Paper Kelompok Gaje.docx

  • Uploaded by: Ratu Nurul Afini
  • 0
  • 0
  • December 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Paper Kelompok Gaje.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 2,390
  • Pages: 14
Paper Kelompok 2

Sistem Sosial Indonesia Mata Kuliah

: Sistem Sosial Budaya Indonesia

Dosen Pengampu

: Dian Rinanta Sari, S.Sos., MAP

Disusun oleh

: 1. Akbar Rizky Adzani

(1406618035)

2. Hany Ditania

(1406618018)

3. Raihan Susanto

(1406618055)

4. Ratu Nurul Afini

(1406618027)

5. Rizkini Anugrah Siregar (1406618019) 6. Ryuki Satria

(1406618037)

PROGRAM STUDI SOSIOLOGI FAKULTAS ILMU SOSIAL UNIVERSITAS NEGERI JAKARTA 2018

DAFTAR ISI Halaman DAFTAR ISI .................................................................................... i I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ......................................................................... 2 II.

PEMBAHASAN

2.1 Nasikun dan Teoritisnya ............................................................. 3 2.2 Masyarakat Indonesia dan Sistem Kepartaian ............................. 4 2.3 Struktur Masyarakat Indonesia dan Integrasi Nasional ............... 5 2.4 Pendekatan Eklektisme ............................................................... 9 2.5 Sistem Sosial Terbuka ................................................................ 9 III.

DAFTAR PUSTAKA ........................................................ 13

i

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertempuran

yang

terjadi

dimasa

pra-kemerdekaan

ataupun

pasca-

kemerdekaan, telah memberi gambaran pada kita apa itu konflik. Peristiwa tersebut merupakan serentetan konflik yang pernah dialami oleh bangsa Indonesia, sehingga menjadikan 17 Agustus 1945 merupakan lembaran sejarah kehidupan bangsa Indonesia. Sebelum dan sesudah itu, bangsa indonesia mengalami pertentangan-pertentangan yang muncul justru dari para tokoh elit sosial-poltik

bangsa.

Sebelumnya

itu, mereka saling membantu

untuk

mewujudkan Indonesia merdeka. Mereka tak mengedepankan hasrat ego mereka masing-masing. Namun setelah itu muncullah peristiwa pemberontakan, yang diawali dengan pemberontakan PKI tahun 1948, DI/TII , PRRI-Permesta, G30 S/PKI,dll. Yang berusaha meruntuhkan kesatuan NKRI. Keadaan itu memiliki makna bahwa “ Bhineka Tunggal Ika “ sesungguhnya hanya teori semata, belum diterapkan secara nyata oleh bangsa ini. Perkataan itu merupakan cita-cita yang masih perlu diwujudkan bagi segenap bangsa kita ini. Akan tetapi, konflik-konflik sosial didalam masyarakat senantiasa memiliki kedudukan dan pola masing-masing. Dikarenakan sumber yang menjadi penyebabnya pun memiliki jenis yang tidak sama. Apabila kita disodori pertanyaan : faktor laten apakah yang sebenarnya menjadi penyebab dari munculnya pertentangan yang terjadi diatas, dan apa pula yang menjadi sumber yang bersifat laten bagi konflik-konflik sosial yang mungkin saja terjadi di Indonesi dikelak kemudian hari? Hanya melalui pemahaman yang mendalam mengenai sumber penyebabnya, maka konflik sosial internal bangsa akan dapat kita hindari. Secara psikologis kita memiliki kecenderungan untuk menekan kenyataan-kenyataan tersebut ke dalam dunia bawah sadar kita, bukan saja kita mengira bahwa dengan demikian kita akan dapat terhindar dari konflik yang lebih tajam, namun sesungguhnya kita iidak menyukai kenyataan tersebut. Konflik yang terjadi diantara sesama kita adalah sesuatu yang menodai jiwa dan semangat gotong-royong yang kita muliakan, sesuatu yang menodai jiwa dan semangat Bhineka Tunggal Ika yang kita junjung tinggi.

2

Yang tidak pernah kita sadari adalah, mekanisme psikologis seperti itu akan membawa kita berlarut-larut kedalam konflik yang berkepanjangan, dan sulit untuk dipecahkan. Sehingga kita akan kehilangan kepekaan kita terhadap perkembangan-perkembangan yang akan dapat memecahkan konflik. Sementara kita terpesona dengan anggapan bahwa konflik yang terjadi akan dapat kita atasi dengan gotong-royong dan semangat Bhineka Tunggal Ika, kita akan terkejut dengan kenyataan bahwa konflik yang terjadi secara tiba-tiba menjadi dahsyat. Dengan menyadari akan adanya konflik-konflik sosial yang bersifat laten di dalam masyarakat kita, memungkinkan kita untuk mencari faktor-faktor penyebabnya.

3

PEMBAHASAN 2.1 Nasikun dan Pendekatan Teoritisnya Nasikun adalah tokoh dan ahli sosiologi terkenal. Nasikun mengemukakan 2 pertanyaan yang merupakan pokok permasalahan sistem sosial indonesia yakni 1. faktor faktor laten apakah yang menyebabkan timbulnya pertentangan yang bisa jadi menjadi cikal bakal konflik sosial dikemudian hari 2. faktor faktor apa saja yang bisa mengintegrasikan masyarakat indonesia yang memiliki kondisi konflik yang demikian Ilustrasi penjelasan nasikun Konflik-konflik yang sudah

Faktor faktor laten (1)

terjadi (2)

Konflik-konflik yang

Faktor faktor laten (3)

mungkin akan terjadi (4) Yang dimaksud nasikundengan konflik konflik yang sudah terjadi (2) adalah pemberontaka- pemberontakan yang sudah terjadi seperti DI/TII, G30/SPKI, PRRI, Parmesta. Laten berarti tersembunyi belum muncul ke permukaan. Wright mills mengemukakan soal “looking trought” yaitu bahwa suatu gejala sosial bersifat khas atau typical, kerena dia mampu melihat lebih jauh dari pada apa yang sekedar nampak pada permukaan. Dari pernyataan tersebut nasikun memberikan faktor faktor laten dimasa depan Integrasi masyarakat

Faktor faktor

Menurut nasikun kondisi masyarakat kita selalu berada di dalam konflik atau cenderung konflik. Pendekatan teoritis nasikun adalah pendekatan stuktural fungsionalisme (parson) dan pendekatan konflik (dharendorf). Kedua pendekatan inilah yang kemudian mempengaruhi sudut pandang nasikun terhadap sistem sosial budaya indonesia. 2.2 Masyarakat Indonesia dan Sistem Kepartaian

4

Menurut Nasikun struktur kepartaian merupakan perwujudan dari struktur sosial masyarakat indonesia. 2 garis besar alasan Nasikun mengatakan demikian yakni : 1. sistem kepartaian indonesia memiliki dasarnya di dalam watak yang dipunyai oleh struktur masyarakat indonesia (sistem kepartaian yang dimaksud antara lain sifat atau komposisi keanggotaannya yang ditinjau dari suku bangsa daerahnya, tingkat pendidikannya, lapisan sosialnya, dsb). Kesatuan sosial politik masyarakat indonesia menemtukan sistem interaksi. Masyarakat indonesia adalah

masyarakat negara yang

mempunyai sistem hukumnya sendiri. Hukum inilah yang mengatur interaksi anatar individu. Masyarakat indonesia dan masyarakat di indonesia berbeda hanya saja Masyarakat di indonesia disatukan oleh pengandaian yang sama yakni sebagai masyarakat indonesia. Masyarakat indonesia sistem interaksinya didominasi oleh hukum negara sedangkan masyarakat di indonesia sistem interaksinya didominasi oleh hukum adat istiadat 2. konflik antar partai merupakan konflik antara kelompok-kelompok sosio-kultural berdasarkan perbedaan-perbedaan suku-bangsa, agama, daerah, dan stratifikasi sosial. Herbert Feith, melihat konflik-konflik politik di Indonesia sebagi konflik ideologis yang bersumber dalam ketegangan-ketegangan yang terjadi antara pandangan dunia tradisional (tradisi Hindu-Jawa dan Islam) dengan pandangan dunia modern (dunia barat). Perwujudannya dinyatakan oleh konflik ideologis di antara lima buah pemikiran politik, yakni: Nasionalisme Radikal, Tradisionalisme Jawa, Islam Sosialisme Demokrat, dan Komunisme. Nasikun memberi contoh antara muhamadiyah dan nahdatul ulama muncul persaingan (cikal bakal konflik) sebab pada hakikatnya memiliki dasar perbedaan latar belakang sosial kultural diantara para pendukungnya. Kebanyakan anggota muhamadiyah adalah dari pendukung islam modern berbada dengan NU menolak gerakan modenisasi islam

para pendukungnya dipengaruhi oleh kepercayaan

islam kejawen dan agama hindu. Sehingga pendukung masing masing dari partai tersebut bisa dipetakan daerah pendukungnya.

5

Bagan mengenai hubungan kepartaian dan struktur sosial masyarakat indonesia Nahdatul

Muhammadiyah

Ulama

Partai

Partai

PKI

Partai

sosialis

Nasional

Katolik

Indonesia

Indonesia

dan Parkindo

Daerah

Pedesaan

Sumatera,

Sulsel,

Jabar,

Pendukung

Jatim

Jabar, Pesisir Utara

NTT,

Jateng dan Jatim

luar

dan

Jateng

nya

Jateng, Jatim dan

Jateng,

Maluku,

Jatim

Tapanuli,

jawa

NTT.

umumnya

Pedalaman Kalimantan

1. Anti

Lapisan soaial

1. Islam modern

1. Lapisan

1. Lapisan

2. Berpendidikan

atas,

atas,

kelompok

birokrasi

elit

dan

Muham

berpendid

tradisional

madiyah

ikan

jawa

Islam

dan

modern

sifat pendukungn

tinggi

2. Anti

ya

elit

3. Keislam

2. Lapisan

annya

bawah

dipengar

marhenisme

uhi

1. Lapisan bawah 2. Islam non santri

1. Beragama Kristen/ Katolik

3. Keislamann

Hinduis

ya

me dan

dipengaruhi

Kejawen

Hinduisme

4. Berasal

dan

dari

kejawen

lapisan bawah

2.3 Struktur Masyarakat Indonesia dan Integrasi Nasional Masyarakat Indonesia menurut Nasikun adalah bersifat majemuk. Nasikun mengacu pada beberapa tokoh seperti: Furnivall, Cyril S. Belshaw, Clifford Geertz,dan Pierre L. Van den Berghe. Masyarakat majemuk menurut Furnivall adalah suatu masyarakat yang terdiri atas dua atau lebih elemen yang hidup sendiri-sendiri tanpa anda pembauran satu sama lain di dalam suatu kesatuan politik (Nasikun,hal. 31). Dengan dasar ini,Nasikun sampai pada definisi masyarakat majemuk yang ada hubungannya dengan pandangan Belshaw. Masyarakat majemuk adalah suatu masyarakat dalam mana sistem nilai yang dianut oleh berbagai

kesatuan sosial

yang menjadi

bagian-bagiannya adalah

sedemikian rupa sehingga para anggota masyarakat kurang memiliki loyalitas terhadap masyarakat sebagai keseluruhan,kurang memiliki

6

homogenitas kebudayaan atau bahkan kurang memiliki dasar-dasar untuk saling memahami satu sama lain (Nasikun,hal.35). Pandangan ini oleh Nasikun dilihat sebagai satu keadaan yang memperlihatkan kecenderungan terjadinya konflik,atau kurangnya integrasi. Nasikun mengemukakan bahwa karakteristik dasar masyarakat majemuk menurut van den Berghe adalah: 1. Terjadinya segmentasi ke dalam bentuk kelompok-kelompok yang seringkali memiliki subkebudayaan yang berbeda satu sama lain. 2. Memiliki struktur sosial yang terbagi-bagi ke dalam lembaga-lembaga yang bersifat nonkomplementer. 3. Kurang mengembangkan konsensus di antara para anggotanya terhadap nilai-nilai yang bersifat dasar. 4. Secara relatif seringkali mengalami konflik-konflik di antara kelompok yang satu dengan yang lain. 5. Secara relatif integrasi sosial tumbuh di atas paksaan (coercion) dan saling ketergantungan di dalam bidang ekonomi. 6. Adanya dominasi politik oleh satu kelompok atas kelompok yang lain. Nasikun lebih cenderung memihak kepada pendekatan konflik yang dibuat oleh van den Bergh dalam menjelaskan Sistem Sosial Indonesia. Kata “Segmentasi” dalam butir (1) menandakan adanya garis yang membelah atau memisahkan satu bagian dari bagian yang lainnya. Perbedaan ini tampak karena setiap segmen memiliki kebudayaan sendiri-sendiri. Itu berarti bahwa setiap segmen itu punya sistem sosialnya sendiri, dan tidak harus ada kebutuhan untuk mengadakan kontak dengan segmen yang lainnya. Kontak yang terjadi antar satu segmen dengan segmen yang lain tidak harus bersifat konsensus,bisa juga bersifat konflik. Konsep segmen dalam definisi van den Berghe dapat dianalogikan dengan konsep primordial dalam definisi Geertz. Primordial berasal dari bahasa Latin yakni Primus yang berarti pertama,awal,mula,asal. Primordial adalah sifat yang berhubungan dengan awal kehidupan sosial manusia yang ditandai oleh sosialisasi primer. 7

Karakteristik kedua yang dikemukakan oleh van den Bergh,merupakan konsekuensi dari karakteristik yang pertama. Kalau antara satu segmen dengan segmen lain ada pembatas,maka setiap segmen harus mengembangkan satu struktur sosial yang otonom yang tidak saling melengkapi dengan yang lainnya. Karakteristik ketiga terlihat kurang sreg karena terlihat van den Bergh menggunakan pendekatan konflik,dan mengasumsikan bahwa setiap perbedaan itu berkecendrungan sangat tinggi untuk konflik. Penulis materi ini merasa tidak setuju dengan karakteristik 4 dan 5 yang oleh van den Bergh dilihat sebagai sifat yang memperlihatkan hubungan konflik. Khusus butir yang ke-5 penulis merasa aneh sebab kalau ada saling ketergantungan dalam bidang ekonomi,itu menandakan ada kerjasama pada satu kelompok dengan kelompok yang lainnya. Nasikun mengemukakan bahwa model analisis Durkheim tidak dapat menggolongkan masyarakat majemuk begitu saja menjadi dua jenis masyarakat yakni masyarakat bersolidaritas mekanis dan masyarakat bersolidaritas organis. Masalah yang dilihat van den Bergh mengenai 2 macam solidaritas Durkehim itu terlalu bersifat saling mengekslusif (mutually exclusive). Kalau setiap segmen (dalam karakteristik 1,2,dan 3) memperlihatkan otonomi atau ketertutupan yang sangat tinggi,maka solidariitas yang muncul dalam kelompok yang terdekat itu,dengan struktur dan kebudayaanya sendiri pasti dapat digolongkan pada solidaritas mekanik. Dengan dasar karakteristik 5,terutama yang berkaitan dengan saling berhubungan dalam ekonomi,maka konsep solidaritas organis pasti dapat diterapkan. Dengan mengikuti pandangan fungsional, Nasikun melihat bahwa “suatu masyarakat senantiasa terintegrasi di atas tumbuhnya konsensus di antara sebagian besar anggota masyarakat akan nilai-nilai kemasyarakatan yang bersifat fundamental”. Integrasi dapat juga tercapai karena berbagai anggota masyarakat sekaligus menjadi anggota dari berbagai kesatuan sosial (Cross-cutting affiliations). Selanjutnya Nasikun memberi alasan mengapa Cross-cutting affiliations dapat menghasilkan integrasi,karena “konflik yang terjadi antara satu

8

kesatuan sosial dengan kesatuan sosial lainnya dapat dinetralisasi oleh adanya loyalitas ganda (Cross-cutting loyalities).” (Nasikun hal.69) Penulis mengatakan ada bahaya dalam hal sifat keterbukaan terhadap perkembangan rasionalitas. Contohnya,dalam pemerintahan di Indonesia harus memperlihatkan anggota birokrasi yang agak heterogen dari segi suku bangsa. Hal ini jadi masalah kalau komposisi keanggotaan heterogen ini tidak memperhatikan dasar-dasar pertimbangan rasional. Nasikum menjawab konsensus sudah terjadi dalam bidang di Indonesia dengan bukti berupa: 1. Pengakuan bertumpah darah satu,berbahasa satu (Nasikun,hal.72) 2. Pancasila sebagai dasar falsafah negara. Masalah yang terjadi adalah konsensus belum dilaksanakan dengan baik. Ada kontradiksi dalam konsensus diatas,karena Pancasila itu dalam periode begiru lama belum sepenuhnya dihayati oleh masyarakat. 2.4 Pendekatan Eklektisme Eklektisme adalah meramu sesuatu yang baru, dimana bahan bahan nya diambil dari bermacam macam sumber. Metode yang biasa dipakai para ilmuan untuk menyusun kerangka berpikir dalam melihat sesuatu. Setiap teori yangdigabungkan yang terpenting memiliki saling ketergantungan. Masyarakat indonesia adalah masyarakat yang prulalistik dengan ciri ada lebih dari satu kelompok sosial dan kelompok asosiasi dalam masyarakat bebas (sifatnya boleh emosional, atau rasional, boleh juga konflik boleh juga konsensus). Dimana ada ketergantungan atara satu kelompok dan kelompok lainnya. 2.5 Sistem Sosial Terbuka Pada tingkatan nasional di Indonesia keterbukaan ini sudah sangat jelas. Sebagai salah satu sistem politik keseluruhannya, kita tidak bisa menyangkal lagi kemungkinan masuknya pengaruh luar. Contohnya kerjasama dalam bentuk organisasi regional seperti ASEAN. Kontak budaya antar suku bangsa sudah

9

sering terjadi. Seperti pada tabel dibawah in yang merupakan data migran yang datang dan menetap di suatu tempat maksud dan tujuan tertentu pada tahun 1980. PERPINDAHAN SELAMA HIDUP MENURUT PULAU LIFETIME MIGRATION BY ISLAND 1980 PENDIDIKAN/POPULATION PULAU/ISLAND

TIDAK

PERNAH

JUMLAH/

PERNAH

PINDAH/

TOTAL

PINDAH/ NON

MIGRAN

MIGRANT (1)

(2)

(3)

(4)

DAERAH KOTA/URBAN 1. Sumatera

5042771

609812

5652583

2. Jawa

21930339

695214

22625553

3. Kalimantan

1154057

133757

1287814

4. Sulawesi

1575866

255637

1831503

5. Kepulauan

1190092

98256

1304066

-

45994

98256

lain/Other Island 6. Luar negeri/ Abroad 7. Tak terjawab/

-

45994

Not stated 30893125

1952644

32845769

DAERAH PEDESAAN/ RURAL 1. Sumatera

19853598

242804

20096402

2. Jawa

67932931

3018387

70951318

3. Kalimantan

4971959

30546

5002505

4. Sulawesi

8447429

189716

8637145

5. Kepulauan

8929578

120443

9050021

10

Lain / Other Island 6. Luar Negeri/

-

19795

19795

-

173518

173518

Abroad 7. Tak terjawab/ Not stated 110135495

3795209

113930704

Sudah jelas bahwa tabel itu memperlihatkan arus perpindahan penduduk. Karena dengan adanya perpindahan dari suatu daerah ke daerah lain memunculkan kontak antar suku sehingga mereka menjalankan sistem sosial terbuka. Pengertian terbuka dalam hal ini sangat bervariasi. Lalu apa artinya kalau kita mendengar istilah orang jawa, orang manado, orang batak, orang minang, dan sebagainya. Maka identivikasi diri nampaknya sangat bervariasi. Perhatikan gambar berikut ini ;

1

2

3

4

5

6

Orang Jawa

7

8

9

10

11

12

13

Orang

Indonesia Orang Minang Orang Batak Orang Sunda Orang Manado Orang Cina Dan sebagainya Kutub 1 dan 13 adalah dua kutub ekstem, kedua kutub ekstrem tu mungkin sudah tidak dapat kita jumpai dalam kenyataan sosial, itu berarti orang jawa, orang minang atau orang Indonesia murni sudah tidak ada. Kalau sistem sosial 11

Sunda lebih banyak mempengaruhi pebentukan indentifikasi diri. Dalam gambar di atas pasti dia berada diantara 1 sampai 7. Pancasila sebagai landasan harus ditanamkan karena Pancasila mencakup semua kebudayaan tersebut, Sehingga masuk suatu elemen baru yang katakanlah namanya Jawa-Indonesia atau Indonesia-Jawa. Orang yang dipengaruhi oleh sistem yang sederhana terdiri dari 2 elemen: elemen x (mewakili semua kebudayaan / sistem Sosial sukub bangsa di Indonesia) dan elemen I (Indonesia). Inti Bhinneka Tunggal Ika adalah xI. X = Bhinneka, dan I= Tunggal Ika. Untuk menjamin integrasi nasional maka xI harus benar-benar merupakan sistem sosial yang mewarnai sistem sosial apa saja di Indonesia. Dengan kata lain, kita harus menjadi orang yang mempunyai salah satu kebudayaan suku bangsa. Sehingga sistem sosial yang terbuka merupakan titik tolak untuk menganalisis sistem sosial Indonesia. X yang terbuka untuk I = xI, lalu Indonesia ada x2I, x3I dst. Dalam proses membuka dan menutup diri tentu saja dapat memungkinkan timbulnya konflik dan konsensus. Secara teoritis, satu teoritis satu sistem tentu dapat terdiri dari x1, x2. Namun demikian, hal itu tentu sangat sulit untuk dilihat dalam kenyataan empiris, dan apa konsekuensinya dalam kehidupan sehari-hari. Sehingga orang Indonesia tidak mungkin meninggalkan kebudayaan asalnya.

12

DAFTAR PUSTAKA Nasikun . (2003). Sistem Sosial Indonesia. Yogyakarta: Rajawali press.

13

Related Documents


More Documents from "Anggik Aprilia"