BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Seiring perkembangan dunia usaha yang semakin kompleks, berkembang pula praktek kejahatan dalam bentuk kecurangan (fraud) ekonomi. Jenis fraud yang terjadi pada berbagai negara biasanya berbeda, karena dalam hal ini praktek frond antara lain di pengaruhi jenis hukum di Negara yang bersangkutan. Pada negara maju dengan kehidupan ekonomis yang stabil, praktik fraud cenderung memiliki modus yang sedikit dilakukan. Sedangkan pada Negara berkembang seperti Indonesia ,praktik fraud cenderung memiliki modus banyak untuk dilakukan. Pada sektor swasta, banyak terdapat penyimpangan dan kesalahan yang dilakukan seseorang dalam menafsirkan catatan keuangan. Hal itu menyebabkan banyaknya kerugian yang besar bukan hanya bagi orang-orang yang bekerja pada perusahaan, akan tetapi pada investor-investor yang menanamkan dananya pada perusahaan tersebut. Seperti pada kasus BLBI, Bank Bali, dan Bank Century juga telah mengurangi kepercayaan investor luar negeri. Dengan demikian untuk mengembalikan kepercayaan para investor, praktik akuntansi yang sehat dan audit yang berkualitas dibutuhkan dalam penyajian laporan keuangan perusahaan. Sementara itu pada sektor publik, di Indonesia korupsi telah menjadi isu fenomenal dan menarik untuk dibahas dengan kasus-kasus yang kini tengah berkembang dalam masyarakat. Semenjak runtuhnya jaman orde baru, masyarakat menjadi semakin kritis dalam mencermati kebijakan-kebijakan pemerintah yang sarat dengan praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme atau yang sering dikenal dengan istilah KKN. Fraud jenis ini sering kali tidak dapat dideteksi karena para pihak bekerja sama untuk menikmati
keuntungan
(simbiosis
mutualisme).
Termasuk
didalamnya
adalah
penyalahgunaan wewenang/konflik kepentingan (conflict of interest), penyuapan (bribery), penerimaan yang tidak sah/illegal (illegal gratuities) dan pemerasan secara ekonomi (economic extortion). Korupsi terjadi karena adanya kelemahan corporate governance baik pada korporasi maupun pemerintahan. Secara teoritis dampak kelemahan corporate governance pada korporasi akan mengakibatkan lebih rendahnya harga saham mereka pada pasar modal. 1
Akuntan forensik memiliki peran yang efektif dalam menyelidiki tindak kejahatan. Akuntansi forensik merupakan penerapan disiplin akuntansi dalam arti luas, termasuk auditing pada masalah hukum untuk penyelesaian hukum di dalam atau di luar pengadilan (Tuanakotta, 2010:4). Akuntansi forensik dahulu digunakan untuk pembagian warisan atau mengungkap kasus pembunuhan. Hal ini yang menjadi dasar pemakaian istilah akuntansi dan bukan audit. Secara tegas yang membedakan antara keduanya, misalnya dalam tindak pidana korupsi menghitung besarnya kerugian keuangan negara masuk ke wilayah akuntansi. Belakangan ini audit ini makin mengemuka setelah kasus bailout Bank Century belum terselesaikan, dilakukan forensik sesuai permintaan legislatif dalam upaya menindaklanjuti hasil audit investigasi yang dilaksanakan sebelumnya. Disisi lain, semakin marak terjadi femonena fraud utamanya korupsi, bahkan Ketua Komisi Yudisial (KY) Mahmud MD dalam salah satu media massa Koran Jakarta mengatakan sampai akhir Januari 2012 terdapat 167 kepala daerah maupun mantan yang secara resmi terlibat korupsi. Fraud merupakan kejahatan yang luar biasa, maka harus secara luar biasa pula penanganannya, dibongkar dan dituntaskan melalui teknologi forensik sehingga diperoleh alat bukti yang dapat diterima sistem hukum yang berlaku. Audit Forensik dapat bersifat proaktif maupun reaktif. Proaktif artinya audit forensik digunakan untuk mendeteksi kemungkinan-kemungkinan risiko terjadinya fraud atau kecurangan. Sementara itu, reaktif artinya audit akan dilakukan ketika ada indikasi (bukti) awal terjadinya fraud. Audit tersebut akan menghasilkan “red flag” atau sinyal atas ketidakberesan. Dalam hal ini, audit forensik yang lebih mendalam dan investigatif akan dilakukan. 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah peneliti kemukakan di atas, dapat diidentifikasi beberapa masalah, antara lain: 1. Apa yang dimaksud dengan audit forensik? 2. Mengapa Harus ada audit forensik? 3. Bagaimana audit forensik dilakukan?
2
1.3 Tujuan Tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah : 1. Untuk mengetahui apa itu audit forensik 2. Untuk mengetahui mengapa harus ada audit forensik 3. Untuk mengetahui bagaimana audit forensik dilakukan
3
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Audit Forensik terdiri dari dua kata, yaitu audit dan forensik. Audit adalah tindakan untuk membandingkan kesesuaian antara kondisi dan kriteria. Sementara forensik adalah segala hal yang bisa diperdebatkan di muka hukum / pengadilan. Menurut Association of Certified Fraud Examiners (ACFE), forensic accounting / auditing merujuk kepada fraud examination. Dengan kata lain keduanya merupakan hal yang sama, yaitu: “Forensic accounting is the application of accounting, auditing, and investigative skills to provide quantitative financial information about matters before the courts.” Menurut D. Larry Crumbley, editor-in-chief dari Journal of Forensic Accounting (JFA) “Akuntansi forensik adalah akuntansi yang akurat (cocok) untuk tujuan hukum. Artinya, akuntansi yang dapat bertahan dalam kancah perseteruan selama proses pengadilan, atau dalam proses peninjauan judicial atau administratif”. Sedangkan menurut Charterji (2009) Audit forensik (forensic auditing) dapat didefinisikan sebagai aplikasi keahlian mengaudit atas suatu keadaan yang memiliki konsekuensi hukum. Audit forensik umumnya digunakan untuk melakukan pekerjaan investigasi secara luas. Pekerjaan tersebut meliputi suatu investigasi atas urusan keuangan suatu entitas dan sering dihubungkan dengan investigasi terhadap tindak kecurangan (fraud), oleh karena itu audit forensik sering juga diartikan sebagai audit investigasi. Dengan demikian, Audit Forensik bisa didefinisikan sebagai tindakan menganalisa dan membandingkan antara kondisi di lapangan dengan kriteria, untuk menghasilkan informasi atau bukti kuantitatif yang bisa digunakan di muka pengadilan. Karena sifat dasar dari audit forensik yang berfungsi untuk memberikan bukti di muka pengadilan, maka fungsi utama dari audit forensik adalah untuk melakukan audit investigasi terhadap tindak kriminal dan untuk memberikan keterangan saksi ahli (litigation support) di pengadilan. Audit Forensik dapat bersifat proaktif maupun reaktif. Proaktif artinya audit forensik digunakan untuk mendeteksi kemungkinan-kemungkinan risiko terjadinya fraud atau kecurangan. Sementara itu, reaktif artinya audit akan dilakukan ketika 4
ada indikasi (bukti) awal terjadinya fraud. Audit tersebut akan menghasilkan “red flag” atau sinyal atas ketidakberesan. Dalam hal ini, audit forensik yang lebih mendalam dan investigatif akan dilakukan. Di Indonesia lembaga yang berhak untuk melakukan auditforensik adalah auditor BPK, BPKP, dan KPK yang memiliki sertifikat Certified Fraud Examiners (CFE). 2.2 Perbedaan antara audit forensik dengan audit keuangan
Keterangan
Audit Keuangan
Waktu
Berulang
Lingkup
Laporan
Audit Forensik Tidak berulang
keuangan
secara Spesifik
umum Hasil
Opini
Membuktikan Fraud
Hubungan
Non-adversarial
Adversarial
(Perseteruan
hukum) Metodologi
Teknik audit
eksaminasi
Standar
Standar audit
Standar
audit
dan
hukum
positif Praduga
Professional scepticism
Bukti awal
Perbedaan yang paling teknis antara Audit Forensik dan Audit keuangan adalah pada masalah metodologi. Dalam Audit keuangan, mungkin dikenal ada beberapa teknik audit yang digunakan. Teknik-teknik tersebut antara lain adalah prosedur analitis, analisa dokumen, observasi fisik, konfirmasi, review, dan sebagainya. Namun, dalam Audit Forensik, teknik yang digunakan sangatlah kompleks.
Perbedaan audit forensik dengan audit investigasi Menurut Jack Bologna dan Paul Shaw yang dikutip oleh Amin Widjaya dalam bukunya yang berjudul ”Audit Kecurangan (Suatu Pengantar)” (2001:36) “Forensic Accounting sometimes called fraud auditing or Investigative accounting, is a skill that goes beyond the realm of corporation and management fraud, embezzlement, or 5
commercial bribery Indeed, forensic accounting skills go beyond the general realm of white collar crime.” Pendapat yang lain tentang audit Investigatif dikemukakan oleh Messier (2003:17) yaitu : Forensic audit is an audit to detection or deterrence of a wide variety of fraudulent activities. The use of auditing to conduct forensic audits has grown significantly, especially where the fraud involves financial issues. Association Of Certified Fraud Examiner seperti yang dikutip Amin Wijaya (2001:36), mendefinisikan Audit Investigatif sebagai berikut : “Fraud auditing is an initial approach (proactive) to detecting financial fraud, using accounting records and information, analytical relationship and an awareness of fraud perpetration and concealment effort” Dari ketiga definisi diatas dapat disimpulkan bahwa audit Investigatif merupakan suatu cara yang dapat dilakukan untuk mendeteksi dan memeriksa kecurangan terutama dalam laporan keuangan yang kemungkinan sedang atau sudah terjadi menggunakan keahlian tertentu dari seorang auditor (teknik audit).
Perbedaan audit forensik dengan akuntansi forensik Menurut D. Larry Crumbley, editor-in-chief dari Journal of Forensic Accounting (JFA), mengatakan secara sederhana, akuntansi forensik adalah akuntansi yang akurat (cocok) untuk tujuan hukum. Artinya, akuntansi yang dapat bertahan dalam kancah perseteruan selama proses pengadilan, atau dalam proses peninjauan judicial atau administratif”. Bologna dan Liquist (1995) mendefinisikan akuntansi forensik sebagai aplikasi kecakapan finansial dan sebuah mentalitas penyelidikan terhadap isu-isu yang tak terpecahkan, yang dijalankan di dalam konteks rules of evidence. Sedangkan Hopwood, Leiner, & Young (2008) mendefinisikan Akuntansi Forensik adalah aplikasi keterampilan investigasi dan analitik yang bertujuan untuk memecahkan masalah-masalah keuangan melalui cara-cara yang sesuai dengan standar yang ditetapkan oleh pengadilan atau hukum. Dengan demikian investigasi dan analisis yang dilakukan harus sesuai dengan standar yang ditetapkan oleh pengadilan atau hukum yang memiliki yurisdiksi yang kuat. 6
Hopwood, Leiner, & Young (2008), menyatakan bahwa Akuntan Forensik adalah Akuntan yang menjalankan kegiatan evaluasi dan penyelidikan, dari hasil tersebut dapat digunakan di dalam pengadilan hukum. Meskipun demikian Akuntan forensik juga mempraktekkan keahlian khusus dalam bidang akuntansi, auditing, keuangan, metodemetode kuantitatif, bidang-bidang tertentu dalam hukum, penelitian, dan keterampilan investigatif dalam mengumpulkan bukti, menganalisis, dan mengevaluasi materi bukti dan menginterpretasi serta mengkomunikasikan hasil dari temuan tersebut.
2.3 Keterampilan auditor forensik: Kompetensi
khusus
harus
dimiliki
oleh
seorang
auditor
forensik
agar
dugaan/indikasi fraud dapat terungkap benar/tidaknya, inilah yang membedakan auditor forensik dengan auditor eksternal keuangan pada umumnya. Kompetensi tersebut antara lain: 1. Keterampilan melakukan audit 2. Pengetahuan dan keterampilan menginvestigasi 3. Keahlian secara khusus di bidang psikologi kriminalitas. 4. Pengetahuan akuntansi secara umum 5. Pengetahuan mengenai hukum 6. Pengetahuan dan keterampilan mengenai teknologi informasi (TI) 7. Keterampilan berkomunikasi
2.4 Proses audit forensik 1. Identifikasi masalah Dalam tahap ini, auditor melakukan pemahaman awal terhadap kasus yang hendak diungkap. Pemahaman awal ini berguna untuk mempertajam analisa dan spesifikasi ruang lingkup sehingga audit bisa dilakukan secara tepat sasaran. 2. Pembicaraan dengan klien
7
Dalam tahap ini, auditor akan melakukan pembahasan bersama klien terkait lingkup, kriteria, metodologi audit, limitasi, jangka waktu, dan sebagainya. Hal ini dilakukan untuk membangun kesepahaman antara auditor dan klien terhadap penugasan audit. 3. Pemeriksaan pendahuluan Dalam tahap ini, auditor melakukan pengumpulan data awal dan menganalisanya. Hasil pemeriksaan pendahuluan bisa dituangkan menggunakan matriks 5W + 2H (who, what, where, when, why, how, and how much). Investigasi dilakukan apabila sudah terpenuhi minimal 4W + 1H (who, what, where, when, and how much). Intinya, dalam proses ini auditor akan menentukan apakah investigasi lebih lanjut diperlukan atau tidak. 4. Pengembangan rencana pemeriksaan Dalam tahap ini, auditor akan menyusun dokumentasi kasus yang dihadapi, tujuan audit, prosedur pelaksanaan audit, serta tugas setiap individu dalam tim. Setelah diadministrasikan, maka akan dihasilkan konsep temuan. Konsep temuan ini kemudian akan dikomunikasikan bersama tim audit serta klien. 5. Pemeriksaan lanjutan
Dalam tahap ini, auditor akan melakukan pengumpulan bukti serta melakukan analisa atasnya. Dalam tahap ini lah audit sebenarnya dijalankan. Auditor akan menjalankan teknik-teknik auditnya guna mengidentifikasi secara meyakinkan adanya fraud dan pelaku fraud tersebut.
6. Penyusunan Laporan Pada tahap akhir ini, auditor melakukan penyusunan laporan hasil audit forensik. Dalam laporan ini setidaknya ada 3 poin yang harus diungkapkan. Poin-poin tersebut antara lain adalah:
Kondisi, yaitu kondisi yang benar-benar terjadi di lapangan.
8
Kriteria, yaitu standar yang menjadi patokan dalam pelaksanaan kegiatan. Oleh karena itu, jika kondisi tidak sesuai dengan kriteria maka hal tersebut disebut sebagai temuan.
Simpulan, yaitu berisi kesimpulan atas audit yang telah dilakukan. Biasanya mencakup sebab fraud, kondisi fraud, serta penjelasan detail mengenai fraud tersebut.
2.5 Peran Penting Audit Forensik Objek audit forensik adalah informasi keuangan yang mungkin (diduga) mengandung unsur penyimpangan. Penyimpangan yang dimaksud bisa berupa tindakan merugikan keuangan perusahaan, seseorang, atau bahkan negara. Temuan audit dari hasil pemeriksaan ini bisa dijadikan salah satu alat bukti bagi penyidik, pengacara, atau jaksa untuk memutuskan suatu kasus hukum perdata. Tidak menutup kemungkinan hasil audit juga akan memberikan bukti baru untuk tindakan yang menyangkut hukum pidana, seperti penipuan. Dalam kasus semacam ini, auditor dituntut harus benar-benar independen. Meskipun penugasan audit diberikan oleh salah satu pihak yang bersengketa, independensi auditor harus tetap dijaga. Auditor tidak boleh memihak pada siapa-siapa. Setiap langkah, kertas kerja, prosedur, dan pernyataan auditor adalah alat bukti yang menghasilkan konskuensi hukum pada pihak yang bersengketa. 2.6 Tujuan Audit Forensik Tujuan dari audit forensik adalah mendeteksi atau mencegah berbagai jenis kecurangan (fraud). Penggunaan auditor untuk melaksanakan audit forensik telah tumbuh pesat. Beberapa contoh di mana audit forensik bisa dilaksanakan termasuk: 1. Kecurangan dalam bisnis atau karyawan. 2. Investigasi kriminal. 3. Perselisihan pemegang saham dan persekutuan. 4. Kerugian ekonomi dari suatu bisnis. 5. Perselisihan pernikahan. 9
2.7 Tugas Auditor Forensik Auditor forensik bertugas memberikan pendapat hukum dalam pengadilan (litigation). Disamping tugas auditor forensik untuk memberikan pendapat hukum dalam pengadilan (litigation), ada juga peran auditor forensik dalam bidang hukum di luar pengadilan (non litigation), misalnya dalam membantu merumuskan alternatif penyelesaian perkara dalam sengketa, perumusan perhitungan ganti rugi dan upaya menghitung dampak pemutusan / pelanggaran kontrak. Audit forensik dibagi ke dalam dua bagian: jasa penyelidikan (investigative services) dan jasa litigasi (litigation services). Jenis layanan pertama mengarahkan pemeriksa penipuan atau auditor penipuan, yang mana mereka menguasai pengetahuan tentang akuntansi mendeteksi, mencegah dan mengendalikan penipuan. Jenis layanan kedua merepresentasikan kesaksian dari seorang pemeriksa penipuan dan jasa-jasa akuntansi forensik yang ditawarkan untuk memecahkan isu-isu valuasi, seperti yang dialami dalam kasus perceraian. Tim audit harus menjalani pelatihan dan diberitahu tentang pentingnya prosedur akuntansi forensik di dalam praktek audit dan kebutuhan akan adanya spesialis forensik untuk membantu memecahkan masalah.
2.8 Pentingnya Audit Forensik Alasan diperlukannya Audit forensik mencoba menguak adanya tindak pidana korupsi dengan audit biasa (general audit atau opinion audit). BPK perlu alat yang lebih dalam dan handal dalam membongkar indikasi adanya korupsi atau tindak penyelewengan lainnya di dalam Pemerintahan ataupun dalam BUMN dan BUMD. Salah satu metodologi audit yang handal adalah dengan metodologi yang dikenal sebagai Audit Forensik. Audit forensik dahulu digunakan untuk keperluan pembagian warisan atau mengungkap motif pembunuhan. Bermula dari penerapan akuntansi dalam persoalan hukum, maka istilah yang dipakai adalah akuntansi (dan bukan audit) forensik. Perkembangan sampai dengan saat ini pun kadar akuntansi masih kelihatan, misalnya dalam perhitungan ganti rugi baik dalam pengertian sengketa maupun kerugian akibat kasus korupsi atau secara sederhana akuntansi forensik menangani fraud khususnya dalam pengertian corruption dan missappropriation of asset. Profesi ini sebenarnya telah disebut dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) pasal 179 ayat (1) 10
menyatakan: ”Setiap orang yang diminta pendapatnya sebagai ahli kedokteran kehakiman atau dokter atau ahli lainnya wajib memberikan keterangan ahli demi keadilan”’. Orang sudah mahfum profesi dokter yang disebut dalam peraturan diatas yang dikenal dengan sebutan dokter ahli forensik, namun ”ahli lainnya” yang dalam ini termasuk juga akuntan belum banyak dikenal sebutannya sebagai akuntan forensik.
2.9 Standar dan Profesionalitas Bagaimana dengan standar audit investigasi/forensik? Theodorus M Tuanakotta mengutip standar yang dirumuskan K.H. Spencer Pickett dan Jennifer Pickett dengan 7 (tujuh) standar untuk melakukan investigasi terhadap fraud, yaitu : 1.
Seluruh investigasi harus dilandasi praktek terbaik yang diakui / (accepted best practices)
2.
Kumpulkan bukti-bukti dengan prinsip kehati-hatian/due care sehingga bukti-bukti tadi dapat diterima di pengadilan
3.
Pastikan bahwa seluruh dokumentasi dalam keadaan aman, terlindungi dan diindeks dan jejak audit tersedia
4.
Pastikan bahwa para investigator mengerti hak-hak asasi pegawai dan senantiasa menghormatinya
5.
Beban pembuktian ada pada yang “menduga” pegawainya melakukan kecurangan, dan pada “penuntut umum” yang mendakwa pegawai tersebut, baik dalam kasus hukum administratif maupun hukum pidana
6.
Cakup seluruh subtansi investigasi dan “kuasai” seluruh target yang sangat kritis ditinjau dari segi waktu
7.
Liput seluruh tahapan kunci dalam proses investigasi, termasuk perencanaan, pengumpulan bukti dan barang bukti, wawancara, kontak dengan pihak ketiga, pengamanan mengenai hal-hal yang bersifat rahasia, ikuti tatacara atau protokol, dokumentasi dan penyelenggaraan catatan, keterlibatan polisi, kewajiban hukum, dan persyaratan mengenai pelaporan.
11
3.0 Evaluasi Bukti Bukti yang diperoleh auditor harus cukup, mengingat seringnya dampak yang akan dihadapi oleh pihak-pihak yang terlibat dan bertanggungjawab dalam kejadian kecurangan. Dan auditor dapat menghadapi tuntutan hukum dari pihak yang merasa dirugikan akibat kesalahan auditor yang mengambil simpulan dari fakta-fakta yang tidak lengkap. Standar audit Aparat Pengawasan Fungsional Pemerintah (SA-APFP) SK Kepala Balai Pengawasan Keuangan dan Pembangunan No Kep.378/K/1996 tentang Standar Pelaksanaan Audit APFP bahwa “Bukti Audit yang relevan, kompeten dan cukup harus diperoleh sebagai dasar yang memadai untuk mendukung pendapat simpulan dan saran. Maknanya Relevan yaitu logis mendukung pendapat / kesimpulan kompeten yaitu sah dan dapat diandalkan menjamin kesesuaian dengan fakta, dan Cukup dalam arti jumlah bukti untuk menarik kesimpulan.
Mengumpulkan bukti. Tahapan untuk mendapatkan keyakinan bahwa bukti yang didapatkan/diidentifikasi
dapat diandalkan (leading) atau tidak dapat diandalkan (misleading).Bila tidak, maka harus dievaluasi untuk menentukan apakah audit harus diselesaikan sebagaimana yang direncanakan. Bukti dapat diperoleh dari saksi, korban dan pelaku. Pencarian dan penggeledahan, Penggunaan alat bantu (computer), dan tenaga ahli
Evaluasi bukti. Merupakan tahapan yang paling kritis sebab pada tahap ini akan ditentukan diperluas
atau tidaknya untuk mendapatkan informasi tambahan sebelum simpulan diambil dan laporan disusun. Kegiatan mencakup evaluasi relevansi dapat diterima dan kompetensi. Evaluasi bukti dilakukan bila seluruh bukti terkait telah diperoleh. Hal ini dilakukan untuk (i) menilai kasus terbukti atau tidak kebenarannya; (ii) evaluasi berkala untuk menilai kesesuaian hipotesis dengan fakta yang ada, (iii) perlu tidaknya pengembangan suatu bukti, (iv) antisipasi dengan urutan proses kejadian (sequence) dan kerangka waktu kejadian/time frame). Teknis analisis bukti meliputi (i) Find, (ii) Read and interpret documents, (iii) Determinate relevance, (iv) Verify the evidence, (v) Assemble the evidence, dan (vi) Draw conclusion.
12
3.1 Bentuk laporan audit forensik
BAB I : Simpulan dan Saran BAB II : Umum , Berisi 1. Dasar audit 2. Tujuan audit 3. Sasaran dan ruang lingkup audit 4. Data umum BAB III : Uraian hasil audit , yang memuat 1.
Dasar hukum audit
2.
Temuan hasil audit a. Jenis penyimpangan b. Modus operandi penyimpangan c. Dampak penyimpangan d. Sebab penyimpangan e. Unsur kerja sama f. Pihak yang diduga terlibat g. Tindak lanjut
3.
Rekomendasi
4.
Lampiran
13
BAB III KESIMPULAN Audit forensik adalah aplikasi keterampilan investigasi dan analitik yang bertujuan untuk memecahkan masalah-masalah keuangan melalui cara-cara yang sesuai dengan standar yang ditetapkan oleh pengadilan atau hukum yang memiliki yuridiksi yang kuat. Penting nya diperlukannya Audit Forensik karena Mencoba menguak adanya tindak pidana korupsi dengan audit biasa (general audit atau opinion audit) sama halnya mencoba mengikat kuda dengan benang jahit. BPK perlu alat yang lebih dalam dan handal dalam membongkar indikasi adanya korupsi atau tindak penyelewengan lainnya di dalam Pemerintahan ataupun dalam BUMN dan BUMD salah satu metodologi audit yang handal adalah dengan metodologi yang dikenal sebagai Akuntansi forensik ataupun Audit Forensik Audit forensik merupakan tindakan menjalankan kegiatan evaluasi dan penyelidikan, dari hasil tersebut dapat digunakan di dalam pengadilan hukum. Meskipun demikian audit forensik juga mempraktekkan keahlian khusus dalam bidang akuntansi, auditing, keuangan, metodemetode, kuantitatif, bidang-bidang tertentu dalam bidang hukum, penelitian, dan keterampilan investigasi dalam mengumpulkan bukti, menganalisis, dan mengevaluasi materti bukti dan menginterpretasi serta mengkomunikasikan hasil dari temuan tersebut. Akuntan forensik bertugas memberikan pendapat hukum dalam pengadilan, dan juga berperan dalam bidang hukum diluar pengadilan. Misalnya dalam membantu merumuskan alternatif penyelesaian perkara dalam sengketa, perumusan perhitungan ganti rugi dan upaya menghitung dampak pemutusan / pelanggaran kontrak. .
14
KASUS AUDIT FORENSIK PT PERTAMINA ENERGY TRADING LTD A.
LATAR BELAKANG KASUS PT Petral Group berdiri pada tahun 1969 oleh dua pemegang saham dari Petra Oil
Marketing Corporation Limited yang terdaftar di Bahama dan kantor di Hong Kong, serta Petral Oil Marketing Corporation yang terdaftar di Kalifornia, AS. Pada tahun 1998 Petral diakuisisi oleh PT Pertamina (Persero) dan pada 2001 mengubah namanya menjadi PT Pertamina Energy Trading Ltd (Petral) sesuai dengan persetujuan pemegang saham. Aktivitas utama Petral adalah melakukan jual-beli minyak, dengan fokus pembelian minyak untuk dijual ke Pertamina atau dengan kata lain Petral dapat dikatakan sebagai anak perusahaan pendukung aktivitas operasional PT Pertamina (Persero). Semua aktivitas bisnis Petral dilakukan di Singapura. Petral memiliki 55 perusahaan yang terdaftar sebagai mitra usaha terseleksi. Pengadaan minyak untuk Petral memang diselenggarakan secara tender terbuka, namun Petral juga melakukan pengadaan minyak dengan pembelian langsung dengan alasan ada beberapa jenis minyak tertentu yang tidak dijual bebas atau pembelian minyak secara langsung dapat lebih murah. Lalu apa yang salah dengan perusahaan Petral ini? Kasus Petral bermula ketika anak perusahaan pertamina ini mendapatkan opini wajar tanpa pengecualian (WTP) dari kantor akuntan public PWC Singapura pada 16 Januari 2015. Walau mendapat opini WTP, tetapi di dalam tubuh Petral terdapat beberapa masalah yang serius. Menurut Agung Wicaksono, anggota Tim Reformasi Tata Kelola Minyak dan Gas, Petral tidak mengetahui identitas pemilik perusahaan pemenang lelang pengadaan minyak yang selama ini bekerja sama dengan mereka. Petral menjadi sorotan karena dituding sebagai sarang mafia migas di bidang impor minyak. Petral dituding tidak transparan dalam menyelenggarakan aktivitas impor. Hal ini menyebabkan munculnya kerugian negara yang bersumber dari carut-marutnya impor migas di Indonesia. Salah satu contoh kecil permasalahan yang muncul yaitu ketika ada diskon minyak bumi sebesar USD 1,3 per barrel, Petral melaporkan ke negara hanya sebesar USD 0,3 per barel. Jika dikalikan dengan jumlah barel yang diimpor, tentu kerugiannya sangat besar untuk negara. Bersumber dari maraknya pemberitaan media terkait mafia di Petral, Setelah berbagai pemberitaan media, Pertamina sebagai perusahaan Induk menunjuk kantor akuntan publik KordaMentha asal Australia untuk melakukan audit forensik atas anak perusahaannya yaitu
15
Petral. Audit Forensik dilaksanakan pada 1 Juli hingga 30 Oktober 2015 untuk periode Januari 2012 hingga Mei 2015. B.
LATAR BELAKANG AUDIT FORENSIK Audit forensik berbeda dengan audit konvensional atau audit laporan keuangan biasa.
Audit konvensional dilakukan secara rutin misalnya tahunan, tetapi audit forensik dilakukan kapan saja dan tidak menentu, ketika ada kecurangan maka disitu audit forensik muncul (Tuanakotta, 2016). Penunjukkan KordaMentha (KAP asal Australia) dilakukan melalui proses tender yang dilakukan Pertamina, bukan penunjukkan langsung. Sebelum diaudit oleh KordaMentha, Petral memang sudah diaudit oleh BPK, namun hasilnya menunjukkan bahwa proses tender yang dilakukan Petral wajar, sehingga PT Pertamina yang belum puas dengan opini tersebut melakukan audit forensik tambahan dengan bantuan KAP (swasta) yaitu KordaMentha. Hasil audit yang dilakukan KordaMentha pun menghasilkan beberapa temuan yang berbeda dengan opini yang tekah dikeluarkan oleh BPK. C.
PROSES DAN HASIL AUDIT FORENSIK Proses audit secara teknis yang dilakukan oleh KordaMentha tidak banyak dipublikasikan
ke public dan media sehingga sangat sedikit informasi berkaitan dengan bagaimana teknik audit yang dilakukan oleh KordaMentha. KordaMentha hanya memberikan sedikit informasi bahwa audit dilakukan dengan melakukan interview terhadap personil-personil Petral yang diduga mengetahui fraud terkait dengan pengadaan minyak bumi Petral. Dalam melaksanakan audit forensiknya, KordaMentha mengakui jika ada beberapa personil atau karyawan Petral yang bersikap tidak kooperatif saat dilakukan interview. Walau KordaMentha hanya memberikan sedikit informasi terkait dengan proses audit, tetapi hasil atau temuan audit yang dilakukan telah dipublikasikan ke berbaqgai media. Adapun beberapa hasil atau temuan audit forensik yang dilakukan KordaMentha yaitu a) Terbukti dalam berbagai dokumentasi Petral bahwa ada pihak ketiga yang ikut mengintervensi pada proses pengadaan dan jual beli minyak bumi dan produksi BBM di Pertamina Energy Service Pte Ltd yang merupakan anak usaha Petral yang bertugas melakukan pengadaan impor minyak dan Bahan Bakar Minyak (BBM). Adanya orang ketiga ini pun telah dibenarkan oleh Menteri ESDM kala itu, Sudirman Said, melalui 16
konferensi pers yang digelar terkait dengan audit Petral. Tetapi, baik KordaMentha maupun Menteri ESDM belum membocorkan nama-nama dari pihak ketiga tersebut, walaupun beberapa inisial sudah santer beredar di media masa. Pihak ketiga ini disebut-sebut sebagai perantara dalam proses pengadaan minyak bumi yang dilakukan Petral. b) Pihak ketiga dalam aktivitas Pertamina Energy Service Pte Ltd (PES) memiliki pengaruh yang sangat besar. Orang ketiga ini disebut berhasil mempengaruhi personilpersonil di PES untuk memuluskan tender dan bahkan hingga level mampu mengatur harga tender. c) Akibat dari ikut campurnya pihak ketiga, Petral dan Pertamina tidak memperoleh harga terbaik ketika melakukan pengadan minyak maupun jual beli produk BBM yang secara lebih lanjut dapat merugikan keuangan negara dengan jumlah yang besar. d) Jaringan mafia minyak dan gas (migas) di dalam tubuh Petral telah menguasai kontrak suplai minyak senilai US$ 18 miliar atau sekitar Rp 250 triliun selama tiga tahun. D.
PEMBUBARAN PETRAL Secara umum, Pertamina memiliki beberapa kegiatan terkait dengan perbaikan sistem
pengadaan minyak bumi demi terciptanya transparansi dan efisiensi. Dalam proses likuidasi Petral, Pertamina melakukan beberapa upaya yaitu due diligent terhadap financial and tax yang dilakukan oleh EY, dan legal oleh HSF, audit foreksik yang dilakukan oleh auditor independen KordaMentha di bawah supervisi Satuan Pengawas Internal Pertamina, serta wind-down process berupa novasi kontrak, settlement utang piutang, dan pemindahan aset kepada Pertamina. Puncaknya, pada hari Rabu tanggal 13 Mei 2015, pemerintah Indonesia mengumumkan pembubaran Pertamina Energy Trading Limited (Petral). Sebagai pengganti Petral, di dalam tubuh PT Pertamina dibentuk suatu unit bernama Integrated Supply Chain (ISC). ISC yang dibentuk telah melakukan tender secara transparan untuk melakukan impor minyak mentah. E.
PERKEMBANGAN HUKUM KASUS PETRAL Pembubaran Petral merupakan salah satu langkah tepat untuk meningkatkan efisiensi dan
transparansi di sektor migas. Tetapi, bagaimana dengan perkembangan kasus mafia migas ini? Apakah audit forensik yang telah dilakukan mampu menyeret pihak-pihak tertentu ke pengadilan? 17
Hingga kini, hampir 4 tahun setelah pengumuman pembubaran Petral, proses hukum terhadap kasus mafia migas di Petral masih belum menunjukkan perkembangan yang berarti. Pihak-pihak yang disebut sebagai pihak ketiga dan mafia-mafia lain di Petral sampai saat ini masih belum tersentuh oleh proses hukum yang ada. Walaupun tidak ada perkembangan berarti, Wakil Ketua KPK, Saut Situmorang seperti yang dilansir detik.com, mengatakan belum ada pengumuman tentang pemberhentian kasus ini atau dengan kata lain, kasus Petral masih terus berjalan. Saut berpendapat bahwa KPK memerlukan waktu untuk menjabarkan hasil-hasil audit forensik menjadi sebuah kasus yang relevan dengan tugas KPK dan membawa kasus tersebut ke pintu penindakan. F.
KESIMPULAN DAN SARAN Hasil audit forensik yang dilakukan secara gamblang telah menunjukkan adanya
kebobrokan dalam proses pengadaan minyak bumi oleh Petral. Langkah-langkah yang dilakukan Pertamina dan Pemerintah Indonesia terkait dengan hasil audit forensic telah dilakukan dengan tepat. Pembubaran Petral menunjukkan adanya tekad yang kuat untuk meningkatkan efisiensi dan transparansi terkait sektor impor migas di Indonesia. Walau secara ekonomi dan bisnis sudah ada langkah-langkah kongkrit yang tepat, tetapi dari sektor hukum kasus Petral ini belum menunjukkan perkembangan berarti. Orang-orang yang diduga sebagai mafia kasus ini masih belum tersentuh oleh hukum. KPK mengatakan bahwa kasus ini masih berjalan dan akan terus diusut, hanya saja KPK memerlukan waktu untuk menjabarkan hasil audit forensik menjadi sebuah kasus yang dapat dibawa ke pintu penindakan. Saran yang dapat diberikan oleh penulis yaitu a) Proses hukum harus segera dilakukan percepatan karena semakin lama proses hukum dilakukan, ditakutkan pihak-pihak yang terlibat akan semakin sulit untuk dicari. Proses hukum juga harus dilakukan demi tercipatanya efek jera sehingga kasus serupa tidak akan terjadi kembali. b) Penguatan dan peningkatan kinerja SPI di Pertamina agar ketidakterbukaan dan skandal-skandal yang bersifat merugikan Korporasi dan negara tidak terulang lagi. Pemerintah dan Pertamina harus memastikan bahwa unit baru yaitu ISC bukan hanya sekadar Petral yang berubah bentuk saja, tetapi efisiensi dan transparansi di dalamnya juga harus meningkat.
18
DAFTAR REFERENSI
Association of Certified Fraud Examiners (ACFE). 2012. Report to the Nations on Occupational Fraud and Abuse. Amin Widjaja Tunggal. 2005. Internal Auditing (Suatu Pengantar), Harvarindo, Jakarta. Bologna, J. G., dan Lindquist, R. J. (1987). Fraud auditing and forensic accounting. New York: Willey. Crumbley,
D.
Larry.
2007.
Journal
of
Forensic
Accounting.
Available
at:
http://www.rtedwards.com/journal/JFA/students.html Theodorus M. Tuanakotta. Akuntansi Forensik dan Audit Investigatif. Seri Departemen Akuntansi FEUI. Jakarta: Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Univesitas Indonesia, 2007. Messier, Glover & Prawit. Auditing & assurance services a systematic approach. Edisi ke4.penerbit: salemba empat:2005. Young, Hopwood, Leiner. 2008. Forensic Accounting. McGraw Hill: New York.
19