1
PENDAHULUAN
Latar Belakang Permintaan kacang-kacangan akan terus meningkat seiring dengan pertambahan jumlah penduduk. Pada tahun 2000, konsumsi rata-rata kacangkacangan penduduk Indonesia sebesar 35,88 g per kapita per hari. Kacangkacangan selain untuk memenuhi kebutuhan konsumsi secara langsung juga untuk kebutuhan industri pangan. Kacang merah bernilai gizi tinggi, per seratus gram mengandung 370 kalori energi, 16 g protein, 6 g lemak, 85 mg Ca, 264 mg P, 2,4 mg Fe, dan 0,8 mg vitamin B1. Selain itu, tanaman kacang merah dapat meningkatkan kesuburan tanah karena akar-akarnya bersimbiosis dengan bakteri Rhizobium yang mampu mengikat nitrogen bebas dari udara (Fachruddin, 2000). Kacang merah (Vigna angularis sp.) tergolong tanaman kelompok kacang polong (legume). Satu keluarga dengan kacang hijau, kacang kedelai, kacang tolo, dan kacang uci. Ada beberapa jenis kacang merah diantaranya adalah red bean, kacang adzuki (kacang merah kecil), dan kidney bean (kacang merah besar). Pati kacang merah banyak digunakan terutama untuk membuat makanan ringan (Haryadi, 2002). Pengaturan tingkat kerapatan tanaman merupakan salah satu teknik pengendalian gulma secara kultur teknis. Pengaturan jarak tanam optimal pada setiap komoditas dapat mengurangi ruang gerak pertumbuhan gulma, oleh karena itu semakin tinggi tingkat kerapatan tanaman maka frekuensi penyiangan gulma semakin berkurang (Rukmana dan Saputra, 1999). Peningkatan kerapatan tanaman sampai batas tertentu dapat meningkatkan produksi setiap satuan luas, tetapi selanjutnya produksi akan menurun sejalan oleh
2 meningkatkannya persaingan tanaman. Tingkat kerapatan tanaman yang renggang memacu pertumbuhan gulma sehingga daya kompetisi gulma lebih tinggi daripada tanaman pokok. Oleh karena itu kepadatan populasi optimal perlu diketahui. Beberapa faktor yang mempengaruhi kerapatan tanaman optimal adalah ukuran tanaman dan kesuburan tanah (Hasanudin dkk., 1999). Penelitian Rahmawati (2014) di Bogor menunjukkan bahwa kacang merah yang ditanam dengan jarak tanam 50 cm x 20 cm dan 40 cm x 40 cm memiliki pertumbuhan dan produksi keseluruhan terbaik dibandingkan jarak tanam lain yang diujikan. Jarak tanam yang optimum perlu ditentukan untuk menghasilkan produksi yang optimum. Jarak tanam yang umum digunakan dalam teknik budidaya kacang merah adalah 50 cm x 20 cm (Fachrudin, 2000). Tujuan Penulisan Adapun tujuan penulisan paper ini adalah untuk mengetahui manfaat jarak tanam terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman kacang merah (Vigna angularis). Kegunaan Penulisan Adapun kegunaan penulisan paper ini sebagai salah satu syarat untuk dapat memenuhi komponen penilaian praktikum Dasar Agronomi dan dapat digunakan untuk menambah wawasan kita mengenai tanaman kacang merah.
3
TINJAUAN PUSTAKA
Botani Tanaman Kacang Merah Klasifikasi tanaman kacang merah (Vigna angularis) adalah sebagai berikut : Kingdom : Plantae, Subkingdom : Tracheobionta, Super Divisi : Spermatophyta, Divisio : Magnoliophyta, Klass : Magnoliopsida, Ordo : Fabaes, Familia : Fabaceae, Genus : Vigna, dan Species : Vigna angularis (Ashley, 2005). Kacang merah merupakan jenis sayuran polong kaya akan kandungan protein. Terdapat 2 tipe kacang merah yaitu kacang merah tipe merambat (Vigna angularis L.) berasal dari Amerika, sedangkan kacang merah tipe tegak (kidney bean) atau kacang jogo adalah tanaman yang berasal dari Jepang. Penyebaran tanaman kacang merah dari Amerika ke Eropa dilakukan sejak abad 16. Daerah pusat penyebaran dimulai di Inggris (1594), menyebar ke negara-negara Eropa, Afrika, sampai ke Indonesia (Angga, 2009). Kacang merah mempunyai batang pendek dengan tinggi sekitar 30 cm. Batang tanaman umumnya berbuku-buku, yang sekaligus merupakan tempat untuk melekat tangkai daun. Daun bersifat majemuk tiga (trifoliolatus) dan helai daunnya berbentuk jorong segitiga (Rukmana, 2009). Tanaman ini memiliki akar tunggang yang sebagian membentuk bintil bintil (nodula) yang merupakan sumber nitrogen dan sebagian lagi tanpa nodula yang fungsinya antara lain menyerap air dan unsur hara. Bunga tersusun dalam karangan berbentuk tandan dengan pertumbuhan karangan bunga yang serempak/bersamaan. Biji berwarna merah atau merah berbintik-bintik putih. Daunnya beranak daun tiga helai, anak daunya bulat telur, umumnya berpinggiran rata, panjangnya 5-9 cm (Rukmana, 2009).
4 Bunga muncul di ketiak, pendek, berisi 6-12 bunga yang menggerombol. Warna bunga kuning cerah. Polongnya berbentuk silinder, polong tetap dapat berkecambah sampai dua tahun penyimpanan. Umur tanaman 60-120 hari (Deasy, 2008). Syarat Tumbuh Iklim Kacang merah menghendaki tumbuh di daerah dengan suhu diatas 16o C agar dapat berkecambah. Untuk pertumbuhan suhu yang baik adalah 15-30o C. Tanaman ini sangat toleran terhadap curah hujan 530-1730 mm/tahun. Dengan pH tanah 5-7,5. Kacang merah merupakan tanaman hari pendek (Widowati, 2009). Pada umumnya iklim yang cocok untuk pertumbuhan kacng merah adalah iklim basah sampai iklim kering dengan curah hujan rata-rata 1500-2000 mm/tahun, serata kelembaban udara yang dibutuhkan kurang lebih 55% (sedang) (Redjeki, 2003). Tanaman kacang merah adalah tanaman semusim, yang biasanya merumpun dan tegak. Iklim yang paling baik untuk bercocok tanam kacang merah adalah iklim basah sampai kering. Jadi, hampir semua dataran tinggi di Indonesia sangat cocok untuk menanam kacang merah (Widowati, 2009). Tanah Kacang merah dapat tumbuh hampir pada semua jenis tanah yang banyak mengandung bahan organik, dengan drainase yang baik. Pada umumnya di daerah Riau mayoritas lahannya gambut, sehingga pengembangan tanaman kacang merah di Riau dilahan gambut. Gambut merupakan bahan organik yang terbentuk pada rawa. Akumulasi bahan organik pada kondisi jenuh air, anaerob menyebabkan
5 proses perombakan berjalan sangat lambat, sehingga terjadi akumulasi yang membentuk tanah gambut (Sagiman, 2007). Media tanam yang cocok untuk tanaman kacang merah adalah andosol dan regosol karena mempunyai empat rainase yang baik. Selain itu tanah yang berstruktur gembur, remah, subur dan mengandung kadar pH berkisaran antara 5,56,8. Penanaman pada media yang ber-pH < 5,5 aan terganggu pertumbuhannya karena pada pH yag rndah trejadi gangguan penyerapan unsur hara (Hanafiah, 2005). Ketinggian suatu tempat juga berpengaruh pada pertumbuhan tanaman. Tanaman kacang merah ini umumnya ditanam di ketinggian 1000-1500 m dari permukaan laut. Ketinggian suatu tempat akan berpengaruh pada kelembaban. Pengolahan tanah dapat dilakukan dengan membajak atau mencangkul sedalam 2030 cm hingga tanah menjadi gembur. Setelah itu biarkan sampai 7-12 hari untuk mendapatkan sinar matahari (Ridwan, 2007). Bedeng dibuat dengan ukuran lebar 100-120 cm, tinggi bedeng 20-30 cm dengan arah bedeng memanjang ke utara selatan. Kemudian bedeng diberi pupuk kandang, syarat pupuk kandang yang baik adalah tidak berbau, tidak panas, berwarna kehitam-hitaman, dan benar-benar sudah matang (Juwita, 2012).
6
MANFAAT PUPUK ORGANIK CAIR DAUN GAMAL TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL KACANG MERAH (Vigna angularis)
Pupuk Organik Daun Gamal Salah satu tanaman yang termasuk golongan leguminoceae yang berpotensi sebagai pupuk organik cair yang dapat memicu pertumbuhan tanaman adalah gamal. Dari daun gamal dapat diperoleh sebesar 3,15% N, 0,22% P, 2,65% K, 1,35% Ca, dan 0,41% Mg. Dalam 1 ha tanah, biomassa gamal yang dibudidayakan secara alley cropping dengan jagung mampu menyumbang hara sebanyak 150 kg N ha-1, 52 kg P ha-1, 150 kg K ha1, 223 kg Ca ha-1, dan 33 kg Mg ha-1 pertahun. (Jayadi., 2009) Selain itu gamal juga memiliki keunggulan dibandingkan jenis leguminoceae lain yaitu dapat dengan mudah dibudidayakan, pertumbuhannya cepat, produksi biomassanya tinggi. Gamal juga mempunyai kandungan nitrogen yang cukup tinggi dengan C/N rendah, menyebabkan biomasa tanaman ini mudah mengalami dekomposisi (Jusuf dkk., 2007). Hasil penelitian Budelman (1989) diketahui bahwa mulsa daun gamal mampu meningkatkan hasil dan mempersingkat waktu panen ubi yam. Rajan dan Alexander (1988) melaporkan bahwa hasil tanaman padi dapat meningkat hingga 77 persen melalui penggunaan mulsa daun gamal. Hasil-hasil tersebut, telah membuktikan besarnya potensi tanaman gamal sebagai sumber pupuk organik cair. (Jusuf, 2006). Daun gamal jika dijadikan pupuk organik mempunyai kandungan nitrogen lebih tinggi sehingga sangat cocok jika diaplikasikan pada tanaman yang menghasilkan bagian vegetatif sebagai bagian tanaman yang dipanen. Tanaman
7 sawi merupakan tanaman indikator yang mampu memberikan respons lebih baik serta kebutuhan haranya dapat terpenuhi oleh bentuk dan keragaman hara pupuk organik daun gamal tersebut. Keberadaan tanaman sawi sebagai salah satu komoditi sayuran
sangat
dibutuhkan
dalam
penyempurnaan
gizi
masyarakat
(Sunarjono, 2003 “dalam” Jusuf, Mulyati dan Sanaba, 2007). Cara aplikasi pupuk organik Penggunaan pupuk organik cair kotoran sapi yang dibuat dari kotoran sapi padat yang difermentasikan dengan menggunakan mikroorganisme diharapkan akan memberikan kontribusi yang besar. Kontribusi ini dimaksudkan dalam mendukung upaya penerapan pertanian organik. Banyak pihak menganggap bahwa persoalan pertanian organik terletak pada bahan baku yang kurang tersedia, tetapi dalam penilaian di lapangan persoalan tersebut bukan hal yang perlu dipersoalkan. Hal ini diakibatkan karena rata-rata pupuk kotoran sapi tersebut belum dapat dimanfaatkan oleh petani. Dengan pembuatan pupuk organik cair akan menambah variasi penggunaan pupuk sehingga akan memberikan beberapa pilihan kepada petani. (Arinong dkk.,2011) Cara pembuatan pupuk organik cair daun gamal yaitu pertama-tama menyiapkan bahan baku berupa daun gamal sebanyak 12,5 kg kemudian dicincang halus dan dimasukkan ke dalam ember, selanjutnya ditambahkan 125 ml EM4 dan 31,5 g gula merah, kemudian tambahkan air bersih sebanyak 19 liter. Fermentasi bahan campuran tersebut selama 25 hari dan diaduk selama 5-10 menit harinya agar terjadi pertukaran oksigen. Suhu fermentasi dipertahankan antara 30-50oC. (Pardosi dkk., 2014). Aplikasi pupuk organik cair dengan cara disemprotkan ke daun sebaiknya tidak dilakukan pada kondisi terik matahari atau kelembaban rendah karena larutan
8 pupuk akan cepat menguap (Marsono dan Sigit, 2008). Pemupukan tanaman lewat daun biasanya disebut dengan foliar feeding yaitu suatu cara pemupukan yang disemprotkan lewat daun dan diharapkan pupuk yang disemprotkan dapat masuk ke dalam daun melalui stomata (mulut daun) dan celah-celah kutikula. (Sutanto, 2002). Pemberian pupuk organik cair harus memperhatikan dosis yang diaplikasikan terhadap tanaman, karena dosis yang berlebih mengakibatkan timbulnya gejala kelayuan pada tanaman. dapat dimanfaatkan guna peningkatan produksi tanaman dengan memperhatikan bahwa pupuk organik cair disemprotkan pada pagi hari sehingga tidak terpapar matahari terik. (Suwandi dan Nurtika, 1987). Kelebihan dan Kekurangan Pupuk Organik Cair Keunggulan yang dimiliki pupuk organik cair adalah : 1). Mampu memperbaiki struktur tanah 2). Memiliki kandungan unsur hara yang lengkap 3). Ramah lingkungan 4). Dapat dibuat sendiri 5). Membantu meningkatkan mikroorganisme pada media tanaman sehingga mampu meningkatkan hara tanaman. (Pranata, 2004) Pupuk organik cair dapat memperbaiki sifat fisik, kimia, dan biologi tanah, membantu meningkatkan produksi tanaman, meningkatkan kualitas tanaman seperti protein kasar, mengurangi penggunaan pupuk anorganik dan sebagai alternatif pengganti pupuk kendang. (Indrakusuma, 2000) Kelebihan dari pupuk cair adalah kandungan haranya bervariasi yaitu mengandung hara makro dan mikro, penyerapan haranya berjalan lebih cepat karena sudah terlarut, memberikan hara yang sesuai dengan kebutuhan tanaman. Selain itu, pemberiannya dapat lebih merata dan kepekatannya dapat diatur sesuai dengan kebutuhan tanaman (Hadisuwito, 2007).
9 Pupuk organik cair juga memiliki beberapa kekurangan baik dalam pembuatan maupun dalam pemakaiannya, diantaranya adalah : 1). Dalam proses fermentasi harus di tutup dengan benar untuk menghindari masuknya cahaya dan bakteri patogen yang dapat menggagalkan proses fermentasi. 2). Tidak dapat digunakan dalam waktu yang lama dan apabila ditempatkan pada tempat yang terbuka dapat menyebabkan kerusakan pada pupuk (ditandai dengan bau yang busuk). (Pranata .,2004) Penggunaan pupuk organik mampu menjadi solusi dalam mengurangi pemakaian pupuk anorganik yang berlebihan. Namun kelemahan pupuk organik pada umumnya adalah kandungan unsur hara yang rendah dan lambat tersedia bagi tanaman (Jusuf, 2006). Kandungan Pupuk Organik Cair Pupuk organik cair merupakan salah satu komponen penting dalam pertanian organik. Pupuk organik cair mengandung banyak unsur hara makro, mikro, hormon, dan asam amino yang dibutuhkan tanaman. Selain itu didalam pupuk organik cair terdapat mikroorganisme yang akan memperbaiki kesuburan tanah sehingga dapat menunjang pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Penelitian pupuk organik hayati yang mengandung mikroba bakteri telah meningkatkan hasil pada tanaman teh (Wachjar et al., 2006), kacang buncis (Ramana et al., 2011), tomat (Mihov dan Tringovska, 2010) dan kubis (Datta dkk., 2009). Pupuk organik cair adalah jenis pupuk berbentuk cair tidak padat mudah sekali larut pada tanah dan membawa unsur-unsur penting untuk pertumbuhan tanaman. Pupuk organik cair mempunyai banyak kelebihan diantaranya, pupuk tersebut mengandung zat tertentu seperti mikroorganisme jarang
10 terdapat
dalam
pupuk
organik
padat
dalam
bentuk
kering
(Syefani dan Lilia dalam Mufida, 2013). Pupuk organik cair adalah larutan yang berasal dari hasil pembusukan bahan-bahan organik yang berasal dari sisa tanaman, lotoran hewan, dan manusia yang kandungan unsur haranya lebih dari satu unsur. Kelebihan dari pupuk organik cair adalah sercara cepat mengatasi defisiensi hara, tidak bermasalah dalam pencucian hara, dan mampu menyediakan hara yang cepat. (Hadisuwito .,2007) Dibandingkan dengan pupuk anorganik cair, pupuk organik cair umumnya tidak merusak tanah dan tanaman walaupun digunakan sesering mungkin. Selain itu, pupuk organik cair juga memiliki bahan pengikat sehingga larutan pupuk yang diberikan kepermukaan tanah bisa langsung digunakan oleh tanaman (Hadisuwito, 2007). Pupuk organik cair mengandung unsur kalium yang berperan penting dalam setiap proses metabolisme tanaman, yaitu dalam sintesis asam amino dan protein dari ion-ion ammonium serta berperan dalam memelihara tekanan turgor dengan baik sehingga memungkinkan lancarnya proses-proses metabolisme dan menjamin kesinambungan pemanjangan sel. (Purwowidodo .,1992). Pemanfaatan daun gamal sebagai bahan baku pembuatan MOL dalam penelitian ini karena tanaman gamal (Gliricidia sepium) merupakan salah satu jenis tanaman leguminosa dengan kandungan unsur hara yang tinggi. Gamal yang berumur satu tahun mengandung 3-6% N; 0,31 % P; 0,77% K; 15-30% serat kasar; dan 10% abu K (Purwanto, 2007). Manfaat Pupuk Organik Cair Daun Gamal Terhadap Pertumbuhan Dan Hasil Kacang Merah (Vigna Angularis) Terjadi peningkatan tinggi tanaman pada perlakuan yang diberi pupuk
11 organik cair daun gamal hal ini karena pupuk tersebut mengandung unsur hara N, P, K, yang dibutuhkan tanaman untuk proses fisiologi dan metabolisme dalam tanaman yang akan memicu pertumbuhan dan tinggi tanaman. Semakin banyak konsentrasi dari pupuk organik cair daun gamal maka semakin baik kondisi tanaman tanpa menganggu pertumbuhan dan poses metabolismenya. Menurut Siska (2000) “dalam” Mardianto (2014) kandungan unsur hara terutama nitrogen mampu mendorong dan mempercepat pertumbuhan dan pertambahan tinggi tanaman. Gardner dkk, (1991) “dalam” Dhani, Wardati dan Rosmimi (2013) juga menambahkan bahwa unsur nitrogen sangat dibutuhkan tanaman untuk sintesa asam-asam amino dan protein, terutama pada titiktitik tumbuh tanaman sehingga mempercepat proses pertumbuhan tanaman seperti pembelahan sel dan perpanjangan sel sehingga meningkatkan tinggi tanaman. Sutejo dkk (2002) “dalam” Dhani, Wardati dan Rosmimi (2013) menyatakan bahwa dengan adanya nitrogen dapat mempercepat proses fotosintesis sehingga pembentukan organ daun menjadi lebih cepat. Hara N yang cukup dapat merangsang pertumbuhan vegetatif tanaman. Lakitan (2011) juga menyatakan bahwa tanaman yang tidak mendapat unsur hara N sesuai dengan kebutuhan haranya akan tumbuh kerdil dan daun yang terbentuk kecil, sebaliknya tanaman yang mendapatkan unsur hara N yang sesuai dengan kebutuhan akan tumbuh tinggi dan daun yang terbentuk lebar.
12
KESIMPULAN 1.
Daun gamal mudah dibudidayakan dan pertumbuhannya cepat sehingga cocok dijadikan pupuk organik.
2.
Aplikasi pupuk organik cair yaitu dengan cara disemprotkan ke daun sebaiknya tidak dilakukan pada kondisi terik matahari atau kelembaban rendah dan harus digunakan pada dosis yang tepat.
3.
Kelebihan pupuk organik cair ramah lingkungan, memiliki unsur hara yang lengkap dan dapat dibuat sendiri. Kekurangannya tidak dapat digunakan dalam waktu yang lama.
4. Pupuk organik cair mengandung banyak unsur hara makro, mikro, hormon, dan asam amino yang dibutuhkan tanaman. Pupuk organik cair juga mengandung unsur kalium yang berperan penting dalam setiap proses metabolisme 5.
Pemberian pupuk organik cair daun gamal secara umum memberikan pengaruh yang signifikan terhadap pertumbuhan kacang merah.
dan meningkatkan hasil tanaman
13
DAFTAR PUSTAKA Angga, 2009. Klasifikasi Gulma. FP Universitas Riau. Riau. Ashley, 2005. Teknik Budidaya Kacang Merah. UB. Malang Deasy, 2008. Mengendalikan Hama dan Penyakit Tanaman. Universitas Brawijaya. Malang. Dhani, H., Wardati, dan Rosmimi. 2013. Pengaruh Pupuk Vermikompos Pada Tanah Inceptisol Terhadap Pertumbuhan dan Hasil Sawi Hijau (Brassica juncea L.). Riau: Universitas Riau. Jurnal Sains dan Teknologi 18 (2), 2013, ISSN: 1412:2391. Fachruddin, L. 2000. Budidaya Kacang-kacangan. Kanisius, Yogyakarta Hanafiah KA. 2005. Dasar-Dasar Ilmu Tanah. Jakarta (ID): PT Raja Grafindo Persada. Hanolo, W. 1997. Tanggapan Tanaman Selada dan Sawi Terhadap Dosis dan Cara Pemberian Pupuk Cair Stimulan. Jurnal Agrotropika Vol. 1 (1): 25-29. Haryadi. 2006. Kimia dan Teknologi Pati. Hand Out Kuliah. Program Hasanuddin, Darusman dan Syamsuddin. 1999. Analisis pertumbuhan tanaman kedelai pada berbagagi varietas, jarak tanam dan pemupukan. Agrista 3 (1) : 47-52. Indrakusuma. 2000. Proposal Pupuk Organik Cair Supra Alam Lestari. PT Surya Pratama Alam, Yogyakarta. Jayadi, M. 2009. Pengaruh Pupuk Organik Cair Daun Gamal dan Pupuk Anorganik Terhadap Pertumbuhan Tanaman Jagung. Makassar: Universitas Hasanuddin. Jurnal Agrisistem, Desember 2009, Vol. 5 No. 2 ISSN 18584330. Jusuf, L. 2006. Potensi Daun Gamal Sebagai Bahan Pupuk Organik Cair Melalui Perlakuan Fermentasi. Gowa: Sekolah Tinggi Penyuluhan Pertanian (STPP). Jurnal Agrisistem, Juni 2006, Vol 2 No. 1 ISSN 1858-4330. Jusuf, L., Mulyati, A.M., dan A.H Sanaba. 2007. Pengaruh Dosis Pupuk Organik Padat Daun Gamal Terhadap Tanaman Sawi. Gowa: Sekolah Tinggi Penyuluhan Pertanian (STPP). Jurnal Agrisistem, Desember 2007, Vol. 3 No. 2 ISSN 1858-4330. Juwita L. 2012. Pembentukan populasi dasar untuk perbaikan produksi kacang bogor (Vigna subterranea (L.) verdcourt) asal Dramaga, Sukabumi, dan Parung [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Mardianto, R. 2014. Pertumbuhan dan Hasil Cabai (Capsicum annum L.) dengan Pemberian Pupuk Organik Cair Daun Tithonia dan Gamal. Malang:
14 Universitas Muhammadiyah. http://ejournal.umm.ac.id/index.php/gamma/ article/view/1422, Volume 7 Nomor 2, September 2011: 61- 68. Pardosi, A. H., Irianto dan Mukhsin. 2014. Respons Tanaman Sawi terhadap Pupuk Organik Cair Limbah Sayuran pada Lahan Kering Ultisol. Jambi: Universitas Jambi. Prosiding Seminar Nasional Lahan Suboptimal 2014, Palembang 26-27 September 2014 ISBN : 979-587-529-9. Parnata, A.S. 2005. Pupuk Organik Cair, Aplikasi dan Manfaatnya. Agromedia Pustaka, Jakarta. Purwanto, Imam. 2007. Mengenal Lebih Dekat Leguminoseae. Yogyakarta: Penerbit Kanisius. Redjeki ES. 2003. Pengaruh Populasi dan Pemupukan NPK terhadap Pertumbuhan dan Hasil Kacang Merah (Vigna angularis). Agrofish. 2(1): 67 – 77. Ridwan, A.2007. Pengaruh sistem jarak tanam dan pengendalian gulma pada kacang tanah. Stigma. 5(1):125-129. Rukmana, R.H dan Y.Y. Oesman. 2000. Kacang Bogor : Budidaya dan Prospek Usaha Tani. Kanisus, Yogyakarta. Sagiman, E. 2007. Bertanam Kacang Tanah. Penebar Swadaya. Jakarta. Sutanto, R. 2002. Penerapan Pertanian Organik. Yogyakarta: Penerbit Kanisius. Suwandi dan N, Nurtika, 1987. Pengaruh Pupuk Biokimia “Sari Humus” pada Tanaman Kubis. Buletin Penelitian Hortikultura 15 (20): 213-218. Widowati LR. 2009. Peranan Pupuk Organik terhadap Efisiensi Pemupukan dan Tingkat Kebutuhannya untuk Tanaman Sayuran pada Tanah Inseptisols Ciherang, Bogor. J Tanah Trop. 14(3): 221 – 228.