MAKALAH Pemeriksaan Fisik Kebutuhan Eliminasi Urin Disusun untuk memenuhi Mata Kuliah Kebutuhan Biologis dan Fisiologis 1 Dosen Pembimbing: Ns. Ahmat Pujianto, S.Kep., M.Kep.
Disusun oleh: Kelompok 3 Kelas A.15.1
1. 2. 3. 4.
Iffah Nur Amalia Muliawati Nugrahaningtyas Juro Haeni Nisriina Luthfiyah
22020115120022 22020115130058 22020115140098 22020115140061
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN JURUSAN KEPERAWATAN FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS DIPONEGORO 2016
KATA PENGANTAR Assalamu’alaikum wr.wb. Segala puji bagi Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat, hidayah dan inayahnya
kepada kami sehingga kami dapat menyusun makalah ini dan
menyelesaikannya pada waktu yang telah ditentukan. Dalam penyusunan makalah ini, tidak sedikit hambatan yang kami hadapi. Namun kami menyadari bahwa kelancaran dalam penyusunan makalah ini tidak lain berkat bantuan, dorongan, dan bimbingan Bapak/Ibu Dosen, sehingga kendala-kendala yang kami hadapi dapat teratasi. Makalah ini kami susun untuk memenuhi tugas mata kuliah kebutuhan biologs dan fisiologis I dengan judul
“Pemeriksaan Fisik Eliminasi Urine”.
Harapan kami, semoga makalah ini dapat dipergunakan sebagai salah satu acuan, petunjuk maupun pedoman bagi pembaca dalam memahamiilmu keperawatan Semoga makalah ini dapat memberikan wawasan yang lebih luas dan menjadi sumbangan pemikiran kepada pembaca khususnya para mahasiswa Universitas Diponegoro. Kami
sadar bahwa makalah ini masih banyak
kekurangan dan jauh dari kata sempurna. Untuk itu, kepada dosen pembimbing kami meminta masukannya demi perbaikan
pembuatan makalah kami di
masa yang akan datang dan mengharapkan kritik dan saran dari para pembaca. Wassalamu’alaikum wr.wb.
Semarang, Maret 2016
Penulis
BAB 1 A. Latar belakang Elimiasi urin merupakan salah satu proses metabolik tubuh yang berfungsi mengeluarkan zat sisa yang sebelumnya melalui berbagai proses dalam sistem perkemihan. Eliminasi urin ini sangat tergantung pada fungsi ginjal, ureter, kandung kemih, dan urethra. Ginjal menyaring produk limbah dari darah untuk membentuk urin. Ureter bertugas mentranspor urin dari ginjal ke kandung kemih. Kandung kemih berguna untuk menyimpan urin sampai timbul keinginan untuk berkemih. Kandung kemih normal dapat menampung urin sampai 600 ml. keinginan untuk berkemih dapat dirasakan pada saat kandung kemih terisi urin dalam jumlah yang lebih kecil (150 – 200 ml) pada orang dewasa (Smeltzer, 2001). Berbagai organ tubuh selain organ dalam sistem perkemihan juga mempunyai fungsi atau keterlibatan khusus dalam proses ekskresi urin. Keadaan fisiologis organ-organ tersebut akan memengaruhi proses urinasi. Gangguan dalam proses eliminasi urin dapat menyebabkan berbagai tanda dan gejala pada organ tubuh manusia. Pemeriksaan fisik perlu dilakukan untuk mengetahui keadaan dan perubahan dari fisiologis berbagai organ dalam tubuh manusia. B. Rumusan masalah
1. 2. 3. 4. 5. 6.
Apa pengertian dari eliminasi urin? Bagaimana anatomi dan fisiologi organ eliminasi urin? Apa saja faktor – faktor yang memengaruhi eliminasi urin? Bagaimana karakteristik dan pola eliminasi urin? Apa gangguan eliminasi urin? Bagaimana pemeriksaan fisik sistem perkemihan?
C. Tujuan 1. Untuk mengetahui pengertian dari eliminasi urin. 2. Untuk mengetahui anatomi dan fisiologi organ eliminasi urin.
3. 4. 5. 6.
Untuk mengetahui faktor – faktor yang memengaruhi eliminasi urin. Untuk mengetahui karakteristik dan pola eliminasi urin. Untuk mengetahui gangguan eliminasi urin. Untuk mengetahui pemeriksaan fisik sistem perkemihan.
D. Manfaat 1. Memperluas pemahaman tentang proses eliminasi urin dan hal – hal yang berhubungan dengan hal tersebut. 2. Mengetahui prosedur tindakan pemeriksaan fisik pada sistem perkemihan.
BAB II PEMBAHASAN A. Definisi Eliminasi Urin Definisi dari eliminasi menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah pengeluaran(seperti racun dari tubuh). Sedangkan pengertian urine menurut wikipedia.org adalah cairan sisa yang diekskresikan oleh ginjal yang kemudian akan dikeluarkan dari dalam tubuh melalui proses urinasi. Jadi, pengertian eliminasi urin adalah pengeluaran cairan sisa yang diekskresikan oleh ginjal melalui proses urinasi. Elimiasi urin merupakan salah satu proses metabolik tubuh. Eliminasi urin ini sangat tergantung pada fungsi ginjal, ureter, kandung kemih, dan urethra. Ginjal menyaring produk limbah dari darah untuk membentuk urin. Ureter bertugas mentranspor urin dari ginjal ke kandung kemih. Kandung kemih berguna untuk menyimpan urin sampai timbul keinginan untuk berkemih. Kandung kemih normal dapat menampung urin sampai 600 ml. keinginan untuk berkemih dapat dirasakan pada saat kandung kemih terisi urin dalam jumlah yang lebih kecil (150 – 200 ml) pada orang dewasa (Smeltzer, 2001).
Eliminasi urin normalnya adalah pengeluaran cairan sebagai hasil filtrasi dari plasma darah di glomerulus. Dari 180 liter darah yang masuk ke ginjal untuk difiltrasi, hanya 1-2 liter saja yang dapat berupa urin. Sebagian besar hasil filtrasi akan diserap kembali di tubulus ginjal untuk dimanfaatkan oleh tubuh (Tarwoto & Wartonah, 2010). Miksi adalah proses pengosongan kandung kemih bila kandung kemih terisi. Proses ini terdiri dari dua langkah utama: 1. Kandung kemih secara progresif terisi sampai tegangan di dindingnya meningkat di atas nilai ambang, yang kemudian mencetuskan langkah kedua 2. Timbul refleks saraf yang disebut refleks miksi (Refleks berkemih) yang berusaha mengosongkan kandung kemih atau jika ini gagal setidaktidaknya menimbulkan kesadaran akan keinginan untuk berkemih. Meskipun refleks miksi adalah refleks autonomik medula spinalis, refleks ini bisa juga dihambat atau ditimbulkan oleh pusat korteks serebri atau batang otak.
B. Anatomi dan Fisiologi Organ Eliminasi Urin 1. Anatomi dan Fisiologi Eliminasi urine tergantung kepada fungsi ginjal, ureter, kandung kemih, dan uretra. Semua organ sistem perkemihan harus utuh dan berfungsi dengan baik, supaya urine berhasil di keluarkan dengan baik (Potter & Perry, 2005). a. Ginjal Ginjal merupakan sepasang organ berbentuk seperti kacang buncis,berwarna coklat agak kemerahan, yang terdapat di kedua sisi kolumna vertebral posterior terhadap peritoneum dan terletak pada otot punggung bagian dalam. Ginjal terbentang dari vertebra torakalis kedua belas sampai vertebra lumbalis ketiga. Ginjal kanan terletak lebih rendah dari ginjal kiri karena posisi hati yang berada diatasnya (Potter & Perry, 2005). Ginjal menyaring zat sisa metabolisme yang terkumpul dalam darah. Darah mencapai ginjal melalui arteri renalis yang merupakan cabang aorta abdominalis. Sekitar 20% sampai 25% curah jantung bersirkulasi setiap hari melalui ginjal. Setiap ginjal berisi 1 juta nefron. Nefron, yang merupakan unit fungsional ginjal, membentuk urin. Nefron terdiri atas glomerulus, kapsul Bowman, tubulus kontortus proksimal, ansa Henle, tubulus kontortus distal, dan duktus pengumpul (Potter & Perry, 2005). Darah masuk ke nefron melalui arteriola aferen. Sekelompok pembuluh darah ini membentuk jaringan kapiler glomerulus, yang merupakan
tempat
pertama
filtrasi
darah
dan
tempat
awal
pembentukan urin. Tidak semua filtrat glomerulus akan dibuang sebagai urin. Sekitar 90% filtrat diabsorpsi kembali kedalam plasma, dan 1% sisanya dieksresikan sebagai urin (Potter & Perry, 2005). b. Ureter Urine
meninggalkan
tubulus
dan
memasuki
duktus
pengumpul yang akan mentranspor urin ke pelvis renalis. Sebuah ureter bergabung dengan setiap pelvis renalis sebagai rute keluar
pertama pembuangan urin. Ureter merupakan struktur tubular yang memiliki panjang 25-30 cm dan berdiameter 1,25 cm pada orang dewasa. Ureter membentang pada posisi retroperitoneum untuk memasuki kandung kemih di dalam rongga panggul (pelvis) pada sambungan ureterovesikalis. Urin keluar dari ureter ke kandung kemih umumnya steril (Potter & Perry, 2005). Gerakan peristaltik menyebabkan urin masuk ke dalam kandung kemih dalam bentuk semburan, bukan dalam bentuk aliran yang tetap. Ureter masuk ke dalam dinding posterior kandung kemih dengan posisi miring. Pengaturan ini dalam kondisi normal mencegah refluks urin dari kandung kemih ke dalam ureter selama mikturisi (proses
berkemih)
dengan
menekan
ureter
pada
sambungan
ureterovesikalis (sambungan ureter dengan kandung kemih) (Potter & Perry, 2005). c. Kandung Kemih Kandung kemih merupakan suatu organ cekung yamg dapat berdistensi dan tersusun atas jaringan otot serta merupakan wadah tempat urine dan merupakan organ ekskresi.Apabila kosong kandung kemih berada di dalam rongga panggul di belakang simfisis pubis. (Potter & Perry, 2005). Bentuk kandung kemih berubah saat ia terisi dengan urin. Tekanan di dalam kandung kemih biasanya rendah walaupun sedang terisi sebagian, sehingga hal ini melindungi dari bahaya infeksi (Potter & Perry, 2005). Dalam keadaan penuh, kandung kemih membesar dan membentang sampai ke atas simfisis pubis. Kandung kemih yang mengalami distensi maksimal dapat mencapai umbilikus. Pada waktu hamil, janin mendorong kandung kemih sehingga menimbulkan perasaan penuh dan mengurangi daya tampung kandung kemih. Hal ini dapat terjadi baik pada trimester pertama maupun trimester ketiga (Potter & Perry, 2005).
d. Uretra Urin keluar dari kandung kemih melalui uretra dan keluar dari tubuh melalui meatus uretra. Dalam kondisi normal, aliran urin yang mengalami turbulansi membuat urin bebas dari bakteri. Membran mukosa melapisi uretra, dan kelenjar uretra mensekresi lendir ke dalam saluran uretra. Lendir dianggap bersifat bakteriostatis dan membentuk plak mukosa untuk mencegah masuknya bakteri. Lapisan otot polos yang tebal mengelilingi uretra (Potter & Perry, 2005). Uretra pada wanita memiliki panjang sekitar 4-6,5 cm. Panjang uretra yang pendek pada wanita menjadi faktor predisposisi untuk mengalami infeksi. Bakteri dapat dengan mudah masuk ke dalam uretra dari daerah perineum. Uretra pada pria yang merupakan saluran perkemihan dan jalan keluar sel serta sekresi dari organ reproduksi, memiliki panjang 20 cm (Potter & Perry, 2005). 2. Hubungan Saraf dalam Kandung Kemih Kandung kemih, yang diperlihatkan pada gambar 31-1, adalah ruangan berdinding otot polos yang terdiri dari dua bagian besar: (1) badan (korpus), merupakan bagian utama kandung kemih dimana urin berkumpul, dan (2) leher (kollum), merupakan lanjutan dari badan yang berbentuk corong, berjalan secara inferior dan anterior ke dalam daerah segitiga urogenital dan berhubungan dengan uretra. Bagian yang lebih rendah dari leher kandung kemih disebut uretra posterior karena hubungannya dengan uretra. Otot polos kandung kemih disebut otot destrusor.Serat-serat ototnya meluas ke segala arah dan bila berkontraksi, dapat meningkatkan tekanan dalam kandung kemih menjadi 40 sampai 60 mmHg. Dengan demikian, kontraksi otot detrusor adalah langkah terpenting untuk mengosongkan kandung kemih. Sel-sel otot polos dari otot detrusor terangkai satu sama lain sehingga timbul aliran listrik berhambatan rendah dari satu sel otot ke sel otot lain. Pada dinding posterior kandung kemih, tepat dia atas bagian leher dari kandung kemih, terdapat daerah segitiga kecil yang disebut trigonum.
Trigonum dapat dikenali dengan melihat mukosanya, yaitu lapisan dalam dari kandung kemih, yang halus, berbeda dengan mukosa kandung kemih bagian lainnya, yang berlipat-lipat membentuk rugae. Masing-masing ureter, pada saat memasuki kandung kemih berjalan secara oblique melalui otot detrusor. Persarafan utama kandung kemih ialah nervus pelvikus, yang berhubungan dengan medula spinalis melalui pleksus sakralis, terutama berhubungan dengan medula spinalis segmen S-2 dan S-3.Berjalan melalui nervus pelvikus ini adalah serat saraf sensorik dan serat saraf motorik.Serat sensorik mendeteksi derajat regangan pada dinding kandung kemih.Tanda-tanda regangan dari uretra posterior bersifat sangat kuat dan terutama
bertanggung
jawab
untuk
mencetuskan
refleks
yang
menyebabkan pengosongan kandung kemih. Saraf motorik yang menjalar dalam nervus pelvikus adalah serat parasimpatis. Serat ini berakhir pada sel ganglion yang terletak dalam dinding
kandung
kemih.
Saraf
postganglion
pendek
kemudian
mempersarafi otot destrusor.Selain nervus pelvikus, terdapat dua tipe persarafan lain yang penting untuk fungsi kandung kemih, yang terpenting adalah serat otot lurik yang berjalan melalui nervus pudendal menuju sfingter eksternus kandung kemih. Ini adalah serat saraf somatik yang mempersarafi dan mengontrol otot lurik pada sfingter.Juga, kandung kemih menerima saraf simpatis melalui nervus hipogastrikus, terutama berhubungan dengan segmen L-2 medula spinalis.Serat simpatis ini mungkin terutama merangsang pembuluh darah dan sedikit mempengaruhi kontraksi kandungkemih.Beberapa serat saraf sensorik juga berjalan melalui saraf simpatis dan mungkin penting dalam menimbulkan sensasi rasa penuh dan, pada beberapa keadaan, rasa nyeri.
C. Faktor-Faktor yang Memengaruhi Eliminasi Urin Faktor-faktor yang mempengaruhi eliminasi urin menurut Tarwoto & Wartonah (2006) antara lain : 1. Pertumbuhan dan perkembangan
Usia dan berat badan dapat mempengaruhi jumlah pengeluaran urin. Pada usia lanjut volume kandung kemih berkurang, perubahan fisiologis banyak ditemukan setelah usia 50 tahun. Demikian juga wanita hamil sehingga frekuensi berkemih juga akan lebih sering. 2. Sosiokultural Budaya masyarakat dimana sebagian masyarakat hanya dapat berkemih pada tempat tertutup dan sebaliknya ada masyarakat yang dapat berkemih pada lokasi terbuka. 3. Psikologis Pada keadaan cemas dan stres akan meningkatkan stimulasi berkemih. 4. Kebiasaan seseorang Misalnya seseorang hanya bisa berkemih di toilet sehingga ia tidak dapat berkemih menggunakan pot urin. 5. Tonus otot Eliminasi urin membutuhkan tonus otot kandung kemih, otot abdomen, dan pelvis untuk berkontraksi. Jika ada gangguan tonus otot, dorongan untuk berkemih juga akan berkurang. Mekanisme awal yang menimbulkan proses berkemih volunter belum diketahui dengan pasti. Salah satu peristiwa awal adalah relaksasi otot-otot dasar panggul, hal ini mungkin menimbulkan tarikan yang cukup besar pada otot detrusor untuk merangsang kontraksi. Kontraksi otot-otot perineum dan sfingter eksterna dapat dilakukan secara volunter sehingga mampu mencegah urin mengalir melewati uretra atau menghentikan aliran urin saat sedang berkemih (Guyton, 2006). 6. Intake cairan dan makanan Alkohol menghambat anti diuretik hormon, kopi, teh, coklat, dan cola (mengandung kafein) dapat meningkatkan pembuangan dan ekskresi urin. 7. Kondisi penyakit Pada pasien yang deman akan terjadi penurunan produksi urin karena banyak cairan yang dikeluarkan melalui kulit. Peradangan dan iritasi organ kemih menyebabkan retensi urin. 8. Pembedahan Penggunaan anastesi menurunkan filtrasi glomerulus sehingga produksi urin akan menurun. 9. Pengobatan Penggunaan diuretik meningkatkan output urin, anti kolinergik dan antihipertensi menimbulkan retensi urin. 10. Pemeriksaan diagnostik
Intravenus pyelogram dimana pasien dibatasi intake sebelum prosedur untuk mengurangi output urin. Eliminasi urin atau mikturisi biasanya terjadi tanpa nyeri dengan frekuensi lima sampai enam kali sehari, dan kadang-kadang sekali pada malam hari. Rata-rata individu memproduksi dan mengeluarkan urin sebanyak 1200-1500 dalam 24 jam. Jumlah ini tergantung asupan cairan, respirasi, suhu lingkungan, muntah atau diare. Proses berkemih pada seseorang dapat mengalami gangguan sehingga tidak dapat berjalan dengan normal. Kondisi umum yang terjadi sebagian besar adalah ketidakmampuan individu untuk berkemih karena adanya obstruksi uretra. Pada kondisi ini perlu dilakukan intervensi untuk mengosongkan kandung kemih yaitu dengan pemasangan kateter.
Banyak faktor yang mempengaruhi volume dan kualitas urine serta kemampuan klien untuk berkemih (Hidayat, 2006). 1. Diet dan asupan Jumlah dan tipe makanan merupakan faktor utama yang memengaruhi output atau jumlah urine. Protein dan natrium dapat menentukan jumlah urine yang dibentuk. Selain itu, kopi juga dapat eningkatkan pembentukan urine. 2. Respons keinginan awal untuk berkemih Kebiasaan mengabaikan keinginan awal untuk berkemih dapat menyebabakan urine banyak tertahan di vesika urinaria sehingga memengaruhi ukuran vesika urinaria dan jumlah pengeluaran urine. 3. Gaya hidup Perubahan
gaya
hidup
dapat
memengaruhi
pemenuhan
kebutuhan eliminasi, dalam kaitannya dengan ketersediaan fasilitas toilet.
4. Stres psikologis
Meningkatnya stres dapat mengakibatkan seringnya frekuensi keinginan berkemih. Hal ini karena meningkatnya sensitivitas untuk keinginan berkeinginan berkemih dan jumlah urine yang dihasilkan. 5. Tingkat aktivitas Eliminasi urine membutuhkan tonus otot vesika urinaria yang baik untuk fungsi sfingter. Hilangnya tonus otot vesika urinaria menyebabkan
kemampuan
pengontrolan
berkemih
menurun
dan
kemampuan tonus otot didapatkan dengan beraktivitas. 6. Tingkat perkembangan Tingkat pertumbuhan dan perkembangan dapat mempengaruhi pola berkemih. Hal tersebut dapat ditemukan pada anak, yang lebih memiliki kecenderungan untuk mengalami kesulitan mengontrol uang air kecil. Namun dengan bertambahnya usia kemampuan untuk mengontrol buang air kecil semakin meningkat. 7. Kondisi penyakit Kodisi penyakit tertentu seperti diabetes melitus, ginjal dan lainlain dapat memengaruhi produksi urine. 8. Sosiokultural Budaya dapat memengaruhi pemenuhan kebutuhan eliminasi urine, seperti adanya kultur masyarakat yang melarang buang air kecil di tempat tertentu. i. Kebiasaan seseorang Seseorang yang memiliki kebiasaan berkemih di toilet dapat mengalami kesulitan untuk berkemih dengan melalui urinal atau pot urine bila dalam keadaan sakit. j. Tonus otot Tonus otot yang memiliki peran penting dalam membantu proses berkemih adalah kandung kemih, otot abdomen, dan pelvis. Ketiganya sangat berperan dalam kontaksi pengontrolan pengeluara urine. k. Pengobatan
Efek pengobatan menyebabkan peningkatan atau penurunan jumlah urine. Misalnya pemberian diuretik hormon dapat menigkatkan jumlah urine sedangkan pemberian obat antikolinergik atau antihipertensi dapat menyebabkan retensi urine.
D. Karakteristik dan Pola Eliminasi Urin 1. Karakteristik Urin a) Jumlah Jumlahnya rata – rata 1 – 2 liter sehari, tetapi berbeda – beda sesuai jumlah cairan yang dimasukkan. Banyaknya bertambah pula bila terlampau banyak protein dimakan, sehingga tersedia cukup cairan yang diperlukan untuk melarutkan ureanya. b) Warna Urine normal bervariasi dari warna pucat, agak kekuningan sampai kuning – coklat (seperti warna madu), tergantung pada kepekatan urin. Urin biasanya lebih pekat pada pagi hari atau pada klien yang menderita kekurangan volume cairan. Apabila seseorang minum cairan lebih banyak, urine menjadi lebih encer. c) Kejernihan Urin yang normal tampak transparan saat dikeluarkan. Warna urin yang ditampung dalam suatu wadah akan menjadi keruh. d) Bau Urine memiliki bau yang khas, semakin pekat warna urine, semakin kuat baunya. Urine yang dibiarkan dalam dalam jangka waktu lama akan mengeluarkan bau amonia. Pemberian pengobatan akan mempengaruhi bau urine.
e) Keasaman
pH urine yang normal umumnya dalam kisaran 4,6-8, dengan ratarata yang khas berada di sekitar 6.0. Banyak variasi terjadi karena diet. Misalnya, diet protein tinggi menyebabkan urin lebih asam, tapi diet vegetarian umumnya menghasilkan urin lebih basa (baik dalam kisaran khas 4,6-8). f) Kepadatan Kepadatan juga dikenal sebagai “berat jenis”. Ini adalah rasio berat volume zat dibandingkan dengan berat volume yang sama dari air suling. Kepadatan berkisar urine yang normal 0,001-0,035. Komposisi urine: 1. Air (96%) 2. Larutan (4%) a. Larutan organik Urea, amonia, kreatin, dan asam urat b. Larutan anorganik c. Natrium (sodium), klorida, kalium (pottasium), sulfat, magnesium, fosfor. Natrium klorida merupakan garam anorganik yang paling g)
banyak. B bProses Berkemih
USU CHAPTER II URIN.PDF Miksi adalah proses pengosongan kandung kemih bila kandung kemih terisi. Proses ini terdiri dari dua langkah utama: 1. Kandung kemih secara progresif terisi sampai tegangan di dindingnya meningkat di atas nilai ambang batas. 2. Timbul refleks saraf yang disebut refleks miksi (refleks berkemih) yang berusaha mengosongkan kandung kemih atau jika ini gagal, setidaktidaknya menimbulkan kesadaran akan keinginan untuk berkemih (Guyton & Hall, 1997).
Berkemih merupakan proses pengosongan vesika urinaria (kandung kemih). Vesika urinaria dapat menimbulkan rangsangan sarat bila urinaria berisi + 250-450 cc (pada orang dewasa) dan 200-250 cc (pada anak-anak) Mekanisme berkemih terjadi karena vesika urinaria berisi urine yang dapat menimbulkan rangsangan pada saraf-saraf di dinding vesika urinaria. Kemudian rangsangan tersebut diteruskan melalui medula spinalis ke pusat pengontrol berkemih yang terdapat di korteks serebral. Selanjutnya otak memberikan impuls/rangsangan melalui medula spinalis ke neuromotoris di daerah sakral, kemudian terjadi koneksasi otot detrusor dan relaksasi otot sphincter internal. Urine dilepaskan dari vesika urinaria, tetapi masih tertahan sphincter eksternal. Jika waktu dan tempat memungkinkan, akan menyebabkan reaksasi sphincter eksternal dan urine lemungkinan dikeluarkan (berkemih). Keterampilan Dasar Praktik Klinik untuk Kebidanan, edisi 2 Musrifatul uliyah ; A Aziz Alimul Hidayat 2008 Penerbit Salemba Medika Jakarta
h) Transpor Urin dari Ginjal ke Kandung Kemih Urin yang keluar dari kandung kemih mempunyai komposisi utama yang sama dengan cairan yang keluar dari duktus kolingentes; tidak ada perubahan yang berarti pada komposisi urin tersebut sejak mengalir melalui kaliks renalis dan ureter sampai kandung kemih (Guyton & Hall, 1997). Urin mengalir dari duktus kolingentes masuk ke kaliks renalis, meregangkan kaliks renalis dan meningkatkan aktivitas pacemakernya, yang kemudian mencetuskan kontraksi peristaltik yang menyebar ke pelvis renalis dan kemudian turun sepanjang ureter, dengan demikian mendorong urin dari pelvis renalis ke arah kandung kemih. Dinding ureter terdiri dari otot polos dan dipersarafi oleh saraf simpatis dan parasimpatis seperti juga neuronneuron pada pleksus intramural dan serat saraf yang meluas di seluruh panjang ureter. Seperti halnya otot polos pada organ viscera yang lain,
kontraksi peristaltik pada ureter ditingkatkan oleh perangsangan parasimpatis dan dihambat oleh perangsangan simpatis (Guyton & Hall, 1997). Ureter memasuki kandung kemih menembus otot destrusor di daerah trigonum kandung kemih. Normalnya, ureter berjalan secara oblik sepanjang beberapa sentimeter menembus dinding kandung kemih. Tonus normal dari otot detrusor pada dinding kandung kemih cenderung menekan ureter, dengan demikian mencegah aliran balik urin dari kandung kemih waktu tekanan di kandung kemih meningkat selama berkemih atau sewaktu terjadi kompresi kandung kemih. Setiap gelombang peristaltik yang terjadi di sepanjang ureter akan meningkatkan tekanan dalam ureter sehingga bagian yang menembus dinding kandung kemih membuka dan memberi kesempatan urin mengalir ke dalam kandung kemih (Guyton & Hall, 1997). Urin mengalir ke kaliks renalis, kemudian meregangkan kaliks renalis dan meningkatkan aktivitas pacemakernya, yang kemudian mencetuskan kontraksi peristaltik yang menyebar ke pelvis renalis dan kemudian turun sepanjang ureter. Dinding ureter terdiri dari otot polos dan dipersarafi oleh saraf simpatis dan parasimpatis. Seperti halnya otot polos pada organ viscera yang lain, kontraksi peristaltik pada ureter ditingkatkan oleh perangsangan parasimpatis dan dihambat oleh simpatis. Ureter memasuki kandung kemih menembus otot detrusor di daerah trigonum kandung kemih. Tonus normal dari otot detrusor pada dinding kandung kemih cenderung menekan ureter, dengan demikian mencegah aliran balik urin dari kandung kemih waktu tekanan di kandung kemih meningkat selama berkemih atau sewaktu terjadi kompresi kandung kemih.
Sensasi Rasa Nyeri Pada Ureter dan Refleks Ureterorenal. Ureter dipersarafi secara sempurna oleh serat saraf nyeri. Bila ureter tersumbat (contoh, oleh batu ureter), timbul refleks konstriksi yang kuat sehubungan dengan rasa nyeri yang hebat. Impuls rasa nyeri juga menyebabkan refleks simpatis kembali ke ginjal untuk mengkonstriksi arteriol-arteriol ginjal, dengan demikian menurunkan pengeluaran urin dari ginjal. Efek ini disebut refleks ureterorenal and bersifat penting untuk mencegah aliran cairan yang berlebihan
ke dalam pelvis ginjal yang ureternya tersumbat. i) Refleks Berkemih Keinginan berkemih disebabkan oleh refleks peregangan yang dimulai oleh reseptor regang sensorik pada dinding kandung kemih. Sinyal sensorik dari reseptor regang kandung kemih dihantarkan ke segmen sakral medula spinalis melalui nervus pelvikus dan kemudian secara refleks kembali lagi ke kandung kemih melalui serat saraf parasimpatis melalui saraf yang sama ini. Ketika kandugn kemih hanya terisi sebagian, kontraksi berkemih ini biasanya secara spontan berelaksasi setelah beberapa detik, otot detrusor berhenti berkontraksi, dan tekanan turun kembali. Karena kandung kemih terus terisi, refleks berkemih menjadi bertambah sering dan menyebabkan kontraksi otot detrusor lebih kuat. Mekanisme refleks berkemih Dimulai dengan kontraksi otot polos dinding vesica urinaria: Serabut afferent dan efferent n.pelvicus. Pusat Pons dan Medula oblongata Pengaliran urine ke dalam uretra: Serabut afferent : n. pudendus Serabut efferent n. pelvicus Peregangan pangkal uretra Serabut afferent dan efferent : n. hypogastricus Relaksasi m. sphincter urerethrae externus Serabut afferent dan efferent : n. pudendus Relaksasi otot polos bagian 1/3 atas urethra: Serabut afferent dan efferent: n. pelvicus Pusat refleks: segmen sacral medulla spinalis
Sumber :http://dokumen.tips/documents/fisiologi-berkemih-55c1eaf93b4f0.html Selama kandung kemih terisi, banyak yang menyertai kontraksi berkemih mulai tampak. Keadaan ini disebabkan oleh refleks peregangan yang dimulai oleh reseptor regang sensorik pada dinding kandung kemih, khususnya oleh Sekali refleks berkemih mulai timbul, refleks ini akan menghilang sendiri. Artinya kontraksi awal kandung kemih selanjutnya akan mengaktifkan reseptor regang untuk menyebabkan peningkatan selanjutnya pada impuls sensorik ke kandung kemih dan uretra posterior yang menimbulkan peningkatan refleks kontraksi kandung kemih lebih lanjut. Jadi siklus ini terus berulang sampai kandung kemih mencapai kontraksi yang kuat. Kemudian lebih dari semenit, refleks yang menghilang sendiri ini mulai melemah dan siklus regeneratif dari refleks miksi ini berhenti sehingga menyebabkan kandung kemih berelaksasi (Clevo, 2013).reseptor pada uretra posterior ketika daerah ini mulai terisi urin pada tekanan
kandung kemih yang lebih tinggi. Sinyal sensorik dari reseptor regang kandung kemih dihantarkan ke segmen sakral medula spinalis melalui nervus pelvikus dan kemudian secara refleks kembali lagi ke kandung kemih melalui serat saraf parasimpatis melalui saraf yang sama ini (Clevo, 2013). Ketika kandung kemih hanya terisi sebagain, kontraksi berkemih ini biasanya secara spontan berelaksasi setelah beberapa detik, otot detrusor berhenti berkontraksi dan tekanan turun kembali ke garis basal. Karena kandung kemih terus terisi, refleks berkemih menjadi bertambah sering dan menyebabkan kontraksi otot destrusor lebih kuat (Clevo, 2013).
JTPTUNIMUS-SOESILOWAT-6105
Reflek berkemih adalah reflek medula spinalis yang seluruhnya bersifat otomatis. Selama kandung kemih terisi penuh dan menyertai kontraksi berkemih, keadaan ini disebabkan oleh reseptor regang sensorik pada dinding kandung kemih sampai reseptor pada uretra posterior ketika mulai terisi urin pada tekanan kandung kemih yang lebih tinggi. Sinyal sensorik dari reseptor kandung kemih ke segmen sakral medula spinalis melalui nervus pelvikus kemudian secara reflek kembali lagi ke kandung kemih melalui syaraf parasimpatis (Syaifuddin, 2001). Berkemih pada dasarnya merupakan reflek spinal yang akan difasilitasi dan dihambat oleh pusat-pusat susunan syaraf yang lebih tinggi. Urin yang memasuki kandung kemih tidak begitu meningkatkan tekanan intravesika sampai terisi penuh. Pada kandung kemih ketegangan akan meningkat dengan meningkatnya isi organ tersebut, tetapi jari-jaripun bertambah, oleh karena itu peningkatan tekanan hanya akan sedikit saja, sampai organ tersebut relatif penuh. Selama proses berkemih otot-otot perinium dan sfingter uretra eksterna relaksasi, otot detrusor berkontraksi dan urin akan mengalir melalui uretra. Kontraksi otot-otot perinium dan sfingter eksterna dapat dilakukan secara volunter, sehingga mencegah urin mengalir melewati uretra atau
menghentikan aliran urin saat sedang berkemih (Guyton, 2006). Proses pengosongan kandung kemih terjadi bila kandung kemih terisi penuh. Proses miksi terdiri dari dua langkah utama: 1. Kandung kemih secara progresif terisi sampai tegangan di dindingnya meningkat diatas nilai ambang, yang kemudian mencetuskan langkah kedua. Terjadinya distensi atau peningkatan tegangan pada kandung kemih mencetuskan refleks I yang menghasilkan kontraksi kandung kemih dan refleks V yang menyebabkan relaksasi uretra. 2. Timbul refleks saraf yang disebut reflek miksi (refleks berkemih) yang berusaha mengosongkan kandung kemih atau jika ini gagal setidaknya menimbulkan kesadaran dan keinginan untuk berkemih. Ketika proximal uretra mengalirkan urin maka akan mengaktifkan refleks II yang akan menghasilkan kontraksi kandung kemih dan IV sehingga stingfer eksternal dan uretra akan berelaksasi, sehingga urin dapat keluar. Jika tejadi distensi pada uretra yang bisa disebabkan karena sumbatan, atau kelemahan sfingter uretra maka akan mengaktifkan refleks III, sehingga kontraksi kandung kemih melemah. Reflek berkemih adalah refleks medulla spinalis yang seluruhya bersifat autonomik, tetapi dapat dihambat atau dirangsang di otak. Pusat yang lebih tinggi dapat mencegah berkemih, bahkan ketika refleks berkemih muncul, yaitu dengan membuat kontraksi tonik terus menerus pada sfingter eksternus kandung kemih sampai mendapat waktu yang baik untuk berkemih. Jika sudah tiba saat berkemih, pusat cortical dapat merangsang pusat berkemih sacral untuk membantu mencetuskan refleks berkemih dan dalam waktu yang bersamaan menghambat sfingter eksternus kandung kemih sehingga peristiwa berkemih dapat terjadi (Guyton, 2006). Pada kondisi tertentu, proses berkemih tidak dapat terjadi secara normal, oleh karenanya diperlukan tindakan khusus untuk tetap dapat mengeluarkan urin dari kandung kemih, yaitu dengan pemasangan kateter. Pola eliminasi urin sangat tergantung pada individu, biasanya berkemih setelah bekerja, makan atau bangun tidur. Normalnya dalam sehari sekitar
lima kali. Jumlah urin yang dikeluarkan tergantung pada usia, intake cairan, dan status kesehatan. Pada orang dewasa sekitar 1200 sampai 1500 ml per hari atau 150-600 ml per sekali berkemih.
j) Pola Eliminasi Normal k) Perubahan Pola Eliminasi Urin Pola eliminasi urine sangat tergantung pada individu, biasanya miksi setelah bekerja, makan atau bangun tidur. Normalnya miksi dalam satu hari sekitar 5 kali. Perubahan pola eliminasi urine merupakan keadaan seseorang yang mengalami gangguan pada eliminasi urine, disebabkan oleh multiple (obstruksi anatomis), kerusakan motorik sensorik dan infeksi saluran kemih. Hal itu lah yang mempengaruhi perubahan pola eliminasi (Hidayat, 2006). Warna urine normal adalah kuning terang karena adanya pigmen urochrome. Namun demikian, warna urine tergantung pada intake cairan, keadaan dehidrasi Universitas Sumatera Utara 7
konsentrasinya menjadi pekat dan kecoklatan, penggunaan obat-obat tertentu seperti multivitamin dan preparat besi maka urine akan berubah menjadi kemerahan sampai kehitaman. Bau urine normal adalah bau khas amoniak yang merupakan hasil pemecahan urea oleh bakteri. Pemberian pengobatan akan memengaruhi bau urine (Tarwoto dan Hartonah, 2006). Menurut Hidayat (2006), pola eliminasi terdiri dari: a. Frekuensi Frekuensi merupakan banyaknya jumlah berkemih dalam sehari. Peningkatan frekuensi berkemih dikarenakan meningkatnya jumlah cairan yang masuk. Frekuensi yang tinggi tanpa suatu tekanan asupan cairan dapat disebabkan oleh sistisis. Frekuensi tinggi dapat ditemukan juga pada keadaan stres atau hamil. b. Urgensi Urgensi
adalah
perasaan
seseorang
untuk
berkemih,
takut
mengalami
inkontinensia jika tidak berkemih. Pada umumya terjadi pada anak-anak karena memiliki kemampuan buruk dalam mengontrol sfingter. c. Disuria Disuria adalah keadaan rasa sakit dan kesulitan dalam berkemih. Hal ini sering ditemukan pada penyakit infeksi saluran kemih, trauma pada vesika urinaria dan striktur uretra. d. Poliuria Poliuria merupakan produksi urine abnormal dalam jumlah besar oleh ginjal, tanpa adanya peningkatan asupan cairan. Hal ini biasanya ditemukan pada penderita diabetes melitus, defisiensi anti diuretik hormon (ADH), dan penyakit ginjal kronik. e. Urinaria Supresi
Urinaria supresi adalah berhentinya produksi urine secara mendadak. Secara normal, urine diproduksi oleh ginjal pada kecepatan 60-120 ml/jam secara terusmenerus.
E. Gangguan Eliminasi Urin 1. Pengertian Gangguan Eliminasi Urine Gangguan eliminasi urin adalah keadaan dimana seorang individumengalami atau berisiko mengalami disfungsi eliminasi urine. Biasanya orangyang mengalami gangguan eliminasi urin akan dilakukan kateterisasi urine,yaitu tindakan memasukan selang kateter ke dalam kandung kemih melaluiuretra dengan tujuan mengeluarkan urine. 2. Masalah-masalah pada Gangguan Eliminasi Urine a) Retensi, yaitu adanya penumpukan urine didalam kandung kemih danketidak sanggupan kandung kemih untuk mengosongkan diri. b) Inkontinensi urine, yaitu ketidaksanggupan sementara atau permanenotot sfingter eksterna untuk mengontrol keluarnya urine dari kandungkemih. c) Enuresis, Sering terjadi pada anak-anak, umumnya terjadi pada malamhari (nocturnal enuresis), dapat terjadi satu kali atau lebih dalamsemalam. d) Urgency, adalah perasaan seseorang untuk berkemih. e) Dysuria, adanya rasa sakit atau kesulitan dalam berkemih f) Polyuria, Produksi urine abnormal dalam jumlah besar oleh ginjal,seperti 2.500 ml/hari, tanpa adanya peningkatan intake cairan. g) Urinari suppresi, adalah berhenti mendadak produksi urine Retensi,yaitu adanya penumpukan urine didalam kandung kemih dan ketidak sanggupan kandung kemih untuk mengosongkan diri. h) Inkontinensi urine, yaitu ketidaksanggupan sementara atau permanenotot sfingter eksterna untuk mengontrol keluarnya urine dari kandungkemih i) Enuresis, Sering terjadi pada anak-anak, umumnya terjadi pada malamhari (nocturnal enuresis), dapat terjadi satu kali atau lebih dalamsemalam. j) Urgency, adalah perasaan seseorang untuk berkemih. k) Dysuria, adanya rasa sakit atau kesulitan dalam berkemih l) Polyuria, Produksi urine abnormal dalam jumlah besar oleh ginjal,seperti 2.500 ml/hari, tanpa adanya peningkatan intake cairan. m) Urinari suppresi, adalah berhenti mendadak produksi urine. 3. Tanda Gangguan Eliminasi Urina.
a. Retensi Urin 1. Ketidak nyamanan daerah pubis. 2.Distensi dan ketidaksanggupan untuk berkemih. 3.Urine yang keluar dengan intake tidak seimbang 4.Meningkatnya keinginan berkemih dan resah 5.Ketidaksanggupan untuk berkemih b. Inkontinensia urin 1. pasien tidak dapat menahan keinginan BAK sebelum sampai diWC 2. pasien sering mengompol. c. Diare 1.BAB sering dengan cairan dan feses yang tidak berbentuk 2.Isi intestinal melewati usus halus dan kolon sangat cepat 3.Iritasi di dalam kolon merupakan faktor tambahan yangmenyebabkan meningkatkan sekresi mukosa. 4.feses menjadi encer sehingga pasien tidak dapat mengontrol danmenahan BAB. d. Inkontinensia Fekal 1.Tidak mampu mengontrol BAB dan udara dari anus, 2.BAB encer dan jumlahnya banyak 3.Gangguan fungsi spingter anal, penyakit neuromuskuler, traumaspinal cord dan tumor spingter anal eksternal e. Flatulens 1.Menumpuknya gas pada lumen intestinal, 2.Dinding usus meregang dan distended, merasa penuh, nyeri dankram. 3.Biasanya gas keluar melalui mulut (sendawa) atau anus (flatus) f. Hemoroid 1. pembengkakan vena pada dinding rectum 2.perdarahan jika dinding pembuluh darah vena meregang 3.merasa panas dan gatal jika terjadi inflamasi 4.nyeri g. Pemeriksaan Penunjang 1.Pemeriksaan USG 2.Pemeriksaan foto rontgen 3.Pemeriksaan laboratorium urin dan feses 4. Etiologi Gangguan Eliminasi Urine a. Intake cairan
Jumlah dan type makanan merupakan faktor utama yangmempengaruhi output urine atau defekasi. Seperti protein dan sodiummempengaruhi jumlah urine yang keluar, kopi meningkatkan pembentukan urine intake cairan dari kebutuhan, akibatnya outputurine lebih banyak. b. Aktivitas Aktifitas sangat dibutuhkan untuk mempertahankan tonus otot.Eliminasi urine membutuhkan tonus otot kandung kemih yang baik untuk tonus sfingter internal dan eksternal.Hilangnya tonus ototkandung kemih terjadi pada masyarakat yang menggunakan kateter untuk periode waktu yang lama.Karena urine secara terus menerusdialirkan keluar kandung kemih, otot-otot itu tidak pernah merenggangdan dapat menjadi tidak berfungsi. Aktifitas yang lebih berat
akanmempengaruhi
jumlah
urine
yang
diproduksi,
hal
ini
disebabkankarena lebih besar metabolisme tubuh. 1.O bstruksi; batu ginjal, pertumbuhan jaringan abnormal, striktur urethra 2.Infeksi 3.Kehamilan 4.Penyakit; pembesaran kelenjar ptostat 5.Trauma sumsum tulang belakan 6.Operasi pada daerah abdomen bawah, pelviks, kandung kemih,urethra. 7.Umur 8.Penggunaan obat-obatan. 5. Patofisiologi Gangguan Eliminasi Urine Gangguan pada eliminasi sangat beragam seperti yang telah dijelaskandi atas.Masing-masing gangguan tersebut disebabkan oleh etiologi yang berbeda. Pada pasien dengan usia tua, trauma yang menyebabkan cederamedulla spinal, akan menyebabkan gangguan dalam mengkontrol urine/inkontinensia urine. Gangguan traumatik pada tulang belakang bisamengakibatkan kerusakan pada medulla spinalis.Lesi traumatik padam edullaspinalis tidak selalu terjadi bersama-sama dengan adanya fraktur ataudislokasi.Tanpa kerusakan yang nyata pada tulang belakang, efek traumatiknya bisa mengakibatkan efek yang nyata di medulla spinallis.Cedera medullaspinalis (CMS) merupakan salah satu penyebab gangguan fungsi saraf termasuk pada persyarafan berkemih dan defekasi.Komplikasi
cedera
spinal
dapat
menyebabkan
syok
neurogenik dikaitkan dengan cedera medulla spinalis yang umumnya dikaitkan sebagaisyok spinal. Syok spinal merupakan depresi tiba-tiba aktivitas reflex padamedulla spinalis (areflexia) di bawah tingkat cedera. Dalam kondisi ini, otot-aluran yang minimal. Pasien post operasi dan post partum merupakan bagian yang terbanyak menyebabkanretensi urine akut. Fenomena ini terjadi akibat dari trauma kandung kemih danedema sekunder akibat tindakan pembedahan atau obstetri, epidural anestesi,obat-obat narkotik, peregangan atau trauma saraf pelvik, hematoma pelvik,nyeri insisi episiotomi atau abdominal, khususnya pada pasien yangmengosongkan kandung kemihnya dengan manuver Valsalva. Retensi urine pos operasi biasanya membaik sejalan dengan waktu dan drainase kandung kemih yang kuat. Sumber:
https://www.pdfcoke.com/doc/46810174/Asuhan-Keperawatan-pada-
Pasien-dengan-Gangguan-Eliminasi-Urine-dan-Fekal
PEMERIKSAAN FISIK SISTEM PERKEMIHAN 1. Pemerikasaan Ginjal Ginjal terletak pada ruang retroperitoneal pada kedua kuadran atas abdomen. Secara anatomis lobus kedua ginjal menyentuh diagfragma dan ginjal turun sewaktu inhalasi. Ginjal kanan normalnya lebih bawah daripada ginjal kiri, hal ini dikarenakan ginjal kanan terdesak oleh hepar. Ginjal kanan terletak sejajar tulang rusuk ke -12 dan ginjal kiri sejajar tulang rusuk ke -11. a. Inspeksi : 1. Pasien tidur terlentang, pemeriksa disebelah kanan 2. Kaji daerah abdomen pada garis mid klavikula kiri dan kanan atau daerah costavertebral angel (CVA) atau lower edge of rib cage. Normal keadaan abdomen simetris, tidak tampak massa dan tidak ada pulsasi 3. Perhatikan simetris atau tidak apakah tampak ada masa dan pulsasi bila tampak ada massa dan pulsasi kemungkinan ada polikistik, hidroneprosis ataupun nefroma b. Palpasi : 1. Ginjal setinggi dibawah diaghfragma sehingga tersembunyi dibawah lengkung iga. 2. Untuk ginjal kiri : posisi pemeriksaan berada pada posisi terlentang, pemeriksa meletakkan tangan kiri dibawah pinggang didaerah CVA
kiri, tangan kanan berada dibawah lengkungan iga kiri pada garis midklavikula 3. Instruksikan pasien untuk menarik napas dalam dan mengeluarkan dengan lengkap 4. Pada saat pasien mengeluarkan napas, angkat bagian CVA kiri dengan tangan kiri dan tangan kanan melakuka palpasi dalam pada keadaan normal ginjal tidak terba, apabila ginjal teraba mandasar dan kenyal, kemungkinan adanya polikistik maupun hidroneprosis bila dilakukan penekanan pasien mengeluh sakit, hal ini tanda mungkinan adanya peradangan 5. Bila ginjal teraba, rasakan kontur (bentuk), ukuran dan adanya nyeri tekan 6. untuk ginjal kanan : tempatkan tangan kiri dibawah pinggang didaerah CVA kanan berada didaerah lekung iga kanan 7. lakukan manuver yangsama seperti pada palpasi ginjal kiri c. Perkusi : Pasien dalam posisi telungkup atau duduk perkusi dilakukan dari arah belakang, karena posisi ginjal berada didaerah belakang, letakkan tangan kiri diatas CVA dan lakukan perkusi diatas tangan kiri dengan menggunakan kepalan tangan untuk mengevaluasi nyeri tekan ginjal normal tidak menghasilkan nyeri tekan, bila nyeri tekan diduga ada inflamasi akut d. Auskultasi : 1. Dengan menggunakan stetoskop kita mendengarkan apakah ada bunyi desiran (bruits) pada aorta dan arteri renalis. 2. Gunakan sisi bel stetoskop, pemeriksa mandengarkan bunyi desiran didaerah epigasrtrik, di area ini kita bisa mendengarkan bunyi aorta normal tidak terdengar bunyi vasculer aorta maupun arteri renallis. Bila ada bunyi desiran kemungkinan adanya RAS (renal arteri stenosis) nephrosclerotic 3. Dengarkan pula pada area kuadran kiri dan kanan atas, karena pada area ini terdapat arteri renalis kiri dan kanan bila terdengar bunyi desiran, jangan melakukan palpasi, cedera pada suatu aneurisma dibawah kulit dapat terjadi sebagai akibatnya. 2. Pemeriksaan Ureter Ureter tidak bisa dilakukan pemeriksaan dari luar, harus menggunakan pemeriksaan diagnostik lain seperti BNO, IVP, USG, CT renal, Citoscopy. Tetapi keluhan pasien dapat dijadikan petunjuk adanya masalah pada ureternya, seperti pasien mengeluh sakit didaerah abdomen yanga menjalar kearah bawah, hal ini disebut kolik dan biasanya berhubungan dengan adanya distensi ureter atau spasme ureter yang disebabkan adanya obstruksi karena batu 3. Pemeriksaan Kandung Kemih a. Inspeksi :
1. Perhatikan abdomen bagian bawah, kandung kemih adalah organ berongga yang mampu membesar untuk mengumpulkan urine dan mengeluarkan urine yang dibuat oleh ginjal. Normalnya kandung kemih terletak dibawah simpisis pubis, tetapi setelah membesar organ ini dapat terlihat distensi pada area supra pubis 2. Di daerah supra pubis apakah tampak adanya distensi b. Perkusi : Pasien dalam posisi terlentang, perkusi dilakukan dari arah depan, lakukan pengetukan pada daerah kandung kemih, daerah supra pubis bila kandung kemih penuh akan terdengar bunyi dullens/redup c. Palpasi : Lakukan palpasi kandung kemih pada daerah supra pubis pada kondisi normal, yang berarti urin dapat dikeluarkan secara lengkap dari kandung kemih, kandung kemih tidak teraba. Bila ada obstruksi dibawah dan produksi urin normal maka urin tidak dapat dikeluarkan dari kandung kemih sehingga akan terkumpul dalm kandung kemih. Hal ini mengakibatkan distensi kandung kemih yang bisa dipalpasi didaerah supra pubis. 4. Pemeriksaan Urethra dan meatus urethra Urethra tidak bisa diperiksa dari luar perlu pemeriksaan penunjang seperti BNO, Cystoscopy, yang bisa diidentifikasi adalah urine yang keluar. Karakteristik Urine 1. Jumlahnya per hari : - Oliguri - Anuri : 100 ± 400 cc/hari : urine output sampai 100 cc/hari Total anuari : urine output sampai 100 cc/ hari - polyuria : urine output lebih dari 1500 cc/hari 2. Dysuria : sakit pada saat mengeluarkan urine 3. Warnanya (merah, kuning) 4. Baunya 5. Pola buanga air kecil yang mengalami perubahan 6. Kemampuan mengontrol Buang Air Kecil (BAK) - urgency - hesitency dribling - incontinentia - retensi urine 7. Nocturia : BAK pada malam hari Pemeriksaan meatus urethra peralatan yang digunakan : sarung tangan inspeksi oada meatus urethra apakah ada kelainan sekitar labia, untuk warna dan apakah ada kelainan pada orifisium, pada laki-laki dan juga lihat cairan yang keluar : tiba ± tiba sangat mendesak ingi BAK : kesulitan pada saat memulai dan mengakhiri BAK : urine keluar secara menetes : urine keluar dengan sendirinya (tidak bisa dikontrol) 5. Pemeriksaan prostat melalui anus pemeriksaan prostat untuk mengidentifikasi pembesaran kelenjar prostat bagi pasien laki-laki yang mempunyai keluhan mengarah kepada hypertropy prostat. Prostat merupakan kelenjar yang berkapsul beratnya kira-kira 20 gram yang melingkari urethra pria dibawah leher kandung
kemih. Akibat pembesaran kelenjar prostat, berdampak penyumbatan partial atau sepenuhnya kepada saluran kemih bagian bawah. Peralatan yang digunakan : Selimut Sarung tangan steril Pelumas Teknik : 1. Bantu pasien untuk mengatur posisi dorsal rekumben, atur paha berotasi keluar, lutut fleksi dan tutuplah bagian tubuh yang tidak diperiksa 2. Nampakkan bagian pantat dan anjurkan pasien untuk memusatkan perhatian 3. Kenakan sarung tangan dan beri pelumas pada jari telunjuk, kemudian perlahan-lahan masukkan jari tersebut kedalam anus dan rectum 4. Lakukan palpasi pada dinding anterior untuk mengetahui kelenjar prostat normalnya prostat dapat teraba denga diameter sekitar 4 cm dan tidak nyeri tekan
http://dokumen.tips/documents/pengkajian-sistem-perkemihan.html 15 juli 2015 Dapus Wartonah, Tarwoto, ( 2006 ), Kebutuhan Dasar Manusia dan Proses keperawatan, Edisi 3, Jakarta : Salemba Medika