Paper Ep

  • June 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Paper Ep as PDF for free.

More details

  • Words: 4,638
  • Pages: 21
PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN DAN DAMPAK HUTANG LUAR NEGERI TERHADAP PEREKONOMIAN

I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

Indonesia sebagai negara yang sedang membangun, ingin mencoba untuk dapat membangun bangsa dan negaranya sendiri tanpa memperdulikan bantuan dari negara lain. Namun ternyata Indonesia sulit untuk terus bertahan ditengah derasnya laju globalisasi yang terus berkembang dengan cepat tanpa mau menghiraukan bangsa yang lain yang masih membangun. Dalam kondisi seperti ini, Indonesia akhirnya terpaksa mengikuti arus tersebut, mencoba untuk membuka diri dengan berhubungan lebih akrab dengan bangsa lain demi menunjang pembangunan bangsanya terutama dari sendi ekonomi nasionalnya. Pada satu titik tertentu, perekonomian Indonesia akhirnya runtuh oleh terjangan krisis ekonomi yang melanda secara global di seluruh dunia. Utang luar negeri turut mendukung terjadinya krisis ekonomi di Indonesia pada pertengahan tahun 1997. Pada dasarnya, dalam proses pelaksanaan pembangunan ekonomi di negara berkembang seperti di Indonesia, akumulasi utang luar negeri merupakan suatu gejala umum yang wajar. Bagi negara berkembang termasuk Indonesia, pesatnya aliran modal merupakan kesempatan yang bagus guna memperoleh pembiayaan pembangunan ekonomi. Dimana pembangunan ekonomi yang sedang dijalankan oleh pemerintah Indonesia merupakan suatu usaha berkelanjutan yang diharapkan dapat mewujudkan masyarakat adil dan makmur sesuai dengan Pancasila dan UUD 1945, sehingga untuk dapat mencapai tujuan itu maka pembangunan nasional dipusatkan pada pertumbuhan

3

ekonomi. Namun karena keterbatasan sumber daya yang dimiliki (tercermin pada tabungan nasional yang masih sedikit) sedangkan kebutuhan dana untuk pembangunaan ekonomi sangat besar. Maka cara untuk mencapai pertumbuhan ekonomi itu adalah dengan berusaha meningkatkan investasi. Pada pertengahan dekade 1980-an, modal asing yang masuk ke Indonesia masih didominasi oleh investasi langsung atau penanaman modal asing (PMA) dan pinjaman luar negeri (terutama pinjaman pemerintah).

Baru

setelah

pemerintah

melakukan

deregulasi

di

sektor

keuangan/perbankan yang dimulai sejak awal 1980-an, yang antara lain membuat sektor tersebut, termasuk pasar modal, berkembang dengan pesat, arus modal swasta jangka pendek dari luar negeri mulai mengalir ke dalam negeri. 2. Perumusan Masalah Pembangunan ekonomi merupakan tahapan proses yang mutlak dilakukan oleh suatu bangsa untuk dapat meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan seluruh rakyat bangsa tersebut. Pembangunan ekonomi suatu negara tidak dapat hanya dilakukan dari seluruh rakyatnya untuk membangun, tetapi lebih dari itu harus didukung pula oleh ketersediaan sumberdaya ekonomi, baik sumberdaya alam; sumberdaya manusia; dan sumberdaya modal, yang produktif. Namun ada negara yang memiliki kelimpahan pada jenis sumberdaya ekonomi tertentu, ada pula yang kekurangan. Sehingga disini kami membahas apa yang perlu untuk pembiayaan dalam pembangunan perekonomian untuk memenuhi kekurangan pada beberapa sumberdaya tersebut terutama dalam sumberdaya ekonomi? Sedangkan,pertumbuhan ekonomi (economic growth) mengukur prestasi dari perkembangan

sesuatu perekonomian.

Dalam analisis makroekonomi

tingkat

pertumbuhan ekonomi yang dicapai suatu negara diukur dari perkembangan produk nasional bruto riil atau pendapatan nasional riil yang dicapai suatu negara (Sadono

3

Sukirno, 1999). Guna mencapai tingkat perekonomian tertentu dalam sistem perekonomian terbuka, peranan pemerintah amat diperlukan. pertumbuhan ekonomi di Indonesia dalam hubungannya dengan utang luar negeri (foreign debt) dan penanaman modal asing (PMA). Pembangunan ekonomi di Indonesia ditopang dari sumber-sumber dana dari dalam negeri dan luar negeri. Pembiayaan dari luar negeri berasal dari penanaman modal asing dan utang yang diperoleh dari lembaga-lembaga internasional dan negara-negara sahabat baik dalam rangka bilateral maupun multilateral. Sehingga dalam paper ini juga membahas tentang berbagai dampak dari hutang Luar Negeri terhadap pertumbuhan perekomian khususnya di Indonesia?

II. PEMBAHASAN 1. SUMBER PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN NASIONAL Pada banyak negara dunia ketiga, yang umumnya memiliki tingkat kesejahteraan rakyat yang relatif masih rendah, mempertinggi tingkat pertumbuhan ekonomi memang sangat mutlak diperlukan untuk mengejar ketertinggalan di bidang ekonomi dari negara-negara industri maju. Oleh karena masih relatif lemahnya kemampuan partisipasi swasta domestik dalam pembangunan ekonomi, mengharuskan pemerintah untuk mengambil peran sebagai motor penggerak pembangunan ekonomi nasional. Seolah-olah segala upaya dan strategi pembangunan difokuskan oleh pemerintah untuk mempertahankan atau bahkan meningkatkan laju pertumbuhan ekonomi yang relatif tinggi dari tahun ke tahun. Sehingga, seringkali hal tersebut dilakukan melebihi kemampuan dan daya dukung sumberdaya ekonomi di dalam negeri yang tersedia pada waktu itu. Sumberdaya modal merupakan sumberdaya ekonomi yang paling sering didatangkan oleh pemerintah negara-negara sedang berkembang untuk mendukung pembangunan nasionalnya. Hal ini terjadi karena adanya keterbatasan

3

sumberdaya modal dalam negeri. Sumberdaya modal yang didatangkan dari luar negeri, yang umumnya dari negara-negara industri maju, ini wujudnya bisa beragam, seperti penanaman modal asing (direct invesment), berbagai bentuk investasi portofolio (portfolio invesment) dan pinjaman luar negeri. Dan, tidak semuanya diberikan sebagai bantuan yang sifatnya cuma-cuma (gratis), tetapi dengan berbagai konsekuensi baik yang bersifat komersial maupun politis. Pada satu sisi, datangnya modal dari luar negeri tersebut dapat digunakan untuk mendukung

program

pembangunan

nasional

pemerintah,

sehingga

target

pertumbuhan ekonomi nasional dan peningkatan pendapatan per kapita masyarakat meningkat. Tetapi pada sisi lain, diterimanya modal asing tersebut dapat menimbulkan berbagai masalah dalam jangka panjang, baik ekonomi maupun politik, bahkan pada beberapa negara-negara yang sedang berkembang menjadi beban yang seolah-olah tak terlepaskan, yang justru menyebabkan berkurangnya tingkat kesejahteraan rakyatnya. Kebijakan umum pembiayaan anggaran sebagai sasaran kebijakan fiskal yang ditetapkan oleh Pemerintah bersama-sama dengan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) menunjukkan arah kebijakan defisit. Kebijakan pembiayaan defisit APBN, dalam kurun waktu delapan tahun terakhir menunjukkan pergeseran kebijakan yang cukup signifikan, terutama ditunjukkan oleh trend penggunaan sumber pembiayaan defisit yang dilakukan. Pemilihan terhadap sumber pembiayaan tersebut merefleksikan ketersediaan sumber pembiayaan yang semula berasal dari nonutang, seperti penjualan aset, privatisasi BUMN, menjadi berasal dari utang. Dalam beberapa tahun terakhir ini juga muncul beberapa kebutuhan pengeluaran pembiayaan dengan jumlah yang cenderung meningkat. Pengeluaran pembiayaan tersebut perlu dilakukan terutama untuk investasi pemerintah pada kegiatan pembangunan infrastruktur yang

3

melibatkan peran swasta dalam kerangka kerja sama (public private partnership, PPP), penjaminan terhadap kewajiban PT Perusahaan Listrik Negara (PT PLN) untuk menambah kapasitas dalam menjalankan fungsi publik, dan penyertaan modal Negara pada BUMN sektor-sektor tertentu. Indonesia selama ini menempatkan utang sebagai salah satu tiang penyangga pembangunan. Kebijakan anggaran belanja berimbang pemerintah Indonesia menempatkan utang luar negeri sebagai komponen penutup kekurangan. Saat Indonesia mendapat rejeki berlimpah dari oil boom, utang luar negeri tetap saja menjadi komponen utama pemasukan di dalam angaran belanja pemerintah. Bahkan saat Indonesia telah mulai menganut sistem anggaran defisit/surplus sejak tahun 2005, komponen pembiayaan utang luar negeri cukup besar. Padahal di dalam kebijakan ekonominya pemerintah selalu mengatakan bahwa utang luar negeri hanya menjadi pelengkap belaka (Makmun, 2005). Lampiran Keputusan Menteri Keuangan Nomor 447/KMK.06/2005 tentang Strategi Pengelolaan Utang Negara tahun 2005-2009 menyebutkan sampai saat ini, utang masih merupakan sumber utama pembiayaan APBN untuk menutup defisit maupun untuk pembayaran kembali pokok utang yang telah jatuh tempo (refinancing). Pembiayaan dari Non Utang : 1.

Perbankan dalam negeri yang berasal dari setoran Rekening Dana Investasi

(RDI) dan pelunasan piutang negara;

Rekening Dana Investasi (RDI) dan Rekening Pembangunan Daerah (RPD) telah mempunyai peran dalam struktur APBN yaitu berfungsi sebagai penerimaan dalam negeri dan pembiayaan. Penerimaan dalam negeri dimasukkan kedalam kelompok penerimaan PNBP lainnya yaitu pelunasan piutang nonbendahara. Sedangkan untuk pembiayaan dikelompokkan ke dalam pembiayaan dalam negeri.

3

Besar kecilnya sumber pembiayaan yang berasal dari RDI/RPD sangat dipengaruhi oleh kebijakan pengelolaan penerusan pinjaman maupun kebijakan terkait dengan pengelolaan RDI/RPD. Kebijakan pengelolaan penerusan pinjaman luar negeri memperhatikan prioritas pembangunan berdasarkan rencana pembangunan jangka menengah. Kebijakan yang terkait dengan pengelolaan RDI/RPD, diantaranya dapat dilihat dari upaya melakukan optimalisasi piutang negara yang bersumber dari tagihan kewajiban terhadap penerusan pinjaman luar negeri telah dilakukan program restrukturisasi pinjaman. Pada tahun ini telah diupayakan restrukturisasi piutang Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) dan BUMN. Proses restrukturisasi RDI/RPD/SLA untuk PDAM telah diterbitkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 107/PMK.06/2005 dan Peraturan Direktur Jenderal Perbendaharaan Nomor 53/PB/2006 sebagai dasar pelaksanaannya dengan tahapan penjadwalan ulang, perubahan persyaratan, dan penghapusan. Untuk saat ini sudah ada beberapa PDAM yang menyatakan keinginannya untuk ikut serta dalam program restrukturisasi ini. 2.

Nonperbankan dalam negeri yang berasal dari penerimaan privatisasi BUMN,

penjualan aset, dan dana investasi pemerintah dan restrukturisasi BUMN.

Dalam rangka pengelolaan aset negara tersebut, PT PPA (Persero) melakukan kegiatan penagihan, restrukturisasi, peningkatan nilai aset, dan penjualan. Dengan kegiatan-kegiatan tersebut, PT PPA (Persero) telah memperoleh pengembalian penerimaan negara yang cukup signifikan guna memberikan kontribusi bagi APBN. PT PPA (Persero) berupaya melakukan optimalisasi penerimaan Hasil Pengelolaan Aset dengan melakukan divestasi aset-aset saham nonbank dan properti serta melakukan penagihan/penyelesaian terhadap aset hak tagih.

3

Dana investasi pemerintah dan restrukturisasi BUMN terdiri dari beberapa komponen, diantaranya, dana yang dialokasikan untuk investasi pemerintah yang mengacu kepada Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 Tentang Perbendaharaan Negara, penyertaan modal negara, dana restrukturisasi BUMN, dan dana kontinjensi untuk PT PLN. Pada setiap tahun anggaran tidak semua jenis alokasi ini ada pada dana investasi pemerintah. Investasi

Pemerintah.

Undang-Undang

Nomor

1

Tahun

2004

tentang

Perbendaharaan Negara mengamanat-kan pemerintah untuk melakukan investasi jangka panjang dengan tujuan untuk memberikan manfaat ekonomi, manfaat sosial, dan manfaat lainnya. Investasi jangka panjang tersebut merupakan wujud dari peran pemerintah dalam rangka memajukan kesejahteraan umum sebagaimana dimuat dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Kebijakan investasi yang dilakukan oleh pemerintah mengacu kepada Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2008 tentang Investasi Pemerintah sebagai penjabaran dari Pasal 41 ayat (3) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara. Investasi pemerintah yang diatur dalam Peraturan Pemerintah ini meliputi investasi jangka panjang nonpermanen yang terdiri dari pembelian surat berharga, dalam bentuk saham dan surat utang, dan investasi langsung. Investasi langsung tersebut adalah investasi langsung jangka panjang yang bersifat nonpermanen dengan cara pola kerja sama pemerintah dengan badan usaha dalam penyediaan infrastruktur dan noninfrastruktur. Penyertaan Modal Negara (PMN) dan Restrukturisasi BUMN. Alokasi PMN di dalam APBN mengalami fluktuasi sejalan dengan kebijakan pemerintah dalam pengelelolaan BUMN serta kinerja BUMN itu sendiri. diberikan oleh pemerintah

3

kepada PT PLN dalam rangka pelaksanaan Proyek Pembangunan Pembangkit Tenaga Listrik 10.000 MW.

Pembiayaan Melalui Utang Secara garis besar sumber pembiayaan melalui utang berasal dari utang dalam negeri dan utang luar negeri. Komponen utang dalam negeri berupa penerbitan Surat Berharga Negara (SBN) neto di pasar domestik, baik surat berharga konvensional maupun surat berharga berbasis syariah. Dalam tahun 2009 terbuka alternatif bagi Pemerintah untuk melakukan pinjaman dalam negeri, yang dapat digunakan untuk pembiayaan kegiatan. Sedangkan komponen utang luar negeri terdiri dari penerbitan SBN valas, baik surat berharga konvensional maupun surat berharga berbasis syariah, dan penarikan pinjaman luar negeri. Pada masing-masing kelompok tersebut diperhitungkan juga jumlah pembayaran pokok yang jatuh tempo, baik sebagai cicilan bagi pinjaman luar negeri maupun pelunasan (redemption) bagi SBN di pasar dalam negeri. Penerbitan SBN di pasar domestik direncanakan berasal dari penerbitan Obligasi Negara (ON) dengan jangka waktu lebih dari satu tahun, maupun surat perbendaharaan Negara (SPN) dengan jangka waktu sampai dengan satu tahun. Saat ini di pasar dalam negeri, ON yang diterbitkan mencakup ON dengan tingkat bunga tetap (fixed rate), tingkat bunga mengambang (variable rate), ON tanpa kupon, dan Obligasi Negara Ritel (ORI). Tenor untuk ON tanpa kupon dan ORI adalah antara 2-5 tahun, sedangkan FR dapat mencapai 30 tahun. Di pasar domestik, sejak disahkannya Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2008 tentang Surat Berharga Syariah Negara, Pemerintah dapat menerbitkan Surat Berharga Syariah Negara (SBSN), yang dapat diterbitkan dalam berbagai struktur kontrak (akad) antara lain sewa hak atas aset

3

(ijarah), kerjasama penyediaan modal (mudarabah), kerjasama penggabungan modal (musyarakah) dan jual beli aset sebagai obyek pembiayaan (istishna’). Pengembangan instrumen pembiayaan berbasis syariah ini dilakukan sebagai bagian dari upaya pengembangan instrumen utang, perluasan basis investor, dan peningkatan kapasitas pembiayaan. Dalam tahap awal, Pemerintah akan lebih memprioritaskan pembiayaan dengan kontrak al-ijarah (sewa-menyewa) yang mensyaratkan adanya underlying asset. Walaupun terbuka untuk melakukan transaksi penerbitan dengan akad mudarabah, musyarakah dan istisna’, namun ketiga instrument tersebut akan digunakan bila seluruh prakondisi, persyaratan dan infrastruktur peraturan yang mendukung telah tersedia. Pinjaman luar negeri meliputi penarikan pinjaman program, yaitu pinjaman luar negeri dalam valuta asing yang dapat dikonversikan ke rupiah dan digunakan untuk membiayai kegiatan umum atau belanja pemerintah, dan pinjaman proyek yaitu pinjaman luar negeri yang penggunaannya sudah melekat pada (earmark dengan) kegiatan tertentu Pemerintah yang dilaksanakan oleh kementerian negara/lembaga. Dalam realisasi pencairannya, pinjaman program akan dilakukan setelah persyaratan yang tertuang dalam perjanjian pinjaman dipenuhi, misalnya dalam bentuk policy matrix atau trigger policy. Pada tahun 2009 pinjaman program direncanakan bersumber dari Asian Development Bank (ADB), World Bank, Jepang melalui JBIC, dan Perancis melalui Agence Française de Développement (AFD). Sejak tahun 2008, World Bank memberikan pinjaman program yang bersifat penggantian pembiayaan kegiatan (refinance), dimana persyaratan pencairan dari pinjaman program adalah telah dilaksanakannya suatu kegiatan tertentu yang telah disepakati sebagai prasyarat (trigger). Pinjaman proyek selain digunakan untuk membiayai kegiatan-kegiatan tertentu pada kementerian negara/lembaga, juga akan digunakan untuk penerusan

3

pinjaman kepada BUMN atau Pemerintah Daerah. Pinjaman proyek selain diperoleh dari lembaga keuangan multilateral maupun bilateral (diantaranya ADB, World Bank, Islamic Development Bank (IDB), JBIC, Kreditanstalt fur Wiederaufbau (KfW)) juga dapat diperoleh dari lembaga keuangan komersial. Dilihat dari persyaratannya, pinjaman proyek dapat bersifat concessional, non concessional, dan komersial. Porsi pinjaman komersial luar negeri secara bertahap akan semakin dikurangi dan pengadaannya akan dilakukan secara selektif, yaitu hanya untuk pembiayaan pengadaan barang yang tidak dapat diproduksi di dalam negeri. Dalam hal pembiayaan pengadaan barang, Pemerintah mempunyai diskresi untuk menentukan alternatif sumber pembiayaan yang paling efisien dengan risiko yang minimal. Pinjaman dari multilateral dan bilateral diupayakan untuk semaksimal mungkin memiliki persyaratan yang lunak (concessional) dengan tingkat bunga rendah dan jangka waktu. Di dalam pembiayaan utang sendiri terdapat pola yang konsisten, dimana utang dalam bentuk pinjaman (non market debt) menunjukkan pola negatif atau menurun. Sementara utang yang berasal dari surat berharga (market debt) terus meningkat dan menjadi sumber untuk pembayaran kembali (refinancing) pinjaman dan pemenuhan kebutuhan defisit. Banyak pemerintah di negara dunia ketiga menginginkan untuk mendapatkan modal asing dalam menunjang pembangunan nasionalnya, tetapi tidak semua berhasil mendapatkannya, kalau pun berhasil jumlah yang didapat akan bervariasi tergantung pada beberapa faktor antara lain (ML. Jhingan : 1983, halaman 643-646): 1. Ketersediaan dana dari negara kreditur yang umumnya adalah negara-negara

industri maju.

3

2. Daya serap negara penerima (debitur). Artinya, negara debitur akan mendapat

bantuan modal asing sebanyak yang dapat digunakan untuk membiayai investasi yang bermanfaat. Daya serap mencakup kemampuan untuk merencanakan dan melaksanakan proyek-proyek pembangunan, mengubah struktur perekonomian, dan mengalokasikan kembali resources. Struktur perekonomian yang simultan dengan pendayagunaan kapasitas nasional yang ada akan menjadi landasan penting bagi daya serap suatu negara. 3. Ketersediaan sumber daya alam dan sumberdaya manusia di negara penerima,

karena tanpa ketersediaan yang cukup dari kedua sumberdaya tersebut dapat menghambat pemanfaatan modal asing secara efektif. 4. Kemampuan negara penerima bantuan untuk membayar kembali (re-payment). 5. Kemauan dan usaha negara penerima untuk membangun. Modal yang diterima

dari luar negeri tidak dengan sendirinya memberikan hasil, kecuali jika disertai dengan usaha untuk memanfaatkan dengan benar oleh negara penerima. Sebagaimana dikatakan Nurkse (1961: 83), bahwa modal sebenarnya dibuat di dalam negeri. Sehingga, peranan modal asing sebenarnya adalah sebagai sarana efektif untuk memobilisasi keinginan suatu negara. Sekarang ini dengan semakin mengglobalnya perekonomian dunia, termasuk dalam bidang finansial, menyebabkan arus modal asing semakin leluasa keluar masuk suatu negara. Pada banyak negara yang sedang berkembang, modal asing seolah-olah telah menjadi salah satu modal pembangunan yang diandalkan. Bahkan, beberapa negara saling berlomba untuk dapat menarik modal asing sebanyak-banyaknya dengan cara menyediakan berbagai fasilitas yang menguntungkan bagi para investor dan kreditur. Khusus modal asing dalam bentuk pinjaman luar negeri kepada pemerintah, baik yang bersifat grant; soft loan; maupun hard loan, telah mengisi sektor

3

penerimaan dalam anggaran pendapatan dan belanja negara (government budget) yang selanjutnya digunakan untuk membiayai pengeluaran pemerintah dan proyekproyek pembangunan negara atau investasi pemerintah di sektor publik. Dengan mengingat bahwa peran pemerintah yang masih menjadi penggerak utama perekonomian

di sebagian besar negara-negara yang sedang berkembang,

menyebabkan pemerintah membutuhkan banyak modal untuk membangun berbagai prasarana dan sarana, sayangnya kemampuan finansial yang dimiliki pemerintah masih terbatas atau kurang mendukung. Dengan demikian, maka pinjaman (utang) luar negeri pemerintah menjadi hal yang sangat berarti sebagai modal bagi pembiayaan pembangunan perekonomian nasional. Bahkan dapat dikatakan, bahwa utang luar negeri telah menjadi salah satu sumber pembiayaan pembangunan perekonomian nasional yang cukup penting bagi sebagian besar negara yang sedang berkembang, termasuk Indonesia. 2. DAMPAK HUTANG LUAR NEGERI TERHADAP PEREKONOMIAN Setelah membahas berbagai macam pembiayaan dalam perekonomian dan dalam berbagai anggaran Negara untuk memenuhi kekurangan sumberdaya perekonomian bisa dilihat bahwa sebagian besar pembiyaan di Indonesia berasal dari Hutang Luar Negeri. Sehingga secara langsung maupun tidak langsung berpengaruh pada perkembangan perekonomian kita. Setiap tindakan ekonomi pasti mengandung berbagai konsekuensi, begitu juga halnya dengan tindakan pemerintah dalam menarik pinjaman luar negeri. Dalam jangka pendek, pinjaman luar negeri dapat menutup defisit APBN, dan ini jauh lebih baik dibandingkan jika defisit APBN tersebut harus ditutup dengan pencetakan uang baru, sehingga memungkinkan pemerintah untuk melaksanakan pembangunan dengan dukungan modal yang relatif lebih besar, tanpa disertai efek peningkatan tingkat harga

3

umum (inflationary effect) yang tinggi. Dengan demikian pemerintah dapat melakukan ekspansi fiskal untuk mempertinggi laju pertumbuhan ekonomi nasional. Meningkatnya laju pertumbuhan ekonomi berarti meningkatnya pendapatan nasional, yang selanjutnya memungkinkan untuk meningkatnya pendapatan perkapita masyarakat, apabila jumlah penduduk tidak meningkat lebih tinggi. Dengan meningkatnya perdapatan per kapita berarti meningkatnya kemakmuran masyarakat. Dalam jangka panjang, ternyata utang luar negeri dapat menimbulkan permasalahan ekonomi pada banyak negara debitur. Di samping beban ekonomi yang harus diterima rakyat pada saat pembayaran kembali, juga beban psikologis politis yang harus diterima oleh negara debitur akibat ketergantungannya dengan bantuan asing. Sejak krisis dunia pada awal tahun 1980-an, masalah utang luar negeri banyak negara dunia ketiga, termasuk Indonesia, semakin memburuk. Negara-negara tersebut semakin terjerumus dalam krisis utang luar negeri, walaupun ada kecenderungan bahwa telah terjadi perbaikan atau kemajuan perekonomian di negara-negara itu. Peningkatan pendapatan per kapita atau laju pertumbuhan ekonomi yang tinggi di negara-negara tersebut belum berarti bahwa pada negara-negara tersebut dengan sendirinya telah dapat dikatagorikan menjadi sebuah negara yang maju, dalam arti struktur ekonominya telah berubah menjadi struktur ekonomi industri dan perdagangan luar negerinya sudah mantap. Sebab pada kenyataannya, besar-kecilnya jumlah utang luar negeri yang dimiliki oleh banyak negara yang sedang berkembang lebih disebabkan oleh adanya defisit current account, kekurangan dana investasi pembangunan yang tidak dapat ditutup dengan sumber-sumber dana di dalam negeri, angka inflasi yang tinggi, dan ketidakefisienan struktural di dalam perekonomiannya. BEBERAPA KONSEP TENTANG HUTANG LUAR NEGERI

3

Dampak utang luar negeri (LN) pemerintah dalam pertumbuhan ekonomi banyak dipertanyakan orang. Beberapa pengalaman dan bukti empiris juga telah menunjukkan bahwa sejumlah negara yang memanfaatkan pinjaman luar negeri untuk melaksanakan pembangunannya dapat berhasil dengan baik. Dalam berbagai model analisis regresi, jarang ditemukan dampak positif utang luar negeri terhadap pertumbuhan ekonomi. Bahkan dengan model tertentu, terlihat bahwa utang luar negeri justru berdampak negatif terhadap pertumbuhan ekonomi. 1.

KONSEP PERTUMBUHAN EKONOMI Pertumbuhan ekonomi adalah proses dimana terjadi kenaikan produk nasional

bruto riil atau pendapatan nasional riil. Jadi perekonomian dikatakan tumbuh atau berkembang bila terjadi pertumbuhan output riil. Definisi pertumbuhan ekonomi yang lain adalah bahwa pertumbuhan ekonomi terjadi bila ada kenaikan output perkapita. Pertumbuhan ekonomi menggambarkan kenaikan taraf hidup diukur dengan output riil per orang (Sukirno, Sadono, 2004). M. Todaro (1998) mengatakan bahwa pertumbuhan ekonomi yang cepat menjadi pekerjaan utama dan tumpuan perhatian utama para pakar ekonomi, perencana, para pembuat keputusan dan politikus di negara-negara berkembang selama tiga dasawarsa ini. Hal ini terjadi karena pertumbuhan ekonomi dianggap sebagai prasyarat utama dalam mencapai taraf kehidupan yang lebih tinggi bagi seluruh anggota masyarakat di negara yang bersangkutan. Itu pula sebabnya pertumbuhan ekonomi menjadi inti usaha pembangunan. Akan tetapi, saat ini berkembang pula pandangan bahwa aspek lain tak kalah penting dalam pembangunan seperti pemerataan pendapatan dan hasil-hasil pembangunan, pengentasan kemiskinan, serta penanggulangan masalah pengangguran. 2.

KONSEP INCREMENTAL CAPITAL OUTPUT RATIO (ICOR)

3

Sadono Sakirno (1999) menyebutkan Teori Harrod-Domar menerangkan syarat yang harus dipenuhi supaya suatu perekonomian dapat mencapai pertumbuhan yang teguh atau steady growth dalam jangka panjang. Syarat untuk menciptakan pertumbuhan ekonomi yang teguh akan mencapai kapasitas penuh dalam jangka panjang. Pertumbuhan itu sendiri bisa direalisasikan dengan mengikuti rumus matematis Harrod Domar melalui pemupukan tabungan nasional (kapitalisasi) yang terus menerus. Rumus Harrod-Domar ini oleh ahli ekonomi pembangunan di pelbagai belahan dunia manapun termasuk Indonesia dijadikan patokan untuk menetapkan tingkat efisiensi pembangunan lewat formula besaran ICOR (Incremental Capital Output Ratio). ICOR (Incremental Capital Output Ratio) adalah suatu besaran yang menunjukkan besarnya tambahan kapital (investasi) baru yang dibutuhkan untuk menaikkan/menambah satu unit output. Besaran ICOR diperoleh dengan membandingkan besarnya tambahan kapital dengan tambahan output. karena unit kapital bentuknya berbeda-beda dan beraneka ragam sementara unit output relatif tidak berbeda, maka untuk memudahkan penghitungan keduanya dinilai dalam bentuk uang (nominal). Pengkajian mengenai ICOR menjadi sangat menarik karena ICOR dapat merefleksikan besarnya produktifitas kapital yang pada akhirnya menyangkut besarnya pertumbuhan ekonomi yang bisa dicapai. Kebutuhan dana investasi yang diperlukan untuk mempertahankan laju pertumbuhan ekonomi dapat dilihat dengan pendekatan ICOR (Incremental Capital Ouput Ratio). k = s/g atau g = s/k g = target pertumbuhan ekonomi s = saving ratio

3

k = ICOR Bila ICOR suatu negara sebesar 4 dan laju pertumbuhan ekonomi pada tingkat 6,5% maka diperlukan saving ratio (s) sebesar 26% untuk dapat memertahankan pertumbuhan ekonomi sebesar 6,5%. Apabila sumber dalam negeri yang dapat dihimpun sebesar 20% maka diperlukan sumber dana luar negeri sebesar 6%. 3.

KEYNES APPROACH: DUAL ANALYSIS GAP Kebutuhan sumber dana luar negeri yang disebabkan karena kebutuhan dana

investasi tidak dapat dipenuhi seluruhnya oleh sumber dana dalam negeri dapat diuraikan dengan menggunakan Dual Analysis Gap. Secara teoritis, utang luar negeri dapat didekati dengan melalui pendekatan nasional Keynes untuk perekonomian terbuka. Untuk menjelaskan secara ringkas Dual Analysis Gap tersebut dapat ditunjukkan melalui persamaan pendapatan nasional. Akibat dari adanya kesenjangan antara tabungan nasional yang berhasil dihimpun dengan besarnya kebutuhan dana yang diperlukan untuk membiayai investasi domestik baik yang dilakukan oleh pihak swasta maupun pemerintah, maka sumber-sumber pembiayaan asing dan dalam negeri dicari untuk menutupi kesenjangan tersebut. Pembiayaan dapat dilakukan dengan meningkatkan tabungan nasional dalam negeri melalui kebijakan menekan pengeluaran (expenditure dampening policy). Dalam dekade terakhir ini, pembiayaan dari dalam negeri juga dilakukan dengan melakukan penerbitan Surat Berharga Negara. Jika pembiayaan dari dalam negeri tersebut belum cukup, maka diperlukan alternatif lain yaitu melalui tabungan luar negeri (foreign saving), yang meliputi pinjaman luar negeri dan penanaman modal asing. PENELITIAN TERDAHULU TENTANG HUTANG LUAR NEGERI

3

M. Todaro (1998) berpendapat bahwa akumulasi utang luar negeri (external debt) merupakan suatu gejala umum yang wajar. Rendahnya tabungan dalam negeri tidak memungkinkan dilakukannya investasi secara memadai, sehingga pemerintah negaranegara berkembang harus menarik dana pinjaman dan investasi dari luar negeri. Bantuan luar negeri dapat memainkan peranan yang sangat penting dalam usaha negara yang bersangkutan guna mengurangi kendala utamanya yang berupa kekurangan devisa, serta untuk mempertinggi tingkat pertumbuhan ekonominya. Dampak utang luar negeri (LN) pemerintah dalam pertumbuhan ekonomi banyak dipertanyakan orang. Beberapa pengalaman dan bukti empiris juga telah menunjukkan bahwa sejumlah negara

yang

memanfaatkan

pinjaman

luar

negeri

untuk

melaksanakan

pembangunannya dapat berhasil dengan baik, dalam arti negara tersebut dapat meningkatkan taraf perekonomiannya dan sekaligus dapat membayar kembali utang luar negerinya. Tidak sedikit pula negara yang mempunyai pengalaman sebaliknya, yaitu kondisi perekonomian yang mengalami kemerosotan, sehingga memerlukan bantuan dari donor untuk menghapus sebagian utang-utangnya. Dalam berbagai model analisis regresi, jarang ditemukan dampak positif utang luar negeri terhadap pertumbuhan ekonomi. Bahkan dengan model tertentu, terlihat bahwa utang luar negeri justru berdampak negatif terhadap pertumbuhan ekonomi. Penelitian Umar Juoro (1994) menunjukkan faktor investasi dan keterbukaan ekonomi dalam berbagai model selalu berdampak positif bagi pertumbuhan ekonomi. Sedangkan pinjaman luar negeri menunjukkan hubungan negatif terhadap pertumbuhan ekonomi, sekalipun hasil dari penggunaan model tertentu ada juga yang membuktikan dampak positif utang luar negeri.Tidak hanya di Indonesia, perdebatan mengenai dampak utang luar negeri pada pertumbuhan ekonomi di berbagai negara pun sudah lama diperdebatkan. Berbagai studi empiris menunjukkan hubungan utang luar negeri

3

terhadap pertumbuhan ekonomi berkorelasi negatif, meski sejumlah penelitian juga menolak kesimpulan itu. Namun demikian, karena utang luar negeri juga merupakan bagian dari investasi, seharusnya berdampak positif pada pertumbuhan. Secara teoretis pada tahun 1950 dan 1960-an, dalam semangat duet ekonomi Harrod-Domar, utang luar negeri dipandang mempunyai dampak positif pada pertumbuhan ekonomi dan peningkatan tabungan masyarakat sebagai dampak lanjutannya. Alasannya, aliran utang luar negeri dapat meningkatkan investasi yang selanjutnya meningkatkan pendapatan dan tabungan domestik dan seterusnya. Secara teori, utang luar negeri justru menghasilkan dampak pengganda (multiplier effects) yang positif pada perekonomian. Pada tahun 1970-an, dua ekonomi lain yaitu: Keith Griffin dan John Enos dalam bukunya “Foreign Assistance: Objectives and Consequences” membuktikan utang luar negeri berdampak negatif pada pertumbuhan. Mereka mengajukan bukti empiris bahwa utang luar negeri berkorelasi negatif pada pertumbuhan ekonomi dan peningkatan tabungan masyarakat. Utang luar negeri telah membuat pemerintah meningkatkan pengeluaran yang mengurangi dorongan untuk meningkatkan penerimaan pajak dan sebagainya. Hasil yang serupa juga dikemukakan oleh Rahman (1979), Weiskoft (1972) Chenery dan Strout (1979), Hujman (1968) dan Mudrajat Kuncoro (1982) yang menunjukkan bahwa modal asing berpengaruh negatif terhadap tabungan domestik di berbagai negara berkembang termasuk Indonesia. Di samping itu, arus modal asing juga dapat berpengaruh negatif terhadap pertumbuhan ekonomi, walaupun secara statistik tidak signifikan. Studi-studi tersebut juga menemukan bahwa tabungan domestik lebih penting peranannya daripada modal asing, baik secara kuantitatif maupun statistik dalam menentukan pertumbuhan ekonomi. Pada tahun 1980-an,

3

muncul para ekonom yang mengatakan bahwa utang luar negeri tidak terlihat berdampak positif pada pertumbuhan ekonomi karena negara yang menjadi obyek penelitian adalah negara dengan pendapatan per kapita sangat rendah. Ada juga ada ekonom lain yang mengatakan sudah barang tentu utang luar negeri berdampak negatif, karena ada faktor nonekonomi yang umumnya luput dari penelitian para ekonom tapi mempengaruhi pertumbuhan ekonomi yakni adanya peperangan, gangguan politik, perubahan terms of trade hasil pertanian secara tiba-tiba disertai bencana alam. Dari hasil penelitian Arif dan Sasono (1984) dalam periode 1970-1977 diperoleh bukti bahwa hutang luar negeri bersama dengan investasi asing langsung berpengaruh negatif dan hutang luar negeri ternyata juga terus menerus mengalami penurunan kemampuan dalam membiayai impor barang dan jasa. Studi yang dilakukan Arief dan Sasono (1987) berkaitan dengan hutang luar negeri dengan investasi asing menemukan bahwa koefisien regresi yang negatif meskipun secara statistik tidak signifikan. Sedangkan penelitian Kuncoro (1988) menyimpulkan bahwa bantuan luar negeri membawa dampak langsung dan dampak total yang negatif terhadap pertumbuhan ekonomi dan dampak positif terhadap tabungan dalam negeri. Penelitian pada tahun 1988 oleh Rana dan Dowling di negara-negara Asia, dengan menggunakan data time series dan cross section, menunjukkan memang tidak ada kaitan yang berarti antara utang luar negeri dengan pertumbuhan ekonomi. Penelitian tahun 1992 oleh ekonom Snyder juga menunjukkan sangat kecil dampak utang luar negeri pada pertumbuhan.

III. KESIMPULAN Dari pembahasan diatas Pembiayaan Pembangunan terdiri dari pembiyaan non hutang dan hutang. Dimana pembiyaan dari non utang terdiri dari Perbankan dalam

3

negeri yang berasal dari setoran Rekening Dana Investasi (RDI) dan pelunasan piutang Negara dan Nonperbankan dalam negeri yang berasal dari penerimaan privatisasi BUMN, penjualan aset, dan dana investasi pemerintah dan restrukturisasi BUMN. Sedangkan pembiayaan hutang yang terdiri dari hutang dalam negeri maupun hutang dari luar negeri. Dari berbagai pembiayaan tersebut Indonesia cenderung lebih banyak menggunakan pembiayaan Luar Negeri karena di dalam negeri tersendiri mengalami kekurangan semberdaya perekonomian. Dengan banyaknya hutang luar negeri yang diambil oleh Indonesia dalam pembangunan perekonomian maka banyak dampak – dampak yang timbul. Dampak dari hutang luar negeri tersebut dapat di implementasikan dari konsep – konsep diatas dan beberapa penelitian yang telah banyak dilakukan terdahulu.Perkembangan

jumlah utang luar negeri Indonesia dari tahun ke tahun cenderung mengalami peningkatan. Hal ini tentu saja menimbulkan berbagai konsekuensi bagi bangsa Indonesia, baik dalam periode jangka pendek maupun jangka panjang. Dalam periode jangka pendek, utang luar negeri harus diakui telah memberikan kontribusi yang cukup berarti bagi pembiayaan pembangunan ekonomi nasional Sehingga dengan terlaksananya pembangunan ekonomi tersebut, tingkat pendapatan per kapita masyarakat bertumbuh selama tiga dasawarsa sebelum terjadinya krisis ekonomi. Dalam jangka panjang akumulasi dari utang luar negeri pemerintah ini tetap saja harus dibayar melalui APBN, artinya menjadi tanggung jawab para wajib pajak. Dengan demikian, maka dalam jangka panjang pembayaran utang luar negeri oleh pemerintah Indonesia sama artinya dengan mengurangi tingkat kemakmuran dan kesejahteraan rakyat Indonesia masa mendatang. Adalah suatu hal yang tepat, bila utang luar negeri dapat membantu pembiayaan pembangunan ekonomi di negara-negara dunia ketiga, termasuk Indonesia, untuk meningkatkan kemakmuran dan kesejahteraan rakyatnya. Tetapi, penggunaan utang luar negeri yang tidak dilakukan dengan bijaksana dan tanpa

3

prinsip kehati-hatian, dalam jangka panjang utang luar negeri justru akan menjerumuskan

negara debitur

ke dalam krisis utang luar

negeri yang

berkepanjangan, yang sangat membebani masyarakat karena adanya akumulai utang luar negeri yang sangat besar.

IV. DAFTAR PUSTAKA / SUMBER ACUAN / WEB -

Jurnal Akuntansi & Keuangan Vol. 2, No. 1, Mei 2000: 83 – 94

-

www. My Little Note.blogspot.com

-

Analisis Pengaruh Utang Luar Negeri (foreign debt) dan Penanaman Modal Asing (PMA) terhadap Pertumbuhan Ekonomi Indonesia, 2009

-

Pembiayaan Defisit Anggaran, Pengelolaan Utang, dan Risiko Fiskal, NKRAPB 2009.

3

Related Documents

Paper Ep
June 2020 3
Ep
November 2019 73
Ep
June 2020 52
Ep
November 2019 83
Ep
December 2019 81