BAB I PENDAHULUAN 1.1
Latar belakang Tanaman akan mampu untuk mempertahankan kehidupannya jika
mengalami proses pertumbuhan dan perkembangan. Pertumbuhan adalah pertambahan jumlah sel pada suatu organisme. Pertumbuhan bersifat tidak dapat kembali (irreversible). Sedangkan, perkembangan merupakan proses untuk mencapai kematangan suatu fungsi. Kedua proses ini berjalan secara simultan atau pada waktu yang bersamaan dan saling terkait, perbedaannya terletak pada faktor kuantitatif yaitu tejadi perubahan jumlah dan ukuran dan perkembangan hanya dapat dinyatakan secara kualitatif karena terjadi perubahan fungsional dalam tubuh suatu organisme sehingga tidak dapat diamati (Heddy, 1996). Setiap tumbuh-tumbuhan, sel yang aktif bermetabolisme sanggup membuat hormon-hormon tumbuhan pada kondisi tertentu. Tidak demikian pada hewan dimana sekumpulan sel-sel tertentu atau jaringan (kelenjar) berfungsi membuat hormon tersebut. Selanjutnya walaupun ada system transport fitohormon melalui jaringan xylem dan floem pada kebanyakan hal fitohormon yang dibuat di dalam sel-sel tertentu dapat mengubah proses-proses metabolisme pada sel-sel tersebut atau sel-sel sekitamya (Harahap, 2012). Hormon adalah molekul-molekul yang pada prosesnya berfungsi untuk mengatur reaksi-reaksi metabolik tubuh, termasuk tumbuhan. Molekul-molekul tersebut dibentuk didalam organisme dengan proses metabolik dalam arti luas hormon dapat didefinisikan baik yang diproduksi buatan atau alami dari tumbuhan dan bersifat mendorong ataupun menghambat proses pertumbuhan (Kusumo, 2004). Secara umum macam-macam hormon dapat dibagi menjadi 5, yaitu auksin, giberelin, sitokinin dan asam absisat (ABA), dimana auksin dapat disusun dijaringan meristem ujung-ujung tanaman seperti pucuk, kuncup bunga, tunas daun atau tunas akar (Dwijoseputro, 2004).
1
1.2
Rumusan masalah
Adapun rumusan masalah yang dapat disampaikan adalah sebagai berikut: 1.2.1 1.2.2 1.2.3 1.2.4 1.2.5 1.2.6
Bagaimana sejarah serta pengertian Hormon? Bagaimana hormon dapat dikatakan sebagai Zat Pengatur Tumbuh? Bagaimana pengertian, mekanisme serta peranan Hormon Auksin? Bagaimana pengertian, mekanisme serta peranan Hormon Giberelin? Bagaimana pengertian, mekanisme serta peranan Hormon Sitokinin? Bagaimana pengertian, mekanisme serta peranan Hormon Asam
1.2.7 1.2.8
Absisat (ABA)? Bagaimana pengertian, mekanisme serta peranan Hormon Etilen? Bagimana peranan beberapa tanaman sebagai sumber hormon (ZPT) dan faktor yang mempengaruhi hormon pada pertumbuhan tanaman?
1.2.9 1.3
Bagaimana pengaplikasian hormon (ZPT) dalam kultur jaringan?
Tujuan penelitian
Adapun tujuan yang dapat diberikan adalah sebagai berikut: 1.3.1 1.3.2 1.3.3 1.3.4 1.3.5 1.3.6
Mengetahui sejarah serta pengertian Hormon. Mengetahui hormon dapat dikatakan sebagai Zat Pengatur Tumbuh. Mengetahui pengertian, mekanisme serta peranan Hormon Auksin. Mengetahui pengertian, mekanisme serta peranan Hormon Giberelin Mengetahui pengertian, mekanisme serta peranan Hormon Sitokinin Mengetahui pengertian, mekanisme serta peranan Hormon Asam
1.3.7 1.3.8
Absisat (ABA). Mengetahui pengertian, mekanisme serta peranan Hormon Etilen. Mengetahui peranan beberapa tanaman sebagai sumber hormon (ZPT) dan faktor yang mempengaruhi hormon pada pertumbuhan tanaman.
1.3.9
Mengetahui pengaplikasian hormon (ZPT) dalam kultur jaringan.
2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1
Pengertian Awal Hormon (ZPT) Konsep harmon yang dikembangkan oleh para ahli fisiologi hewan bahwa
harmon adalah bahan bukan nutrisi yang aktif dalam konsentrasi rendah dapat termasuk baik senyawa-senyawa organik maupun ion-ion anorganik. Dilihat dari segi fitohormon defenisi ini terlalu umum dan tidak dapat mencakup konsepkonsep tertentu di dalam pengaturan dan perkembangan tanaman. Hal yang lebih penting untuk diperhatikan adalah prinsip kerja harmon itu, bahwa harmon adalah zat-zat yang dapat menggerakkan suatu perubahan proses metabolisme yang selanjutnya menuju pada suatu respon fisiologis (Harahap, 2011). Kebanyakan ahli fisiologi tumbuhan menggunakan istilah zat pengatur tumbuh tanaman (plant growth substance) dari pada istilah harmon tanaman. Karena istilah tersebut dapat mencakup baik zat-zat endogen maupun zat eksogen (sintetik) yang dapat mengubah pertumbuhan tanaman. Zat pengatur tumbuh tanaman (ZPT) yang dihasilkan oleh tanaman disebut fitohormon, sedangkan yang sintetik disebut zat pengatur tumbuh tanaman sintetik (Lakitan, 1996). Horman tanaman didefenisikan sebagai senyawa organik bukan nutrisi yang aktif dalam jumlah yang kecil (I0-5- I0-6 mM) yang disintetiskan pada bagian tertentu dari tanaman dan pada umumnya diangkut ke bagian lain tanaman dimana zat tersebut menimbulkan tanggapan secara biokimia, fisiologis dan morfologis. Zat pengatur tumbuh adalah senyawa organik bukan hara, yang dalam jumlah sedikit (l mM) dapat merangsang, menghambat dan mempengaruhi pola pertumbuhan dan perkembangan tanaman (Wattimena, 2008). Zat pengatur tumbuh ada yang berasal dari tumbuhan itu sendiri (zat pengatur tumbuh endogen) dan bersifat alami dan ada juga yang berasal dari luar tumbuhan tersebut dan disebut sintetis. Zat pengatur tumbuh sangat diperlukan sebagai komponen medium bagi pertumbuhan dan diferensiasi sel. Tanpa zat pengatur tumbuh, pertumbuhan eksplan akan terhambat, bahkan mungkin tidak tumbuh sama sekali.
3
Zat Pengatur Tumbuh atau Plant Growth Regulator memberikan efek yang besar pada proses pertumbuhan walaupun dosis yang diberikan sangat sedikit. Semua bagian tumbuhan akan dipengaruhi atau dirangsang pertumbuhannya dengan zat ini, dari akar,batang,daun,bunga,buah hingga biji. Pengaruh pertumbuhan dan perkembanga pada bagian tumbuhan berbeda-beda karena memiliki fungsi dan kemampuan yang berbeda pada suatu zat untuk beberapa bagian (Campbell dan Reece, 2002). 2.2
Macam-macam Hormon Bagi tumbuhan itu sendiri, hormon dapat dikenali dalam 5 golongan, yaitu:
auksin, giberelin, sitokinin, asam absisat (ABA) dan etilen. Kelima golongan hormon ini terdapat di dalam tanaman dalam berbagai bentuk, sehingga sulit untuk mengerti cara kerja atau mekanismenya dengan cara baik. Selain itu tanaman juga mengandung senyawa-senyawa lain yang turut aktif dalam berbagai proses pertumbuhan dan perkembangan. Senyawa-senyawa itu, antara lain asam polifenolik, vitamin, siklitol dan berbagai senyawa lainnya. Penyebaran hormon tumbuhan tidak harus melalui sistem pembuluh karena hormon tumbuhan mampu untuk ditranslokasikan melalui sitoplasma atau ruang antarsel (Santoso, 2000). Hormon tumbuhan dihasilkan sendiri oleh individu yang bersangkutan (endogen). Pemberian hormon dari luar sistem individu dapat pula dilakukan (eksogen). Pemberian secara eksogen dapat juga melibatkan bahan kimia nonalami (sintetik, tidak dibuat dari ekstraksi tumbuhan) yang menimbulkan rangsang yang serupa dengan fitohormon alami (Santoso, 2000). Setiap hormon yang ada memiliki fungsi dan mekanisme kerjanya masing-masing didalam tubuh tumbuhan sesuai dengan keberadaan hormon tersebut, mulai dari mempercepat pembelahan sel pada tumbuhan, mempercepat pertumbuhan dan perkembangan tumbuhan, menghambat penghancuran klorofil saat daun dipetik, menjaga kestabilan tumbuhan disaat kondisi yang kurang menguntungkan dan lainnya (Wattimena, 2008).
4
BAB III PEMBAHASAN 3.1
Sejarah serta pengertian Hormon Istilah hormon mula-mula dipakai oleh ahli fisiologi hewan. Mereka
maksudkan hormon adalah senyawa-senyawa organik, efektif dalam konsentrasi rendah dibuat didalam sel pada bagian tertentu dari organisme dan diangkut ke bagian lain dari organisme tersebut dimana dihasilkan suatu perubahan fisiologis yang khusus (Campbell dan Reece, 2002). Oleh karena hewan mempunyai sistem sirkulasi yang lebih teratur, hormon-hormon itu dapat dikoleksi dalamjumlah yang banyak dan diidentifikasi. Para ahli juga dapat menelusuri tempat-tempat pembuatan hormon itu dan tempat-tempat yang menjadi sasaran hormon tersebut. Ahli-ahli fisiologi tumbuhan sangat dipengaruhi oleh konsep-konsep hormon hewan ini dan mereka mencari zat-zat yang serupa pada tumbuh-tumbuhan (Harahap, 2011). Sifat beberapa zat pada tumbuh-tumbuhan dianggap menyerupai sifat-sifat hormon hewan sehingga meyakinkan para ahli untuk memakai nama fitohormon atau hormon tumbuhan. Penelitian akhir-akhir ini memungkinkan bahwa model hormon hewan tidak sesuai untuk model hormon tumbuhan. Pada tumbuhtumbuhan, setiap sel yang aktif bermetabolisme sanggup membuat hormonhormon tumbuhan pada kondisi tertentu. Tidak demikian pada hewan dimana sekumpulan sel-sel tertentu atau jaringan (kelenjar) berfungsi membuat hormon tersebut. Selanjutnya walaupun ada system transport fitohormon melalui jaringan xylem dan floem pada kebanyakan hal fitohormon yang dibuat di dalam sel-sel tertentu dapat mengubah prosesproses metabolisme pada sel-sel tersebut atau selsel sekitamya (Harahap, 2011). Zat pengatur tumbuh di tumbuhan pertama kali dikemukan oleh Charles Darwin dalam bukunya “The Power of Movement In Plants.” Beliau melakukan percobaan dengan rumput Canari (Phalaris canariensis) dengan memberinya sinar dari samping dan ternyata terjadi pembengkokan ke arah datangnya sinar.
5
Bagian yang tidak mendapat sinar terjadi pertumbuhan yang lebih cepat daripada yang mendapat sinar sehingga terjadi pembengkokkan. Tetapi jika ujung kecambah dari rumput Canari dipotong akan tidak terjadi pembengkokan. Sehingga dianalisa bahwa jika ujung kecambah mendapat cahaya dari samping akan menyebabkan terjadi pemindahan “pengaruh atau sesuatu zat” dari atas ke bawah yang menyebabkan terjadinya sebuah pembengkokan (Salisburry dan Ross, 1997). Hormon merupakan zat pengatur tumbuh, yaitu molekul organik yang dihasilkan oleh satu bagian tumbuhan dan ditransportasikan ke bagian lain yang dipengaruhinya. Hormon pada tumbuhan (fitohormon) adalah sekumpulan senyawa organik bukan hara (nutrien), baik yang terbentuk secara alami maupun dibuat oleh manusia, yang dalam kadar sangat kecil (di bawah satu milimol per liter, bahkan dapat hanya satu mikromol per liter) mendorong, menghambat, atau mengubah pertumbuhan, perkembangan, dan pergerakan (taksis) tumbuhan (Salisburry dan Ross, 1997) Penggunaan istilah “hormon” sendiri menggunakan analogi fungsi hormon pada hewan. Hormon dalam konsentrasi rendah menimbulkan respons fisiologis. Terdapat 2 kelompok hormon, yaitu : a. Hormon pemicu pertumbuhan (Auksin, Giberelin dan Sitokinin) b. Hormon penghambat pertumbuhan (asam absisat (ABA) dan etilen) (Heddy, 1996). 3.2
Pengaruh Kandungan dan Peranan Hormon (ZPT) Ahli biologi tumbuhan telah mengidentifikasi 5 tipe utama hormon yaitu
auksin, sitokinin, giberelin, asam absisat dan etilen. Tiap kelompok hormon dapat menghasilkan beberapa pengaruh yaitu mampu mempengaruhi pertumbuhan, namun hanya 4 dari 5 kelompok hormon tersebut yang mempengaruhi perkembangan tumbuhan yaitu dalam hal diferensiasi sel. Seperti halnya hewan, tumbuhan memproduksi hormon dalam jumlah yang sangat sedikit, akan tetapi jumlah yang sedikit ini mampu mempengaruhi sel target. Hormon menstimulasi pertumbuhan dengan memberi isyarat kepada sel target untuk membelah atau 6
memanjang,
beberapa
hormon
menghambat
pertumbuhan
dengan
cara
menghambat pembelahan atau pemanjangan sel. Sebagian besar molekul hormon dapat mempengaruhi metabolisme dan perkembangan sel-sel tumbuhan. Hormon melakukan ini dengan cara mempengaruhi lintasan sinyal tranduksi pada sel target. Pada tumbuhan seperti halnya pada hewan, lintasan ini menyebabkan respon selular seperti mengekspresikan suatu gen, menghambat atau mengaktivasi enzim, atau mengubah membran. Satu hormon tidak bekerja sendiri dalam mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan tumbuhan, pada umumnya keseimbangan konsentrasi dari beberapa ZPT-lah yang akan mengontrol pertumbuhan dan perkembangan tumbuhan (Heddy, 2000). Hormon memiliki sinyal hormonal yang bekerja secara simultan dengan gerak yang langsung mengenai objek dengan beberapa cara. Suatu hormon, dapat berperan dengan mengubah ekspresi gen, dengan mempengaruhi aktivitas enzim yang ada, atau dengan mengubah sifat membran. Beberapa peranan ini, dapat mengalihkan metabolisme dan pekembangan sel yang tanggap terhadap sejumlah kecil molekul hormon. Lintasan transduksi sinyal, memperjelas sinyal hormonal dan meneruskannya ke respon sel spesifik. Respon terhadap hormon, biasanya tidak begitu tergantung pada jumlah absolute hormon tersebut, akan tetapi tergantung pada konsentrasi relatifnya dibandingkan dengan hormon lainnya. Keseimbangan hormon, dapat mengontrol pertumbuhan dan perkembangan tumbuhan dari pada peran hormon secara mandiri. Interaksi ini akan menjadi muncul dalam penyelidikan tentang fungsi hormon (Harjadi dan Setyati 2009).
7
Gambar 3.2.1. Pengaruh Hormon Auksin pada Proses Pertumbuhan
Gambar 3.2.2. Pengaruh Hormon Auksin dan Sitokinin Pada Proses Pertumbuhan
Gambar 3.2.3. Pengaruh Hormon Giberelin pada Proses Pertumbuhan
Gambar 3.2.4. Pengaruh Hormon Asam Absisat Pada Proses Pertumbuhan
8
3.3
Hormon Auksin
3.3.1 Pengertian Hormon Auksin Auksin adalah hormon tumbuh yang banyak ditemukan di sel-sel meristem, seperti ujung akar dan ujung batang. Oleh karena itu tanaman akan lebih cepat memanjang atau etiolasi. Auksin adalah zat hormon tumbuhan yang ditemukan pada ujung batang, akar, dan pembentukan bunga yang berfungsi untuk sebagai pengatur pembesaran sel dan memicu pemanjangan sel di daerah belakang meristem ujung. Auksin berperan penting dalam pertumbuhan tumbuhan. Peran auksin pertama kali di temukan oleh ilmuwan Belanda bernama Fritz Went (19031990). Hormon auksin merupakan zat pengatur tumbuh yang mempengaruhi pemanjangan koleoptil gandum yang telah dikemukakan oleh Charles Darwin pada abad ke-19. Percobaan definitive yang membuktikan adanya zat yang berdifusi dan merangsang pembesaran sel, telah dikerjakan oleh Fritz Went di Holand pada tahun 1920, dan pada tahun 1930 struktur dan identitas auksin diketahui sebagai asam indol-3-asetat (IAA) (Gardner, 1991). 3.3.2
Macam-macam Hormon Auksin Auksin yang ditemukan Went kini diketahui sebagai asam indolasetat
(IAA) dan beberapa ahli fisiologi masih menyamakan IAA dengan auksin. Namun, tumbuhan mengandung tiga senyawa lain yang strukturnya mirip dengan IAA dan menyebabkan banyak respon yang sama dengan IAA. Ketiga senyawa tersebut dapat dianggap sebagai hormon auksin. Salah satunya adalah asam 4kloroindolasetat (4-kloroIAA) yang ditemukan pada biji muda berbagai jenis kacang-kacangan. Yang lainnya asam fenilasetat (PAA) ditemui pada banyak jenis tumbuhan dan sering lebih banyak jumlahnya daripada IAA, walaupun kurang aktif dalam menimbulkan respon khas IAA. Yang ketiga asam indobutirat (IBA) yang ditemukan belakangan semula diduga hanya merupakan auksin tiruan yang aktif namun ternyata ditemukan daun jagung dan berbagai jenis tumbuhan dikotil sehingga barangkali zat tersebut tersebar luas pada dunia tumbuhan. (Mulyono, 2010).
9
3.3.3
Biosintesis Hormon Auksin Secara singkat, mekanisme sintesis IAA terdiri dari dua mekanisme. Pada
kedua mekanisme tersebut terjadi pelepasan gugus asam amino dan gugus karboksil – akhir dari cincin samping tryptophan. Mekanisme pembentukan IAA secara singkat mengikuti tahapan-tahapan berikut ini yaitu gugus amino bergabung dengan sebuah asam alfa-keto melalui reaksi transminasi menjadi asam indolpiruvat, kemudian mengalami deakarboksilasi indolpiruvat membentuk indolasetaldehid; kemudian indolasetaldehid dioksidasi menjadi IAA. Proses sintesis IAA umumnya terjadi di tajuk, daun dan buah karena enzim yang berperan terdapat pada organ tersebut (Utama, 2015). Sintesis IAA dilakukan melalui bantuan mikroba, dimana dalam hal ini terdiri dari tiga jalur, pertama formasi atau pembentukan dari asam indoleasetat 3asam pirvat dan 3-asam aldehyde. Kedua, pengubahan tryptophan menjadi 3 asam indole aldehyde yang merupakan salah satu alternative pengubahan tryptamine, dan yang ketiga biosintesis IAA melalui 3 indole-acetamide. Gen yang mengkontrol sintesis IAA melalui jalur ini diatur melalui simbiosis bakteri Rhizobium spp. Sintesis IAA atau auksin melalui bantuan bakteri berperan dalam pertumbuhan tanaman tumbuh menjadi lebih baik (Khan, et al., 2014). 3.3.4
Mekanisme Kerja Auksin Pengaruh auksin terhadap pertumbuhan jaringan tanaman yaitu dengan
cara menginduksi sekresi H+ ke luar sel melalui dinding sel. Pengasaman dinding sel menyebabkan susunan matrix dinding sel merenggang (wall lossening), akibatnya air menjadi masuk ke dalam sel, sehingga sel membesar (Mulyono, 2010). Mekanismenya, yaitu: Auksin akan memperlambat timbulnya senyawasenyawa dalam dinding sel yang berhubungan dengan pembentukan kalsium pektat, sehingga menyebabkan dinding sel menjadi lebih elastis. Akibatnya sitoplasma lebih leluasa untuk mendesak dinding sel ke arah luar dan memperluas volume sel. Selain itu, auksin menyebabkan terjadinya pertukaran antara ion H + dengan ion K+. Ion K+ akan masuk ke dalam sitoplasma dan memacu penyerapan air ke dalam sitoplasma tersebut untuk mempertahankan tekanan turgor dalam sel, 10
sehingga sel mengalami pembentangan. Setelah mengalami pembentangan maka dinding sel akan menjadi kaku kembali karena terjadi kegiatan metabolik berupa penyerapan ion Ca+ dari luar sel, yang akan menyempurnakan susunan kalsium pektat dalam dinding sel (Hasanah dan Setiari, 2007). 3.3.5
Peranan dan Fungsi Auksin IAA atau Auksin lain berperan pada berbagai aspek pertumbuhan dan
perkembangan tanaman. Beberapa aspek diuraikan secara singkat sebagai berikut (Harahap, 2012): a. Pembesaran sel. Studi mengenai pertumbuhan koleoptil menunjukkan bahwa IAA dan auksin-auksin yang lain mendorong pembesaran sel tersebut. Perpanjangan koleoptil atau batang merupakan hasil dari pembesaran sel tersebut. Penyebaran yang tidak sama dari auksin ini menyebabkan pembesaran sel yang tidak merata dan terjadi pembengkokan dari koleoptil atau organ tanaman (geotropisma dan fototropisma). b. Penghambatan mata tunas samping. Pertumbuhan dari mata tunas samping dihambat oleh IAA yang diproduksi pada meristem apical yang diangkut secara basepetal. Konsentrasi auksin yang tinggi menghambat pertumbuhan mata tunas tersebut. Jika sumber auksin ini dihilangkan dengan jalan memotong meristem apical itu maka tunas samping ini akan tumbuh menjadi tunas. c. Absisi (pengguguran daun). Pngguguran daun terjadi sebagai akibat dari proses absisi (proses-proses fisik dan biokimia) yang terjadi di daerah absisi. Daerah absisi adalah kumpulan sel yang terdapat pada pangkal tangkai daun. Proses absisi ada hubungannya dengan IAA pada sel-sel di daerah absisi. d. Aktivitas daripada kambium. Pertumbuhan sekunder termasuk pembelahan sel-sel didaerah kambium dan pembentukan jaringan xylem dan floem dipengaruhi oleh IAA. Pembelahan sel-sel di daerah kambium dirangsang oleh IAA. e. Pertumbuhan akar. Selang konsentrasi auksin untuk pembesaran sel-sel pada batang, menjadi penghambat pada pembesaran sel-sel akar. Selang konsentrasi yang mendorong pembesaran sel-sel pada akar adalah sangat rendah.
11
3.4
Hormon Giberelin
3.4.1
Pengertian Hormon Giberelin Giberelin merupakan hormon yang dapat ditemukan pada hampir semua
seluruh siklus hidup tanaman. Hormon ini mempengaruhi perkecambahan biji, batang perpanjangan, induksi bunga, pengembangan anter, perkembangan biji dan pertumbuhan pericarp. Selain itu, hormon ini juga berperan dalam respon menanggapi rangsang dari melalui regulasi fisiologis berkaitan dengan mekanisme biosintesis GA. Giberelin pada tumbuhan dapat ditemukan dalam dua fase utama yaitu giberelin aktif (GA Bioaktif) dan giberelin nonaktif. Giberelin yang aktif secara biologis (GA bioaktif) mengontrol beragam aspek pertumbuhan dan perkembangan tanaman, termasuk perkecambahan biji, batang perpanjangan, perluasan daun, dan bunga dan pengembangan benih (Pujiayanto, 2012).
3.4.2 Biosintesis dan Transport Giberelin Jalur biosintesis giberelin berasal dari prekursor asam mevalonat yang dibentuk oleh asetil koenzim A. Giberelin disintesis pada daun yang sedang berkembang,
primordium
cabang,
ujung
akar
dan
biji
yang
sedang
berkembang. Salisbury dan Ross (1995) menyatakan bahwa pengangkutan asam giberelat dalam tumbuhan tidak terjadi secara polar. Pengangkutan berlangsung melalui difusi. Selain itu, pengangkutan juga berlangsung melalui xilem dan floem.
3.4.3 Pengaruh Fisiologis dari Giberelin pada Tumbuhan Giberelin sebagai hormon tumbuh pada tanaman berpengaruh terhadap sifat genetik (genetic dwarfism), pembungaan, penyinaran, partenokarpi, mobilisasi karbohidrat selama perkecambahan dan aspek fisiologis lainnya. Giberelin mempunyai peranan dalam mendukung perpanjangan sel, aktivitas kambium dan mendukung pembentukan RNA baru serta sintesis protein (Zainal Abidin, 1982). Kebanyakan tanaman mampu memberikan respon terhadap pemberian GA3 dengan pertambahan panjang batang. Pengaruh GA3 terutama di dalam 12
perpanjangan ruas tanaman yang disebabkan oleh jumlah sel-sel pada ruas-ruas tersebut bertambah besar (Wattimena, 1987). Peran giberelin dalam pemanjangan batang merupakan hasil dari 3 proses. Proses pertama adalah pembelahan di daerah ujung batang. Giberelin juga menurunkan potensial air sehingga air dapat masuk ke dalam sel dengan lebih cepat dan terjadi pembentangan sel. Proses ketiga adalah giberelin meningkatkan plastisitas dinding sel (Salisbury dan Ross, 1985). Giberelin juga memenuhi kebutuhan beberapa spesies akan masa dingin untuk menginduksi pembungaan atau agar berbunga lebih awal (vernalisasi). Pertumbuhan partenokarpi buah dipicu oleh hormon giberelin, tanamantanaman yang mengalami perkembangan buah tanpa adanya fertilisasi tetapi perkembangan buahnya dipicu oleh hormon giberelin adalah tomat, apel dan buah persik, dimana memperlihatkan bahwa buah persik partenokarpi yang dihasilkan oleh hormon giberelin adalah serupa dengan buah persik normal dalam ukuran dan rasio jumlah sel terhadap ukuran sel (Mulyani dan Kartasapoetra, 1989). Giberelin mengendalikan pemanjangan batang dan mengatur proses reproduksi pada tumbuhan. Beberapa spesies tumbuhan kandungan giberelin pada suhu rendah akan memacu pembungaan dan perkecambahan biji. Peranan giberelin juga berkaitan dengan proses stratifikasi dan vernalisasi (merangsang pembungaan ketika suhu sangat dingin). Senyawa ini menghambat pertumbuhan daun dan penuaan buah, memacu sintesis enzim alpha-amylase dan enzim lain yang membantu pembentukan lapisan aleuron pada biji barley (Pujiyanto, 2012). 3.5 3.5.1
Hormon Sitokinin Pengertian Hormon Sitokinin Pada awal tahun 1950 an, F. Skoog dan C.O. Miller menemukan sesuatu
zat yang dapat merangsang pembelahan sel pada penelitian mereka. Skoog dan Miller meneliti senyawa-senyawa pada media kultur jaringan yang dapat menumbuhkan kalus yang berasal dari empelur tembakau. Media dasar terdiri dari hara tanaman, sukrosa, vitamin dan glisin. Media dasar ini akan membuat kalus tumbuh sangat lambat, tetapi pertumbuhan ini dapat dipercepat jika ditambahkan dengan zat -zat ekstra. Media dasar ditambah dengan hormon IAA hanya
13
mendorong pertumbuhan kalus dalam waktu yang singkat saja, ditambahkan dengan air kelapa, ekstrak ragi dan IAA sangat mendorong pertumbuhan kalus dalam waktu yang lama. Asam nuklet terutama RNA ternyata kaya akan zat -zat yang mendorong pertumbuhan kalus tersebut. Di dalam penelitian selanjutnya zat yang aktf itu dapat diisolasi dan diidentifikasikan kemudian dibuat secara sintetik. Zat tersebut diberi nama kinetin, karena menyebabkan proses pembelahan sel (sitokinesis) (Salisbury dan Ross, 1995). Kinetin adalah N6 - furfuril adenine suatu turunan dari basa adenine. Senyawa sintetik yang mempunyai struktur yang serupa dengan kinetin juga dapat mendorong pembelahan sel-sel kalus tembakau tersebut. Ahli-ahli fisiologi tumbuhan memberi nama sitokinin yang menggambarkan fungsinya dalam pembelahan sel (sitokinesis). Kinetin belum pernah diisolasi dari jaringanjaringan tanaman, tetapi dari hasil-hasil khromatografi ekstrak tanaman diduga kinetin juga terdapat dalam tanaman dalam konsentrasi yang rendah. Zat-zat dengan aktivitas sitokinin (diuji dengan metode kalus) dapat diisolasi dari berbagai jenis tumbuhan. Letham mengisolasi dan mengidentifikasikan sitokinin yang terdapat dalam biji jagung muda yang diberi nama zeatin. Zeatin didapat juga dari hasil hidrolisis RNA dari kacang buncis, bayam Amerika, gandum, umbi kentang dan lain-lain tanaman (Santoso, 2000). Sitokinin telah ditemukan pada sebagian besar tumbuhan tingkat tinggi, sebagaimana yang ditemukan pada jamur, fungi, bakteri, dan juga pada RNA berbagai prokariot dan eukariot. Saat ini lebih dari 200 sitokinin alami dan sitokinin sintetik telah dikombinasikan. Konsentrasi sitokinin lebih tinggi pada daerah meristrematik dan dearah-daerah yang memiliki potensial pertumbuhan terus menerus seperti akar, daun muda, buah yang berkembang, dan biji (Arteca, 1996). Struktur dasar dari sitokinin (zeatin) adalah sebagai berikut:
4 Gambar 3.5.1 Struktur dasar dari sitokinin (zeatin).
14
3.5.2
Biosintesis dan Transport Hormon Sitokinin pada Tanaman Secara singkat biosintesis sitokinin dapat dijelaskan sebagai berikut:
Jaringan tumbuhan yang mengandung enzim isopentenil AMP isopentenil adenosine 5 fosfat (isopentenyl AMP) fosfatase menjadi isopentenil adenosine
diubah menjadi
dihidrolisi oleh enzim
melepaskan gugus ribose menjadi
isopentenil adenine (sitokinin) mengelami oksidasi menjadi zeatin (sitokinin) mengalami reduksi NADPH menjadi dihidrozeatin (sitokinin) (Sakri, dkk, 2009).
Gambar 3.5.2 Pembentukan Isopentenil AMP, prazat bagi isopentenil adenin. Secara sederhana sitokinin diangkut melalui xylem ke bagian pucuk 3.5.3
Mekanisme Hormon Sitokinin pada Tanaman Pemacuan sitokinesis merupakan salah satu respon sitokinin yang
terpenting. Menurut Salisbury dan Ross (1995) menyimpulkan sitokinin mendorong pembelahan sel dalam biakan jaringan dengan cara meningkatkan peralihan dari G2 (fase istirahat) ke mitosis. Hal tersebut terjadi karena sitokinin menaikkan laju sintesis protein yang dibutuhkan untuk mitosis. Sintesis protein dapat ditingkatkan dengan cara memacu pembentukan RNA kurir (RNA yang mengkode sintesis protein tertentu). Kajian terhadap pembelahan sel yang diaktifkan oleh sitokinin pada jaringan meristem apikal diperoleh bukti bahwa benzil
adenin dapat
mempersingkat laju berlangsungnya fase S dalam daur sel (dari G2 ke mitosis) dan bahwa hal tersebut terjadi karena sitokinin menaikkan laju sintesis protein (Krishnamoorthy, 1981). Beberapa protein itu berupa protein pembangun atau enzim yang dibutuhkan untuk mitosis. Diduga protein tersebut memacu pembelahan sel secara langsung dengan cara mengendalikan sintesis DNA. 15
3.5.4
Peranan dan Fungsi Hormon Sitokinin pada Tanaman
Menurut Salisbury dan Ross (1995), dijelaskan bahwa sitokinin berperan sebagai berikut: a. Memacu pembelahan sel dan pembentukan organ Peneliti F. Skoog dan C.O. Miller dalam media kultur terlihat bahwa, jika sitokinin ditambahkan sitokenesis sangat terpacu, karena terbukti dengan terbentuknya massa sel yang tak terspesialisasi, tak beraturan, dan poliploid yang disebut kalus. b. Menunda penuaan dan meningkatkan aktivitas penampung hara Hal ini dapat terlihat pada tanaman bunga matahari, kandungan sitokinin dalam cairan xilem meningkat selama masa pertumbuhan yang cepat, kemudian sangat menurun saat pertumbuhan berhenti dan tanaman mulai berbunga. Hal tersebut menunjukkan bahwa berkurangnya angkutan sitokinin dari akar ke tajuk mengakibatkan penuaan terjadi lebih cepat. c. Memacu pertumbuhan kuncup samping tumbuhan dikotil Jika sitokinin diberikan pada kuncup samping yang tak tumbuh karena kalah oleh pertumbuhan apeks tajuk yang terletak di atasnya, sering kuncup samping itu bisa tumbuh. Pada beberapa penelitian, perbandingan sitokinin dan auksin berperan penting untuk mengendalikan dominansi apikal; nisbah yang tinggi mendorong perkembangan kuncup dan nisbah yang rendah mendukung dominansi. d. Memacu pembesaran sel pada kotiledon dan daun tumbuhan dikotil Hasil percobaan dengan menggunakan kotiledon biji tumbuhan dikotil menunjukkan bahwa, sitokinin meningkatkan baik sitokinesis maupun pembesaran sel, tapi sitokinesis tidak meningkatkan pertumbuhan organnya sendiri, sebab sitokinesis hanya merupakan proses pembelahan saja. Sehingga, keseluruhan pertumbuhan membutuhkan pemelaran sel dan pertumbuhan yang terpacu oleh sitokinin meliputi pemelaran sel yang lebih cepat dan produksi sel yang lebih banyak. e. Memacu perkembangan kloroplas dan sintesis klorofil
16
Efek pemberian sitokinin pada daun atau kotiledon yang teretiolasi selama beberapa jam sebelum diberi cahaya akan menghasilkan 2 efek utama yaitu:
memacu perkembangan etioplast menjadi kloroplast
(khususnya dengan mendorong pembentukan grana) dan meningkatkan laju pembentukan klorofil. Kedua efek tersebut muncul karena sitokinin mendorong terbentuknya protein tempat klorofil menempel. Diduga sitokinin endogen meningkatkan perkembangan kloroplas daun dengan mengaktifkan sintesis protein yang mengikat klorofil a dan b berhubungan dengan mekanisme kerja sitokinin. 3.6 3.6.1
Hormon Asam Absisat (ABA) Pengertian Hormon Asam Absisat (ABA) Asam absisat adalah molekul seskuiterpenoid (memiliki 15 atom karbon)
yang merupakan salah satu hormon yang ada pada tumbuhan. Selain dihasilkan secara alami oleh tumbuhan, hormon ini juga dihasilkan oleh alga hijau dan cendawan. Hormon ini ditemukan pada tahun 1963 oleh Frederick Addicott. Addicott berhasil mengisolasi senyawa abscisin I dan II dari tumbuhan kapas. Senyawa abscisin II kemudian disebut dengan asam absisat, disingkat ABA. Pada saat yang bersamaan, dua kelompok peneliti lain yang masing-masing dipimpin oleh Philip Wareing dan Van Steveninck juga melakukan penelitian terhadap hormon tersebut. Senyawa ini mempengaruhi proses pertumbuhan, dormansi dan absisi (Widyati, 2006). Menurut Salisbury dan Ross (1995) ABA adalah seskuiterpenoid berkarbon 15, yang disintesis sebagian di kloroplas dan plastid melalui lintasan asam mevalona, zat pengatur tumbuhan yang diproduksi di dalam tanaman disebut juga hormon tanaman. Hormon tanaman yang dianggap sebagai hormon stress diproduksi dalam jumlah besar ketika tanaman mengalami berbagai keadaan rawan diantaranya yaitu ABA. Keadaan rawan tersebut antara lain kurang air, tanah bergaram, dan suhu dingin atau panas. ABA membantu tanaman mengatasi dari keadaan rawan tersebut.
17
Gambar 3.6.1 Struktur Asam Absisat (ABA) 3.6.2
Biosintesis dan Metabolisme Asam Absisat (ABA) Tempat produksi atau lokasi hormon asam absisat pada tumbuhan yaitu di
daun, batang, akar dan buah hijau. ABA di daun berada pada 3 bagian sel yang berbeda, yakni : (1) pada sitosol dimana ABA disintesis, (2) pada kloroplas dimana ABA diakumulasikan, dan (3) pada dinding sel. Para ahli fisiologi berpendapat bahwa ABA dapat merangsang penutupan stomata adalah ABA yang berada pada dinding sel. ABA pada dinding sel ini berasal dari sel-sel mesofil daun tempat di mana ABA ini disintesis (Zeevaart, 1982). Asam Absisat diangkut oleh tumbuhan secara alami melalui xilem floem dan parenkim baik itu naik atau turun, proses pengangkutan menuju daun dalam penutupan stomata dari akar menuju floem yang berkonsentrasi pada daun yang dapat dipengaruhi oleh tingkat kegaraman yang tinggi. Begitupun dari daun menuju akar dan menuju batang dalam penghambatan penambahan panjang dan lebar batang pada tanaman. Biosintesis ABA pada sebagian besar tumbuhan terjadi secara tak langsung melalui peruraian karotenoid tertentu (40 karbon) yang ada di plastid (Creelman 1989). Kloroplas daun mengandung karatoneid yang menjadi bahan dasar ABA, sementara diakar, buah, embrio biji, serta bagian tumbuhan tertentu lainnya, karatoneid penting berada di kromoplas lain, leukoplas, atau proplastid. Hanya beberapa reaksi saja dalam lintasan, dari karatoneid menjadi ABA, yang telah berhasil dikenali namun lintasan semua reaksi yang membentuk xantoksin berlangsung di plastid, namun tahap berikutnya terjadi di suatu tempat di sitosol (Zeevaart, 1982). Menurut Menakaadnyana (2014) metabolisme ABA ada dua jalur yang dapat ditempuh untuk menghasilkan ABA, yaitu jalur asam mevalonat (MVA) dan jalur metileritritol fosfat (MEP). Secara tidak langsung, ABA dihasilkan dari oksidasi senyawa violaxanthonin menjadi xanthonin yang akan dikonversi 18
menjadi ABA. Sedangkan pada beberapa jenis cendawan patogenik, ABA dihasilkan secara langsung dari molekul isoprenoid C15, yaitu 7 - farnesil difosfat. Rangkaian proses secara kimia, yaitu : a. b.
Jalur Asam mevalonat : Asam mevalonat → farnesylpyrofosfat → ABA Jalur Violaxanthin : Violaxanthin → Xanthoxin → ABA - Cahaya
3.6.3
Peranan Hormon Asam Absisat (ABA) Adapun beberapa peran dan fungsi hormon Asam absisat (ABA) meliputi:
(Widyati, 2016). a. Peranan Asam absisat pada kondisi cekaman lingkungan ABA juga sangat penting untuk menghadapi kondisi cekaman lingkungan, seperti kekeringan. Mekanisme adaptasi tanaman dalam menghadapi lingkungan sub optimum adalah melalui sintesis metabolit sekunder seperti etilen (C2H4) dan asam absisat ABA (Menakaadnyana, 2014). Hormon ini merangsang penutupan stomata pada epidermis daun dengan menurunkan tekanan osmotik dalam sel dan menyebabkan turgor sel. Akibatnya, kehilangan cairan tanaman yang disebabkan oleh transpirasi melalui stomata dapat dicegah. ABA juga mencegah kehilangan air dari tubuh tumbuhan dengan membentuk lapisan epikutikula atau lapisan lilin. Selain itu, ABA juga dapat menstimulasi pengambilan air melalui akar. Selain untuk menghadapi kekeringan, Peranan Asam absisat dalam pengguguran b. Peranan ABA, menstimulasi penutupan stomata ABA menyebabkan menutupnya stomata sedangkan auxin menyebabkan membukanya stomata (Pharmawati dkk., 2008). Stomata akan tetap tertutup, dalam keadaan terang atau gelap selama beberapa hari tergantung pada lamanya waktu yang dibutuhkan oleh tumbuhan tersebut untuk memetabolismekan ABA. Menurut Haryanti dan Meirina (2009) pemberian ABA pada daun kedelai akan menyebabkan penutupan stomata. ABA menyebabkan stomata menutup dengan cara menghambat pompa proton yang kerjanya bergantung pada ATP di membrane plasma sel penjaga, sehingga menyebabkan terjadinya aliran masuk cepat dan penimbunan K+, kemudian terjadi penyerapan air secara osmotic serta pembukaan stomata. Tapi, ABA yang bekerja diruang-bebas pada permukaan luar membrane plasma sel 19
penjaga membatasi masuknya K+, sehingga K+ dan air merembas keluar, turgor berkurang dan stomata menutup (Wattimena, 1988). c. Peranan efek ABA pada perkembangan embrio dalam biji Perkembangan embrio dapat dibagi menjadi tiga tahap utama: mitosis dan diferensial sel; pembesaran sel dan penimbunan cadangan makanan (protein, lemak, pati dan sebagainya); dan pematangan, yaitu mana biji mongering dan memasuki keadaan istirahat atau dorman. 3.7 Hormon Etilen 3.7.1 Pengertian Hormon Etilen Pada tahun 1864, ditemukan bahwa gas bocor dari lampu jalan menyebabkan pengerdilan pertumbuhan, dan penebalan abnormal dari batang. Pada tahun 1901, seorang ilmuwan Rusia bernama Dimitry Neljubow menunjukkan bahwa komponen aktif adalah berupa hormon etilen. Tahun 1917 ditemukan bahwa etilen merangsang absisi pada dan dilaporkan bahwa tanaman mampu mensintesis hormon etilen. Pada tahun 1935, Crocker mengusulkan bahwa etilen adalah hormon tanaman yang bertanggung jawab untuk pematangan buah serta penuaan dari vegetatif jaringan (Wills, et al., 1981). Etilen dapat juga terbentuk karena adanya aktivitas auksin dan etilen mampu menghilangkan aktivitas auksin karena etilen dapat merusak polaritas sel transport, pada kondisi anaerob pembentukan etilen terhambat, selain suhu O 2 juga berpengaruh pada pembentukan etilen. Laju pembentukan etilen semakin menurun pada suhu di atas 30o C dan berhenti pada suhu 40o C, sehingga pada penyimpanan buah secara masal dengan kondisi anaerob akan merangsang pembentukan etilen oleh buah tersebut. Etilen yang diproduksi oleh setiap buah memberi efek komulatif dan merangsang buah lain untuk matang lebih cepat (Kusumo, 1990). 3.7.2
Biosintesis dan Metabolisme Asam Absisat (ABA) Etilen diproduksi oleh tumbuhan tingkat tinggi dari asam amino metionin
yang esensial pada seluruh jaringan tumbuhan. Produksi etilen bergantung pada
20
tipe jaringan, spesies tumbuhan, dan tingkatan perkembangan (Salisbury dan Ross, 1992). Etilen dibentuk dari metionin melalui 3 proses yaitu: 1. ATP merupakan komponen penting dalam sintesis etilen. ATP dan air akan membuat metionin kehilangan 3 gugus fosfat. 2. Asam 1 - aminosiklopropana, 1 - karboksilatsintase (ACC-sintase), kemudian memfasilitasi produksi ACC dan SAM (S-adenosil metionin). 3. Oksigen dibutuhkan untuk mengoksidasi ACC dan memproduksi etilen. Reaksi ini dikatalisasi menggunakan enzim pembentuk etilen. 3.7.3 Peranan Hormon Asam Absisat (ABA) Di dalam proses fisiologis, etilen mempunyai peranan penting. Wereing dan Phillips (1970) telah mengelompokan pengaruh ethylene dalam fisiologi tanaman yaitu: 1. Mendukung respirasi climacteric dan pematangan buah 2. Mendukung epinasti 3. Menghambat perpanjangan batang dan akar pada beberapa spesies tanaman walaupun etilen dapat menstimulasi perpanjangan batang, koleoptil dan mesokotil pada tanaman tertentu. 4. Menstimulasi perkecambahan 5. Mendukung terbentuknya bulu-bulu akar 6. Mendukung terjadinya abscission pada daun 7. Mekanisme timbal balik secara teratur dengan adanya auksin yaitu konsentrasi auksin yang tinggi menyebabkan terbentuknya etilen. 3.8
Peranan beberapa tumbuhan sebagai sumber hormon (ZPT) dan faktor yang
mempengaruhi
produksi
hormon
dan
mempengaruhi
pertumbuhan dan perkembangan tumbuhan 3.8.1 Peranan Beberapa Tumbuhan sebagai Sumber Hormon Sumber ZPT alternatif dari berbagai bahan alami yang berasal dari tanaman itu sendiri dapat digunakan sebagai subtitusi zat pengatur tumbuh terhadap pertumbuhan tanaman. Beberapa tanaman tersebut diantanya adalah sebagai berikut :
21
1.
Kelapa Bagian dari tanaman kelapa yang dimanfaatkan sebagi ZPT alami adalah air
kelapa. Senyawa yang terkandung dalam air kelapa yang menjadi sumber alami zat perangsang tumbuh adalah sitokinin untuk pembelahan sel dan mendorong pembentukan organ. Dalam air kelapa terdapat vitamin C, asam nikotianat, asam folat, asam pantotenat, biotin, riboflavin. Air kelapa muda juga mengandung air, protein, karbohidrat, mineral, vitamin, sedikit lemak, Ca dan P (Yunita, 2011). Dalam air kelapa muda terkandung hormon seperti sitokinin 5,8 g L-1 yang dapat merangsang pertumbuhan tunas dan mengaktifkan kegiatan sel hidup, hormon auksin 0,07 mg L-1
dan sedikit giberelin serta senyawa lain yang dapat
menstimulasi perkecambahan dan pertumbuhan (Bey et al., 2006). Air kelapa berpengaruh nyata terhadap parameter tinggi tanaman, panjang daun, panjang akar dan
berat basah bibit palem putri. Hal ini disebabkan air kelapa pada
konsentrasi 50% mengakibatkan peningkatan jumlah sitokinin yang optimal, sehingga merangsang pembelahan sel (Sujarwati dkk., 2011). 2.
Bawang Merah Ekstrak bawang merah mengandung zat pengatur tumbuh yang mempunyai
peranan mirip Asam Indol Asetat (IAA). Asam Indol Asetat (IAA) adalah auksin yang bertindak sebagai pendorong awal proses terbentuknya akar pada stek. Penambahan auksin eksogen akan meningkatkan kandungan auksin endogen dalam jaringan stek tersebut sehingga mampu menginisiasi sel untuk tumbuh dan berkembang yang selanjutnya akan berdiferensiasi membentuk organ seperti akar (Muswita, 2011). Pada bawang merah terdapat senyawa yang disebut allin yang kemudian akan berubah menjadi senyawa thiosulfinat seperti allicin. Allicin dengan thiamin (vitamin B) membentuk allithiamin yang memperlancar metabolisme pada jaringan tumbuhan (Marfirani et al., 2014). 3.
Rebung Bambu Bahan tanaman yang bisa dijadikan sebagai sumber giberelin adalah rebung
bambu. ZPT asal rebung bambu mengandung hormon Giberelin yang berguna 22
untuk perpanjangan sel tanaman. Selain itu, pemberian ekstrak rebung bambu pada tanaman juga berpengaruh nyata terhadap pertambahan tinggi bibit tanaman sengon (Maretza, 2009). Giberelin merupakan salah satu ZPT yang berpengaruh terhadap pembesaran tanaman, sehingga dikatakan bahwa kemampuan giberelin untuk meningkatkan pertumbuhan tanaman lebih kuat dibandingkan dengan auksin apabila diberikan secara tunggal. Peran lain dari giberelin adalah dalam perkecambahan, terutama dalam pemecahan dormansi (Wareing dan Phillips, 1981). 3.8.2 Faktor - Faktor Produksi Hormon pada Tumbuhan Menurut Kimball (2001), diketahui bahwa terdapat beberapa faktor yang mampu mempengaruhi tanaman didalam memproduksi hormon, antara lain: a.
Faktor Regulasi Faktor regulasi adalah senyawa kimia yang mengontrol produksi sejumlah
hormon yang memiliki fungsi penting bagi tubuh.Senyawa tersebut dikirim ke lobus anterior kelenjar pituitari oleh hipotalamus.Terdapat 2 faktor regulasi, yaitu faktor
pelepas
(releasing
factor)
yang
menyebabkan
kelenjar
pituitari
mensekresikan hormon tertentu dan faktor penghambat (inhibiting factor) yang dapat menghentikan sekresi hormon tersebut. b.
Hormon Antagonistik Hormon antagonistik merupakan hormon yang menyebabkan efek yang
berlawanan, contohnya glukagon dan insulin. Saat kadar gula darah menurun, pankreas akan memproduksi glukagon untuk meningkatkannya lagi. Kadar glukosa yang tinggi menyebabkan pankreas memproduksi insulin untuk menurunkan kadar glukosa tersebut. 3.8.3 Faktor
Lingkungan
yang
Mempengaruhi
Pertumbuhan
dan
Perkembangan Tanaman Menurut Isbandi (1983) didalam pertumbuhan dan perkembangan pada tanaman merupakan hasil interaksi kompleks dua faktor, yaitu faktor dalam atau intern dan faktor luar atau ekstern. Faktor itu dibedakan menjadi dua, yakni faktor intrasel dan intersel. Yang termasuk faktor intrasel adalah sifat
23
menurun atau faktor hereditas, sedangkan yang termasuk faktor intersel adalah hormon. 1.
Sifat Menurun atau Hereditas Ukuran dan bentuk tubuh tumbuhan banyak dipengaruhi oleh sifat
menurun atau sifat hereditas. Sifat tersebut adalah gen, yang dalam setiap kromosom yang ada di dalam inti sel. 2.
Hormon Hormon merupakan substansi kimia yang sangat aktif, yang tersusun atas
protein. Hormon yang mempengaruhi tumbuhan ini sering disebut juga zat tumbuh. Hormon tumbuh pada tumbuhan banyak jenisnya, yang penting antara lain auksin, giberelin, sitokinin, gas etilen, dan asam abisat Faktor yang paling penting yang mempengaruhi pertumbuhan tanaman adalah Faktor luar atau eksternal yaitu, Faktor Iklim dan Faktor Tanah yang terbagi kembali menjadi ; a.
Faktor Iklim
1.
Suhu Setiap perubahan temperatur lingkungan akan senantiasa berpengaruh
terhadap proses pertumbuhan dan perkembangannya. Respons tumbuhan terhadap perubahan temperatur lingkungannya sangat bervariasi. Temperatur ideal yang diperlukan tumbuhan sehingga pertumbuhan dan perkembangan berlangsung baik. 2.
Radiasi Matahari dan Cahaya Tanpa adanya cahaya, tumbuhan hijau tak mungkin mampu bertahan hidup
untuk jangka waktu yang lama, sebab cahaya khususnya cahaya matahari merupakan sumber energi yang amat penting untuk melaksanakan fotosintesis. 3.
Angin Angin merupakan unsur penting bagi tanaman, karena angin dapat mengatur
penguapan atau temperature, membantu penyerbukan, membawa uap air sehingga udara panas menjadi sejuk, dan membawa gas-gas yang sangat dibutuhkan oleh tanaman.
24
4.
Kelembaban Kelembapan atau kadar air di suatu tempat sangat berpengaruh terhadap
pertumbuhan dan perkembangan tumbuhan. Tanah dan udara yang kurang lembap umumnya berpengaruh baik terhadap pertumbuhan tersebut, karena kondisi ini akan meningkatkan penyerapan air dan menurunkan penguapan atau transpirasi. b.
Faktor Tanah
Terdapat 3 fungsi tanah yang primer terhadap tanaman, yaitu : 1.
Memberikan unsur-unsur mineral, melayaninya baik sebagai medium pertukaran maupun sebagai tempet persediaan.
2.
Meberikan air dan melayaninya sebagai reservoir
3.
Melayani tanaman sebagai tempat berpegang dan bertumpu untuk tegak
c.
Faktor Air Di dalam tanah keberadaan air sangat diperlukan oleh tanaman yang harus
tersedia untuk mencukupi kebutuhan untuk evapotranspirasi dan sebagai pelarut, bersama-sama dengan hara terlarut membentuk larutan tanah yang akan diserap oleh akar tanaman. d.
Faktor Nutrisi Nutrisi umumnya diambil dari dalam tanah dalam bentuk ion dan kation,
sebagian lagi diambil dari udara. Unsur-unsur yang dibutuhkan dalam jumlah yang banyak disebut unsur makro (C, H, O, N, P, K, S, Ca, Fe, Mg). Adapun unsur-unsur yang dibutuhkan dalam jumlah sedikit disebut unsur mikro (B, Mn, Mo, Zn, Cu, Cl). 3.9
Pengaplikasian hormon (ZPT) dalam kultur jaringan Kultur jaringan merupakan salah satu teknik dalam perbanyakan tanaman
secara klonal untuk perbanyakan masal. Keuntungan pengadaan bibit melalui kultur jaringan antara lain dapat diperoleh bahan tanaman yang unggul dalam jumlah banyak dan seragam, selain itu dapat diperoleh biakan steril (mother stock) sehingga dapat digunakan sebagai bahan untuk perbanyakan selanjutnya. Usaha memperoleh suatu individu baru dari satu sel atau jaringan dikenal sebagai kultur 25
sel atau kultur jaringan (Lestari, 2011).
Menurut Thorpe (1981), terdapat 3
prinsip utama dalam kultur jaringan, yaitu: 1.
Isolasi bagian tanaman dari tanaman utuh (organ, akar, daun dll)
2.
Memelihara bagian tanaman tadi dalam lingkungan yang sesuai dan kondisi kultur yang tepat
3.
Pemeliharaan dalam kondisi aseptik Untuk mendapatkan hasil yang optimum maka penggunaan media dasar
dan zat pengatur tumbuh yang tepat merupakan faktor yang penting (Purnamaningsih dan Lestari, 1998). Kombinasi media dasar dan zat pengatur tumbuh yang tepat akan meningkatkan aktivitas pembelahan sel dalam proses morfogenesis dan organogenesis. Proses perbanyakan tanaman melalui kultur jaringan dapat ditempuh melalui dua jalur, yaitu organogenesis dan embriogenesis somatik. Jalur embriogenesis somatik di masa mendatang lebih mendapat perhatian karena bibit dapat berasal dari satu sel somatik sehingga bibit yang dihasilkan dapat lebih banyak dibandingkan melalui jalur organogenesis. Di samping itu, sifat perakarannya sama dengan bibit asal biji. Zat pengatur tumbuh terdiri dari golongan sitokinin dan auksin. Auksin mempunyai peran ganda tergantung pada struktur kimia, konsentrasi, dan jaringan tanaman yang diberi perlakuan. Pada umumnya auksin digunakan untuk menginduksi pembentukan kalus, kultur suspensi, dan akar, yaitu dengan memacu pemanjangan dan pembelahan sel di dalam jaringan kambium (Pierik, 1987). Untuk memacu pembentukan kalus embriogenik dan struktur embrio somatik seringkali auksin diperlukan dalam konsentrasi yang relatif tinggi. Zat pengatur tumbuh tanaman berperan penting dalam mengontrol proses biologi dalam jaringan tanaman (Davies, 1995). Proses pembentukan organ seperti tunas atau akar ada interaksi antara zat pengatur tumbuh eksogen yang ditambahkan ke dalam media dengan zat pengatur tumbuh endogen yang diproduksi oleh jaringan tanaman (Winata, 1987).
26
Penambahan auksin atau sitokinin ke dalam media kultur dapat meningkatkan konsentrasi zat pengatur tumbuh endogen di dalam sel, sehingga menjadi “faktor pemicu” dalam proses tumbuh dan perkembangan jaringan. Untuk memacu pembentukan tunas dapat dilakukan dengan memanipulasi dosis auksin dan sitokinin eksogen. Kombinasi antara sitokinin dengan auksin dapat memacu morfogenesis dalam pembentukan tunas (Flick, et al., 1993). Penggunaan zat pengatur tumbuh di dalam kultur jaringan tergantung pada tujuan atau arah pertumbuhan tanaman yang diinginkan. Zat pengatur tumbuh BA (benzyl adenin) paling banyak digunakan untuk memacu penggandaan tunas karena mempunyai aktivitas yang kuat dibandingkan dengan kinetin. Di samping sitokinin BA atau kinetin, penggunaan thidiazuron (TDZ) dapat pula meningkatkan kemampuan multiplikasi tunas. Lu (1993) menyatakan bahwa thidiazuron dapat menginduksi pembentukan tunas adventif dan proliferasi tunas aksilar. Thidiazuron merupakan senyawa organik yang banyak digunakan dalam perbanyakan in vitro karena aktivitasnya menyerupai sitokinin (Pierik, l987). Penggunaan Sitokinin untuk Memacu Multiplikasi Tunas pada Beberapa Tanaman Pembentukan tunas in vitro sangat menentukan keberhasilan produksi bibit yang cepat dan banyak. Semakin banyak tunas yang terbentuk akan berkorelasi positif dengan bibit yang dapat dihasilkan melalui kultur jaringan. Dengan demikian untuk memacu faktor multiplikasi tunas yang tinggi diperlukan penambahan zat pengatur tumbuh sitokinin.
27
BAB IV PENUTUP 4.1
Simpulan Diketahui dari makalah dengan judul “Hormon” ini mampu untuk ditarik
beberapa kesimpulan, yaitu mampu untuk mengetahui perkembangan hormon didalam pertumbuhan dan perkembangan tumbuhan; mengetahui pengertian, mekanisme dan peranan hormon auksin, giberelin, sitokinin, asam absisat (ABA) dan etilen pada tumbuhan; mengetahui beberapa tumbuhan yang mampu menjadi sumber
hormon
sekalian
faktor-fortor
yang
terdapat
dan
mengetahui
pengaplikasian hormon tersebut dalam bidang kultur jaringan. 4.2
Saran Makalah kali ini mengenai “Hormon” semoga mampu menambah
pengetahuan pembaca mengenai peranan setiap hormon yang ada didalam tumbuhan sehingga memiliki peranan penting didalam pertumbuhan dan perkembangan tumbuhan tersebut. Jika terdapat kesalahan informasi atau tulisan didalam makalah ini dimohonkan agar pembaca dapat mengkoreksi kesalahanankesalahan yang terjadi.
28