Paper Aib Fix.docx

  • Uploaded by: muswashen
  • 0
  • 0
  • December 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Paper Aib Fix.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 2,722
  • Pages: 8
1

Penanganan Overpressure dan Masalah Shale pada Sumur Z berdasarkan Desain Komposisi Lumpur Pemboran dan Casing Depth Setting Tim Medco, UPN “Veteran” Yogyakarta Copyright 2018, Society of Petroleum Engineers This paper was prepared for presentation at the 2018 final test of practical routine core analysis, Indonesia, Oktober 2018 This paper was selected for presentation by Medco team research.

Abstrak Pemboran merupakan kegiatan penting di dalam industri perminyakan, dimana tujuan utama dari pemboran adalah untuk menemukan zona produktif yang mengandung hidrokarbon. Selama proses pemboran berlangsung, dibutuhkan fluida pemboran atau lumpur yang memiliki peran penting dalam pemboran. Untuk itu lumpur pemboran harus memiliki sifat-sifat fisik yang sesuai dengan litologi lapisan formasi yang ditembus agar tercapainya pemboran yang optimal dan bisa melakukan pencegahan terhadap masalah yang mungkin terjadi. Masalah yang bisa terjadi pada operasi pemboran adalah ketika menjumpai formasi shale. Seperti yang sudah diketahui umumnya fluida pemboran menggunakan water base mud yang mana air tidak bersifat clay blocking. Maksudnya adalah lumpur mudah untuk didispersikan oleh mineral clay, sehingga dapat menyebabkan masalah-masalah ketika pemboran berlangsung, seperti swelling, sloughing dan lainya. Selain itu kondisi alami di dalam lubang bor juga dapat menimbulkan masalah, contohnya adalah ketika menemui lapisan formasi yang mengalami overpressure. Untuk menanggulangi semua masalah itu maka komposisi lumpur harus sesuai agar mampu menananggulagi problem shale. Komposisi lumpur juga harus menjaga tekanan hidrostatis dari lumpur lebih besar dibanding dengan tekanan formasi yang mengalami overpressure agar mampu menahan tekanan overpressure untuk dapat mencegah terjadinya kick. Selain mendesain komposisi lumpur bor yang sesuai, penanganan overpressure juga dapat dilakukan dengan cara casing depth setting. Sumur Z diketahui mempunyai lapisan formasi shale pada lapisan reservoirnya dan memiliki zona overpressure. Untuk menanggulangi permasalahan yang terdapat di sumur Z, didesain komposisi lumpur bor yang telah dibuat pada laboratorium dan menerapkannya pada kasus overpressure yang terjadi. Penerapan ini dilakukan dengan menganggap sampel lumpur di laboratorium adalah ideal sesuai dengan kondisi lumpur di lapangan. Selain itu, kami juga melakukan rekomendasi untuk beberapa aditif yang tidak ditambahkan pada uji laboratorium namun akan ditambahkan pada penerapannya di lapangan. Kata Kunci: Overpressure, Desain Komposisi Lumpur, Shale, Casing Depth Setting

Pendahuluan Tekanan normal adalah tekanan fluida pori yang sama dengan tekanan hidrostatik formasi yang memanjang ke permukaan. Overpressure adalah tekanan fluida pori yang lebih besar dari tekanan normal. Overpressure di bawah permukaan menimbulkan masalah untuk keselamatan. (Osborne dan Swarbrick, 1997). Shale adalah batuan sedimen yang terbentuk oleh deposisi dan kompaksi sedimen untuk jangka waktu

2

yang sangat lama. Komposisi utama shale adalah lempung (clay), lanau, air dan sejumlah kecil quarsa dan feldspar. Umumnya ada dua jenis shale yang biasa dijumpai di formasi, yaitu shale yang kompak dan formasi shale yang tidak kompak. Ketika menjumpai formasi yang tidak kompak problem yang dapat terjadi adalah runtuhnya formasi shale kedalam lubang bor, yang dapat menyebaban diantaranya lubang bor membesar, pipa bor terjepit, dan bertambahnya kebutuhan lumpur. Overpressure dapat ditangani dengan menaikan densitas lumpur pemboran. Semakin berat dan kental suatu lumpur pemboran, semakin mudah untuk mengontrol kondisi dibawah permukaan seperti masuknnya fluida formasi overpressure (dikenal sebagai "kick"). Bila keadaan ini tidak dapat diatasi maka akan menyebabkan semburan liar (blowout). Komposisi lumpur yang baik untuk menanggulangi besarnya tekanan pada formasi overpressure adalah penambahan mineral barite. Mineral Barite (BaSO4) mempunyai beberapa sifat fisik dan kimia yang sangat menguntungkan dalam operasi pemboran sifatsifat tersebut antara lain berat jenis 4,2-4,5, sifat abrasi yang rendah, derajat ekerasan 2,5-3,5. Dengan sifat-sifat fisik tersebut barite dapat menambahkan densitas lumpur untuk menambah tekanan hidorostatik pada lumpur dan mencegah fluida formasi memasuki lubang bor. Selain itu juga dibuat casing dept program yang dirancang untuk menutupi zona-zona problem di sumur Z. Perencanaan casing dalam suatu operasi pemboran juga sangat berpengaruh untuk keberhasilan suatu pemboran agar dimaksimalkan produksinya dan diminimalkan problemnya. casing setting depth merupakan salah faktor penting dalam perencanaab casing pemboran. Casing setting depth adalah pemasangan casing yang didasarkan atas fungsi pada kedalaman tertentu.

Komposisi Lumpur Pemboran a. Sampel Lumpur Pemboran Lumpur pemboran dibuat di laboratorium dengan menggunakan dua jenis sampel. Sampel tersebut adalah :  Sampel Lumpur Pertama memiliki komposisi : Lumpur dasar (22.5 gram bentonite + 350 ml air) + 100 gram barite + 1 gram PAC – R  Sampel Lumpur Kedua memiliki komposisi : Lumpur dasar (22.5 gram bentonite + 350 ml air) + 433 gram barite + 3 gram PAC – R b. Sifat Fisik Lumpur Pemboran Setelah dua sampel lumpur tersebut dibuat, dilakukan uji laboratorium sehingga diperoleh data berikut  Sampel Lumpur Pertama memiliki sifat fisik sebagai berikut : ˗ Densitas lumpur : 9,7 ppg ˗ Plastic viscosity :8 cp ˗ Yield point : 13 lb/100ft2 ˗ Gel strength 10’ :5 lb/100ft2 ˗ Volume filtrat : 5,8 ml (7,5 menit) :9 ml (15 menit) : 13,2 ml (30 menit) ˗ Tebal mud cake : 0,13 cm ˗ Sand content : 0,85 % ˗ Viskositas nyata : 25 sec/quartz ˗ pH :8  Sampel Lumpur Kedua memiliki sifat fisik sebagai berikut : ˗ Densitas lumpur : 14,7 ppg ˗ Plastic viscosity : 32 cp ˗ Yield point : 192 lb/100ft2 ˗ Gel strength 10’ : 30 lb/100ft2 ˗ Gel strength 10” : 76 lb/100ft2 ˗ Viskositas nyata : 249,6 sec/quartz

3

Tekanan pada Lumpur Pemboran a. Tekanan Hidrostatik Komposisi lumpur pemboran dirancang berdasarkan perhitungan untung mencegah overpressure. Perhitungan tersebut lebih ditekankan pada densitas lumpur. Densitas lumpur yang semakin besar maka akan memperbesar tekanan hidrostatik yang dimiliki oleh lumpur pemboran. Hal ini didasarkan oleh persamaan berikut : 𝐏𝐡 = 𝟎. 𝟎𝟓𝟐𝐱𝛒𝐦 𝐱𝐓𝐕𝐃 Keterangan : 𝐏𝐡 = 𝐭𝐞𝐤𝐚𝐧𝐚𝐧 𝐡𝐢𝐝𝐫𝐨𝐬𝐭𝐚𝐭𝐢𝐤 𝐥𝐮𝐦𝐩𝐮𝐫 (𝐩𝐬𝐢) 𝛒𝐦 = 𝐝𝐞𝐧𝐬𝐢𝐭𝐚𝐬 𝐥𝐮𝐦𝐩𝐮𝐫 (𝐩𝐩𝐠) 𝐓𝐕𝐃 = 𝐤𝐞𝐝𝐚𝐥𝐚𝐦𝐚𝐧 𝐯𝐞𝐫𝐭𝐢𝐤𝐚𝐥 𝐬𝐞𝐛𝐞𝐧𝐚𝐫𝐧𝐲𝐚 (𝐟𝐭) Nilai Ph lumpur harus diatur agar tidak kurang dari Pf (tekanan formasi). Jika nilai Ph kurang dari Pf maka akan mengakibatkan terjadi kick. Cara untuk mengontrol Ph agar tidak kurang dari Pf adalah dengan menambahkan weighting agent pada lumpur sehingga densitas dari lumpur akan bertambah. Weighting agent yang digunakan adalah barite. Dengan penambahan barite maka densitas lumpur yang diperoleh akan semakin besar. Dengan besarnya densitas ini, maka diharapkan lumpur akan dapat mengimbangi tekanan formasi yang terjadi. b. Tekanan Hidrodinamis Tekanan formasi juga dapat diatasi dengan adanya tekanan hidrodinamis, yang dirumuskan : 𝐏𝐡𝐃 = 𝐏𝐩𝐮𝐦𝐩 + 𝐏𝐡 − ∆𝐏𝐬𝐭𝐫𝐢𝐧𝐠 Keterangan : 𝐏𝐡𝐃 = 𝐭𝐞𝐤𝐚𝐧𝐚𝐧 𝐡𝐢𝐝𝐫𝐨𝐝𝐢𝐧𝐚𝐦𝐢𝐬 𝐥𝐮𝐦𝐩𝐮𝐫 (𝐩𝐬𝐢) 𝐏𝐩𝐮𝐦𝐩 = 𝐭𝐞𝐤𝐚𝐧𝐚𝐧 𝐩𝐨𝐦𝐩𝐚 (𝐩𝐬𝐢) ∆𝐏𝐬𝐭𝐫𝐢𝐧𝐠 = 𝐩𝐞𝐫𝐮𝐛𝐚𝐡𝐚𝐧 𝐭𝐞𝐤𝐚𝐧𝐚𝐧 𝐬𝐞𝐩𝐚𝐧𝐣𝐚𝐧𝐠 𝒅𝒓𝒊𝒍𝒍𝒔𝒕𝒓𝒊𝒏𝒈 (𝐩𝐬𝐢) Tekanan hidrodinamis ini akan terjadi jika lumpur disirkulasikan. Hal ini menyebabkan keterkaitan antara tekanan hidrostatik dan tekanan pompa. Sehingga tekanan hidrodinamis hanya akan terjadi jika lumpur disirkulasikan dan pompa di hidupkan. Tekanan hidrodinamis yang lebih besar dari tekanan formasi juga dapat mencegah terjadinya kick. Namun hal ini sangat berbahaya karena jika pompa dimatikan saat tekanan hidrostatik lebih kecil dari dari tekanan formasi maka kick akan terjadi.

Penanganan Overpressure berdasarkan Densitas Lumpur Pemboran yang dilakukan memiliki target kedalaman 5000 ft. Namun, terjadi overpressure pada kedalaman 3000 ft hingga 3200 ft dengan besar tekanan adalah 2304 psi. Sehingga perlu diperlukan desain komposisi lumpur yang berbeda, dengan densitas lumpur yang lebih besar dari densitas awal. Overpressure yang terjadi dapat dilihat pada grafik pressure window di bawah ini :

Gambar 1—Grafik Pressure Window pada sumur Z

4

Dari Gambar 1 dapat dilihat grafik pressure window. Grafik tersebut menunjukkan nilai abnormal yang ditunjukkan oleh garis biru pada kedalaman 2000 ft hingga 2300 ft yang condong menonjol ke kanan. Tonjolan tersebut memperlihatkan adanya zona overpressure yang harus ditangani. Penanganan tersebut harus diperhitungkan untuk memperoleh operasi pemboran yang aman. Berdasarkan perhitungan, diperoleh tabulasi berikut yang merupakan perbandingan antara nilai tekanan formasi, tekanan hidrostatik, tekanan hidrodinamis, dan tekanan rekah formasi terhadap kedalaman dengan menggunakan lumpur sampel pertama (densitas 9.7 ppg).

Gambar 2—Tabel Tekanan Pemboran terhadap Kedalaman menggunakan Lumpur Sampel 1

Dari Gambar 2, dapat dilihat bahwa pemboran berlangsung dengan aman pada kedalaman nol hingga 2500 ft. Pemboran tersebut berlangsung aman karena tekanan hidrostatik dan tekanan hidrodinamis lebih besar dari tekanan formasi. Namun, pada saat mulai memasuki kedalaman 3000 ft, pemboran mulai tidak aman akibat terjadi kick. Hal ini disebabkan oleh tekanan hidrodinamis yang lebih kecil daripada tekanan formasi overpressure. Kick pada kedalaman 3000 ft tersebut dapat dicegah dengan cara menaikkan densitas lumpur sehingga diperoleh nilai tekanan hidrostatik lumpur yang besar. Tekanan hidrostatik yang besar ini akan mengimbangi tekanan formasi akibat overpressure yang cukup besar pula. Densitas lumpur dinaikkan hingga sebesar 14.7 ppg. Sehingga dibutuhkan sebanyak 333 gram penambahan barite untuk porsi lumpur sebanyak 350 cc di laboratorium. Berdasarkan perhitungan, diperoleh tabulasi berikut yang merupakan perbandingan antara nilai tekanan formasi, tekanan hidrostatik, tekanan hidrodinamis, dan tekanan rekah formasi terhadap kedalaman dengan menggunakan lumpur sampel kedua (densitas 14.7 ppg) pada saat dan setelah menembus lapisan overpressure.

5

Gambar 3—Tabel Tekanan Pemboran terhadap Kedalaman menggunakan Lumpur Sampel 2

Pada saat pemboran menembus 3000 ft harus digunakan lumpur sampel kedua yang memiliki densitas 14.7 ppg. Dari Gambar 3, pada saat pemboran di kedalaman 3000 ft hingga 3150 ft lumpur dapat mengatasi overpressure yang terjadi dengan pompa harus tetap hidup selama kedalaman tersebut. Hal ini dikarenakan tekanan hidrostatik pada kedalaman 3000 ft masih kurang dari tekanan overpressure yang terjadi, yaitu 2304 psi. Oleh karena itu tekanan pompa dinaikkan hingga 550 psi dan pompa harus tetap dijaga hidup agar tekanan hidrodinamis dapat mengimbangi tekanan overpressure. Hal ini terlihat beresiko karena perbedaan antar tekanan yang tipis. Namun jika dilihat dari segi ekonomis, sampel lumpur kedua merupakan yang paling ekonomis. Sebab penambahan barite yang terlalu banyak akan membutuhkan dana yang besar untuk membeli barite. Perbedaan tekanan yang terjadi antara tekanan formasi overpressure (2304 psi) dengan tekanan hidrodinamis (2443.2 psi) pada kedalaman 3000 ft masih tergolong aman. Sebab perbedaan tekanan yang terjadi adalah sebesar 139.2 psi yang masih memenuhi safety margin. Seiring dengan penembusan lubang bor yang semakin dalam, tekanan hidrostatik lumpur akan terus meningkat. Tekanan hidrostatik pada kedalaman 3150 ft telah dapat mengimbangi tekanan formasi overpressure yang memenuhi safety margin. Sehingga mulai dari kedalaman 3150 ft pompa telah aman jika dimatikan. Pada kedalaman 3200 ft ke bawah, yaitu setelah melewati zona overpressure, tetap digunakan sampel lumpur kedua. Sebab sampel lumpur kedua memiliki densitas yang cukup sehingga diperoleh tekanan hidrostatik dan tekanan hidrodinamis lumpur yang dapat dilihat pada tabel di atas. Tekanan hidrostatik dan tekanan hidrodinamis tersebut aman, sebab tidak kurang dari tekanan formasi dan tidak lebih dari tekanan rekah formasi. Lumpur sampel kedua terus digunakan sampai kedalaman 5000 ft yang merupakan target pemboran.

Penanganan Overpressure berdasarkan Casing Depth Setting Pemboran yang dilakukan memiliki target kedalaman 5000 ft. Namun, terjadi overpressure pada kedalaman 3000 ft hingga 3200 ft dengan besar tekanan adalah 2304 psi. Selain meningkatkan densitas lumpur, penanganan overpressure juga perlu dilakukan Casing Depth Setting. Gambar 4 di bawah ini menujukkan pemasangan masing – masing jenis casing berdasarkan kedalaman.

6

Gambar 4—Casing Depth Setting untuk sumur Z

Jenis casing pertama yang digunakan adalah Conductor. Conductor dipasang pada kedalaman 150 ft yang bertujuan mencegah membesarnya lubang bor (washout) pada lapisan permukaan yang gampang runtuh. Karena conductor masih dalam zona air tawar, maka tujuan lain dipasangnya jenis casing conductor adalah untuk menghindari kontaminasi air tawar oleh lumpur pemboran. Jenis casing kedua adalah surface casing. Surface casing dipasang pada hingga kedalaman 650 ft. Tujuan dipasang surface casing adalah untuk menghindari kontaminasi air tawar oleh lumpur pemboran dan menyangga seluruh berat casing berikutnya. Casing selanjutnya adalah intermediate yang dipasang hingga kedalaman 3500 ft. Tujuan utama pemasangan intermediate casing adalah untuk menutupi zona overpressure yang terdapat pada kedalaman 3000 ft hingga 3200 ft. Zona overpressure ini perlu ditutupi agar pemboran dengan trayek selanjutnya lebih lancar. Karena tekanan yang besar akibat fenomena overpressure ini mengganggu operasi pemboran. Dengan dipasangnya intermediate casing untuk menutupi zona overpressure ini maka tekanan dari zona overpressure dapat diabaikan. Tujuan lain dari pemasangan intermediate casing ini adalah menutupi zona – zona lain yang bermasalah seperti lost circulation, gas zone, dan zona yang mengandung fluida korosif. Casing terakhir yang dipasang adalah production yang dipasang hingga kedalaman hingga 5000 ft. Tujuan pemasangan production casing ini adalah untuk memisahkan lapisan produksi satu dengan yang lainnya, menghubungkan lapisan produktif dengan permukaan, dan melindungi alat – alat produksi yang ada di bawah permukaan. Sehingga penanganan overpressure yang didasarkan oleh casing depth setting adalah dengan cara memasang intermediate casing yang dipasang hingga kedalaman 3500 ft untuk menutupi zona overpressure.

Penanganan Masalah Shale berdasarkan Komposisi Lumpur Shale terbentuk dari konsolidasi clay dan silt didasar laut, sehingga terbentuk formasi yang strukturnya merupakan perlapisan atau laminasi. Pengendapan tersebut terjadi pada jutaan tahun yang lalu dibawah range temperatur dan tekanan tertentu, dengan komposisi bervariasi sebagai fungsi dari lingkungan geologi dan laut pada saat pengendapan berlangsung. Berdasarkan variabel-variabel tersebut, maka tidak mengherankan bahwa shale mempunyai reaksi yang berbeda-beda selama operasi pemboran berlangsung karena terganggunya stabilitas lingkungan yang telah terbentuk selama jutaan tahun yang lalu. Shale yang dapat meng-hidrate adalah jenis yang dapat menimbulkan pembesaran lubang bor jika terjadi interaksi secara kimia dengan fluida pemboran. Hal ini terjadi jika didalamnya terkandung bentonitic shale seperti seperti illite, chlorit atau caolinitic yang dapat menghidrat akibat pengaruh

7

lumpur pemboran. Clay yang mengalami swelling, pada batas tertentu akan mengalami dispersi. Terdispersinya clay (yang terdistribusi dalam formasi shale) dalam lumpur pemboran, secara tidak terkendali akan menaikkan kadar padatan dalam lumpur dengan densitas yang rendah, sedangkan viskositasnya meningkat, dan ini akan mengakibatkan turunnya laju pemboran. Keadaannya akan lebih buruk lagi apabila rangkaian pipa bor terjepit (pipe sticking) dikarenakan terlalu banyaknya partikel clay terdispersi dalam lumpur. Lumpur berbasis kalium ditambahkan sebagai aditif karena ion kalium (K+) menghambat shale yang mengembang. Lumpur kalium klorida biasanya digunakan dalam konsentrasi 3% hingga 15% Kisaran KCl. Lumpur KCl-Polymer dikembangkan untuk memberikan stabilitas lubang sumur dan meminimalkan dispersi. Ketika diformulasikan dengan benar, manfaat seperti kerusakan formasi akan rendah. Ion potassium menghambat ekspansi pembengkakan tanah liat (smectites) . Tingkat garam (Cl-) yang tinggi juga membuat flokulasi pada lapisan lempung yang gampang runtuh dan memberikan konduktivitas listrik. Keunggulan kalium dalam peran ini adalah karena ukuran dan energi hidrasi yang rendah dari ion kalium. Kalium bisa masuk ke dalam kisi tanah liat, memaksa pengosongan air yang berkonotasi, menjadi kaku dengan menarik kekuatan, dan dengan demikian mengikat lembaran lempung. Lumpur Kalium klorida (KCl) tidak hanya menggunakan berbagai konsentrasi kalium klorida dari 3 hingga 15% berat, tetapi juga berbagai jenis dan konsentrasi polimer. Agar lumpur KCl menjadi ekonomis, KCl yang digunakan adalah secukupnya sesuai dengan konsentrasi yang diperlukan. Jumlah KCl sebenarnya diperlukan untuk penghambatan, sulit untuk ditentukan. Formasi yang lebih tua yang mengandung clay nonswelling, membutuhkan tingkat KCl dalam kisaran 3 hingga 5% berat. Sedangkan shale yang lebih muda yang mengandung tanah liat yang dapat dihidrolisasi, membutuhkan tingkat KCl hingga 15% berat. Sehingga kami merekomendasikan penggunaan KCl untuk aditif tambahan pada lumpur pemboran yang menemui reservoir shale pada sumur Z. Gambar 5 di bawah ini merupakan grafik dimana KCl dapat mencegah linear swelling lebih stabil dibanding dengan campuran kimia yang lain.

Gambar 5—Efek dari konsentrasi kation terhadap linear swelling

8

Kesimpulan 1.

2.

3. 4. 5.

Overpressure dapat ditangani dengan menaikan densitas lumpur pemboran menggunakan barite. Semakin berat suatu lumpur pemboran, semakin mampu untuk mengimbangi tekanan dibawah permukaan seperti masuknya fluida formasi overpressure (dikenal sebagai "kick"). Perhitungan dari data dapat disimpulkan bahwa pemboran berlangsung dengan aman pada kedalaman nol hingga akan memasuki kedalaman 3000 ft. Pemboran tersebut berlangsung aman karena tekanan hidrostatik dan tekanan hidrodinamis lebih besar dari tekanan formasi. Namun, pada saat mulai memasuki kedalaman 3000 ft, pemboran mulai tidak aman akibat terjadi kick. Hal ini disebabkan oleh tekanan hidrodinamis yang lebih kecil daripada tekanan formasi overpressure. Kick yang terjadi dapat dicegah dengan cara menaikkan densitas lumpur dan menaikkan tekanan pompa sehingga diperoleh nilai tekanan hidrostatik dan hidrodinamis lumpur yang lebih besar. Penanganan overpressure juga dapat dilakukan dengan cara membuat casing depth setting, yang sesuai untuk menutupi zona overpressure. Masalah yang bisa terjadi pada operasi pemboran adalah ketika menjumpai formasi shale. Formasi shale dapat diatasi dengan penambahan KCl sebagai aditif pada lumpur pemboran.

References 1. 2.

3.

4. 5. 6. 7.

(Anonim). 2002. Drilling Fluids Manual. California : BP & ChevronTexaco John-Lander, Ichenwo and Okotie Sylvester. Experimental Investigations On The Effect Of KCL, And Bentonite on Shale Stability. International Journal of Current Engineering and Technology, Vol.5, No.1. Laboratorium Analisa Lumpur Pemboran TM-UPN. 2018. Buku Petunjuk Praktikum Analisa Lumpur Pemboran. Yogyakarta: Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Yogyakarta. Lal, Manohar. 1999. Shale Stability : Drilling Fluid Interaction and Shale Strength (Paper). Venezuela : Society Of Petroleum Engineers Inc. Rubiandini, Rudi. 2010. Teknik Operasi Pemboran 1. Bandung : Institut Teknologi Bandung Rubiandini, Rudi. 2012. Teknik Operasi Pemboran 2. Bandung : Institut Teknologi Bandung Zhou, Jing. 2015. A New Application Of Pottasium Nitrate As An Enviromentally Friendly Clay Stabilizer In Water-Based Drilling Fluid (Thesis). Texas : Texas A&M University

Related Documents

Paper Aib Fix.docx
December 2019 14
Aib
April 2020 17
Aib Workshop.pdf
November 2019 21
Aib Ga15-22_mkv.pdf
April 2020 15
Tugas Pkn Individu Fixdocx
October 2019 113
Aib-seg Alimentaria
June 2020 10

More Documents from ""