokal. Imunomodulator ini dengan cepat men-downregulate pengeluaran dari sitokin proinflamatorik dan manifestasi klinis dari sepsis yang berkurang tanpa bukti dari disfungsi organ. Counter-Regulatory sitokin yang utama meliputi IL-4, IL-10. TGF-β, dan berbagai molekul antiinflamatorik lain yang mudah larut. Interleukin-4 Interleukin-4 (IL-4) adalah suatu molekul 12- ke 15-kd yang diproduksi oleh pengaktifan T-cells. Sifat biologi dari molekul ini meliputi stimulasi dan inhibisi dari
berbagai kelas dari T-cells, supresi sekresi dari TNF dan IL-1, induksi dari ekspresi HLA-DR pada B-cells dan pengaturan sekresi dari IgE dan IgG.
Interleukin-10 Interleukin-10 (IL-10) adalah suatu 18-kd sitokin
imunoregulatorik. IL-10
disintesis oleh monosit, makrofag, T-cells dan B-cells. Efek biologik dari IL-10 meliputi inhibisi dari produksi sitokin proinflamatorik yang diaktifkan oleh sel-sel mononuklear, supresi aktivitas monosit prokoagulan, downregulation dari kemampuan monosit untuk membunuh organisme intraseluler dan mengurangi ekspresi dari HLA-DR oleh monosit dan makrofag. Reseptor IL-10 berbagi persamaan dengan reseptor untuk interferon. Perubahan Faktor Pertumbuhan-β Perubahan Faktor Pertumbuhan-β adalah suatu anggota dari suatu keluarga protein yang berperan penting di dalam pengembangan jaringan dan perbaikan. Kebanyakan sel menghasilkan TGF-β dan mempunyai reseptor untuk sitokin. Perubahan faktor pertumbuhan-β diproduksi oleh monosit, makrofag dan T-cells. Saat hal itu berefek pleiotropik pada sel tipe- dependent, dimana sifat keseluruhan molekul berupa antiinflamatorik. Molekul-Molekul Antiinflamatorik Soluble Yang Lain Seperti yang tersebut di atas, famili-famili TNF dan IL-1 juga meliputi reseptor sitokin yang mudah larut. Soluble TNF-α reseptor ( sTNF-α ) meningkatkan berbagai penyakit infeksi. Ketika hadir dalam konsentrasi yang rendah, sTNF-αr dapat menstabilkan TNF dan membantu menyampaikannya ke sel target. Bagaimanapun, di dalam konsentrasi yang lebih tinggi,
sTNF-αr menghambat aktifitas TNF- α. Tipe
interleukin 1 reseptor ( IL-1r) tidak aktif dan mengikat secara alami IL-1. Dengan demikian mencegah aktifitas biologinya. Interleukin-1 reseptor antagonis (IL-1ra) terikat secara khusus pada tipe-1 IL-1r tanpa mempengaruhi aktifitas biologinya.
Dalam beberapa peristiwa, sekresi sitokin pada stage 4 dapat juga tidak sesuai. Produksi yang berlebihan dari counter-regulatory sitokin menuntun ke arah ” Compensatory Antiinflammatory Response Syndrome ” (CARS). Keadaan ini dapat diketahui di laboratorium dengan pengurangan (< 30%) ekspresi dari HLA-DR oleh monosit, dan suatu kemampuan dari monosit untuk menghasilkan sitokin inflamatorik seperti TNF-α dan IL-6. Hal ini menuntun kearah suatu status dari kelumpuhan imun relative dan berpengaruh pada pasien dengan infeksi primer atau bahkan superinfeksi yang persisten. Yang menarik, penatalaksanaan dari sitokin proinflamatorik IFN-γ pada pasien-pasien dengan respon tipe CARS yang predominan dapat memperbaiki kembali fungsi monosit dan kereaktifan imun. Stage 5 : Kegagalan Immunomodulatory Langkah terakhir, yang terlihat pada beberapa pasien adalah ketidakcocokan imunologik. Ini dapat diakibatkan oleh keadaan persisten, inflamasi yang berlebihan sebagai akibat kegagalan untuk membentuk kembali homeostasis. Stage ini ditandai oleh tindakan menonaktifkan monosit. Ketidakmampuan dari monosit untuk merespon secara fisiologis meningkatkan resiko progresi dari infeksi, kegagalan organ dan kematian.