Part Ii : Kepuasan Pelanggan = Mutu, Adalah Quality Myopia- Qms Binus Edisi 18 - Juni 2009

  • Uploaded by: Haery Sihombing
  • 0
  • 0
  • May 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Part Ii : Kepuasan Pelanggan = Mutu, Adalah Quality Myopia- Qms Binus Edisi 18 - Juni 2009 as PDF for free.

More details

  • Words: 3,529
  • Pages: 8
Newsletter

Edisi 18 / V / Juni / 2009

Sekapur Sirih

DA F TA R I S I Sekapur Sirih

1

Headline Forum Komunikasi Pusat Penjaminan Mutu

2

Sebagai salah satu bentuk dukungan BINUS Univer-

3

sity dalam peningkatan mutu Perguruan Tinggi di Indonesia, maka BINUS University mempelopori pembentukan Forum Komunikasi Pusat Penjaminan Mutu, mengadakan pelatihan Auditor Internal dan menerima kunjugan Studi Banding dari Perguruan Tinggi.

Studi Banding UPI - Bandung Training Auditor - UNLAM Quality Management Article Things That Auditee Should Do and Don’t Quality Tools Article Part II : Kepuasan Pelanggan = Mutu adalah Quality Myopia

4-6

Diharapkan dengan terlaksananya kegiatan tersebut

Serba Serbi Profile : Frederick Winslow Taylor (1858-1915)

7

Berita terkini Rapid Change In Higher Education

8

Total Quality Management Glosarry

8

Penanggung Jawab : David Sakti Satyawan Pemimpin Redaksi : Rudi Redaksi : Debora, Dessy Afandy, Pengkuh Ibnu S Quality Management Center UNIVERSITAS BINA NUSANTARA Jl. Kebon Jeruk Raya No. 27, Jakarta Barat 11530 Phone : (6221) 53696917, Fax : (6221) 5300244 [email protected]

di atas, maka impian untuk mewujudkan dunia pendidikan yang berkualitas semakin menjadi kenyataan.

Redaksi

“ it isn't what you find it's what you do about what you find” ( Crosby )

HALAMAN

Headline

2

Forum Komunikasi Pusat Penjaminan Mutu PT Sebagai bentuk partisipasi aktif dalam peningkatan mutu perguruan tinggi di Indonesia, BINUS University mengadakan acara pembentukan Forum Komunikasi Pusat Penjaminan Mutu Perguruan Tinggi yang dihadiri oleh 34 Peguruan Tinggi negri dan swasta di area Jabotabek. Pembicara yang hadir di forum komunitas ini adalah Dr. Ir. H. Suharyadi, MS selaku Rektor Universitas Mercubuana yang juga merupakan Ketua Umum APTISI, Solichin A. Darmawan, RLA selaku Certification Manager PT SGS Indonesia, dan Prof. Dr Johannes Gunawan,SH.,LL.M selaku Anggota Majelis Pendidikan, Departemen Pendidikan Nasional. Sebagai perwakilan dari DIKTI turut hadir Drs. Hanafi, MS. Untuk menindaklanjuti hasil dari forum ini, dibentuk tim formatur yang terdiri dari BINUS University, Universitas Trisakti, Universitas Mercubuana, Bakrie School of Management, dan STMIK Swadarma. Tim formatur inilah yang akan bertugas untuk menentukam visi, misi, ruang lingkup, keanggotaan, kepengurusan, serta kegiatan forum kedepannya. Forum komunikasi ini diharapkan dapat menjadi pusat pengetahuan manajemen mutu, dapat memberikan sumbangan bagi peningkatan daya saing perguruan tinggi Indonesia serta menjadi partner bagi perguruan tinggi dan pemerintah dalam kegiatan penciptaan dan penerapan standar manajemen mutu internal perguruan tinggi. (DA)

Studi Banding Universitas Pendidikan Indonesia Pada tanggal 20 Mei, BINUS University menerima 170 peserta studi banding yang berasal dari Universitas Pendidikan Indonesia (UPI), Bandung. Mayoritas peserta studi banding merupakan mahasiswa Pasca Sarjana dan Doktor Pendidikan dengan didampingi oleh Ketua Program Studi Administrasi Pendidikan, yaitu Prof. Dr. Nanang Fattah, M.Pd; serta beberapa orang Dosen Pasca Sarjana S2/S3, yaitu Prof. Dr. Abin Syamsudin, MA; Prof. Dr. Azis Wahab, MA; Prof. Dr. Idochi Anwar, M.Pd; Udin Syaefudin, Saud, Ph.D; dan Dr. Yahya, Mpd. Prof.Dr.Gerardus Polla., M.App.Sc selaku Rektor BINUS University menyambut baik serta memberikan apresiasi kepada para peserta studi banding yang telah menjadikan BINUS University sebagai sarana dalam mempelajari sistem penjaminan mutu perguruan tinggi. Pada studi banding kali ini, banyak dibicarakan mengenai peran kepemimpinan dalam proses implementasi penjaminan mutu, hambatan-hambatan apa saja yang ditemui, serta bagaimana menciptakan komitmen dari setiap level terhadap sistem penjaminan mutu yang diterapkan. (DA)

Training Auditor - UNLAM Quality Management Center (QMC) kembali mengadakan pelatihan auditor internal berdasarkan ISO 19011:2002 pada tanggal 14 - 5 Mei 2009 yang lalu. Peserta training berjumlah 10 orang dan semuanya berasal dari Universitas Lambung Mangkurat. Pada training kali ini, peserta mendapatkan materi ISO 9001:2008 dari Management Representative BINUS University yakni Bapak David Sakti Satyawan, serta materi audit internal yang dibawakan oleh System Controller BINUS University, yakni Ibu Cuk Tho Dalam training yang berlangsung selama 2 hari ini, para peserta dibekali dengan pengetahuan mengenai ISO 9001:2008 dan informasi panduan audit berdasarkan pada ISO 19011:2002. Peserta juga diarahkan oleh instruktur untuk mengikuti simulasi audit. Dalam simulasi ini, semua peserta mendapatkan kesempatan untuk berperan sebagai auditor mapun auditee. Setelah mengikuti training tersebut, kesepuluh peserta merasa sangat puas baik terhadap materi ataupun simulasi yang diberikan. Diharapkan, semua pengetahuan yang diperoleh selama training dapat diterapkan di Universitas Lambung Mangkurat. (DA)

QMC Newsletter Edisi 18/V/Juni/2009

Quality Management Article

HALAMAN

Things That Auditee Should Do and Don’t Kesuksesan suatu proses audit, tidak hanya tergantung pada auditor, namun juga terletak pada auditee. Sama halnya dengan auditor, auditee merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari proses audit. Pada bulletin edisi sebelumnya, sudah dibahas mengenai tips – tips untuk menjadi seorang auditor yang baik. Menyambung artikel tersebut, pada edisi kali ini, akan dijelaskan mengenai auditee, hal yang harus dilakukan seorang auditee dan apa saja yang harus dihindari auditee demi mendukung kelancaran proses audit. Ada banyak definisi dari auditee dan salah satunya adalah organisasi atau orang yang diaudit. Auditee ini akan menjadi obyek pada saat pelaksanaan audit dan yang akan menjawab semua pertanyaan dari auditor. Untuk membantu pelaksanaan audit, ada beberapa hal yang harus dilakukan auditee, diantaranya: 1. Komitmen, audit internal merupakan kegiatan yang rutin dilaksanakan di dalam organisasi atau institusi. Oleh karena itu di sini dituntut komitmen auditee agar menyediakan waktu khusus untuk diaudit dan siap sedia diaudit sesuai dengan jadwal yang ditentukan. 2. Mempersiapkan diri, yang dimaksud mempersiapkan diri di sini adalah menyiapkan dokumen – dokumen yang diperlukan pada saat proses audit dan bukti perbaikan temuan periode sebelumnya. 3. Memastikan kehadiran personil yang diperlukan selama audit 4. Auditee hendaknya bersikap positif dalam menerima hasil temuan. Auditee jangan memandang temuan sebagai sesuatu hal yang memberatkan melainkan sebagai continuous improvement. 5. Bersikap tenang dan profesional pada saat proses audit. Apabila auditee merasa tidak nyaman dengan sikap auditor yang terlalu menekan, hendaknya emosi auditee tidak terpancing. Auditee hendaknya tetap bersikap tenang dan memberikan penjelasan ataupun dokumen yang ditanyakan oleh auditor. 6. Bekerjasama dengan auditor (bersikap kooperatif) sehingga menghasilkan hasil audit yang terbaik. 7. Menjawab pertanyaan auditor dengan sejelas mungkin. 8. Memberikan kesempatan kepada auditor untuk menyelesaikan audit 9. Mendokumentasikan dan mengabarkan hasil perbaikan yang diambil 10. Seorang auditee wajib mengingatkan auditor untuk membacakan hasil temuan. Tujuannya untuk menghindari kesalahpahaman dan ketidaksetujuan ketika hasil audit sudah diumumkan.

1.

Itu hanya sedikit dari sekian banyak hal yang harus dilakukan auditee. Ada yang hal yang harus dilakukan auditee, ada juga yang harus dihindari. Beberapa yang hal harus dihindari auditee pada saat proses audit berlangsung:



QMC Newsletter Edisi 18/V/Juni/2009

2.

3.

4. 5. 6. 7. 8.

9.

Mengatur ulang jadwal audit dengan alasan “kami belum siap”. Alasan ini termasuk klise. Auditee harusnya mengetahui bahwa mereka akan diaudit dan memperhatikan jadwal yang sudah ditentukan. Kalau mereka sudah mengetahui jadwal yang ditentukan, harusnya tidak ada alasan untuk menghindar dengan alasan apapun. Personil tidak lengkap. Ini merupakan alasan lain dari auditee untuk mengatur ulang jadwal audit. Sering terdengar alasan, ada personil yang cuti atau sedang ada urusan di luar kantor. Situasi di ruangan auditee pada saat proses audit berlangsung terlihat seperti ada masalah besar. Hal ini berdampak, pada saat proses audit berjalan, auditee terlihat seperti terlalu sibuk untuk diaudit. Menyembunyikan dokumen yang ditanyakan auditor dengan berbagai alasan. Menggunakan istilah – istilah yang tidak umum dengan tujuan untuk membuat bingung auditor Memberikan jawaban yang menyesatkan auditor Berkelit terus menerus dalam menjawab pertanyaan auditor Menolak setiap hasil temuan dengan berbagai alasan, misalnya dengan mengatakan: ”temuan itu bukan salah unit saya, itu terkait dengan unit lain”. Terlalu banyak bercanda pada saat proses audit berlangsung. Dalam proses audit, bercanda tidak dilarang, namun, akan lebih baik tidak melampaui batas karena tidak semua auditor memiliki sifat humoris.

Tidak ada auditee yang menginginkan temuan major ataupun minor. Oleh karena itu, kunci kesuksesan dari proses audit adalah sejauh mana auditor dan auditee bisa saling bekerjasama. Auditor tidak menekan auditee dan sebaliknya auditee tidak bersikap defensif pada saat proses audit berlangsung. Biarkan proses audit berjalan dengan sebagaimana mestinya sehingga auditor dan auditee bisa saling mengatakan.... Good Auditing! (DB) Source :

• •





http://www.internal-auditor.com/Features/2001/02-FebGames.htm h t t p : / / b o o k s . g o o g l e . c o m / b o o k s ? id=wDVntwiR538C&pg=PA111&lpg=PA111&dq=things+that+au ditee+should+do&source=bl&ots=MpT1p2RxJk&sig=z9FdPjHew eFyX1iHGkyjTfDc8uk&hl=en&ei=87YcSoqWNoOIkQWwiDk&sa =X&oi=book_result&ct=result&resnum=1#PPA112,M1 http://www.internal-auditor.com/Features/Archive/ChallengesAug.htm ISO 19011 :Guidelines for Quality and / or environmental Management Systems Auditing ISO 9000:2000 series Auditor / Lead Auditor

3

HALAMAN

Quality Tools Article

4

Part II : Kepuasan Pelanggan = Mutu, adalah Quality Myopia Oleh : Haeryip Sihombing

Untuk menjawab pertanyaan tersebut, penjelasan sederhananya adalah sebagai berikut: • Suatu organisasi bisnis yang bermutu, tidaklah hanya sebatas ketika semua persyaratan- persyaratan konsumen terpenuhi. Argumentasinya adalah, jika memang produk- produk dan layanan- layanan yang dihasilkan oleh suatu perusahaan adalah bermutu, mengapa banyak perusahaan yang produk dan layanannya yang bermutu baik adalah tidak berkembang dan malah kebalikannya. Sebut GM, Ford, dan Chrysler sekarang ini yang kewalahan dengan bisnis mereka. Juga apa yang terjadi pada HONDA-UK dan City Bank, misalnya. Apakah karena perusahaan tersebut secara organisasi, maupun produk dan layanan yang dihasilkannya adalah tidak bermutu? • Kepuasan pelanggan tidak sekedar hanya terbatas sepanjang persyaratan – persyaratannya terpenuhi. Argumentasinya adalah, jika konsumen puas, mengapa produk- produk yang dibuat sesuai persyaratanpersyaratan konsumen jumlahnya penjualannya adalah terbatas, dan konsumen tidak terus menerus membelinya? Di sisi lain, apakah setiap produk- produk yang dibuat adalah semata- mata atas persyaratan yang diminta konsumen, sehingga produk yang dibuat adalah sebatas yang konsumen tahu? Selain seperti telah dicontohkan di atas, sebutlah produk ’Walkman’ yang diciptakan oleh SONY. Apakah produk ini dibuat atas persyaratan yang diminta oleh konsumen.... atau diciptakan oleh produsen melalui inovasi mereka, sehingga kemudian menggugah kesadaran konsumen? Jika anda berpijak pada pemikiran bahwa kepuasan konsumen hanya semata- mata berlaku sepanjang persyaratannya terpenuhi, maka kita sekarang ini mungkin hanya memakai mesin- mesin ketik (typing machines) untuk membuat laporan- laporan kerja administratif tanpa kehadiran komputer untuk memudahkan pekerjaan kita, bukan? Banyak lagi contoh- contoh lainnya yang anda dapat cari untuk menjelaskan, bahwa jawaban terhadap mutu bukanlah sekedar kepuasaan pelanggan yang hanya melalui pemenuhan persyaratan- persyaratannya, seperti apa yang saya coba terjemahkan pada gambar 2 sebagai modifikasi dari gambar sistem manajemen mutu ISO 9001. Ini karena dalam hal mutu dan kepuasaan, selain sederetan teori- teori dan konsep- konsep segementasi dan strategi pasar, maupun inovasi dan pembangunan produk atau bisnis, dasarnya adalah sebagai berikut: i.

Trout dan Rivkin (2000) mengatakan, mutu bukanlah suatu keunggulan bila dikatakan sebagai pembeda terhadap suatu produk atau layanan yang juga dapat dilakukan oleh para pesaing lainnya. Namun suatu pemberian. Dengan demikian, maka sudah selayaknyalah organisasi- organisasi memberikan mutu bagi layanan dan produknya terhadap konsumen sebagai suatu keharusan yang wajar. Ini karena, hal yang kritis dalam persaingan efektif adalah, ketika kemampuan untuk mengidentifikasikan peluang yang dijadikan suatu prasyarat tertinggi dalam usaha pengembangan bisnis (baik terhadap produk dan layanan yang diberikan), dilakukan oleh organisasi bisnis untuk membawanya ke pasar produk baru melalui suatu proses secara cepat (Wheelwright & Clark, 1992).

ii.

Keunggulan dalam persaingan pasar, bukan berarti kepuasan konsumen dengan hal- hal yang sudah wajar dalam hal yang sudah seharusnya diberikan. Pengertian mutu dari kepuasaan pelanggan seperti hal tersebut terlalu naif dan sempit. Kepuasan konsumen ideal adalah kepuasan yang berfokuskan kepada penemuan oleh konsumen sebagai suatu kesadaran terhadap suatu kebutuhan baru melalui penterjemahan yang dilakukan oleh organisasi- organisasi bisnis dalam mengartikulasikan abstraknya keinginan konsumen, serta membawa organisasi- organisasi bisnis tadi berada pada posisi bertahan dan berkembang, serta berkesinambungan.

iii. Komponen emosional dalam diri konsumen pada pasar modern dewasa ini adalah obyek yang menjadi motivasi konsumen untuk membeli. Ini didasarkan pada pemikiran, bahwa konsumen tidaklah selalu benar. Sebab mereka bingung dan pada dasarnya emosional. Mereka membuat kesalahan- kesalahan dan mereka

QMC Newsletter Edisi 18/V/Juni/2009

Quality Tools Article

HALAMAN

lupa sesuatu, bahkan terkadang kekanakkanakan (Trout & Rivkin, 2000). Contoh, produk Play Station (PS) dan gamesgames permainan di komputer, maupun ’buggy jumping’. Sekalipun pada akhirnya, tidak ada jaminan bahwa konsumen akan bertahan dengan apa yang dihasilkan oleh satu produsen yang bagaimanapun baiknya menghasilkan suatu produk dan layanan yang mampu diberikan (Barlow & Maul, 2000). iv. Pelanggan puas adalah dalam kondisi ketika pelanggan beropini dan berperasaan puas terhadap produk dan layanan yang diterimanya, baik secara sadar maupun tidak. Tidak dikatakan, apakah pengertian tadi dalam konteks pelanggan memiliki perasaan bebas atau terpaksa, sadar atau tidak. Jika kepuasan pelanggan menjadi suatu kata ajaib dalam persaingan bisnis, maka kepuasan tersebut adalah suatu pemberian yang diusahakan oleh organisasi bisnis Gambar 2. Sistem Manajemen Mutu: Persyaratan Pelanggan = (produsen) dan bukan tidak terbatas, Kepuasan Pelanggan. karena tidak semua pelanggan (konsumen) dapat dipuaskan (Sihombing, 2004). Ketika organisasi- organisasi bisnis hanya memfokuskan kepuasan dalam kerangka pengejaran terhadap apa yang diinginkan oleh konsumen sebagai pengertian mutu tradisional dari bisnis, maka potensipotensi yang dimiliknya ter-plot kepada bentuk- bentuk yang mudah dilakukan dan diketahui oleh siapapun pesaingnya, serta mudah dipatahkan oleh pesaing- pesaing lainnya bila dikatakan sebagai suatu strategi. Misal: Harga murah, siapapun orang tahu dan menginginkannya. Atau tepat waktu, siapapun mau, ada, serta wajar dalam keseharian manusia modern yang mempergunakan waktu sebagai aset dan keuntungan. MUTU ADALAH ”FIT” Secara sederhana untuk memudahkan pemahaman akan mutu, saya mencoba mengekspresikannya melalui penterjemahan MUTU sebagai suatu singkatan kata dari kaMU Terhadap akU. Jika sekalipun kita memilih untuk mempergunakannya melalui sebuah kata: QUALITY, maka saya mengartikannya sebagai eQUAL I To You. Ini untuk menterjemahkan, bahwa di dalam mempergunakan dan menilai mutu, menurut saya adalah berdasarkan setidaknya terdapat lebih dari satu pihak yang dilibatkan, dan didalamnya ada suatu pembandingan (perbandingan antara subyek kepada obyek dan di antara subyek-subyek). Seperti halnya antara persyaratan dan pemenuhan, kepuasaan dan pemberian, di mana antara penyedia dan penerima berlaku suatu ukuran yang berimbang secara dinamis dengan dimensinya, yaitu: kinerja, fitur- fitur, kelayakan, kesesuaian, kehandalan, serviceability, estetika, dan perceived quality (Garvin, 1998). Dari ke-8 dimensi tadi, berikut pencampurannya, masing- masing dipergunakan secara dinamis dalam pandangan yang diletakkan pada apa yang diberikan/ disediakan dan diminta, yaitu: a.

Fitness to specification. Artinya, bahwa produk atau layanan adalah secara tepat, sesuai dengan apa spesifikasi ppersyaratannya. Ini merujuk kepada pemahaman mutu sebagai "little q" dalam konteks yang dijelaskan Joseph Juran.

QMC Newsletter Edisi 18/V/Juni/2009

5

HALAMAN

6

Quality Tools Article

b.

Fitness for use. Ini merupakan persyaratan pertama untuk memastikan bahwa produk atau layanan adalah tidak hanya sesuai terhadap spesifikasi, namun juga memuaskan kebutuhan konsumen terhadap penggunaanya dalam banyak hal dan masuk akal.

c.

Fitness for cost. Konsep ini secara teoritis berhubungan terhadap dinamika yang berpusat pada persaingan, di mana semua dari hal- hal lainnya adalah seimbang-serupa. Misal, “the lower the cost, the better”.

d.

Fitness for latent needs. Ini untuk menterjemahkan pengertian dari kesempatan terhadap inovasi, dan semua yang berhubungan terhadap hal tersebut.

Ke-empat fitness tersebut juga dapat dilakukan dalam konteks manajerial dan strategi, tergantung bagaimana menterjemahkannya.Namun demikian, tentunya tidak mudah. Namun demikian, boleh jadi pendapat anda tentang mutu tidak sepaham dengan ekspresi pemahaman saya. Saya menyadarinya, karena ruang pendapat terhadap hal itu terbuka lebar, dan pendapat saya bukanlah satu pendapat akhir yang tidak dapat digugat, maupun diargumentasi. Sebab mutu itu sendiri pada dasarnya dinamis dan tidak pernah berakhir, di mana esensinya adalah kesinambungan dan peningkatan-perbaikan berkelanjutan. Namun demikian, bukan pula berarti bahwa mutu itu juga dapat diterjemahkan dengan begitu remehnya, dengan menganggap pendapat orang lain seolah- seolah sebagai sesuatu yang sepele pula. Seperti halnya pengalaman yang saya dapatkan beberapa tahun lalu di Jakarta, seolah- olah apa yang diajarkan di kelas adalah salah dan membodohi mahasiswa, setelah mereka datang memprotes karena dipersalahkan saat menjawab definisi mutu pada suatu acara ‘talk show’ yang diadakan pihak universitas untuk lingkungan internal. Bahkan dianggap kurang tepat, ketika menjawabnya dengan mengutip apa yang didefinisikan di dalam buku text perkuliahan. Anda memiliki pendapat dan juga ingin berpendapat? Pendapat anda maupun pendapat saya, adalah gambaran dari bagaimana kacamata yang kita pergunakan masingmasing. Apakah itu berasal pengalaman, profesi pekerjaan, studi, maupun hasil dari membaca literatur-lliteratur teori yang ada. Namun jelas, tentunya jika kita hanya mengandalkan dari ‘talk show’ yang kebetulan ppembicaranya tidak berkecimpung di bidang itu, maka anda sah- sah saja untuk menganggapnya sebagai seorang myopia yang mencoba membaca buku dengan mempergunakan kacamata hitam. RUJUKAN PUSTAKA 1. 2. 3. 4.

5. 6. 7.

Barlow, J., dan Maul, D. (2000). Emotional Value: Creating Strong Bonds with Your Customers, Berret-Koshler Pubs. Besterfield, D.H. (2004). Quality Control, 7th Edition, Pearson Prentice Hall. Garvin, D.A. (1988). Managing Quality: The Strategic and Competitive Edge. The Free Press. Sihombing, H. (2004). Myopia Mutu Sebagai Latent Dalam Persaingan dan Pertumbuhan (Kemampuan) Bisnis. (monograph) at: http://www.pdfcoke.com/ doc/418369/Myopia-Mutu-Sebagai-Latent-Dalam-Persaingan-DanPertumbuhan-Bisnis Sihombing, H. (2007). Quality Paradigm: Values and Goals. at: http://sihombing15.files.wordpress.com/2007/11/ quality-paradigm-values-and-goals.pdf Trout, J, dan Rivkin, S (2000). Differentiate or Die: Survival in Our era of Killer Competition, John Willey & Sons Inc. Wheelwright, S.C., dan Clark, K.B (1992). Revolutionizing Product Development: Quantum Leaps in Speed, Efficiency, and Quality, The Free Press.

(*) Haeryip Sihombing, adalah praktisi di bidang manajemen dan pengendalian mutu, pengembangan produk dan pasar. Dari tahun 2001 hingga 2006, aktif sebagai tenaga pengajar paruh waktu di beberapa universitas swasta di Jakarta. Pada tahun 2002-2004 pernah bertugas sebagai tenaga pengajar paruh waktu di Jurusan Teknik Industri Universitas Bina Nusantara. Semenjak tahun 2006 hingga kini, bekerja menjadi pengajar tamu di Universiti Teknikal Malaysia Melaka.

QMC Newsletter Edisi 18/V/Juni/2009

Serba Serbi Profile

HALAMAN

FREDERICK WINSLOW TAYLOR (1856–1915) father of scientific management & efficiency movement Frederick Winslow Taylor dikenal sebagai “Bapak Manajemen Ilmiah”. Ia dilahirkan di Philadelphia pada tanggal 20 Maret 1856. Taylor selalu menggunakan perhitungan untuk menemukan cara terbaik dalam mengerjakan sesuatu. Pada usia 12 tahun, Ia menemukan Harness, sejenis alat penyangga untuk menopang punggungnya pada saat tidur, agar terhindar dari mimpi buruknya saat itu. Di usianya yang ke-25, Ia memperoleh gelar insinyur pada Stevens Institute of Technology, New Jersey. Ia juga pernah memenangkan U.S Lawn Tennis Association doubles championship, di mana ia menggunakan spoon-shaped racket yang didesain oleh dirinya sendiri dan telah dipatentkan.

Walaupun, Ia unggul di bidang matematika dan olahraga serta memiliki gelar akademik dari perguruan tinggi yang eksklusif, Ia memilih bekerja magang sebagai ahli mekanik pada perusahaan Enterprise Hydraulic Works. Kemudian, menjadi pekerja pada Midvale Steel Company sebagai Shop Clerk dan berlanjut sebagai mekanik, foreman, maintenance foreman dan chief draftsman. Dalam 6 tahun, karirnya meningkat menjadi research director kemudian chief engineer. Selama bekerja di sana dia berusaha menemukan cara bagaimana suatu pekerjaan diselesaikan dengan efisien, dibandingkan dengan kuantitas yang berhasil diproduksi serta dihubungkan dengan insentif bagi individu yang berhasil mencapai target. Taylor kemudian membuat suatu pedoman mengenai cara meningkatkan efisiensi produksi, yang dikenal dengan Taylor’s Principles, yaitu : 1. Replace rule-of-thumb methods with methods based on a scientific study of the tasks. 2. Scientifically select, train, and develop each employee rather than passively leaving them to train themselves. 3. Provide “Detailed instruction and supervision of each worker in the performance of that worker’s discrete task. 4. Divide work nearly equally between managers and workers, so that the managers apply scientific management principles to planning the work and the workers actually perform the tasks. Source : http://en.wikipedia.org/wiki/Frederick_Winslow_Taylor http://www.stfrancis.edu/content/ba/ghkickul/stuwebs/bbios/biograph/fwtaylor.htm http://www.startup-books.com/books/140517/J.C.-Spender-(Editor)-and-Hugo-Kijne-(Editor)/Scientific-Management/

QMC Newsletter Edisi 18/V/Juni/2009

7

Berita Terkini

HALAMAN

Rapid Change In Higher Education

(The 2009 World Conference on Higher Education )

Dalam rangka mengantisipasi perkembangan dunia pendidikan, pusat – pusat pendidikan tinggi di Asia mengadakan Asia-Pacific Sub-regional Preparatory Conference for the 2009 World Conference on Higher Education yang diselenggarakan di Macao, China. Sebagai bagian terbesar dari UNESCO, zona Asia Pasifik mencakup lebih dari 3 miliar penduduk, atau 60% dari total penduduk dunia. Keragaman letak geografis, populasi, pendapatan dan budaya tercermin dalam institusi pendidikan yang beroperasi di kawasan ini. Namun, seiring dengan naiknya tingkat kemakmuran serta pertumbuhan penduduk usia 18 – 23 tahun, maka kebutuhan akan pendidikan semakin bertambah. Fenomena ini terjadi di berbagai negara di kawasan Asia Pasifik seperti China dan Thailand. Pengecualian terjadi di Australia, Korea dan Jepang. Hal ini disebabkan rendahnya tingkat kelahiran di negara – negara tersebut. Negara-negara seperti China, Thailand mengalami permintaan akan pendidikan yang sangat pesat. Di Jepang, pemerintah memberikan keleluasaan bagi perguruan tinggi dalam menawarkan jenis-jenis dan alternatif bagi masyarakat yang ingin mendapatkan pendidikan. Bukan hanya jenis institusi pendidikan tingginya yang beragam di berbagai Negara, melainkan beragam dalam hal lembaga yang mengembangkannya, seperti : for-profit corporations, non-profit organizations dan religious bodies. Meningkatnya kebutuhan akan pendidikan dikarenakan penduduk sudah mengetahui bahwa pendidikan merupakan modal untuk memerangi kemiskinan serta penyakit sosial lainnya. Seiring dengan perkembangan dunia pendidikan, masalah yang dihadapi juga bertambah. Dunia pendidikan di Asia harus menghadapi isu mengenai pelaksanaan perluasan sistem pendidikan tinggi, bagaimana meningkatkan kualitas serta bagaimana cara mengendalikan biaya pendidikan. Isu inilah yang akan dibawa dan didiskusikan dalam 2009 World Conference on Higher Education, yang diselenggarakan pada bulan Juli di Paris, Perancis. (DA/DB/RD/PH) (sumber : http://www.unescobkk.org/education/apeid/news/news-details/article/higher-education-sees-rapid-change/)

Total Quality Management Glossary Learning outcome: A learning outcome is the specification of what a student should learn as the result of a period of specified and supported study. Improvement: Improvement is the process of enhancing, upgrading or enriching the quality of provision or standard of outcomes. Strategic Planning: The process of analyzing the organization's external and internal environments; developing the appropriate mission, vision, and overall goals; identifying the general strategies to be pursued; and allocating resources.

Improvem

Performance indicators: Performance indicators are data, usually quantitative in form, that provide a measure of some aspect of an individual's or organization's performance against which changes in performance or the performance of others can be compared. Zero defect: a performance standard that aims to reduce defects in order to directly increase profits. The foundation of Six Sigma. Quality viewpoint : Emphasizes achieving customer satisfaction through the provision of highquality goods and services.

ent!!

Kirimkan Saran dan Masukan Anda di sini

Bagi saudara/i yang ingin memberikan artikel untuk buletin ini dapat mengirimkan artikel melalui email : ( [email protected] )

QMC Newsletter Edisi 18/V/Juni/2009

8

Related Documents


More Documents from "MyJalah"