Patofisiologi(Pathophysiology Lilly) ADHF terjadi karena perburukan gejala dari gagal jantung kronis yang dipicu oleh faktor pencetus. Mekanisme gagal jantung didahului oleh terjadi (1) Ketidakseimbangan kontraktilitas, (2) peningkatan afterload, (3) ketidakseimbangan pengisisan fase diastolik. Disfungsi sistolik adalah ketidakmampuan ventrikel untuk memompakan darah karena ketidakseimbangan kontraktilitas (kerusakan miosit, abnormal fungsi miosit, atau fibrosis) dan peningkatan tekanan afterload yang menyebabkan peningkatan resistensi. Hal ini akan menyebabkan penurunan stroke volume. Ketika fungsi vena pulmonal normal maka volume akhir sistolik akan ditingkatkan dengan peningkatan volume atrium sehingga akan meningkatkan volume dan tekanan akhir diastolik. Ketika terjadi peningkatan preload akan menginduksi mekanisme kompensasi via Frank-Starling. Selama fase diastol, peningkatan tekanan pada ventrikel kiri yang terus menerus akan diteruskan ke atrium kiri,vena pulmonaldan kapiler. Peningkatan tekanna hidrostatik kapiler pulmonal (> 20 mmHg) akan menyebabkan transudasi cairan ke jaringan interstitialparu dan timbul gejala kongesti paru. Pasien gagal jantung dengan fungsi diastolik yang abnormal karena relaksasi siastolik dini, peningkatan kekakuan dari dinding ventrikel. Hal ini akan menyebabkan pengisian ventrikel pada tekanan yang tinggi dari normal sehingga peningkatan tekanan diastoliktersebut akan di salurkan ke paru dan vena sistemik. Mekanisme Kompensasi 1. Mekanisme Frank-Starling
Gambar 2. Mekanisme Kompensasi Gagal Jantung Penurunan stroke volume menyebabkan pengosongan yang tidak sempurna sehingga volume darah yang terakumulasikan di ventrikel selama diastol lebih tinggi dari normal. Hal ini akan meningkatkan regangan myofibers jantung sehingga terjadi peningkatan kekuatan kontraksi. Pengosongan ventrikel kiri yang membesar akan terbantu. Jika telah
mencapai batas atau pada gagal jantung yang berat akan terjadi aliran balikke atrium kiri,vena pulmonal dan kapiler. 2. Neurohormonal alterations
Gambar 2. Kompensasi stimulasi neurohormonal a. Sistem saraf adrenergik Penurunan cardiac output pada gagal jantung dideteksioleh baroreseptor di sinus karotis dan lengkung aorta. Reseptor ini akan menurunkan tekanan darah dan sinyalakan diteruskan ke saraf kranial 9 dan 10 dilanjutkan ke pusat kontrol cardiovascular di medulla. Outflow saraf simpatis pada sirkulasi jantung dan pembuluh darah perifer akan meningkat sehingga akan terjadi : (1) peningkatan heart rate (2) augmentasi kontraktilitas ventrikel (3) vasokontriksi disebabkan oleh stimulasi α-receptors pada vena dan arterisitemik. Peningkatan heart rate dan kontraktilitas ventrikel secara langsung mengakibatkan augmentasi cardiac output. Kontriksi vena akan mengembalikan darah ke jantung dengan meningkatkan preload dan meningkatkan stroke volume dengan mekanisme Frank-Starling. Kontriksi arteri akanmeningkatkan resistensi vaskular perifer dan membantu mengatur tekanan darah. b. Sistem Renin- Angiotensin – Aldosteron Awalnya terjadi peningkatan renin, stimulasi utama pada seljuxtaglomerular pada ginjal dengan menurunkan penurunan tekanan perfusi arteri renalis yang secara sekunder akan menurunkan cardiacoutput. Selain itu, terjadi penurunan distribusi
garam ke makula densa di ginjal dan stimulasi langsung ke β2 reseptor juxtaglumerular dengan aktivasi sistem saraf adrenergik. c. Hormon Antidiuretik Sekresi hormon ini pada pituitary posterior akan meningkatkan volume intravaskular dengan retensi air di distal ginjal dan berkontribusi dalam vasokontriksi. d. Natruretik peptida Pengeluaran hormon ini dihasilkan ketika distensi atrium (atrial natriuretic peptide) dan myocardium ventrikel pada stress hemodinamik (B-type natruretic peptide) 3. Hipertrofi ventrikel dan remodelling Hipertrofi ventrikel da remodeling merupakan proses kompensasi yang penting. Peningkatan stress pada dinding ventrikel karena paparan neurohormonaldan sitokin akan menyebabkan hipertrofi ventrikel dan deposisi matriks ekstraseluler.peninkatan massa dari otot jantung akan membantu kontraktilitas . Namun, pada akhirnya fungsi ventrikel akan menurun sehingga fungsi hemodinamik akan menurun dan terjadi gejala gagal jantung progresif Diagnosis (ESC Guidelines)
Gambar 2. Algoritma diagnosis gagal jantung akut
Penentuan diagnosis gagal jantung akut harus dilakukan secara cepat dan tepat sehingga bisa diberikan tatalaksana awal yang sesuai. Diagnosis awal yang direkomendasikan berdasarkan anamnesis mengenai gejala, faktor risiko kardiovaskular, faktor pencetus kardiak dan non kardiak dan ditemukan gejala/tanda kongesti dan atau hipoperfusi dan dikonfirmasi dengan pemeriksaan tambahan berupa EKG, rontgen dada, pemeriksaan laboratorium, dan echocardiografi. a.
Rontgen thoraks
Sangat berguna dalam membantu menegakkan diagnosis gagal jantung akut. Beberapa gambaran yang biasa ditemukan pada gagal jantung akut berupa kongesti vena pulmonal, efusi pleura, edema interstitial atau alveolar, dan kardiomegali, meskipun pada 20% pasien menunjukkan gambaran yang normal. Selain itu, rontgen thoraks juga berguna mengidentifikasi penyakit non kardiak yang bisa menybabkan timbunya gejala pada pasien. b.
EKG
Pemeriksaan ini juga membantu untuk mengidentifikasi penyakit jantung yang mendasari dan faktor pencetus yang potensial pada gagal jantung akut. c.
Echocardiography
Hal ini dapat dilakukan pada pasien dengan hemodinamik tidak stabil dan pada pasien yang dicurigai mempunyai kelinan struktural dan fungsi d.
Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan yang dapat dilakukan berupa labor darah rutin, elektrolit, Analisa Gas Darah dan natriuretic peptides.
Daftar Pustaka Lilly LS. Pathophysiology of Heart Disease : a collaborative project of medical students and faculty. 5th edition. Philadelphia : Lippincott Williams and Wilkins. 2011; 225-231. Ponikowski P, Voors AA, Anker SD, Bueno H, Cleland JGF, Coats AJS, et al. 2016 ESC Guidelines for the diagnosis and treatment of acute and chronic heart failure. European Heart Journal. 2016; 37: 2129-2200.