Paper Ortho.pdf

  • Uploaded by: Silvi Yunanda
  • 0
  • 0
  • June 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Paper Ortho.pdf as PDF for free.

More details

  • Words: 6,208
  • Pages: 37
PAPER “OSTEOKONDROMA DAN OSTEOSARKOMA” KEPANITRAAN KLINIK SENIOR BAGIAN ILMU BEDAH ORTHOPEDI RUMAH SAKIT UMUM HAJI MEDAN

Disusun Oleh:

AHMAD KHAIRUL ANWAR NST

71160891813

KHOIRUL AL AMIN RAMBE

71160891874

SRI RAMADAYANI

71160891767

DIAN MAHYUNI

71160891854

Pembimbing : dr. M. RIZAL RINALDI, M.Ked (Surg), Sp. OT

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ISLAM SUMATERA UTARA MEDAN 2019

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan segala rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan paper ini untuk melengkapi tugas persyaratan kepaniteraan klinik ilmu bedah orthopedi di RSU Haji Medan. Paper ini berjudul “Osteokondroma dan Osteosarkoma”. Dalam menyusun paper ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada dr. M. Rizal Rinaldi, M.Ked (Surg), Sp. OT yang telah banyak memberikan arahan dan masukan kepada penulis, sehingga paper ini dapat terselesaikan dengan baik. Akhir kata penulis menyadari bahwa paper ini masih jauh dari sempurna, untuk itu penulis mengharapkan masukan berupa kritik dan saran yang bersifat membangun untuk dijadikan perbaikan di masa yang akan datang dan penulis juga mengharapkan semoga paper ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

Medan, Februari 2019 Hormat kami

Penulis

i

DAFTAR ISI KATA PENGANTAR ............................................................................................ i BAB I PENDAHULUAN ...................................................................................... 1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................... 3 2.1

Osteokondroma......................................................................................... 3

2.1.1

Definisi .............................................................................................. 3

2.1.2

Epidemiologi ..................................................................................... 3

2.1.3

Etiologi .............................................................................................. 4

2.1.4

Patofisiologi ...................................................................................... 5

2.1.5

Gambaran Klinis ............................................................................... 6

2.1.6

Diagnosis ........................................................................................... 7

2.1.7

Diagnosa banding ............................................................................ 11

2.1.8

Terapi .............................................................................................. 11

2.1.9

Komplikasi ...................................................................................... 12

2.1.10

Prognosis ......................................................................................... 13

2.2

Osteosarkoma ......................................................................................... 14

2.2.1

Definisi ............................................................................................ 14

2.2.2

Epidemiologi ................................................................................... 15

2.2.3

Etiologi ............................................................................................ 15

2.2.4

Klasifikasi ....................................................................................... 16

2.2.5

Patogenesis ...................................................................................... 17

2.2.6

Manifestasi Klinis ........................................................................... 17

2.2.7

Diagnosis ......................................................................................... 18

2.2.8

Diagnosa Banding ........................................................................... 24

2.2.9

Tatalaksana ...................................................................................... 24

2.2.10

Prognosis ......................................................................................... 30

BAB III KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................ 32 3.1

Kesimpulan ............................................................................................. 32

3.2

Saran ....................................................................................................... 32

DAFTAR PUSTAKA

ii

BAB I PENDAHULUAN

Tumor tulang inisidensinya kurang dari 1% dari semua tumor-tumor yang ada padatubuh manusia. Tumor sendiri terjadi karena adanya pertumbuhan sel baru, abnormal dan progresif. Tumor tulang dapat bersifat jinak dan ganas. Tumor tulang dapat dibedakan menjadi primer dan sekunder, untuk tumor tulang primer yaitu tumor yang berasal dari sel yangmembentuk jaringan tulang sendiri, sedangkan tulang tumor sekuder jika penyebarannya berasal dari organ tubuh lain ke tulang. Osteosarkoma merupakan neoplasma tulang primer yang sangat ganas. Tumor initumbuh di bagian metafisis tulang. Menurut Errol Hutagalung seorang guru besar dalam IlmuBedah Orthopedy Universitas Indonesia, dalam kurun waktu 10 tahun (1995-2005) tercatat455 kasus tumor tulang yang terdiri dari 327 kasus tumor tulang ganas (72%) dan 128 kasustumor tulang jinak (28%). Di RSCM jenis tumor tulang osteosarkoma merupakan tumor ganas yang sering didapati yakni 22% dari seluruh jenis tumor tulang dan 31% dari seluruhtumor tulang ganas. Dari jumlah kasus tumor tulang 90% kasus datang dalam stadium lanjut. Osteosarkoma lebih sering menyerang kelompok usia 15-25 tahun (pada usia pertumbuhan). Rata-rata penyakit ini terdiagnosis pada umur 15 tahun. Angka kejadian pada anak laki-laki sama dengan anak perempuan. Tetapi pada akhir masa remaja penyakit ini lebih banyak ditemukan pada anak laki-laki. Sampai sekarang penyebab pasti belum diketahui. Osteokondroma didefinisikan sebagai penonjolan tulang (eksostosis) dengan penutup kartilago yang berasal dari permukaan eksternal tulang. Osteokondroma berkontribusi terhadap lebih dari 30% kasus tumor jinak pada tulang dan 10-15% keseluruhan kasus tumor pada tulang. Secara epidemiologis, osteokondroma umumnya mengenai remaja dan anak-anak, sangat jarang mengenai bayi atau neonatus.

1

Mayoritas osteokondroma (85%) merupakan lesi soliter non-herediter. Kirakira 15% kasus merupakan manifestasi dari eksostosis herediter multipel (multiple hereditary exostoses atau MHE) yang merupakan patologi herediter yang diturunkan secara autosomal dominan. Pada osteokondroma soliter, tidak dijumpai adanya predisposisi gender dibandingkan MHE yang lebih sering mengenai laki-laki dibanding perempuan. Osteokondroma soliter merupakan patologi yang lebih umum dijumpai dibanding MHE dan mengenai kira-kira 3% populasi. MHE mengenai karpal, tulang tarsal, patela, sternum, tengkorak, atau vertebra. Metafisis tulang panjang seperti femur, tibia, humerus, ulna, dan radius merupakan predileksi anatomis paling umum pada osteokondroma soliter. Diagnosis membutuhkan pemeriksaan radiologis seperti foto rontgen, dan pada beberapa kasus yang dicurigai adanya keganasan, pemeriksaan histologi juga diperlukan.

2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1

Osteokondroma

2.1.1 Definisi Osteochondroma

adalah

tumor

jinak

tulang

dengan

penampakan

adanyapenonjolan tulang yang berbatas tegas sebagai eksostosis yang muncul

dari metafisis, penonjolan tulang ini ditutupi (diliputi) oleh cartilago

hialin. Tumor ini berasal dari komponen tulang (osteosit) dan komponen tulang rawan (chondrosit). Osteokhondroma merupakan tumor jinak tersering kedua (32,5%) dari seluruh tumor jinak tulang dan terutama ditemukan pada remaja yang pertumbuhannya aktif dan pada dewasa muda. Osteokondroma

dapat

tumbuh

secara soliter

maupun

multipel.

Osteokondroma yang multipel bersifat herediter (autosomal dominan) dan akan berhenti tumbuh dan mengalami proses penulangan setelah dewasa. Oleh karena itu eksositosis multipel ini tidak lagi disebut sebagai neoplasma. Osteokondroma yang

soliter

berbeda

dengan

multipel

karena

akan

tumbuh

terus

walaupun penderita telah dewasa dan jenis ini dianggap sebagai neoplasma. Kebanyakan osteokondroma

adalah soliter

tetapi

lesi

multipel

dapat

berkembang pada individu dengan predisposisi genetik. Osteokondroma biasanya mengenai tulang panjang, dan tulang yang sering terkena adalah ujung distal femur (30%), ujung proksimal tibia (20%), dan humerus (2%). Osteokondroma juga dapat mengenai tulang tangan dan kaki (10%) serta tulang pipih seperti pelvis (5%) dan scapula (4%) walaupun jarang. Osteokondroma terdiri dari 2 tipe yaitu tipe bertangkai (pedunculated) dan tipe tidak bertangkai (sesile). Tulang panjang yang terkena biasanya tipe bertangkai sedangkan di pelvis tipe sesile.

2.1.2 Epidemiologi Frekuensi aktual osteokondroma tidak diketahui karena banyak yang tidak didiagnosis. Kebanyakan ditemukan pada pasien lebih muda dari 20 tahun. Rasio

3

laki perempuan adalah 3:1. Osteokondroma dapat terjadi dalam setiap tulang yang mengalami pembentukan tulang enchondral, tetapi mereka yang paling umum di sekitar lutut. Osteokondroma biasanya mengenai pada daerah metafisis tulang panjang dan tulang yang sering terkena adalah ujung distal femur (30%) ujung proksimal tibia (20%) dan humerus (2%). Osteokondroma juga dapat mengenai tulang tangan dan kaki (10%) serta tulang pipih seperti pelvis (5%) dan scapula (4%) walaupun jarang. Osteokondroma terdiri dari 2 tipe yaitu tipe bertangkai (pedunculated) dan tipe tidak bertangkai (sesile). Tulang panjang yang terkena biasanya tipe bertangkai sedangkan di pelvis adalah tipe sesile. Tumor bersifat soliter dengan dasar lebar atau kecil seperti tankai dan bila multiple dikenal sebagai diafisial aklasia (eksostosis herediter multiple) yang bersifat herediter dan diturunkan secara dominan gen mutan.

2.1.3 Etiologi Osteochondroma tulang

kemungkinan besar disebabkan

oleh salah

satucacat bawaan atau trauma perichondrium yang yang menghasilkan herniasi dari fragmen

lempeng

epifisis

pertumbuhan

melalui

manset

tulang

periosteal. Meskipun etiologi pasti dari pertumbuhan ini tidak diketahui, sebagian perifer fisis diduga mengalami herniasi dari lempeng pertumbuhannya. Herniasi ini mungkin idiopatik atau mungkin hasil dari trauma atau defisiensi dari cincin perichondrial. Apapun penyebabnya, hasilnya adalah perpanjangan yang abnormal faktor

dari

tulang

yang merangsang

rawan

lempeng

metaplastic

yang

pertumbuhan

dan

merespon dengan

faktordemikian

menghasilkan pertumbuhan yang exostosis. Pulau-pulau tulang rawan mengatur ke dalam struktur yang mirip dengan epiphysis. Karena ini metaplastic cartilage dirangsang, terjadi pembentukan tulang enchondral, dan terjadi pengembangan tangkai tulang. Histologi tulang rawan mencerminkan, zona klasik didefinisikan diamati dalam pertumbuhan dari lempeng yaitu yaitu, zona proliferasi, columniation, hipertrofi, kalsifikasi, dan pengerasan. Teori ini diperkirakan untuk menjelaskan

temuan

klasik

dari osteochondroma

terkait

dengan

4

pertumbuhan lempeng menjaga bahwa

dan

berkembang

jauh

darifisis

kelangsungan medulernya. Karyotyping genetik telah

untuk

tetap

menyarankan

kelainan genetik direproduksi berhubungan dengan pertumbuhan jinak

dan bahwa mereka benar-benar dapat mewakili proses neoplastik sejati, bukan yang reaktif. Penelitian ini masih pada tahap awal, dan membutuhkan penyelidikan lebih lanjut.

2.1.4 Patofisiologi Tumor terjadi karena pertumbuhan abnormal dari sel-sel tulang (osteosit) dan sel-sel tulang rawan (kondrosit) di metafisis. Pertumbuhan abnormal ini awalnya hanya akan menimbulkan gambaran pembesaran tulang dengan korteks dan spongiosa yang masih utuh. Jika tumor semakin membesar maka akan tampak sebagai benjolan menyerupai bunga kol (cauliflower) dengan komponen osteosit sebagai

batangnya

dan komponen kondrosit sebagai bunganya.

Tumor akan tumbuh dari metafisis, tetapi adanya yang

pertumbuhan

tulang

semakin memanjang maka makin lama tumor akan mengarah ke diafisis

tulang. Lokasi osteokondroma biasanya pada metafisis tulang panjang khususnya femur distal, tibia proksimal dan humerus proksimal, dapat juga ditemukan pada tulang scapula dan illium. Herniasi fragmen kartilago di epiphyseal plate kemudian menjadi kartilago metaplastik yang memberi respon pada faktor-faktor yang menstimulasi terjadinya proliferasi sel. Pertumbuhan abnormal ini awalnya hanya akan menimbulkan gambaran pembesaran tulang dengan korteks dan spongiosa yang masih utuh. Jika tumor semakin membesar maka akantampak sebagai benjolan menyerupai bunga kol dengan komponen osteosit sebagai batangnya dan komponen kondrosit sebagai bunganya. Tumor akan tumbuh dari metafisis, tetapi adanya pertumbuhan tulang yang semakin memanjang maka lama kelamaan tumor akan mengarah ke diafisis tulang. Pertumbuhan ini membawa ke bentuk klasik “coat hanger” variasi dari osteochondroma yang mengarah menjauhi sendi terdekat.

5

Gambar 1. Panah putih menunjukkan bentuk jamur, pedunkulata bongkol yang timbul dari antero metafisis femur distal, melekat pada tulang primer dan menunjuk jauh dari metafisis.

2.1.5 Gambaran Klinis Tumor ini tidak memberikan gejala kebetulan,

namun terabanya

sehingga sering ditemukan secara

benjolan yang tumbuh dengan sangat

lama

dan membesar. Bila tumor ini menekan jaringan saraf atau pembuluh darah akan menimbulkan rasa sakit. Dapat juga rasa sakit ditimbulkan oleh fraktur patologis pada tangkai tumor, terutama pada bagian tangkai tipis. Kadang bursa dapat tumbuh diatas tumor (bursa exotica) dan bila mengalami inflamasi pasien dapat mengeluh

bengkak

adanya fraktur, bursitis, tumbuh

dan

atau

sakit.

Apabila

penekanan

pada

timbul saraf

rasa dan

sakit

tanpa

tumor

terus

setelah lempeng epifisis menutup maka harus dicurigai adanya

keganasan. Osteokondroma dapat menyebabkan timbulnya pseudoaneurisma terutama pada a.poplitea dan a.femoralis disebabkan karena fraktur pada tangkai tumor didaerah distal femur atau proximal tibia. Osteokondroma yang besar pada kolumna vertebralis

dapat

menyebabkan

angulasi

kyfosis

dan

menimbulkan gejala spondylolitesis. Pada herediter multipel exositosis keluhan dapat berupa massa yang multipel dan tidak nyeri dekat persendian. Umumnya bilateral dan simetris.

6

Gambar 2. Gambaran Klinis Osteokondroma

2.1.6 Diagnosis A. Pemeriksaan fisik Melalui pemeriksaan fisik dapat teraba massa yang multiple atau soliter, dengan atau tanpa disertai dengan tanda-tanda peradangan (color, rubor, dolor, fungsiolesa). Biasanya pasien tidak merasakan gejala tersebut, terkadang pasien hanya mengeluhkan adanya benjolan tanpa disertasi nyeri.

B. Pemeriksaan radiologis Ada 2 tipe, tipe osteochondroma yaitu pedunculated (narrow base) dan tidak bertangkai sesile (broad base). Pada tipe pedunculated, pada foto polos tampak penonjolan tulang yang menjauhi sendi dengan korteks dan spongiosa masih normal. Penonjolan ini berbentuk seperti bunga kol (cauliflower) dengan komponen osteosit sebagai tangkai dan komponen kondrosit sebagai bunganya. Densitas penonjolan tulang inhomogen (opaqu pada tangkai dan lusen pada bunga). Terkadang tampak adanya kalsifikasi berupa bercak opaq akibat komponen kondral yang mengalami kalsifikasi. Tumor dapat bersifat tunggal

7

atau multiple tergantung dari jenisnya. Untuk pemeriksaan radiologis dapat menggunakan: 1.

Foto Polos Radiografi polos adalah pemeriksaan penunjang dalam pencitraan untuk oseokondroma. Radiograf dengan kualitas baik harus diperoleh dalam 2 proyeksi tegak lurus dengan ciri lesi sepenuhnya.

Gambar 3. Foto AP dari osteochondroma pedunkulata femur distal

Gambar 4. Foto lateral dari osteochondroma pedunkulata femur distal. Orientasi yang jauh dari lempeng pertumbuhan dan kontinuitas meduler jelas.

8

Gambar 5. Anteroposterior radiograf dari osteochondroma sessile humerus

2.

CT Scan Pada tulang tertentu, seperti panggul dan tulang belikat, CT scan merupakan tambahan yang berguna untuk melokalisasi lesi. Lokalisasi CT dapat berguna ketika merencanakan reseksi.

Gambar 6. Foto polos menunjukkan kecurigaan osteochondroma soliter di pelvis (gambar kiridengan tanda panah hitam). Gambar kanan yang merupakan hasil CTscan lebih jelas melihat gambaran tumor dengan kontinuitas tulang dan kapsul kartilago.

9

Gambar 7. CT scan dari ostechondroma sessile humeru

3.

MRI (Magnetic Resonance Imaging) MRI diperlukan hanya dalam kasus-kasus yang dicurigai terjadinya keganasan atau anatomi jaringan lunak yang relevan perlu digambarkan. MRI adalah modalitas pilihan untuk menilai ketebalan tulang rawan tutup, seperti pada gambar di bawah ini. Mesikipun tidak merupakan indikasi mutlak, ketebalan dari cartilage cap berhubungan dengan keganasan. Tebal kartilage cap yang > 4 cm adalah sugestif degenerasi ganas, terutama ketika mereka berhubungan dengan nyeri.

Gambar 8. MRI sessile osteochondroma femur menunjukkan ketebalan tutup tulang rawan

10

4.

Pemeriksaan patologi anatomi -

Gambaran makroskopis Tumor dengan kartilago penutup di atasnya, besar, berkilau dan berwarna kebiru-biruan

-

Gambaran mikroskopis Kartilago penutup mengandung jaringan fibrous yang padat dan chondrosit dan matrix ekstraseluler dan temukan periosteum. Ada osifikasi pada daerah batang tulang

Gambar 9. Gambaran makroskopis dan mikroskopis pada osteochondroma

2.1.7 Diagnosa banding 1.

Chondrosarkoma Adalah tumor ganas tulang dan tulang rawan. Paling banyak ditemukan

pada tulang pelvis, femur, iga, humerus, dan scapula. Tetapi selain itu juga dapatditemukan disemua tulang termasuk tulang-tulang kecil di tangan dan kaki. 2.

Osteosarkoma Merupakan tumor ganas primer pada tulang. Lokasi tumor terbanyak adalah

di distal, femur, proksimal tibia, dan proksimal humerus. Tumor juga dapat menyerang tulang pipih seperti pelvis, tengkorak, dan mandibula.

2.1.8 Terapi Apabila terdapat gejala penekanan pada jaringan lunak misalnya pembuluh darah atau saraf sekitarnya atau tumor tiba-tiba membesar disertai rasa

11

nyeri maka diperlukan tindakan operasi secepatnya, terutama bila hal ini terjadi pada orang dewasa. 1.

Terapi Medis Tidak

ada

terapi

medis

saat

ini

ada

untuk

osteochondromas.

Andalan pengobatan nonoperative adalah observasi karena lesi kebanyakan tanpa gejala. Lesi yang ditemukan secara kebetulan dapat diamati, dan pasien dapat diyakinkan. 2.

Terapi Bedah Perawatan untuk gejala osteochondromas adalah reseksi. Perawatan harus

diambil untuk memastikan bahwa tidak ada tutup tulang rawan atau perichondrium yang tersisa, jika tidak, mungkin ada kekambuhan. Idealnya, garis eseksi harus melalui dasar tangkai, dengan demikian, seluruh lesi dihapus secaraen blok. Lesi atipikal atau sangat besar harus diselidiki sepenuhnya untuk mengecualikan kemungkinan terpencil keganasan. MRI berguna dalam menilai ketebalan dari cartilage cap. Apabila osteokondroma tidak ditemukan keluhan, lakukan observasi.

2.1.9 Komplikasi 1.

Penekanan pada saraf (lebih sering n.poplitea)

2.

Penekanan pada pembuluh darah, menimbulkan pseudo aneurisma pada a.poplitea dan a.femoralis

3.

Penekanan tulang sekitar

4.

Fraktur patologis

5.

Inflamasi bursa pada daerah lesi

6.

Perubahan keganasan

a.

Fraktur Fraktur pada osteochondroma adalah komplikasi yang tidak biasa yang

merupakanhasil dari trauma yang terlokalisir dan biasanya melibatkan dasar dari tangkai lesi. Osteochondromas pedunkulata di lutut yang paling mungkin untuk terjadinya fraktur. Selanjutnya, pembentukan kalus menyebabkan

12

sklerosis bandlike pada radiografi terjadi dengan penyembuhan. Tidak ada kejadian signifikan nonunion yang dilaporkan. Menariknya, regresi atau resorpsi osteochondroma soliter yang terjadi baik secara spontan dan setelah patah tulang telah dilaporkan. b.

Komplikasi Vaskuler Komplikasi

vaskular

yang

berhubungan

dengan

osteochondroma

termasuk kelainan pembuluh darah, stenosis, oklusi, dan pembentukan pseudoaneurysm. Gejala klinis pada

kasus

kompromi

vaskular

termasuk

rasa sakit, bengkak, dan jarang klaudikasio atau massa berdenyut teraba biasanya mempengaruhi

pasien muda.

oklusi

dapat mempengaruhi

sering

terlihat

atau

vena.

baik

dalam pembuluh

Trombosis

sistem arteri tentang

lutut,

pembuluh darah atau atau

vena

dan

terutama arteri

paling poplitea

Pseudoaneurysm formasi yang terkait dengan osteochondroma

pertama kali dilaporkan oleh Paulus pada tahun 1953. Lokasi dari kelainan komplikasi ini terutama mengenai arteri femoralis, brakialis, dan arteri tibialis posterior, arteri poplitea. Komplikasi ini mempengaruhi pasien muda didekat akhir pertumbuhan tulang normal dan terjadi dengan lesi soliter dan beberapa dengan frekuensi yang sama. c.

Gejala sisa neurologis Kompromi neurologis dapat dikaitkan dengan kedua (dasar tulang belakang

atau tengkorak) osteochondromas yang terjadi di vertebra atau di basis kranii. Lesi perifer

dapat

menekan

saraf,

menyebabkan

dop

foot,

dan

keterlibatan saraf peroneal dari fibula osteochondroma telah dilaporkan paling sering. Keterlibatan saraf radialis juga telah dijelaskan. Osteochondromas yang terjadi

pada dasar tengkorak, tulang belakang, tulang rusuk atau kepala dapat

menyebabkan defisit saraf kranial, radikulopati, stenosis tulang belakang, caudaequina syndrome, dan myelomalacia.

2.1.10 Prognosis Untuk osteochondroma soliter, hasil dan prognosis setelah operasi sangat baik dengan kontrol lokal yang sangat baik dan tingkat kekambuhan lokal kurang

13

dari 2%. Demikian, prognosis biasanya salah satu dari pemulihan lengkap. Hasil yang lebih buruk biasanya berkaitan dangan morbiditas yang terkait dengan eksposur yang dibutuhkan untuk menghapus lesi atau berhubungan dengan deformitas tulang sekunder, tetapi yang terakhir biasanya diamati dalam bentuk turun-temurun beberapa penyakit.

3.1

Osteosarkoma

2.2.1 Definisi Osteosarkoma adalah tumor ganas tulang primer yang berasal dari sel mesenkimal

primitif

yang

memproduksi

tulang

dan

matriks

osteoid.

Osteosarkoma adalah tumor tulang ganas yang berasal dari sel primitif pada regio metafisis tulang panjang orang berusia muda. (Sarkoma Osteogenik) adalah tumor tulang ganas, yang biasanya berhubungan dengan periode kecepatan pertumbuhan pada masa remaja. Osteosarkoma merupakan tumor ganas yang paling sering ditemukan pada anak-anak. Rata-rata penyakit ini terdiagnosis pada umur 15 tahun. Angka kejadian pada anak laki-laki dan anak perempuan adalah sama, tetapi pada akhir masa remaja penyakit ini lebih banyak ditemukan pada anak laki-laki. Penyebab yang pasti tidak diketahui. Bukti-bukti mendukung bahwa osteosarkoma merupakan penyakit yang diturunkan. Osteosarkoma cenderung tumbuh di tulang paha (ujung bawah), tulang lengan atas (ujungatas) dan tulang kering (ujung atas). Ujung tulang-tulang tersebut merupakan daerah dimana terjadi perubahan dan kecepatan pertumbuhan yang terbesar. Meskipun demikian, osteosarkoma juga bisa tumbuh di tulang lainnya. Sarkoma adalah tumor yang berasal dari jaringan penyambung. Kanker adalah neoplasma yang tidak terkontrol dari sel anaplastik yang menginvasi jaringan dan cenderung bermetastase sampai ke sisi yang jauh dalam. Osteosarkoma (sarkoma osteogenik) adalah tumor yang muncul dari mesenkim pembentuk tulang. Sarkoma osteogenik (Osteosarkoma) merupakan neoplasma tulang primer yang sangat ganas. Tumor ini tumbuh dibagian metafisis tulang tempat yang paling sering terserang tumor ini adalah bagian ujung tulang

14

panjang, terutama lutut. Osteosarkoma (sarkoma osteogenik) merupakan tulang primer maligna yang paling sering dan paling fatal. Ditandai dengan metastasis hematogen awal ke paru. Tumor ini menyebabkan mortalitas tinggi karena sarkoma sering sudah menyebar ke paru ketika pasien pertama kali berobat.

2.2.2 Epidemiologi Osteosarkoma merupakan tumor ganas tulang primer non hemopoetik yang paling sering ditemukan. Insiden osteosarkoma pada semua populasi menurut WHO sekitar 4-5 per 1.000.000 penduduk. Perkiraan insiden osteosarkoma meningkat menjadi 8-11 per 1.000.000 penduduk per tahun pada usia 15-19 tahun. Di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo terdapat 219 kasus (16.8 kasus/tahun) dalam kurun waktu 13 tahun (1995-2007) yang merupakan jumlah terbanyak dari seluruh keganasan tulang (70,59%) dengan distribusi terbanyak pada dekade ke-2. Osteosarkoma konvensional lebih sering terjadi pada pria daripada wanita dengan perbandingan 3:2. Hal ini bisa disebabkan masa pertumbuhan tulang pada pria lebih lama daripada wanita. Tumor ini paling sering diderita oleh anak-anak usia dekade ke-2 kehidupan, lebih dari 60% pada pasien kurang dari 25 tahun. Insiden osteosarkoma dapat meningkat kembali pada usia di atas 60 tahun, sehingga penyakit ini disebut juga memiliki distribusi yang bersifat bimodal. Predileksi tersering pada: daerah lutut yaitu distal femur, proksimal tibia, proksimal humerus, osteosarkoma muncul terutama pada daerah metafisis tulang panjang dengan rasio pertumbuhan yang cepat meskipun tidak menutup kemungkinan dapat terjadi pada semua tulang.

2.2.3 Etiologi Etiologi

osteosarcoma

belum

diketahui

secara

pasti,

tetapi

ada

berbagaimacam faktor predisposisi sebagai penyebab osteosarcoma. Adapun faktor predisposisi yang dapat menyebabkan osteosarcoma antara lain: 1.

Trauma

15

Osteosarcoma dapat terjadi beberapa bulan atau beberapa tahun setelah terjadinya injuri. Walaupun demikian trauma ini tidak dapat dianggap sebagai penyebab utama karena tulang yang fraktur akibat trauma ringan maupun parah jarang menyebabkan osteosarcoma. 2.

Ekstrinsik karsinogenik Penggunaan substansi radioaktif dalam jangka waktu lama dan melebihi dosis juga diduga merupakan penyebab terjadinya osteosarcoma ini. Salah satu contoh adalah radium. Radiasi yang diberikan untuk penyakit tulang seperti kista tulang aneurismal, fibrous displasia, setelah 3-40 tahun dapat mengakibatkan osteosarcoma.

3.

Karsinogenik kimia Ada dugaan bahwa penggunaan thorium untuk penderita tuberculosis mengakibatkan 14 dari 53 pasien berkembang menjadi osteosarcoma.

4.

Virus Penelitian tentang virus yang dapat menyebabkan osteosarcoma baru dilakukan pada hewan, sedangkan sejumlah usaha untuk menemukan oncogenik virus pada osteosarcoma manusia tidak berhasil. Walaupun beberapa

laporan

menyatakan

adanya

partikel

seperti

virus

pada

selosteosarcoma dalam kultur jaringan. Bahan kimia, virus, radiasi, dan faktor trauma. Pertumbuhan yang cepat dan besarnya ukuran tubuh dapat juga menyebabkan terjadinya osteosarcoma selama masa pubertas. Hal ini menunjukkan bahwa hormon sex penting walaupun belum jelas bagaimana hormon dapat mempengaruhi perkembanagan osteosarcoma. 5.

Keturunan (genetik)

2.2.4 Klasifikasi Klasifikasi dari osteosarkoma merupakan hal yang kompleks, namun 75% dari osteosarkoma masuk kedalam kategori “klasik” atau konvensional, yang termasuk osteosarkoma osteoblastic, chondroblastic, dan fibroblastic. Sedangkan sisanya sebesar 25% diklasifikasikan sebagai “varian” berdasarkan:

16

1. karakteristik klinik seperti pada kasus osteosarkoma rahang, osteosarkoma postradiasi, atau osteosarkoma paget 2. karakteristik

morfologi,

seperti

pada

osteosarkoma

telangiectatic,

osteosarkoma small-cell, atau osteosarkoma epithelioid dan 3. lokasi, seperti pada osteosarkoma parosteal dan periosteal. Osteosarkoma konvensional muncul paling sering pada metafisis tulang panjang, terutama pada distal femur (52%), proximal tibia (20%) dimana pertumbuhan tulang tinggi. Tempat lainnya yang juga sering adalah pada metafisis humerus proximal (9%). Penyakit ini biasanya menyebar dari metafisis ke diafisis atau epifisis. Kebanyakan dari osteosarkoma varian juga menunjukkan predileksi yang sama, terkecuali lesi gnathic pada mandibula dan maksila, lesi intrakortikal, lesi periosteal dan osteosarkoma sekunder karena penyakit paget yang biasanya muncul pada pelvis dan femur proximal.

2.2.5 Patogenesis Salah satu perubahan genetik yang terjadi pada osteosarcoma adalah hilangnya heterozigositas dari gen (RB) retinoblastoma. Produk dari gen ini adalah protein yang bertindak untuk menekan pertumbuhan sel dengan DNA yang rusak (supresor tumor). Hilangnya fungsi gen ini memungkinkan sel untuk tumbuh tidak diatur, yang mengarah ke pembentukan kanker tertentu, termasuk osteosarcoma. Kehadiran mutasi ini telah dikaitkan dengan tingkat kelangsungan hidup menurun pada pasien dengan osteosarcoma.. Mutasi dari gen p53 yaitu supresor tumor, juga terkait dengan osteosarcoma, dan beberapa inaktivasi gabungan RB dan p53 ditemukan dalam osteosarcoma. Faktor pertumbuhan epidermal reseptor manusia (HER-2 atau ERB-2) merupakan

perubahan

molekuler yang berhubungan dengan osteosarcoma.

2.2.6 Manifestasi Klinis Gejala biasanya telah ada selama beberapa minggu atau bulan sebelum pasien didiagnosa. Gejala yang paling sering terdapat adalah nyeri, terutama nyeri pada saat aktifitas dan massa atau pembengkakan. Tidak jarang terdapat riwayat

17

trauma, meskipun peran trauma pada osteosarkoma tidaklah jelas. Fraktur patologis sangat jarang terjadi, terkecuali pada osteosarkoma telangiectatic yang lebih sering terjadi fraktur patologis. Nyeri

pada

ekstrimitas

dapat

menyebabkan

kekakuan.

Riwayat

pembengkakan dapat ada atau tidak, tergantung dari lokasi dan besar dari lesi. Gejala sistemik, seperti demam atau keringat malam sangat jarang. Penyebaran tumor pada paru-paru sangat jarang menyebabkan gejala respiratorik dan biasanya menandakan keterlibatan paru yang luas.

Gambar 10. Pasien dengan osteosarcoma di femur distal

2.2.7 Diagnosis Ditegakkan berdasarkan anamnesis (usia umumnya muda, adanya keluham nyeri), pemeriksaan fisik (lokalisasi, besar tumor), dan pemeriksaan penunjang. 1.

Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik Dari anamnesis dan pemeriksaan fisik, dapat ditemukan tanda dan gejala,

antar lain: -

Nyeri lokal yang semakin progresif (yang awalnya ringan dan intermiten namun lama kelamaan menjadi semakin hebat dan menetap)

-

Massa (pada ekstremitas yang membesar dengan cepat, nyeri pada penekanan dan venektasi)

-

Edema jaringan lunak ( ± )

-

Fraktur patologis dapat terjadi pada 5-10% pasien osteosarkoma

-

Keterbatasan gerak (range of motion )

18

2.

-

Penurunan berat badan

-

Anemia

Pemeriksaan Penunjang a.

Radiografi konvensional Merupakan

pemeriksaan

radiologi

pertama

pada

kasus-kasus

osteosarkoma. -

Osteosarkoma konvensional menunjukkan lesi litik moth eaten atau permeatif, lesi blastik, destruksi korteks, reaksi periosteal tipe agresif (segi tiga Codman, sunburst, hair on end), massa jaringan lunak, dan formasi matriks (osteoid maupun campuran osteoid dan khondroid).

-

Osteosarkoma parosteal menunjukkan massa eksofitik berlobulasi dengan kalsifikasi sentral berdensitas tinggi, berlokasi di dekat tulang, kadang disertai gambaran string sign. Osteosarkoma periosteal memperlihatkan massa jaringan lunak dengan reaksi periosteal perpendikuler, erosi kortikal, dan penebalan korteks.

-

High grade surface osteosarcoma menunjukkan ossifikasi berdensitas tinggi, reaksi periosteal, erosi dan penebalan korteks. Dapat juga ditemukan invasi intramedular.

-

Osteosarkoma telangiektatik memperlihatkan lesi litik geografik ekspansil asimetrik, tepi sklerotik minimal dan destruksi korteks yang menunjukkan pola pertumbuhan agresif. Dapat ditemukan fraktur patologik dan matriks osteoid minimal.

-

Small cell osteosarcoma memperlihatkan lesi litik permeatif, destruksi korteks, massa jaringan lunak, reaksi periosteal, serta kalsifikasi matriks osteoid.

-

Low grade central osteosarcoma memperlihatkan lesi litik destruktif ekspansil, disrupsi korteks, massa jaringan lunak dan reaksi periosteal. Pasca kemoterapi, radiografi konvensional dapat digunakan untuk

menilai pengurangan ukuran massa, penambahan ossifikasi, dan pembentukan

19

peripheral bony shell. Foto x-ray thorax proyeksi AP/PA, untuk melihat adanya metastasis paru dengan ukuran yang cukup besar.

Gambar 11. Foto polos dari osteosarkoma dengan gambaran Codman triangle (arrow) dan difus, mineralisasi osteoid diantara jaringan lunak. Perubahan periosteal berupa codman triangles (white arrow) dan masa jaringan lunak yang luas (black arrow).

Gambar 12. Sunburst appearance pada osteosarkoma di femur distal

Gambar 13. gambaran sklerotik dan litik pada proximal humerus kanan

20

b.

Computed Tomography (CT) Scan Ct-scan dapat berguna untuk memperlihatkan detil lesi pada tulang

kompleks dan mendeteksi matriks ossifikasi minimal. Selain itu dapat digunakan untuk mendeteksi metastasis paru. Kegunaan lain dari CT scan adalah tuntunan biopsi tulang (CT guided bone biopsy). CT scan thoraks berguna untuk mengidentifikasi adanya metastasis mikro pada paru dan organ thoraks.

Gambar 14. CT scan, axial view; osteosarcoma of proximal tibia

Gambar 15. CT Scan: Telangiectatic Osteosarcoma of Proximal Tibia

c.

Magnetic Resonance Imaging (MRI) MRI merupakan modalitas terpilih untuk evaluasi ekstensi lokal tumor

dan membantu menentukan manajemen bedah yang paling sesuai. MRI dapat menilai perluasan massa ke intramedular (ekstensi longitudinal, keterlibatan epifisis, skip lesion), perluasan massa ke jaringan lunak sekitarnya dan

21

intraartikular, serta keterlibatan struktur neurovaskular. Pemberian kontras gadolinium dapat memperlihatkan vaskularisasi lesi, invasi vaskular, dan area kistik atau nekrotik. Pasca kemoterapi, MRI digunakan untuk menilai ekstensi massa dan penambahan komponen nekrotik respon pasca kemoterapi.

Gambar 16. MRI: Telangiectatic Osteosarcoma of Proximal Tibia Multiple Fluid-Fluid Levels are Demonstrated

Gambar 17. Axial MRI dan Sagital MRI

d.

Kedokteran Nuklir Bone scintigraphy digunakan untuk menunjukkan suatu skip metastasis

atau suatu osteosarkoma multisentrik dan penyakit sistemik.

22

e.

Biopsi Pemeriksaan histopatologi dilakukan dengan menggunakan biopsi jarum

halus (fine needle aspiration biopsy-FNAB) atau dengan core biopsy bila hasil FNAB inkonklusif. FNAB mempunyai ketepatan diagnosis antara 7090%. Penilaian skor Huvos untuk mengevaluasi secara histologis respons kemoterapi neoadjuvant. Pemeriksaan ini memerlukan minimal 20 coupe. Penilaian dilakukan secara semi kuantitatif dengan membanding kan luasnya area nekrosis terhadap sisa tumor yang riabel : -

Grade 1 : sedikit atau tidak ada nekrosis (0 - 50%)

-

Grade 2 : nekrosis>50 - <90 %

-

Grade 3 : nekrosis 90 - 99 %

-

Grade 4 : nekrosis 100 % Penilaian batas sayatan diperoleh dari jaringan intramedulari segmen

tulang proksimal.

f.

Pemeriksaan lainnya Pemeriksaan lainya sebagai penunjang, adalah fungsi organ-organ

sebagai persiapan operasi, radiasi maupun kemoterapi. Khususnya kemoterapi merupakan pemberian sitostatika, bersifat sistemik baik khasiat maupun efek samping, sehingga fungsi organ-organ harus baik. Disamping itu juga diperiksa adanya komorbiditas yang aktif, sehingga harus diobati, atau dicari jalan keluarnya sehingga penderita tidak mendapat efek samping yang berat, bahkan dapat menyebabkan morbidatas, bahkan mungkin mortalitas pada waktu terekspose kemoterapi (treatment related morbidity/mortality). Pemeriksaan tersebut: fungsi paru, fungsi jantung (echo), fungsi liver , darah lengkap, termasuk hemostasis, D-Dimer, fungsi ginjal, elektrolit, dan LDH sebagai cermin adanya kerusakan sel yang dapat digunakan sebagi prognosis. Pada waktu tindakan, fungsi organ yang relevan harus dapat toleran terhadap tindakan tersebut.

23

2.2.8 Diagnosa Banding Beberapa kelainan yang menimbulkan bentukan massa pada tulang sering sulit dibedakan dengan osteosarkoma, baik secara klinis maupun dengan pemeriksaan pencitraan. Adapun kelainan-kelainan tersebut antara lain: 1. Osteomielitis kronis 2. Osteoblastoma 3. Fraktur stres 4. Osteoid osteoma 5. Parosteal osteosarkoma

2.2.9 Tatalaksana Penatalaksanaan osteosarkoma meliputi terapi pembedahan (limb salvage surgery (LSS) atau amputasi), kemoterapi dengan atau tanpa radioterapi yang diberikan konkuren ataupun sekuensial sesuai indikasi. Terapi pada keganasan muskuloskeletal mengalami perubahan drastis dalam beberapa dekade terakhir. Sebelum tahun 1970, manajemen osteosarkoma, sebagai keganasan tulang yang paling sering ditemukan, dilakukan secara rutin dengan amputasi dan disartikulasi. Tindakan tersebut hanya memiliki kesintasan 5 tahun antara 10-20%. Dengan pemberian kemoterapi neoadjuvant, adjuvant, atau kombinasi keduanya kesintasan jangka panjang dapat mencapai 75-80%. Pemberian

kemoterapi

berguna

untuk

mengontrol

mikrometastasis,

memungkinkan penilaian histopatologi untuk melihat respons kemoterapi (Huvos), memungkinkan perencanaan limb salvage surgery (LSS) serta memudahkan tindakan reseksi tumor pada saat tindakan LSS. Pembedahan merupakan terapi utama osteosarkoma melalui prinsip reseksi secara en bloc dengan mempertahankan fungsi semaksimal mungkin. Protokol penatalaksanaan

osteosarkoma

meliputi

pemberian

kemoterapi

3

siklus

neoadjuvan terlebih dahulu. Jika setelah neoadjuvan ukuran tumor mengecil tanpa disertai keterlibatan struktur neuro-vaskular utama (sesuai indikasi LSS), yang ditunjang oleh pemeriksaan radiologi (restaging), dilanjutkan dengan pembedahan LSS. Sebaliknya, bila terjadi pertumbuhan tumor yang progresif disertai

24

keterlibatan struktur neuro-vaskuler utama atau ekstensi jaringan yang sangat luas, amputasi menjadi pilihan utama pembedahan. Pasca pembedahan, pasien dipersiapkan untuk peberian kemoterapi adjuvant 3 siklus dengan regimen yang sama (bila hasil Huvos minimal 3); Bila hasil Huvos kurang dari 2, regimen kemoterapinya harus diganti dengan obat anti kanker lainnya (second line). Kontraindikasi untuk tindakan LSS adalah bila : -

Ada keterlibatan pembuluh darah ataupun struktur saraf,

-

Pathologial Fracture (kontra indikasi relatif)

-

Contaminated biopsy

-

Infeksi

-

Immature skeletal age. Leg-length discrepancy should not more than 8 cm.

-

Ekstensi tumor yang sangat luas ke jaringan lunak. Amputasi pada osteosarkoma dilakukan bila persyaratan LSS tidak

terpenuhi. Pada osteosarkoma derajat keganasan tinggi yang tidak memungkinkan pemberian kemoterapi neoadjuvan ( misalnya : adanya ulkus, peradarahan, tumor dengan ukuran yang sangat besar) maka langsung dilakukan pembedahan terlebih dahulu, selanjutnya diikuti dengan pemberian kemoterapi adjuvant. Pada

pasien

osteosarkoma

yang

sudah

bermetastasis

maka

penatalaksanaannya juga terbagi menjadi dua yaitu resectable dan unresectable. Pada yang resectable (metastasis paru, visceral) maka terapi untuk tumor primernya sama dengan penatalaksanaan osteosarkoma derajat keganasan tinggi dan didukung dengan kemoterapi dan juga metastasectomy. Metastasis ke organ lain bukanlah kontraindikasi untuk LSS. Sedangkan pada yang unresectable penatalaksanaan yang dilakukan adalah kemoterapi, radioterapi dan melakukan evaluasi ulang tumor primer untuk mengontrol tumor secara lokal, paliatif treatment. Pada pembedahan dengan margin positif yang memberikan respons buruk terhadap kemoterapi maka pertimbangkan mengganti kemoterapi dan juga terapi tambahan secara lokal (surgical resection) dan atau radioterapi. Pada pasien yang menolak dilakukan tindakan pembedahan amputasi. pemberian kemoterapi dan radioterapi dipertimbangkan sebagai pilihan terapi utama.

25

Pada osteosarkoma, radioterapi berperan relatif kecil karena kanker ini masuk dalam golongan kelompok radioresisten dan sifat metastasisnya yang cenderung hematogen tidaklah begitu sesuai dengan konsep radioterapi sebagai terapi lokoregional. Walaupun demikan peran radioterapi saat ini menjadi lebih besar karena kemajuan teknologi dan komputer. Radioterapi terutama diberikan sebagai ajuvan pasca bedah; dukungan radiasi dosis sangat tinggi pada limb sparing surgery; pada kelompok derajat keganasan relatif rendah, Ewing sarcoma, Chondrosarkoma dan pada tindakan paliatif untuk daerah metastasis. Radioterapi juga diindikasikan pada lokasi axial skeleton dan osteosarkoma pada tulang muka karena keterbatasan tindakan bedah dan masalah kosmesis. Oleh karena di Indonesia sebagian besar kasus datang sudah dalam stadium lanjut maka radioterapi juga dipertimbangkan pada kasus sisa tumor pasca operasi/ margin positif, dan kasus yang sangat lanjut, serta pada kasus residif yang tak mungkin di operasi.

A. Pembedahan 1. Limb Salvage Surgery Limb salvage surgery (LSS) merupakan suatu prosedur pembedahan yang dilakukan untuk menghilangkan tumor, pada ekstremitas dengan tujuan untuk menyelamatkan ekstremitas. Prosedur LSS merupakan tindakan yang terdiri dari pengangkatan tumor tulang atau sarkoma jaringan lunak secara en-bloc dan

rekonstruksi

defek

tulang

atau

sendi

dengan

megaprostesis

(endoprostesis), biological reconstruction (massive bone graft baik auto maupun allograft) atau kombinasi megaprostesis dan bone graft. Dalam melakukan tindakan LSS harus dipertimbangkan hal-hal sebagai berikut: -

Rekurensinya dan survival rate pasien tidak lebih buruk daripada amputasi

-

Prosedur yang dilakukan tidak boleh menunda terapi adjuvant

-

Fungsi ekstremitas harus lebih baik dari amputasi. Fungsi ekstremitas pasca rekonstruksi harus mencapai functional outcome yang baik,

26

mengurangi morbiditas jangka panjang dan mengurangi/meminimalkan perlunya pembedahan tambahan. -

Rekonstruksi yang dilakukan tidak boleh menimbulkan komplikasi yang membutuhkan pembedahan berikutnya atau hospitalisasi yang berulangulang. a) Limb Salvage Surgery dengan Megaprostesis Megaprostesis adalah alat yang terbuat dari logam yang didesain sebagai pengganti segmen tulang dan atau sendi pada defek tulang yang terjadi pasca reseksi. Penggunaan megaprostesis, memungkinkan pasien lebih cepat pulih dan lebih awal menjalani rehabilitasi dan weight bearing. Dalam dua minggu pasca operasi latihan isometrik atau non-bending exercise dapat dimulai. Dalam periode enam minggu pasien sudah berjalan weight bearing sesuai dengan toleransi pasien. b) Limb Salvage Surgery dengan Biological Reconstruction Biological reconstruction adalah metode rekonstruksi yang ditandai dengan integrasi autograft dan atau proses inisiasi pembentukan tulang secara de novo pada rekonstruksi defek tulang atau sendi. Dalam ruang lingkup onkologi ortopaedi, biological reconstruction diklasifikasikan menjadi tiga kelompok, yaitu: 1). transplantasi tulang yang vitalvascularized atau non-vascularized autograft, 2). implantasi tulang nonvital berupa extracorporeal devitalized autograft (allograft), dan 3). sintesis tulang secara de novo dengan distraction osteogenesis. Pendekatan LSS dengan metode biological reconstruction dapat dilakukan dengan menggunakan teknik rotational plasty, free microvascular bone transfer, extracorporeal irradiation autograft, pasteurized autograft, serta dengan allograft. c) Limb Salvage Surgery dengan metode lainnya Metode LSS lainnya dilakukan pada ostaeosarkoma yang mengenai tulang expandable seperti fibula proksimal, ulna distal, ilium dengan indikasi pelvic resection tipe I, costae yang diindikasikan untuk reseksi tanpa rekonstruksi. Pada ekstremitas dengan defek tulang massif yang

27

tidak memungkinakan dilakukan rekonstruksi dengan megaprostesis atau biological reconstruction, seperti defek tulang pada tibia atau distal femur, rekonstruksi dapat dilakukan dengan IM nail atau plate dengan bone cement atau disesuaikan dengan fasilitas yang tersedia di RS setempat.

B. Amputasi Amputasi pada osteosarkoma dilakukan bila persyaratan LSS tidak terpenuhi. Pada osteosarkoma derajat keganasan tinggi yang tidak memungkinkan pemberian kemoterapi neoadjuvan ( misalnya : adanya ulkus, peradarahan, tumor dengan ukuran yang sangat besar) maka langsung dilakukan pembedahan terlebih dahulu, selanjutnya diikuti dengan pemberian kemoterapi adjuvant.

C. Kemoterapi Osteosarkoma salah satu dari solid tumor dimana adjuvant kemoterapi terbukti bermanfaat. Ketentuan umum; -

Karena kemoterapi adalah sistemik terapi, akan mempengaruhi dan dipengaruhi organ-organ lain. Oleh karena itu dilakukan oleh dokter penyakit dalam dan spesialis onklologi medis. Atau paling sedikit oleh internis plus latihan singkat onkologi medis, bersertifikat. (internis plus).

-

Pemeriksaan

pendahuluan

(work

up)

adalah,

patologi

anatomi:

osteosarkoma, grade, stadium. -

Performance status 0,1 (WHO) , fungsi organ-organ (jantung, paru, liver, ginjal) baik. Komorbid infeksi, TB,hepatitis B dan C., bila ada diobati.

-

Pasca kemoterapi; follow up: respon terapi yang terukur, diameter, vaskularisasi, konsistensi, berkala, klinis dan radiologi (RECIST) darah perifer lengkap, ureum–kreatinin dan fungsi organ lain yang terkait oleh internis.

-

Kemoterapi neoadjuvant diberikan 2-3 siklus, setelahnya dilakukan evaluasi pre-operasi (penilaian respon histopatologi berdasarkan kriteria

28

HUVOS). Bila menurut HUVOS kurang respon, maka diberikan kemoterapi second line. -

Bila adjuvant 6 siklus.

-

Pada kemoterapi palliative, tergantung respons penyakit. Prinsipnya kualitas hidup diperbaiki dan survival dapat diperpanjang.

Dengan demikian efek samping yang merugikan secara dini bisa diketahui dan pencegahan atau pengobatan dini bisa dilakukan.

D. Radioterapi Prinsip radioterapi pada osteosarkoma dapat dibedakan untuk lokasi tumor primer dan lesi metastasis. Radiasi pada tumor primer -

Radiasi eksterna dipertimbangkan pada kasus batas sayatan positif pasca operasi, reseksi subtotal, dan kasus yang tidak dapat dioperasi

-

Dosis radiasi pasca operasi: 54-66 Gy

-

Dosis radiasi pada kasus unresectable: 60-70 Gy, bergantung pada toleransi jaringan sehat

-

Radiasi juga dapat diberikan sebagai terapi paliatif pada kasus metastasis, misalnya nyeri hebat atau perdarahan. Dosis paliatif biasanya 40 Gy yang dapat terbagi dalam fraksinasi konvensional, 2Gy per hari atau hipofraksinasi

E. Pemilihan Terapi 1. Localized disease Menurut rekomendasi guidelines, wide excision merupakan terapi primer pada pasien dengan low grade (intramedullary dan surface) oteosarkoma dan lesi pariosteal. Pada periosteal osteosarkoma penatalaksanaan disesuaikan dengan highgrade osteosarkoma lainnya. Setelah wide excision maka dilanjutkan dengan kemoterapi setelah operasi. Operasi re-reseksi dengan atau tanpa radioterapi perlu dipertimbangkan untuk pasien dengan margin jaringan positif.

29

2. Osteosarkoma yang disertai metastasis Sepuluh sampai dengan 20 % pasien osteosarkoma terdiagnosis saat sudah terjadi metastasis. Walau kemoterapi menunjukan hasil yang membaik pada pasien non metastatik, high grade, localized osteosarcoma kemoterapi justru menunjukan hasil kurang memuaskan pada osteosarkoma yang disertai metastasis. Pada yang resectable dengan metastasis paru, visceral, atau tulang, maka terapi untuk tumor primernya sama dengan penatalaksanaan osteosarkoma derajat keganasan tinggi dan didukung dengan kemoterapi serta metastasektomi. Pada yang unresectable penatalaksanaan yang dilakukan adalah kemoterapi, radioterapi dan melakukan evaluasi ulang tumor primer untuk mengontrol tumor secara lokal.

2.2.10 Prognosis Beberapa faktor yang menentukan prognosis pada pasien osteosarkoma 1.

Tumor related: -

Lokasi tumor

-

Ukuran tumor

-

Histopatologi (high grade, low grade)

-

Luasnya (infiltrati, kelenjar regional, penyebaran/metastasis lokal,/jauh)

Huvos )

2.

3.

-

Tipe dan margin operasi

-

ALP dan LDH level : menggambarkan luasnya lesi

-

D dimer (hiperkoagulasi)

Patient related -

Usia

-

Status gizi (BMI)

-

Performonce status

-

Komorbiditas (mis. TB,Hepatitis, gagal ginjal, gagal jantung)

Management related

30

-

Delay diagnosis, dan terapi

-

Pengalaman tenaga medis (operasi, kemoterapi, radiasi dan suprtif terapi)

-

Fasilitas kurang (tenaga,dan alat)

31

BAB III KESIMPULAN DAN SARAN

3.1

Kesimpulan Sarkoma osteogenik atau osteosarkoma merupakan neoplasma tulang primer

yang sangat ganas. Tumor ini tumbuh di bagian metafisis tulang. Tempatyang paling sering terserang tumor ini adalah bagian ujung tulang panjang,terutama lutut. Kasus sarkoma osteogenik paling banyak menyerang anak remajadan mereka yang baru menginjak masa dewasa, tetapi dapat juga menyerang penderita penyakit Paget yang berusia lebih dari 50 tahun. Penyebab utama masih misteri, tetapi faktor genetik, virus onkologi, danterpapar radiasi disinyalir sebagai asal muasal timbul sarkoma osteogenik ini. Nyeri yang menyertai destruksi tulang dan erosi adalah gejala umum dari penyaki tini. Osteochondroma merupakan tumor tulang yang paling umum, dan penampilanradiografi dari lesi terdiri dari tulang kortikal dan menunjukkan kontinuitas meduler dan adanya kapsul kartilago. Foto polos pada daerah predileksi seperti femur dan tibia baik tipe pedunculated maupun sessile, soliter maupun

multipel,

biasanya

dapat

memberikan

gambaran

diagnostik.

Osteochondroma yang melibatkan daerah kompleks anatomi (tulang belakang atau panggul) sering lebih baik dinilai dengan CT atau MRI untuk mendeteksi karakteristik kapsul kartilago dan kontinuitas kortikal. Banyak komplikasi yang berhubungan dengan osteochondroma termasuk fraktur, kompresi vaskuler, neurologis sequelae, pembentukan bursa atasnya, dan transformasi ganas. Meskipun

kemoterapi

dan

imunoterapi

agaknya

juga

mempunya

ikemampuan untuk menyembuhkan, tetapi sering kali perlu dilakukan pembedahan untuk membuang tumor dan semua jaringan di sekitarnya. Selain itu, juga dikembangkan terapi x-ray sinar tingkat tinggi.

3.2

Saran Penulis menyadari bahwa paper ini masih jauh dari sempurna, untuk itu

penulis mengharapkan masukan berupa kritik dan saran yang bersifat membangun

32

untuk dijadikan perbaikan di masa yang akan datang dan penulis juga mengharapkan semoga paper ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

33

DAFTAR PUSTAKA

Fisdaus, D. 2012. Bandar Lampung. Referat Osteosarcoma. RSUD Abdul Moeloek. Available from: https://www.pdfcoke.com/document/97918333/OsteosarkomaDenny [Accesed 16 february 2019] Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. 2011. Panduan Penatalaksanaan Osteosarcoma. Jakarta. Available from: http://kanker.kemkes.go.id/guidelines/PPKOsteosarkoma.pdf [Accesed 16 february 2019] Malau, A. 2011. Jakarta. Referat Radiologi Osteokondroma. Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Indonesia. Available from: https://www.pdfcoke.com/document/125125890/56241418-refereratosteokondroma-pdf [Accesed 16 february 2019] Mon, M. 2015. Yogyakarta. Osteochondroma. Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada. Available from: https://www.pdfcoke.com/document/287690421/Makalah-Osteochondroma [Accesed 16 february 2019] Rasjad, C. 2009. Pengantar Ilmu Bedah Ortopedi. Edisi 3. Yarsif Watampone. Jakarta: 285-290 Sjamsuhidajat, R. 2010. Sistem Muskuloskeletal. Dalam: Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 3. EGC. Jakarta: 1029-1031

Related Documents

Paper
August 2019 42
Paper
October 2019 41
Paper
August 2019 43
Paper
November 2019 26
Paper
December 2019 25
Paper
June 2020 17

More Documents from ""