TUGAS PASTURA DALAM SISTEM PERTANIAN TROPIS
MATA KULIAH MANAJEMEN PADANG PENGGEMBALAAN
OLEH
KELOMPOK 2 CHRISTEDREI I. J. PILAT
(NIM.17041104004)
YULIANTI U. BALA
(NIM.17041104070)
TIUR M. S. SIMANJUNTAK
(NIM.17041104158)
ESTERINA ASSA
(NIM.17041104196)
JEINER ROTTY
(NIM.17041104040)
CHESIA J. LANGI
(NIM.16041104026)
MIGEEL K. WOYONGAN
(NIM.17041104132)
IRA P. SUMANTI
(NIM.17041104169)
JENEVEL Y. MONIGIR
(NIM.16041104042)
UNIVERSITAS SAM RATULANGI FAKULTAS PETERNAKAN TAHUN PELAJARAN 2019
1
KATA PENGANTAR Puji syukur kehadirat Tuhan yang Maha Esa atas tuntunanNya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini. Penulis juga mengucapkan banyak terimakasih kepada pihak yang membantu penulis dalam penyelesaian makalah ini, baik dalam bentuk sumbangan materi maupun pikiran. Dan harapan penulis semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca agar dapat menambah ilmu pengetahuan tentang Pastura dalam Sistem Pertanian Tropis. Untuk kedepan juga diharapkan pembaca dapat memperbaiki atau menambah isi dari makalah ini lagi. Dikarenakan keterbatasan kemampuan dan pengalaman kami, kami merasa masih ada beberapa kekurangan dalam makalah ini, oleh karna itu kami mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini. Atas perhatian, saran dan kritik para pembaca, penulis mengucapkan terima kasih.
Manado, 11 Maret 2019 Penulis
Christedrei I. J Pilat
2
DAFTAR ISI COVER
1
KATA PENGANTAR
2
DAFTAR ISI
3
BAB I, PENDAHULUAN
4
A. Latar Belakang
4
B. Rumusan Masalah
4
C. Tujuan
4
BAB II, PEMBAHASAN
5
A. Padang Penggembalaan (Pasture)
5
B. Macam-macam Pastura
5
C. Ciri – Ciri Padang Penggembalaan (Pasture) Yang Baik
6
D. Tata Laksana Pengelolaan Padang Penggembalaan (Pasture)
6
E. Sistem Penanaman daerah Tropis
7
BAB III, PENUTUP
16
Kesimpulan
16
DAFTAR PUSTAKA
17
3
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Peningkatan produksi dan produktivitas ternak terutama ternak ruminansia, harus seiring dengan peningkatan kualitas dan kuantitas pakan hijauan. Hal ini dikarenakan pakan hijauan merupakan sumber pakan utama bagi ternak ruminansia. Pakan hijauan selain berfungsi untuk memenuhi kebutuhan hidup pokok ternak ruminansia, juga merupakan sumber karbohidrat, protein, vitamin dan mineral. Salah satu factor penting yang perlu diperhatikan dalam menjaga ketersediaan hijauan pakan ternak secara kontinu baik dari segi kualitas dan kuantitas adalah dengan memanfaatkan hijauan yang tumbuh secara alami pada padang penggembalaan (pasture). Pastura dalam system pertanian tropis berbicara tentang kedudukan pasture dalam system tersebut, peran pasture dan hubungan timbal balik dengan system pertanian secara keseluruhan. Selanjutnya peran pasturadalam pertanian yang terkait dengan ternak sebagai tenaga kerja dan bagaimana suplai pakan melalui pastura, serta karakteristik suplai pakan sepanjang tahun. B. Rumusan Masalah Dari latar belakang penulisan makalah ini, maka rumusan masalah yang akan dibahas adalah sebagi berikut:
Apakah yang dimaksud dengan padang penggembalaan (pasture) ?
Bagaimanakah kriteria padang penggembalaan yang baik?
Bagaimana tata laksana pengelolaan padang penggembalaan (pasture) yang baik khususnya dalam sistem pertanian tropis?
C. Tujuan Penulisan makalah ini bertujuan untuk mengetahui tata laksana pengelolaan padang penggembalaan (pasture) yang baik dalam mendukung peningkatan produksi dan produktivitas ternak ruminansia serta sebagai sumber informasi dan refrensi bagi para pembaca sekalian.
4
BAB II PEMBAHASAN A. Padang Penggembalaan (Pasture) Menurut Reksohadiprodjo (1994) padang penggembalaan adalah suatu daerah padangan dimana tumbuh tanaman makanan ternak yang tersedia bagi ternak yang dapat merenggutnya menurut kebutuhannya dalam waktu singkat. Padang penggembalaan adalah tempat atau lahan yang ditanami rumput unggul dan atau legume (jenis rumput/ legume yang tahan terhadap injakan ternak) yang digunakan untuk menggembalakan ternak (Yunus, 1997). Pasture adalah suatu lapangan terpagar yang ditumbuhi hijauan dengan kualitas unggul dan digunakan untuk menggembalakan ternak ruminansia (Parakkasi, 1999), sehingga dapat disebut sebagai padang penggembalaan. Sebelum adanya mekanisasi pertanian, padang rumput adalah sumber makanan utama untuk penggembalaan ternak seperti kuda dan sapi. Hal tersebut masih digunakan secara ekstensif, terutama sekali di daerah kering apabila padang rumput daratan tidak cocok untuk produksi pertanian. Di daerah yang lebih lembab, padang penggembalaan dimanfaatkan secara ekstensif dalam bentuk “free range” dan pertanian organik. Pasture terdiri dari rumput-rumputan, leguminosa maupun hijauan lain (Wikipedia, 2008). B. Macam-macam Pastura Menurut Reksohadiprodjo (1985), pasture (padang penggembalaan) terdiri dari beberapa macam, yaitu :
Padang Penggembalaan (Pasture) Alam ; merupakan padangan yang terdiri dari tanaman dominan yang berupa rumput perennial, sedikit atau tidak ada sama sekali belukar gulma (weed), tidak ada pohon, sering disebut padang penggembalaan permanen, tidak ada campur tangan manusia terhadap susunan floranya, tetapi hanya mengawasi ternak yang digembalakan.
Padang Penggembalaan (Pasture) Alam Yang Sudah Ditingkatkan ; merupakan padangan yang terdiri dari spesies – spesies hijauan makanan ternak alami, namun komposisi botaninya telah diubah oleh manusia sehingga didapat spesies hijauan yang produktif dan menguntungkan dengan jalan mengatur pemotongan (defoliasi).
Padang Penggembalaan (Pasture) Buatan/Temporer) ; merupakan padangan yang vegetasinya sudah dipilih/ditentukan dari varietas tanaman yang unggul. Tanaman makanan ternak dalam padangan telah ditanam, disebar dan dikembangkan oleh manusia. 5
Padangan buatan/temporer dapat menjadi padangan permanen atau diseling dengan tanaman pertanian.
Padang Penggembalaan (Pasture) Dengan Irigasi ; merupakan padangan yang biasanya terdapat di daerah sepanjang sungai atau dekat sumber air. Penggembalaan dijalankan setelah padangan menerima pengairan selama 2 sampai 4 hari. Pemilihan jenis rumput dan legume yang akan ditanam pada padang penggembalaan
(pasture)
bergantung kepada jenis ternak, keadaan topografi dan jenis tanah, kegunaan
(disengut langsung oleh ternak / dipotong), metode penggembalaan yang akan digunakan. C. Ciri – Ciri Padang Penggembalaan (Pasture) Yang Baik Menurut Setyati (1991), menyatakan bahwa ciri-ciri padang penggembalaan (pasture) yang baik antara lain:
Produksi bahan kering tinggi;
Kandungan nutrisi tinggi, terutama kandungan protein kasar;
Tahan renggutan dan injakan serta tahan dari musim kemarau;
Mudah dalam pemeliharaan; Tingkat daya tumbuh cepat;
Nisbah daun dan batang tinggi;
Mudah dikembangkan bila dikombinasikan dengan tanaman legume;
Ekonomis dan mempunyai palatabilitas yang tinggi
D. Tata Laksana Pengelolaan Padang Penggembalaan (Pasture) Meurut Reksohadiprodjo (1985), padang penggembalaan (pasture) memiliki kegunaan yang sangat efesien, oleh sebab itu padang penggembalaan harus dikelola sebaik mungkin, sehingga hasilnya mampu menyediakan pakan hijauan secara optimal sepanjang waktu. Beberapa cara pengelolaan padang penggembalaan yang perlu diperhatikan agar bisa diperoleh produksi pakan hijauan optimal dan kontinu adalah sebagai berikut: 1. Pemotongan Tahun Pertama Pemotongan pada tahun pertama harus hati-hati, cukup dilakukan secara ringan atau tidak dipotong sama sekali. Hal ini dimaksudkan agar pertumbuhan awal hijauan pada penggembalaan bisa terjamin.
6
Apabila hijauan hendak dipotong, haruslah dilakukan dengan cara meninggalkan pangkal batang ± 7,5 cm dari tanah, dimana hasil potongan tersebut dapat dipergunakan sebagai bahan silage atau hay. 2. Pemotongan Bergilir (Alternate Grazing) / Sistem Rotasi Sistem ini biasanya dilakukan dengan cara membagi-bagi areal padang penggembalaan menjadi petak-petak yang lebih sempit (paddock) sesuai dengan maksud peternak, sehubungan dengan jumlah ternak yang digembalakan, pertumbuhan hijauan serta kelebatannya. Pada umumnya padang penggembalaan itu dibagi menjadi dua atau empat areal. 3. Tidak Melakukan Penggembalaan Berat (Over-Grazing) Pelaksanaan penggembalaan berat yang tidak terkontrol akan merugikan, akibat daya tampung pada penggembalaan yang tak sesuai. Hal ini akan membawa akibat produksi berikutnya rendah, pertumbuhan kembali lemah, yang akhirnya banyak tumbuh rumput liar (weed) bahkan bisa menimbulkan erosi tanah. 4. Menghindari Defoliasi Yang Terlalu Ringan (Under-Grazing) Praktek-praktek defoliasi semacam ini pun juga akan merugikan, maka hal tersebut harus dihindarkan. Sebab hijauan menjadi terlalu tua, serat kasar tinggi dan kurang palatable dan nilai gizinaa sangat rendah. E. Sistem Penanaman daerah Tropis Daerah tropis kering dicirikan oleh adanya perbedaan yang nyata antara musim penghujan dan kemarau. Di daerah semacam ini dibutuhkan sistem pertanaman yang menghasilkan pakan yang cukup, meskipun terjadi variasi curah hujan yang sangat tinggi dari tahun ke tahun dan musim kemarau yang panjang. Hasil pertanian yang tinggi tergantung pada pemanfaatan curah hujan selama musim hujan dan air yang tersimpan di dalam tanah selama musim kering. Curah hujan yang lebih rendah dari yang diperkirakan berpengaruh terhadap penyiapan lahan dan gangguan pertumbuhan tanaman. Hal ini menyebabkan penyempitan luas tanam dan produksi rendahPenerapan sistem tumpang sari pada bedeng permanen mengurangi ketergantungan petani terhadap berbagai masalah seperti pendanaan dan iklim serta memperbaiki jumlah dan kualitas gizi pangan yang dihasilkan. 1.
Sistem Perladangan Berpindah
7
Pada awalnya, sistem perladangan berpindah terjadi saat pertama kali manusia mengenal bercocok tanam. Manusia pada waktu itu belum mengenal pengelolaan lahan dan teknologi yang digunakan karena tingkat pengetahuan yang masih rendah , sehingga sistem perladangan ini disebut sistem asal tanam. Ladang Berpindah adalah kegiatan pertanian yang dilakukan dengan cara berpindah-pindah tempat. Ladang dibuat dengan cara membuka hutan atau semak belukar. Pohon atau semak yang telah ditebang setelah kering kemudian dibakar. Setelah hujan tiba, ladang kemudian ditanami dan ditunggu sampai panen tiba. Setelah ditanami 3 – 4 kali, lahan kemudian ditinggalkan karena sudah tidak subur lagi. Akibat yang ditimbulkan dari sistem perladangan berpindah ini adalah menurunnya kesuburan lahan dengan cepat karena belum mengenal pemupukan. Ketika lahan sudah tidak produktif lagi, mereka pindah lalu membuka hutan baru atau kembali mengerjakan lahan yang sudah lama ditinggal dan sudah pulih kesuburan tanahnya. Namun dinegara lain, seperti Afrika, sistem pertanian berpindah ini bukan lagi beronotasi negatif. Dengan teknologi yang terus diperbaiki, sistem ini merupakan alternatif yang cocok untuk dikembangkan. Praktek-praktek ladang berpindah di seluruh dunia sangat beragam, namun pada dasarnya ada dua sistem yang digunakan, yaitu :
Sistem parsial, yaitu suatu sistem yang berkembang khususnya di mana kepentingan ekonomi produsen tinggi, misalnya dalam bentuk pertanian dengan tanaman dagang, transmigrasi maupun penempatan lahan secara liar.
Sistem integral, yang berasal dari cara hidup yang lebih tradisional yang menjamin keberlangsungan hidup sepanjang tahun.
Prinsip Utama dalam sistem perladangan berpindah adalah bahwa selama periode bera, nutrisi yang diambil oleh tumbuhan atau vegetasi yang ada akan dikembalikan ke permukaan tanah berupa sisa tanaman (sersah). Bahan organik yang tertimbun di permukaan tanah akan tersedia (melalui proses dekomposisi) bagi tanaman berikutnya setelah vegetasi tersebut ditebang atau dibakar. Di Indonesia, sistem ladang berpindah masih mendatangkan masalah besar karena di khawatirkan dapat mengganggu fungsi lingkungan karena banyak hutan yang ditebang dan mengurani keanekaragaman hayati serta meningkatnya emisi CO2 yang terkait dengan pemanasan global. Selain itu, kegiatan tersebut sering menyebabkan bahaya erosi dan banjir yang akan merusak lahan dan lingkungan. Oleh karena itu perlu dicari upaya pemecahanya, yang anta lain mencakup :
8
Perencanaan yang lengkap dari pemerintah, yang meliputi penetapan penggunaan lahan berdasarkan tingkat kesesuaian lahan dan permintan pasar. Selain itu juga perlu dipersiapkan unit perngolahan hasil panen seperti pabrik pengolahan kayu dan lainlain.
Penyediaan lahan bagi setiap keluarga petani sekitar 8-10 Ha. Setiap tahun petani dibiarkan berladang pada lahan seluas 1,5 – 2,0 Ha, sesuai kemampuan masingmasing petani. Tahu kedua petani membuka lahan lagi seluas 1,5 -2,0 ha, dan bgitu seterusnya hingga 8 -10 ha tertanami secara bertahap.
Penyediaan bibit tanaman, pupuk dan pestisida yang berfungsi untuk meransang pertumbuhan dan pegendalian hama dan penyakit tanaman.
Sistem bertanam adalah pola-pola tanam yang digunakan petani dan interaksinya dengan sumber-sumber alam dan teknologi yang tersedia. Sedangkan pola tanam adalah penyusunan cara dan saat tanam dari jenis-jenis tanaman yang akan ditanam berikut waktu-waktu kosong (tidak ada tanaman) pada sebidang lahan tertentu. Pola tanam ini mencakup beberapa bentuk sebagai berikut: 1. Multiple Cropping (Sistem Tanam Ganda) Multiple cropping adalah sistem penanaman lebih dari satu jenis tanaman pada sebidang tanah yang sama dalam satu tahun. Sistem pertanian ganda ini sangat cocok bagi petani dengan lahan sempit di daerah tropis, sehingga dapat memaksimalkan produksi dengan input luar yang rendah sekaligus meminimalkan resiko dan melestarikan sumberdaya alam. Macammacam bentuk dari multiple cropping antara lain: a) Intercropping (Sistem Tumpang Sari) Intercropping adalah sistem penanaman secara serentak dua atau lebih jenis tanaman dalam barisan yang berselang-seling pada sebidang tanah yang sama. Misalnya tumpangsari antara tanaman ubi kayu dan jagung atau ubi kayu dengan kacang tanah. Sistem tumpangsari memberikan beberapa manfaat bagi petani yakni antara lain mengurangi biaya pengolahan lahan, mudah dalam menanggulangi hama, memudahkan proses pembersihan atau penyiangan dan yang terakhir adalah meningkatkan hasil produksi atau panen.
9
b) Mixed Cropping (Sistem Tanam Campuran) Mixed cropping adalah sistem penanaman dua atau lebih jenis tanaman secara serentak dan bercampur pada sebidang lahan yang sama. Sistem ini jarang diterapkan karena sulit dalam proses pemeliharaannya. Sistem tanam ini lebih banayak diterapkan dalam usaha pengendalian hama dan penyakit. Cara penataan tanaman campuran dilakukan dengan berbagi jenis tanamn secara bersamaan dan tidak teratur serta tidak terikat pada waktu. c) Relay Cropping (Sistem Tanam Sisipan) Relay cropping adalah sistem penanaman suatu jenis tanaman kedalam pertanaman yang ada sebelum tanaman yang ada tersebut dipanen. Sistem penanaman ini dalam istilah lain seperti sistem tumpang sari dimana tidak semua jenis tanaman ditanam pada waktu yang sama. Penataan pertanaman sela merupakan penataan pertanaman dua atau lebih jenis tanaman yang berlainan dalam sifat, umur dan sebagainya. Bentuk lain dari penataan pertanaman sela antara lain :
Intercropping (Tumpang Sari), merupakan penataan pertanaman dari dua jenis atau lebih tanaman yang umurnya tidak jauh berbeda. Tanaman ditanam secara bersamaan dan di tempat yang sama. Misalnya, beberapa baris jagung ditanami beberapa baris kacang tanah.
Interplanting (Tanaman Sela), merupakan penataan dari dua jenis tanaman musiman yang berbeda umurnya tetapi ditanam bersamaan dan pada tempat yang sama. Bedanya dengan tumpang sari adalah umur tanamannya yang sedikit jauh berbeda. Misalnya, tanaman kacang tanah dengan tanaman ubi kayu.
Interculture (Tanaman Sela Budidaya), merupakan penataan pertanaman dari jenis tanaman musiman yang ditanam diantara jenis tanaman berumur panjang. Misalnya, padi gogo ditanam diantara karet. Penerapan sistem tanam ganda memilki banyak keuntungan dalam bidang pertanian,
antara lain: Mengurangi erosi tanah atau mengurangi terjadinya kehilangan unsur hara pada tanah.
10
Memperbaiki tata air pada tanah-tanah pertanian, termasuk meningkatkan pasokan (infiltrasi) air ke dalam tanah sehingga cadangan air untuk pertumbuhan tanaman akan tetap tersedia. Menyuburkan dan memperbaiki struktur tanah, karena pengolahan tanah tidak perlu dilakukan berulang kali Mempertinggi daya guna tanah sehingga pendapatan petani akan meningkat. Mampu menghemat tenaga kerja Menghindari terjadinya pengangguran musiman karena tanah bisa ditanami secara terus menerus. Mengurangi populasi hama dan penyakit tanaman Memperkaya kandungan unsur hara antara lain nitrogen dan bahan organik.
2.
Seguantial Cropping (Pergiliran Tanaman) Seguantial cropping adalah sistem penanaman lebih dari satu jenis tanaman pada
sebidang lahan dalam satu tahun, dimana tanaman kedua ditanam setelah tanaman pertama dipanen. Demikian pula bila ada tanaman ketiga, tanaman ini ditanam setelah tanaman kedua dipanen. 3.
Maximum Cropping (Sistem Tanam Maksimum) Maximum cropping adalah pengusahaan lahan untuk mendapatkan hasil panen yang
setinggi-tingginya tanpa memperhatikan aspek ekonomisnya (biaya, pendapatan atau keuntungan) dan apalagi aspek kelestarian produksinya dalam jangka panjang. 4.
Sole Cropping atau Monoculture (Sistem Tanam Tunggal) Monoculture adalah sistem penanaman satu jenis tanaman pada lahan dan periode waktu
yang sama. Penataan tanaman secara tunggal dilaksanakan di atas tanah dan dalam waktu tertentu (sepanjang umur tanaman) hanya ditanam satu jenis tanaman. Setelah dilakukan penanaman dengan satu tanaman, dan selanjutnya tanah tersebut ditanam kembali dengan jenis tanaman yang sama atau jenis tanaman lain.
11
Ada beberapa penataan pertanaman secara tunggal dalam variasi tanamannya sebagai berikut ; a. Bergiliran secara berurutan Cara ini dilakukan pada musim hujan, yakni tanah sawah ditanami padi. Sedangkan pada musim kemarau, tanah ditanami palawija dan ini tergantung pada keadaan tanah, pengairan, iklim dan sebagainya. b. Bergiliran secara urutan dan glebagan Cara ini banyak terdapat di daeah-daerah sawah tadah hujan. Untuk mengurangi resiko tidak memperoleh hasil tanaman yang ditanamnya secara tunggal maupun bergiliran, petani membagi tanah sawahnya menjadi dua bagian. Bagian pertama dikelola sebagai sawah dengan pergiliran tanaman dan bagian kedua dikelola sebagai tanah kering (tegalan) dan ditanami dengan tanaman yang cocok untuk tanah kering. Di atas tegal dilakukan pertanaman tunggal dan sistem tanaman bergilir berurutan. Setelah beberapa tahn, bagian sawah dijadikan tanah kering dan bagian tanah kering dijadikan tanah sawah kembali. Sistem seperti ini disebut dengan sistem glebagan. c.
Bergiliran secara berjajar atau paralel (tidak menganut sistem Glebagan) Sistem ini dilakukan dengan mengelola sebidang tanah sawah yang luas dengan cara pada
musim hujan seluruh sawah ditanami padi,tetapi pada musim kemarau ada bagian yang terpaksa dikosongkan karena tidak memeperoleh cukup air, dan bagian yang kosong tersebut kemudian ditanami palawija dan lain-lain. Dalam usaha tersebut sepertinya terdapat penataan pertanaman jajaran dari berbagai penataan pertanaman bergiliran berurutan. 2.
Sistem Irigasi Irigasi adalah pemberian air kepada tanah di mana tanaman tumbuh sehingga tanaman
tidak mengalami kekurangan air selama hidupnya. Pengairan merupakan salah satu faktor penting dalam usaha penigkatan produksi pertanian melalui pancausahatani. Air adalah syarat mutlak bagi kehidupan dan pertumbuhan tanaman. Air dapat berasal dari air hujan dan pengairan yang diatur oleh manusia. Kedua hal tersebut harus disesuaikan agar tanaman benar-benar mendapatkan air yang cukup, tidak kurang dan tidak pula berlebih. Pengairan ini meliputi pengaturan kebutuhan air bagi tanaman berarti juga termasuk dreanase. Tujuan dari iragasi yang utama adalah untuk memenuhi kebutuhan tanaman akan air bagi keperluan pertumbuhan. Manfaat lain tersedianya air irigasi adalah :
12
a.
Mempermudah untuk pengolahan tanah
b.
Membantu mengatur suhu tanah dan tanaman
c.
Membatu proses pemupukan agar dapat terserap oleh tanaman secara maksimal
d.
Mencegah tumbuhnya tanaman pengganggu Namun demikian, kebutuhan tanaman akan air harus diperhatikan secara bersama-sama.
Jumlah kebutuhan air untuk irigasi dalam pertanian umumnya dipengaruhi oleh beberapa faktor berikut :
Jenis dan sifat tanah, sifat tersebut termasuk tekstur tanah, permeabelitas yang akan mempengaruhi besarnya perkolasi atau hilangnya air ke bagian tanah yang lebih dalam.
Macam dan jenis tanaman, ini menunjukkan kebutuhan air yang berbeda sesuai dengan perbedaan sifat tanaman dan cara-cara bercocok tanam.
Keadaan iklim, khususnya curah hujan dan penyinaran matahari disamping keadaan musin disepanjang tahun.
Faktor tofografi berpengaruh terhadap jumlah, terutama dari segi jumlah kehilangan air melaliu perembesan, kebocoran, dan aliran permukaan.
Luas lahan berpengaruh terhadap kebutuhan air untuk setiap satuan luas sesuai dengan hasil pengamatan.
Air yang diperlukan tanaman hampir seluruhnya berasal dari tanah melalui proses penyerapan oleh akar. Kelebihan atau kekurangan air yang tersedia akan mengakibatkan terganggunya pertumbuhan pada tanman. Kelebihan air pada lahan kering terjadi apabila sebagian besar atau seluruh pori tanah terisi oleh air sehingga di dalam tanah kekuranagan udara atau zat asam yang diperlukan untuk respirasi akar. Respirasi yang tidak baik akan mengakibatkan akar tanaman tidak berfungsi secara baik, sehingga berkurangnya penyerapan air meskipun jumlah air yang tersedia cukup banyak. Kekurangan ketersediaan air dalam tanah akan mengakibatkan tanaman tumbuh kerdil dan layu. Hal ini terjadi karena proses yang terjadi dalam tubuh tumbuhan tidak berlajan denagan baik. Pada tanah yang sering mengalami kelebihan air, upaya yang dilakukan adalah membuat saluran air selama musim hujan. Sedangkan pada tanah yang kekurangan air dibuat saluran irigasi untuk pengairan pada musim kemarau.
13
Cara pemberian air kepada tanaman dapat dibedakan beberapa macam, yaitu :
Cara siraman, yaitu dilakukan dengan mengambil air dari sumbernya dengan menggunaka suatu wadah kemudian disiramkan pada tanaman satu persatu secukupnya.
Cara genangan atau leb, yaitu dilakukan dengan mengalirkan air dari sumbernya mendekati lahan pertanian, kemudian dialirkan sepanjang permukaan tanah yang ditanam selama waktu tertentu.
Cara ebor, yaitu dilakukan dengan cara mengalirkan air dari sumbernya mendekati lahan pertanian dalam suatu parit yang arahnya tegak lurus terhadap arah barisan tanaman kemudian dengan ember dilontarkan sepanjang barisan tanaman.
Cara irigasi curah, yaitu dilakukan dengan mengalirkan air melalui pipa tertutup dengan tekanan ke lahan pertanian, kemudian melalui pipa-pipa tegak air dicurahkan seperti hujan selama waktu tertentu.
3.
Sistem Tanam campuran Tanaman Semusim dan Tahunan Indonesia mempunyai lahan pertanian yang cukup luas, namun kepemilikan oleh petani
masih relatif sempit. Petani umumnya hanya terfokus pada tanaman pangan meskipun tanaman tahunan juga di usahakan, sehingga terbentuk suatu sistem tanaman campuran antara tanaman pangan yang berumur pendek dengan tanaman buah-buahan atau tanaman industri lainnya sebagai tanaman tahunan. Sistem tanaman campuran antara tanaman semusim dan tanaman tahunan dapat dibagi menjadi 3 macam, yaitu :
Sistem tanam campuran antara tanaman semusim dengan tanaman herba tahunan atau semi tahunan seperti pisang.
Kebun campuran (mixed garden), yaitu sistem penanaman di pekarangan yang sangat beragam, baik pola tanam maupun jenis tanamannya.
Sistem tanaman campuran antara tanaman semusin dengan tanaman pohon tahunan seperti kopi, karet, kelapa dan sebagainya.
Melihat kondisi tanah yang ada di Indonesia, pada umunya pertanian di Indonesia terletak pada daerah pegunungan yang mempunyai lereng-lereng yang dalam. Melihat keadaan seperti ini sangat baik digunakan pola usaha tani Kontur. Sistem usaha tani kontur yang disebut Sloping Agricultural Land Technology (SALT) , ini merupakan suatu cara yang dilakukan untuk mengubah suatu petak lahan di lereng menjadi lahan dataran tinggi yang produktif. Hal
14
ini memungkinkan petani menstabilkan dan memperkaya tanah, mempertahankan kelembapan tanah, mengurangi hama dan penyakit tanaman serta mengurangi kebutuhan input yang mahal seperti penggunaan pupuk kimia. Penanaman tanaman dengan usahatani kontur ini menjadikan sisi bukit yang sering mengalami erosi menjadi lanskap bertingkat dan hijau. Yang paling penting adalah penerapan sistem ini dapat meningkatkan pendapatan petani di daerah sekitar lereng pegunungan. SALT dirancang untuk keluarga petani kecil yang ingin meningkatkan pendapatan tanaman musiman maupun tanaman tahunan. SALT mencakup beberapa langkah, yaitu : a.
Menempatkan garis-garis kontur dan mengolah tanah sepanjang garis kontur dengan jarak 4-6 meter pada bukit yang terjal dan jarak 7-10 meter pada daerah yang lereng.
b.
Menanam tanaman pengikat nitrogen sebagai lajur tanaman pagar ganda dalan dua alur dengan jarak 50 cm sepanjang tiap garis kontur.
c.
Mengolah dan menanam tanaman tahunan misalnya kopi, jeruk, mangga dan lain-lain pada setiap baris ketiga atau keempat.
d.
Mengolah baris tambahan antar jalur tanaman pagar sebelum tumbuh secara penuh.
e.
Menanam tanaman musiman misalnya jagung diantara baris tanaman tahuanan sebagai sumber bahan pangan dan pendapatan.
f.
Memangkas tanaman pagar hingga tinggi 1 meter di atas tanah dan memanfaatkan hasil pemangkasan untuk bahan organik.
g.
Melakukan perputaran atau pergiliran tanaman secara permanen untuk mempertahankan produktivitas, kesuburan dan formasi tanah.
h.
Membangun sengkedan dengan cara menumpuk pohon, dedaunan dan batuan pada bagian bawah tanaman pagar untuk menahan dan memperkaya tanah.
15
BAB III PENUTUP Kesimpulan
Padang penggembalaan merupakan tempat menggembalakan ternak untuk memenuhi kebutuhan pakan dimana pada lokasi ini telah ditanami rumput unggul dan atau legume (jenis rumput/ legume yang tahan terhadap injakan ternak).
Tujuan utama dalam pembuatan padang penggembalaan adalah menyediakan hijauan makanan ternak yang berkualitas, efisien dan tersedia secara kontinyu sepanjang tahun, disamping itu sebagai media intensifikasi kawin alam. Untuk memenuhi tujuan di atas maka perlu memperhatikan Tata Laksana Penggembalaan, karena cara menggembalakan ternak di daerah padang penggembalaan tidak cukup hanya dengan memasukkan ternak kedalamnya.
Sistem bertanam pada daerah tropika berbeda dengan daerah yang memiliki iklim sedang dan dingin. Pada daerah tropika ada lima bentuk sistem bertanam yang sering digunakan yaitu sistem perladangan berpindah, sistem irigasi, sistem campuran tanaman semusim dan sistem campuran tanaman tahunan. Tujuan dari penerapan sistem bertanam pada daerah tropika ini adalah untuk meningkatkan hasil produk pertanian dengan biaya produksi yang rendah dan tetap dapat menjaga kesuburan tanah dan melistarikan lingkungan.
16
DAFTAR PUSTAKA
Mc Llroy, R.J. 1976. Pengantar Budidaya Padang rumput Tropika. Pradnya Paramita, Jakarta.
Reksohadiprojo, S. 1994. Produksi Tanaman Hijauan Makanan Ternak Tropik. BFFE, Yogyakarta.
Santosa, U. 1995. Tata Laksana Pemeliharaan Ternak Sapi. Penebar Swadaya. Jakarta.
Subagyo I, Kusmartono 1988. Ilmu Kultur Padangan. Malang: Nuffic, Fakultas Peternakan Universitas Brawijaya.
Susetyo, I. Kismono dan B. Suwardi. 1981. Hijauan Makanan Ternak. Direktorat Jendral Peternakan Departemen Pertanian, Jakarta.
Darius.
2011.
Sistem
Penanaman
Ganda
(Multiple
cropping).
http://berusahatani.blogspot.com//sistem-penanaman-ganda-multiple.html/.
Jarwani.
2009.
Sistem
Tanaman
Tumpang
Sari.
http://forjusticeandpeace.wordpress.com//sistem-tanam-tumpangsari.html/.
17