A. Paradigma Pendidikan di Indonesia Menurut Ki Hajar Dewantara
Sebuah paradigma yang mapan dan berlaku dalam sebuah sistem boleh jadi mengalami malfungsi apabila partadigma tersebut masih diterapkan pada sistem yang telah mengalami perubahan. Paradigma yang mengalami anomali tersebut cenderung menimbulkan krisis. Krisis tersebut akan menuntut terjadinya revolusi ilmiah yang melahirkan paradigma baru dalam rangka mengatasi krisis yang terjadi (Kuhn, 2002). Paradigma suatu negara mengenai pendidikan tentu akan mengalami perubahan seiring dengan perkembangan zaman dan kemajuan teknologi. Paradigma pendidikan yang dibangun di Indonesia harus mengacu pada azas-azas fundamental yang telah dimiliki oleh bangsa dalam hal ini yang berasal dari nilai luhur budaya adiluhung bangsa. Azas pendidikan akan menjadi suatu kebenaran yang diyakini dan dapat menjadi dasar atau tumpuan berfikir, baik pada tahap perencanaan maupun pelaksanaan pendidikan. Tidak bisa dipungkiri paradigma pendidikan di Indonesia juga dipengaruhi oleh konsepkonsep paradigma masa penjajahan Belanda dan Jepang yang tentunya membawa dampak positif dan negatif dalam perekembangan penyelenggaraannya. Dampak negatif akibat penjajahan Belanda yang bercokol di negara ini kurang lebih 350 tahun atau 3,5 abad ini diantaranya adalah, asas sekuler-materialistik yang lebih dominan, asas sekuler yang dimaksud adalah adanya jurang yang memisahkan antara pendidikan dengan nilai-nilai agama. Pendidikan hanya untuk mengetahui ilmu dunia secara kognitif tapi tidak menyentuh nilai-nilai spiritual, Sedangkan materialistik lebih diartikan pada tujuan kehidupan yang hanya berorientasi materi dan keduniaan. Konsep materialistik inilah yang melahirkan tatanan perekonomian yang kapitalistik, kehidupan sosial yang egoistik dan individualistik. Dari sistem pendidikan seperti ini maka melahirkan generasi bangsa yang cerdas dari segi kognitifnya tapi sangat kerdil ahlaknya, tak pelak cermin sesungguhnya kita lihat dalam perkembangan realitas hari ini, baik di mendia elektronik maupun media massa sangatlah banyak kasus-kasus pidana yang justru dilakukan oleh orang-orang yang notabenenya adalah orang-orang yang memiliki pendidikan tinggi. Dari kondisi pendidikan Indonesia sebagaimana penjelasan sebelumnya maka kita harus kembali pada substansi pendidikan yang sesungguhnya. Salah satu dasar utama pendidikan adalah bahwa manusia itu dapat dididik dan dapat pula mendidik dirinya sendiri. Manusia dilahirkan tentunya tanpa daya dan tergantung pada orang lain kecuali faktor gen yang telah diwarisi oleh orang tuanya. Tapi di sisi lain manusia juga memiliki potensi hampir tanpa batas
yang dapat dikembangkan melalui dunia pendidikan. Asas-asas pendidikan di Indonesia harus bersumber dari kecenderungan umum pendidikan di dunia serta bersumber pada perjalanan sejarah dan nilai-nilai budaya adiluhung bangsa. Tiga asas pendidikan di Indonesia yang sangat relevan dengan upaya pendidikan, baik masa lampau, kini, dan akan datang adalah sebagaimana yang telah digagas oleh tokoh pendidikan kita yakni Ki Hajar Dewantara yang meliputi: asas Tut Wury Handayani, asas belajar sepanjang hayat (live long education), dan asas kemandirian dalam belajar. 1. Asas Tut Wuri Handayaniyang artinya: dari belakang seorang pendidik harus bisa memberikan dorongan dan arahan. Pada pengertian itu seseorang harus dapat mendorong orang yang dalam tangungjawabnya untuk mencapai tujuan secara berkelanjutan dalam pekerjaannya. Dalam proses pembelajaran, guru harus memberi dorongan kepada siswanya untuk selalu belajar dengan tuntas dan maju berkelanjutan. Sehingga kata kunci sukses dalam pembelajaran adalah belajar tuntas dan berkelanjutan. Dari asas tersebut nampak bahwa tujuan yang ingin dicapai oleh Taman Siswa adalah kehidupan yang tertib dan damai. Dari asas ini juga melahirkan “sistem among”, dimana guru memperoleh sebutan “pamong” yaitu sebagai pemimpin yang berdiri di belakang dengan bersemboyan “Tut Wuri Handayani”, yaitu tetap mempengaruhi dengan memberi kesempatan kepada anak didik untuk berjalan sendiri, dan tidak terus menerus dicampuri, diperintah atau dipaksa. Dua semboyan lainnya, sebagai bagian tak terpisahkan dari Tut Wuri Handayani, pada hakikatnya bertolak dari wawasan tentang anak yang sama, yakni tidak ada unsur perintah, paksaan atau hukuman (punishment), tidak ada campur tangan yang dapat mengurangi kebebasan anak untuk berjalan sendiri dengan kekuatan sendiri. Dua semboyan itu adalah : a. Ing Ngarsa Sung Tuladha yang artinya: di depan, seseorang harus bisa memberi teladan atau contoh. Dalam pengertian ini, bahwa proses pembelajaran contoh atau teladan menjadi kata kunci kesuksessan dalam pembelajaran. Pembelajaran di sekolah senantiasa terjadi proses imitasi atau proses peniruan dari contoh atau teladan, sehingga ketika pembelajaran berlangsung seorang pendidik harus menstrasfer pengetahuan tentang
sesuatu yang dipelajari siswa dengan benar dan tepat. Selain itu siswa tidak hanya mempelajari mengenai pengetahuan saja melainkan belajar dengan lingkungannya seperti belajar mengenai pribadi pendidiknya. Oleh karena itu pendidik selain menguasai pengetahuan dia juga harus mempunyai pribadi yang dapat dicontoh. b. Ing Madya Mangun Karsa yang artinya: ditengah – tengah atau diantara seseorang bisa menciptakan prakarsa dan ide. Pada pengertian itu, seseorang dapat menciptakan prakarsa atau ide diantara orang lain. Dalam proses pembelajaran di sekolah, berarti seorang guru harus dapat menciptakan prakarsa dan ide para siswanya ketika mereka dalam proses pembelajaran. Sehingga kata kunci kesuksesan dalam pembelajaran adalah pendidik bisa membangkitkan minat dan semangat belajar siswa , disini guru dituntut menjadi penggali minat dan pemompa semangat belajar anak .Sehingga setiap anak mampu berfikir kritis dan belajar mandiri (Cara Belajar Siswa Aktif). Jadi guru sebetulnya tidak perlu banyak mengajar justru lebih perlu menggagas tentang beragam bintang prestasi yang perlu setiap siswa gapai. 2. Asas belajar sepanjang hayat (life long learning)merupakan sudut pandang dari sisi lain terhadap pendidikan seumur hidup (live long education). Sehingga kurikulum di Indonesia harus dirancang dan diimplementasikan dengan memperhatikan dua dimensi, yaitu dimensi vertikal dan horizontal. Dimensi vertikal kurikulum sekolah meliputi tidak saja keterkaitan tapi kesinambungan antar tingkatan persekolahan, tetapi juga terkait dengan kehidupan peserta didik di masa depan. Dimensi horizontal mengaitkan pengalaman belajar di sekolah dengan pengalaman di luar sekolah. Maka rancangan kurikulum yang memperhatikan kedua dimensi itu akan mengakrabkan peserta didik dengan berbagai sumber belajar yang ada di sekitarnya. 3. Asas kemandirian dalam belajar memiliki kaitan yang sangat erat dengan asas Tut Wuri Handayani maupun asas belajar sepanjang hayat. Konsep “kemandirian” mengandung makna bahwa belajar merupakan kebutuhan yang
muncul dari dalam diri sendiri
sehingga cenderung bertahan sepanjang hayat tanpa campur tangan orang lain. (Wayan Santyasa, 2003)
Asas-asas pendidikan yang telah dirumuskan oleh Kihajar Dewantara tentu masih relevan dengan kondisi bangsa Indonesia saat ini, olehnya sistem pendidikan Indonesia harus memasukan asas-asas pendidikan tersebut. Tidak kalah pentingnya juga adalah bahwa bangsa Indonesia adalah bangsa yang sarat akan agama, sehingga kurikulum yang dibangunpun harus memasukan nilai-nilai agama dan ahlak mulia. Karena pada kenyataannya penyelenggaraan pendidikan tanpa menyentuh nilai-nilai agama hanya akan menghasilkan output/keluaran generasi yang hanya cerdas dari sisi kognitif, sedangkan kecerdasan spiritual tidak tersentuh. Kemajuan bangsa Indonesia ke depan hanya bisa terjadi ketika generasi kedepan memiliki berbagaimacam kecerdasan khususnya kecerdasan individual, kecerdasan sosial dan kecerdasan spiritual.
B. Konsep Pendidikan Indonesia Menurut Ki Hajar Dewantara Konsep Pembelajaran Ki Hadjar Dewantara: 1. Dalam belajar menerapkan teori TRIKON yaitu: Kontinyu, Konvergen dan Konsentris. Teori ini telah dipraktekkan sejak menuntut ilmu di Belanda. Ilmu pendidikan barat disaringnya dan yang bermanfaat dipakainya tetapi tetap berpijak pada akar budaya tanah air sehingga konsep tentang Pendidikan Nasional adalah Pendidikan yang berakar ke dalam budaya nusantara. 2. Konsepsi Pendidikan Nasional Ki Hajar Dewantara bertujuan: a. Memanusiakan manusia dalam rangka memerdekakan manusia dalam lingkaran perbudakan b. Membentuk pribadi yang mandiri dengan 3 indikator: 1) Mampu berdiri sendiri, 2) Tidak bergantung pada orang lain, 3) Dapat mengatur dirinya sendiri 3. Konsep isi pendidikan secara umum harus relavan dengan garis hidup untuk mencerdaskan rakyat dan mengangkat martabat bangsa dalam rangka membangun kerja sama saling menguntungkan dengan bangsa-bangsa lain di dunia.
Untuk memperkuat dinamika pendidikan sebagai penguatan kebangsaan,maka konsep pengembangan pendidikan harus senafas nilai-nilai budaya yang berkembang di masyarakat serta melibatkan unsur masyarakat dalam pengelolaanya , karena out put atau keluaran yang dihasilkanyapun harus menjadi pioner kebudayaan dan peradaban bangsa yang lebih besar.
Sebagai transformasi budaya bahwa : a. Desain kurikulum dan bangunan pengembangan pendidikan tidak dapat dipisahkan dari nafas kebudayaan yang terlahir. b. Produk pendidikan itupun harus mampu mengemban misi kebudayaan menuju peradaban yang lebih maju dari generasi sebelumnya c. Produk pendidikan harus diarahkan mewujudkan kesejahteraan dan mengangkat derajad seseorang, Negara dan bangsa.
Hadirnya Ki Hadjar Dewantoro dengan Taman siswanya sebagai reaksi ketidakpuasan atas pelaksanaan proses pembelajaran di sekolah-sekolah yang menitikberatkan pada pendekatan perintah, sangsi dan ketertiban semata dimana konten kurikulumnya disatroni kaum imperialisme dengan muatan politis maka Ki Hajar Dewantara memandang misi pendidikan tersebut tidak sesuai dan tidak senafas dengan nilai budaya masyarakat budaya timur, maka Taman siswa dengan pendekatan: MOMONG, AMONG dan NGEMONG dengan sistem pendidikan yang senafas dengan nilai budaya lokal yang mengfungsikan pendidik tidak lagi sebagai komandan dengan tradisi bentak- membentak tetapi mengembalikan peran guru sebagai insan yang lembut untuk membimbing dan memimpin anak didik dalam pengembangan bakat dan potensi dirinya serta menemukan karakteristiknya. C. Pendidikam Taman Siswa a. Riwayat Singkat Pendidikan Taman Siswa Pendiri pendidikan Taman Siswa atau lebih dikenal dengan perguruan taman siswa ini adalah seorang bangsawan dari Yogyakarta bernama RM. Suwardi Suryaningrat. Dilahirkan di Yogyakarta pada tanggal 2 Mei 1889dari ayah bernama K.P.H. Suryaningrat .Setelah usia 39 tahun atau 40 tahun (tahun jawa), tepatnya pada tanggal 23 pebruari 1928 berganti nama menjadi Kihajar Dewantara. Pendidikan yang telah ditempuh dimulai dari Sekolah Dasar Belanda
(Europesche Lagere School), kemudian melanjutkan pendidikan ke sekolah dokter di Stovia. Berhubung kekurangan biaya, sekolah ini ditinggalkan, kemudian bekerja dan memasuki dunia politik bersama sama lulusan Stovia yang lain seperti Dr.Cipto Mangun Kusuma dan Dr. Danurdirjo Setyabudi(Dr. Douwes Dekker).
Sifat, system dan metode pendidikannya diringkas kedalam empat kemasaan, yaitu (1) asas taman siswa, (2) panca darma, (3) adat istiadat, dan (4) semboyan atau perlambang. Masingmasing kemasan akan dibahas sebagai berikut: 1) Kemerdekaan individu untuk mengatur diri sendiri. Kebebasan ini dibatasi oleh kepentingan umum, yaitu jangan sampai mengganggu ketertiban dan kedamaian umum. 2) Kemerdekaan dalam berpikir, mengembangkan perasaan, dan kemauan melakukan sesuatu. 3) Kebudayaan sendiri, sebagai dasar kehidupan bukan intelektual. 4) Kerakyatan, yaitu pendidikan harus diberikan kepada seluruh rakyat. 5) Hidup mandiri, adalah menghidupi diri sendiri dan tidak menerima bantuan yang mengikat. 6) Hidup sederhana, mampu membiayai diri sendiri. 7) Mengabdi kepada anak, semua kegiatan yang dilakukan adalah untuk kepentingan perkembangan anak. Asas di atas direvisi pada tahun 1947 menjadi dasar-dasar taman siswa, agar sesuai dengan tuntutan zaman yang baru. Dasar-dasar ini di beri namaPanca Darmadengan isi sebagai berikut: 1) Kemanusiaan, yaitu berupaya menghargai dan menghayati sesama kemanusiaan dan makhluk tuhan yang lainnya, dan meningkatkan kesucian jiwa dan cinta kasih. 2) Kebangsaan, adalah bersatu dalam duka tetapi menghindari chaufinistis dan tidak boleh bertentangan dengan kemanusiaan. 3) Kebudayaan, yaitu kebudayaan nasional yang harus dilestarikan dan dikembangkan. Untuk ini dewantara mengemukakan sebagai berikut: a. Kontinu, kebudayaan nasional harus dikembangkan secara terus-menerus.
b. Konsentrasi, kebudayaan itu harus terpusat pada kebudayaan bangga Indonesia. Terhadap kebudayaan asing haruslah selektif. c. Konvergensi, kebudayaan-kebudayaan asing yang sudah diseleksi diintergrasikan kedalam kebudayaan-kebudayaan bangsa Indonesia. 4) Kodrat alam, manusia adalah bagian dari alam, maka manusia harus dibina dan berkembang sesuai dengan kodrat alam. 5) Kemerdekaan/kebangsaan, setiap anak diberi kebebasan, setiap anak harus diberi kesempatan bebas mengembangkan diri sendiri. Mereka perlu mendisplinkan diri sendiri. Mereka perlu mendisiplinkan diri sendir untuk mengejar nilai-nilai hidup sebagai individu dan sebagai anggota masyarakat. Kemasan selanjutnya adalah adat istiadat yang berupa aturan tidak tertulis. Mengapa dibutuhkan adat? Sebab adat dapat menghidupkan batin manusia dan dapat mendekatkan jarak antar guru dan siswa. Sementara itu peraturan tertulis mereka pandang seperti mesin saja. Adat istiadat yang dimaksud adalah: 1) Sebutan Ki untuk laki-laki, Nyai untuk perempuan yang sudah kawin, dan Nyi untuk perempuan yang belum kawin. Panggilan-panggilan kasta dalam masyarakat feudal dihilangkan agar bersifat demokrasi. 2) Melenyapkan sikap majikan buruh, dengan tidiak memberikan gaji, melainkan kebutuhan nyata serta sesuai dengan jumlah anggota keluarga. 3) Sebutan bapak atau I,bu kepada guru, sebagai lambing kekeluargaan yang harmonis. Yang terakhir adalah mengenai Semboyang atau Perlambang. Hal ini disebabkan dewantara berpendapat bahwa semboyan biasa secara langsung mempengaruhi hati anak yang segera dapat mudah mengingatnya. Semboyan-semboyan itu adalah: 1) Kita berhamba kepada anak, yang artinya sama dengan mengabdi kepada anak pada asas taman siswa nomor 7. 2) Lebih baik mati terhormat dari pada mati nista, adalah terutama untuk menggerakkan hati anak-anak untuk mengejar dan membela kebenaran. 3) Dari natur kea rah kultur yang artinya dari alamiah/kodrati kea rah berbudaya.
DAFTAR RUJUKAN Suardi, 2012. Pengantar Pendidikan. PT. Indeks. Jakarta