Panji_estimasi Panjang Cabang.docx

  • Uploaded by: Eka Imbia Agus Diartika
  • 0
  • 0
  • May 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Panji_estimasi Panjang Cabang.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 5,833
  • Pages: 27
ESTIMASI PANJANG CABANG Metode Fitch dan Margoliash (1967) digunakan untuk memperkirakan panjang cabang. Pertama mari kita perhatikan kasus yang paling sederhana, yaitu, pohon tanpa akar dengan tiga OTU (A, B, dan C) dan satu simpul (Gambar 5.22a). Misalkan x, y, dan z adalah panjang cabang yang masing-masing mengarah ke A, B, dan C. Sangat mudah untuk melihat bahwa persamaan berikut berlaku.

Dari persamaan ini, kami mendapatkan solusi berikut:

Mari kita sekarang menangani kasus lebih dari tiga OTU. Untuk mempermudah, mari kita asumsikan ada lima OTU (1, 2, 3, 4, dan 5) dan bahwa topologi dan panjang cabang seperti pada Gambar 5.22b. Misalkan OTU I dan 2 adalah OTU pertama yang dikelompokkan bersama dalam proses rekonstruksi pohon. Kami kemudian menggunakan A dan B untuk menunjukkan OTU 1 dan 2, masing-masing, dan menempatkan semua OTU lainnya (3, 4, dan 5) ke dalam OTU komposit yang dilambangkan sebagai C. Dengan pengaturan ini, kita dapat menerapkan

Persamaan 5.14ac untuk memperkirakan panjang cabang yang mengarah ke A, B, dan C, kecuali sekarang dAc = dl (34 5) = (d13 + d14 + d15) / 3, dan dBc = d2 (345) = (d 23 + d24 + d25) / 3. Maka kita memiliki a = x dan b = y. OTU 1 dan 2 selanjutnya dianggap sebagai OTU komposit tunggal. Pada langkah berikutnya, anggaplah bahwa OTU komposit (12) dan OTU 3 sederhana adalah pasangan berikutnya yang akan disatukan. Kemudian kami menunjukkan OTU (12) dan 3 dengan A dan B, masing-masing, dan menempatkan OTU lainnya (yaitu, 4 dan 5) ke dalam OTU komposit baru C. Dengan cara yang sama seperti di atas, kami memperoleh x, y, dan z . Perhatikan bahwa d = y dan c + (a + b) / 2 = x. Dari nilai-nilai untuk a dan b, yang telah diperoleh sebelumnya, kita dapat menghitung c. Proses dilanjutkan sampai semua panjang cabang diperoleh. untuk memperkirakan panjang cabang yang mengarah ke A, B, dan C, kecuali sekarang dAc = dl (34 5) = (d13 + d14 + d15) / 3, dan dBc = d2 (345) = (d 23 + d24 + d25) / 3. Maka kita memiliki a = x dan b = y. OTU 1 dan 2 selanjutnya dianggap sebagai OTU komposit tunggal. Pada langkah berikutnya, anggaplah bahwa OTU komposit (12) dan OTU 3 sederhana adalah pasangan berikutnya yang akan disatukan. Kemudian kami menunjukkan OTU (12) dan 3 dengan A dan B, masing-masing, dan menempatkan OTU lainnya (yaitu, 4 dan 5) ke dalam OTU komposit baru C. Dengan cara yang sama seperti di atas, kami memperoleh x, y, dan z . Perhatikan bahwa d = y dan c + (a + b) / 2 = x. Dari nilai-nilai untuk a dan b, yang telah diperoleh sebelumnya, kita dapat menghitung c. Proses dilanjutkan sampai semua panjang cabang diperoleh. Perhatikan bahwa kadang-kadang panjang cabang yang diperkirakan bisa negatif. Karena panjang sebenarnya tidak pernah bisa negatif, lebih baik untuk mengganti perkiraan seperti itu dengan 0. Sebagai contoh menggunakan metode di atas, mari kita hitung cabang panjang pohon pada Gambar 5.11c. Untuk kenyamanan, kami sekali lagi menyajikan matriks jarak yang digunakan untuk menyimpulkan topologi pohon ini. Untuk menghindari kebingungan dengan notasi dalam Persamaan 5.13a-c, kami mengganti nama OTU A, B, C, dan D masing-masing sebagai OTU 1, 2, 3, dan 4.

Karena OTU 1 dan 2 dikelompokkan terlebih dahulu, pertama-tama kami menghitung panjang (a dan b) dari cabang yang mengarah ke dua OTU ini dengan menempatkan OTU 3 dan 4 ke dalam OTU komposit C. Kami kemudian memiliki dAB = d1 2 = 8, dAc = (d13 + d14) / 2 = (7 + 12) / 2 = 9.5, dan dBC = (d 2 3 + d24) / 2 = 11.5. Dari Persamaan 5.14ac, kita memiliki a = x = (8 + 9.5 - 11.5) / 2 = 3, dan b = y = (8 + 11.5 - 9.5) / 2 = 5. Selanjutnya kita memperlakukan OTU 1 dan 2 sebagai satu. OTU (12) dan menyatakannya dengan A. Karena kita hanya memiliki tiga OTU, kita menyatakan OTU 3 oleh B dan OTU 4 oleh C. Kita kemudian memiliki dAB = d (12) 3 = (d13 + d23) / 2 = (7 + 9) / 2 = 8; dAC = d (12) 4 = (d14 + d2 4) / 2 = (12 + 14) / 2 = 13; dan dBc = d 34 = 11. Dari Persamaan 5.14a-c kita memiliki x = (8 + 13 - 11) / 2 = 5; d = y = (8 + 11 - 13) / 2 = 3; dan e = z = (13 + 11 - 8) / 2 = 8. Kami mencatat dari Gambar 5.11c bahwa (a + b) / 2 + c = x, dan c = 1. Ini melengkapi perhitungan Namun, perlu diketahui bahwa karena kita tidak tahu lokasi pasti dari root, kita tidak dapat memperkirakan panjang cabang yang menghubungkan root dan OTU D tetapi hanya bisa memperkirakan panjang dari simpul leluhur umum OTU A, B, dan C melalui root ke OTU D, yaitu, e = 8

PERKIRAAN WAKTU DIVERGENSI SPESIES Karena catatan paleontologis masih jauh dari lengkap, kita sering tidak mengetahui waktu divergensi antara taksa. Data urutan DNA dapat sangat membantu dalam hal ini. Mari kita asumsikan bahwa laju evolusi untuk sekuens DNA diketahui dari penelitian sebelumnya menjadi r substitusi per situs per tahun. Untuk mendapatkan waktu divergensi, T, antara spesies A dan B, kami membandingkan urutan dari kedua spesies dan menghitung jumlah substitusi per situs, K. Seperti yang ditunjukkan pada Bab 4 (Persamaan 4.1), laju substitusi adalah r = K / 2T. Oleh karena itu, T diperkirakan sebagai

Sebagaimana dicatat dalam Bab 4, laju penggantian nukleotida yang diperoleh dari satu kelompok organisme mungkin tidak berlaku untuk kelompok lain. Untuk menghindari masalah ini, kami memperkirakan laju substitusi dengan menambahkan spesies ketiga, C, yang waktu

perbedaannya (T1) dari pasangan spesies A dan B yang diketahui (Gambar 5.23). Kij adalah jumlah substitusi nukleotida per situs antara spesies i dan j. Kemudian, laju substitusi nukleotida diperkirakan oleh

Kemudian, laju substitusi nukleotida diperkirakan oleh

Waktu divergensi yang tidak diketahui antara spesies A dan B (T2) diperkirakan oleh

Sebaliknya, dalam hal T2 diketahui tetapi T1 tidak, T1 diberikan oleh

Formulasi di atas mengasumsikan konstanta laju. Seperti dibahas dalam bab sebelumnya, asumsi ini sering tidak berlaku, dan perkiraan waktu divergensi harus diperlakukan dengan hatihati. Metode yang dapat mengurangi efek dari tingkat substitusi yang tidak sama terhadap perkiraan waktu divergensi telah diusulkan (misalnya, Li dan Tanimura 1987b; Steel 1994; Lockhart et al. 1994; Danau 1994; Takezaki et al. 1995; Sanderson 1997). Kami juga mencatat sebelumnya bahwa waktu divergensi antara dua sekuens dapat pra-tanggal divergensi antara spesies dari mana sekuens diperoleh. Namun, kesalahan ini biasanya tidak terlalu serius jika kita

khawatir dengan peristiwa divergensi yang sangat kuno. Perhatikan juga bahwa perkiraan waktu divergensi biasanya mengalami kesalahan stokastik besar. Untuk mengurangi kesalahan seperti itu, banyak urutan harus digunakan dalam estimasi

PERBANDINGAN TOPOLOGIS Kadang-kadang perlu untuk mengukur kesamaan atau ketidaksamaan di antara beberapa topologi pohon. Kebutuhan seperti itu mungkin timbul ketika berhadapan dengan pohon itu telah disimpulkan dari analisis set data yang berbeda atau dari yang berbeda jenis analisis dari kumpulan data yang sama. Selain itu, beberapa metode rekonstruksi pohon (parsimoni maksimum, misalnya) dapat menghasilkan banyak pohon daripada filogeni unik. Dalam kasus seperti itu, mungkin disarankan untuk menggambar pohon yang merangkum poin-poin kesepakatan di antara semua pohon. Ketika dua pohon yang berasal dari kumpulan data yang berbeda atau metodologi yang berbeda identik, mereka dikatakan kongruen. Kadang-kadang kongruensi sebagian, yaitu terbatas pada beberapa bagian pohon, bagian lain tidak selaras.

JARAK TOPOLOGI PENNY DAN HENDY Ukuran perbedaan yang umum digunakan antara dua topologi pohon adalah jarak topologi Penny dan Hendy (1985). Ukurannya didasarkan pada partisi pohon, dan sama dengan dua kali jumlah cara berbeda untuk mempartisi OTU antara dua pohon.

di mana dT adalah jarak topologi dan c adalah jumlah partisi yang menghasilkan pembagian OTU yang berbeda di dua pohon yang sedang dipertimbangkan. (Dalam perbandingan antara pohon bifurkasi, dT selalu bilangan bulat genap.)

POHON KONSENSUS Pohon yang disimpulkan dari analisis kumpulan data tertentu juga disebut pohon fundamental, yaitu, mereka merangkum informasi filogenetik dalam kumpulan data. Pohon konsensus adalah pohon yang berasal dari satu set pohon, yaitu, mereka merangkum informasi

filogenetik dalam satu set pohon. Tujuan dari pohon konsensus adalah untuk merangkum beberapa pohon sebagai pohon tunggal. Dalam pohon konsensus, titik-titik kesepakatan di antara pohon-pohon mendasar ditunjukkan sebagai bifurkasi, sedangkan titik-titik ketidaksetujuan diruntuhkan menjadi politisi. Ada beberapa jenis pohon konsensus, tetapi yang paling banyak yang biasa digunakan adalah pohon konsensus yang ketat dan aturan mayoritas. MENILAI REALIBILITAS POHON Rekonstruksi filogenetik adalah masalah inferensi statistik (Edwards dan Cavalli-Sforza 1964). Oleh karena itu, seseorang harus menilai keandalan filogeni yang disimpulkan dan bagian-bagian komponennya. Setelah menyimpulkan pohon filogenetik, dua pertanyaan dapat diajukan: (1) Seberapa andalkah pohon itu? atau, lebih khusus lagi, bagian pohon mana yang dapat diandalkan? dan (2) Apakah pohon ini jauh lebih baik daripada pohon lain? Untuk menjawab pertanyaan pertama, kita perlu menilai keandalan cabang internal pohon. Ini dapat dicapai dengan beberapa metode analitik atau resampling. Dalam studi filogenetik, satu metode resampling, bootstrap, telah menjadi sangat populer dan dibahas di bagian selanjutnya. Untuk menjawab pertanyaan kedua, kita perlu uji statistik untuk perbedaan antara dua pohon filogenetik; dengan kata lain, apakah pohon A secara signifikan lebih baik atau lebih buruk daripada pohon B, atau apakah perbedaannya sesuai dengan harapan kesalahan acak? THE BOOTSTRAP Bootstrap adalah teknik komputasi untuk memperkirakan statistik yang distribusi dasarnya tidak diketahui atau sulit diperoleh secara analitis (Efron 1982). Sejak diperkenalkan ke dalam studi filogenetik oleh Felsenstein (1985), teknik bootstrap telah sering digunakan sebagai sarana untuk memperkirakan tingkat kepercayaan hipotesis filogenetik. Sifat statistik dari teknik ini dalam konteks filogenetik cukup kompleks, tetapi studi teoritis telah mengarah pada pemahaman yang lebih baik tentang teknik ini. Bootstrap milik kelas metode yang disebut teknik resampling karena ia memperkirakan distribusi sampling dengan berulang kali melakukan resampling data dari kumpulan data sampel asli Gambar 5.26a menggambarkan prosedur bootstrap pada filogenetik.

Sampel data terdiri dari lima urutan yang selaras dari lima OTU. Dari data ini, pohon filogenetik dibangun, dalam hal ini dengan metode parsimoni maksimum. Pohon yang disimpulkan adalah hipotesis nol yang akan diuji oleh bootstrap. Perhatikan bahwa hipotesis nol khusus ini terdiri dari dua subhypotheses: (1) OTU 3 dan 4 milik satu clade, dan (2) OTU 2 dan 5 milik yang lain (Gambar 5.26b).

TES UNTUK DUA POHON YANG BERKOMPETISI Beberapa tes telah dirancang untuk menguji apakah satu filogeni secara signifikan lebih baik daripada yang lain. Tes semacam itu ada untuk masing-masing dari tiga jenis metode rekonstruksi pohon (matriks jarak, parsimoni maksimum, dan kemungkinan maksimum). Berikut ini kami menyajikan tes sederhana untuk menguji pohon parsimoni maksimum terhadap filogeni alternatif. Kishino dan Hasegawa (1989) menyusun uji parametrik untuk membandingkan dua pohon dengan asumsi bahwa semua situs nukleotida independen dan setara. Tes ini menggunakan perbedaan dalam jumlah penggantian nukleotida di situs informatif antara dua pohon, D, sebagai statistik uji; di mana D = ID i, dan Di adalah perbedaan dalam jumlah minimum penggantian nukleotida antara dua pohon di situs informatif engan. Varians sampel dari D adalah

MASALAH YANG BERHUBUNGAN DENGAN REKONSTRUKSI FILOGENETIK Tidak ada metode rekonstruksi filogenetik yang dapat diklaim lebih baik daripada yang lain dalam semua kondisi. Setiap metode rekonstruksi filogenetik memiliki kelebihan dan kekurangan, dan masing-masing metode dapat berhasil atau gagal tergantung pada sifat proses evolusi, yang pada umumnya tidak diketahui. Berikut ini kami akan meninjau kekuatan dan kelemahan dari berbagai metode dan menguraikan beberapa strategi untuk meminimalkan kesalahan dalam analisis filogenetik. KEKUATAN DAN KELEMAHAN DARI BERBAGAI METODE

UPGMA bekerja dengan baik hanya jika konstanta laju memegang setidaknya sekitar. Keuntungan utamanya adalah kecepatan komputasi yang tinggi. Namun, algoritma cepat saat ini tersedia untuk metode matriks jarak lain, dan UPGMA jarang digunakan saat ini, kecuali untuk tujuan pedagogik. Metode pohon tambahan, termasuk metode jarak yang ditransformasikan, metode hubungan tetangga, dan metode sambungan tetangga, bebas dari kesalahan sistematis jika data jarak memenuhi kondisi empat poin. Kinerja metode ini, bagaimanapun, tergantung pada metode yang digunakan untuk mengubah data keadaan karakter mentah menjadi jarak. Sejauh metode yang digunakan tidak memberikan kompensasi yang memadai untuk beberapa pergantian di suatu lokasi, kinerja metode pohon tambahan dapat dikompromikan. Ketika jaraknya kecil dan urutan yang digunakan panjang, perkiraan jarak yang cukup akurat dapat diperoleh, dan metode ini dapat bekerja dengan baik bahkan di bawah laju evolusi yang tidak konstan. Metode parsimoni maksimum tidak membuat asumsi eksplisit kecuali bahwa pohon yang membutuhkan lebih sedikit penggantian lebih baik daripada pohon yang membutuhkan lebih banyak. Perhatikan bahwa pohon yang meminimalkan jumlah pengganti juga meminimalkan jumlah homoplasi, yaitu substitusi paralel, konvergen, dan kembali (Bab 3). Ketika tingkat divergensi antara sekuens kecil sehingga homoplasi jarang terjadi, kriteria kekikiran biasanya bekerja dengan baik. Namun, ketika tingkat divergensi besar sehingga homoplasi adalah umum, metode parsimoni maksimum dapat menghasilkan kesimpulan filogenetik yang salah.

Secara khusus, jika beberapa sekuens telah berevolusi jauh lebih cepat daripada yang lain, homoplasi cenderung terjadi lebih sering di antara cabang-cabang yang mengarah ke sekuens ini daripada di antara yang lain, dan kekikiran dapat menyebabkan pohon yang salah. Dengan kata lain, metode parsimoni maksimum mungkin berkinerja buruk setiap kali beberapa cabang pohon jauh lebih lama dari cabang lainnya, karena kekikiran cenderung untuk mengelompokkan cabang-cabang panjang bersama-sama MEMINIMALKAN KESALAHAN DALAM ANALISIS FILOGENETIK Beberapa strategi tersedia untuk meminimalkan kesalahan acak dan sistematis dalam analisis filogenetik. Namun, tidak selalu mungkin untuk mengidentifikasi sumber kesalahan atau bias potensial. Berikut ini, kami mencantumkan beberapa hal yang harus dan tidak boleh dilakukan yang dapat meningkatkan peluang kami memulihkan pohon filogenetik yang sebenarnya. Cara terbaik untuk meminimalkan kesalahan acak adalah dengan menggunakan data dalam jumlah besar. Semua hal lain dianggap sama, sebuah pohon berdasarkan sejumlah besar data molekuler hampir selalu lebih dapat diandalkan daripada yang didasarkan pada jumlah data yang lebih terbatas. Ketika sekuens tidak memberikan informasi filogenetik yang cukup (mis., Karena terlalu pendek atau kurang variasi), tidak ada metode filogenetik yang akan menghasilkan hasil yang masuk akal. Ini mengatakan, orang hanya harus memasukkan data yang dapat diandalkan dalam analisis. Maksud kami analisis harus dibatasi pada urutan yang telah ditentukan secara andal, dan yang pasti homologi posisinya. (Namun, kami mencatat bahwa penghapusan data yang dianggap "tidak dapat diandalkan" dapat bersifat subyektif dan sewenang-wenang.) Selain itu, kami hanya boleh menggunakan urutan yang berkembang pada tingkat yang sesuai untuk pertanyaan filogenetik yang sedang diselidiki. Urutan yang berevolusi cepat (atau bagian dari sekuens, seperti posisi kodon ketiga) harus digunakan untuk pertanyaan terkait hubungan filogenetik yang dekat, dan urutan yang berevolusi secara perlahan harus digunakan untuk hubungan filogenetik yang jauh. Memilih yang salah dapat menyebabkan kurangnya

informasi filogenetik dalam kasus urutan yang berevolusi perlahan, atau efek saturasi dalam kasus urutan yang berkembang cepat

CONTOH DARI MOLECULAR PHILOGENIK Penerapan teknik biologi molecular yang terus mengalami kemajuan menyiratkan tiga rekomendasi metodologi yang dimiliki untuk kemajuan didalam penelitian filogenetik sehingga dihasilkan pemahaman yang lebih baik dari sejarah evolusioner dari beberapa kelompok taksonomi. Pada bagian ini, kami akan menyajikan beberapa contoh didalam penelitian molecular, yakni (1) memecahkan permasalah yang dianggap sangat rumit, (2) melakukan revisi yang perbaikan dari pandangan sederhana, (3) menghasilkan sebuah petunjuk baru dari penelitian. filogenik dari manusia dan Kera Permasalahan dari evolusioner hubungan kedekatan dari manusia selalu memberikan dayatarik lebih untuk para ahli peneliti di bidang biologi. Contohnya yaitu Darwin, mengatakan bahwa kera amerika, simpanse (pan), dan gorilla (Gorilla), merupakan bentuk keluarga yang memiliki hubungan kekerabatan terdekat bagi manusia, oleh sebab itu Darwin menyatakan bahwa asal-usul evolusioner manusia telah ditemukan didaerah Afrika (Darwin, 1871). Banyak yang tidak setuju dengan usulan Darwin terseut dengan bermacam alasan, dan untuk waktu yang lama ahli taksonomi percaya bahwa genus Homo memiliki jarak kekerabatan yang jauh dengan kera. Dengan demikian, Homo memiliki keluarga dari mereka sendiri, Hominidae. Simpanse, gorilla dan orang-utans (pongon) disisi lain pada umumnya memiliki keluarga sendiri, yaitu Pongidae (gambar 5.29a). Siamang (Hylobates) diklasifikasikan secara terpisah (Hylobatidae) atau bersamaan dengan

Pongidae (Gambar 5.29b, lihat Simpson 1961). Goodman (1963)

mengakui bahwa pengaturan yang sistematis ini mengandaikan secara antroposentris bahwa manusia merupakan "kelas baru dalam perkembangan filogenetik, salah satu yang 'lebih tinggi' dari pongids dan seluruh tingkatan lain sebelumnya." Memang, menempatkan berbagai kera menjadi satu keluarga dan manusia ke lain menyiratkan bahwa kera berbagi nenek moyang yang sama yang lebih baru dengan satu sama lain dengan manusia. Ketika Homo dimasukkan dalam clade yang sama dengan kera yang masih ada, itu biasanya dikelompokkan dengan orang-utan Asia (Gambar 5.29c; Schultz 1963; Schwartz 1984).

Dengan menggunakan metode presipitasi serologi, Goodman (1962) mampu menunjukkan bahwa manusia, simpanse, dan gorila merupakan clade alami (Gambar 5.29d), dengan orangutan dan siamang mengalami penyimpang dari kera lainnya dilebih awal. Dari data yang fiksasi komplemen mikro, Sarich dan Wilson (1967) memperkirakan waktu perbedaan antara manusia dan simpanse atau gorila menjadi seperti sekitar 5 juta tahun yang lalu, bukan bukan pernyataan bahwa terjadi pada 15 juta tahun yang lalu, seperti yang umum diterima oleh ahli paleontologi di waktu itu. Namun, serologi, electrophoretical, dan studi hibridisasi DNA-DNA, serta sekuens asam amino, tidak bisa menyelesaikan hubungan evolusi manusia dan kera Afrika, dan yang disebut manusia-gorilla-simpanse trikotomi tetap belum terpecahkan dan terus menjadi isu yang sangat kontroversial (Gambar 5.30), dengan beberapa data mendukung clade simpanse-gorila (Ferris et al 1981;. Brown et al 1982;. Hixon dan Brown 1986), dan lain-lain mendukung clade manusiasimpanse (Sibley dan Ahlquist 1984 ; Caccone dan Powell 1989;. Sibley et al 1990).

Berikut ini, kita akan menggunakan urutan data DNA oleh Miyamoto et al. (1987) dan Maeda et al. (1988) yang menunjukkan bahwa bukti molekuler mendukung clade manusiasimpanse dan pada saat yang sama ujga untuk menggambarkan beberapa metode pohonmembuat dibahas di bagian sebelumnya. Tabel 5.2 menunjukkan jumlah substitusi nukleotida per 100 situs antara setiap pasangan dari OTUs berikut: manusia (H), simpanse (C), gorila (C), orangutan (0) dan monyet rhesus (R). Mari kita terapkan UPGMA untuk jarak tersebut. Jarak antara manusia dan simpanse adalah terpendek (DHC = 1,45). Oleh karena itu, kami bergabung dengan dua Otus pertama ini, dan menempatkan node di 1.45 / 2 = 0,73 (Gambar 5.31a). Kami kemudian menghitung jarak antara OTU komposit (HC) dan masing-masing dari spesies lain, dan memperoleh matriks jarak yang baru:

Sejak (HX) dan G dipisahkan dengan jarak terpendek, mereka kemudian bergabung kembali dan menghubungkan node pada lokasi 1.54/2=o.77. Melanjutkan proses ini, kami mengambarkan pada bagan 5.31a. Kami mencatat bahwa perkiraan percabangan node untuk H dan C sangat dekat untuk (HC) dan G. Berdasarkan fakta tersebut, jarak antara kedua node tersebut sangat pendek dari semua strandar eror untuk estimasi dari jarak pasangan H, C dan G (table 5.2). Dengan demikian, walaupun data menyatakan bahwa kita memiliki kedekatan kekerabatan dengan simpanse, data tersebut tidak menyediakan sebuah pemecahan yang

meyakinkan dari percabangan tersebut. Kedudukan orang-utan, bagaimanapun dengan tegas terdapat diluarkelompok dari manusia-simpanse-gorila. Selanjutnya, kami menggunakan metode relation-neighbors Sattath dan Tversky. Kami mengangap bahwa empat OTUs dalam satu waktu. Sejak itu disana ada 5 OTUs, disana 5![4!(54)!] = 5 mungkin berlipat empat. Kami memulai dengan OTUs H, C, G dan O dan mengikuti perhitungan penjumlahan dari jarak ( data dari table 5.2) : dHC+dGO= 1.45+3.04 = 4.49. dHG + dco = 4.45, and dHo + dcG = 4.55. sejak penjumlahan kedua merupakan yang paling kecil, kami memilih H dan G sebagai salah satu pasangan dari tetangga C dan O sebagai yang lainnya. Dengan cara yang sama, kami menganggap bahwa terdapat empat kemungkinan berlipat empat; hasilnya ditunjukkan pada table 5.3. catatan dari bawah menyatakan bahwa (OR) merupakan hubungan-tetangga paling tinggi dari semua pasangan tetangga, kami memilik (OR) sebagai pasanga tetangga yang pertama. Perlakuan pada sepasang sebagai gabungan tunggal OTUu, kami menghasilkan mengikuti matrik jarak baru :

Hanya ada empat OUT pada bagian kiri, ini dapat dilihat bahwa dHc + dG(OR) = 6.67 < dHG + dc(OR) = 6.76 < dH(OR) + dcG = 6.82. Oleh karena itu, kami memilih H dan C sebagai sebuah pasangan tetangga, dan G beserta (OR) sebagai yang lain. Pada bagian akhir pohon diperoleh dengan metode ini yang ditunjukkan pada gambar 5.31b. Topologi dari pohon ini adalah sama seperti pada gambar 5.31a. Catatan : Bagaimanapun dapat dikatakan bahwa metode O dan R lebih baik dari H dan C yang mana pada pasangan pertama digabungkan dengan yang lainnya. Ini disebabkan, tidak ada percabangan pohon tersebut, O dan R merupakan sebuah faktor tetangga. Cabang panjang didalam gambar 5.31b diperoleh dengan metode FitchMorgoliash. Penggunaan metode neighbors-joined kami memperoleh pohon yang sama seperti yang diperoleh dengan metode neighbors-relation (gambar5.31b). Akhirnya, mari kita dipertimbangkan metode sifat maksimum. Untuk mempermudah, mari kita mempertimbangkan bahwa didalamnya hanya manusia, simpanse, gorilla dan orang-

utan ( gambar 5.30b). Tabel 5.4 menunjukkan situs informative untuk wilayah 10,2 kb termasuk pseudogene r1-globin dan daerah sekitarnya. Untuk setiap bagian, bantuan hipotesis diberikan didalam kolom terakhir. Jika kita mempertimbangkan subtitusi nukleotida saja, ada 15 situs informative, dimana delapan mendukung clade manusia-simpanse (hipotesis I), empat mendukung simpanse-gorilla clade (hipotesis II), dan tiga dukungan manusia-gorila clade (hipotesis III). Selain itu, terdapat empat situs informative yang menyertakan gap dan mereka mendukung manusia-simpanse clade. Oleh karena itu, manusia-simpanse clade dipilih sebagai gambaran terbaik dari filogeni yang benar. Didalam analisis lainnya dengan beberapa sequen DNA, Wiliam dan Goodman (1989) menunjukkan bahwa dukungan untuk clade manusiasimpanse secara statistic signifikan pada tingkat 1%. Mengelompokkan manusia dan simpanse pada satu clade, bagaimanapun tidak didukung oleh gene involucrin, yang sebaliknya mendukung clade simpanse-gorila, dan Y-linked RPS4Y lokus yang mendukung clade manusia-gorilla. Bagaimanapun, memberikan pengetahuan yang baik tentang phenomena kemungkinan kesuaian antara pohon gen dan pohon spesies, penyetujuan diantara semua pohon gen tidak diharapkan. Bukti keseluruhan molecular sangat kuat saat ini dan sangat sesuai dalam mendukung clade manusia-simpanse. Penambahan 10,2kb data sequens diatas membahas pada clade ini didukung oleh hibridisasi DNA-DNA data yang luas, pembatasan perbedaan lokasi didalam pengaturan jarak gen penentu RNA riboson, dan terutama oleh luas DNA mitokondria dan data DNA sequens. Dengan demikian, kedekatan family manusia dengan dua spesies simpanse (Pan troglodytes dan P.paniscus), diikuti oleh mengurangi pergaulan dengan gorilla, orang-utan, clade yang terdiri atas Owa dan siamang, generasi tua monyet (Ctarrhini) dan generasi baru monyet (Platyrrini).perbedaan data molecular, morpologi, dan fisiologi yang membandingkan diantara dunia monyet pada umumnya mendukung pengelompokan dari simpanse dan gorilla kedalam monopiletik clade untuk dikeluarkan dari kelompok yang memiliki kedekatan dengan manusia. Baru-baru ini data morpologi, anatomi, dan parasitology mulai dikumpulkan dalam mendukung data, hal ini disebut Trogloditian hipotesis, seperti pada Pan dan homo merupakan taxa sejenis.

Anehnya pada phylogenik dan keadaan taksonomi yang muncul dari data molecular akan mengakibatkan didapatkan satu usulan tentang taksonomi induk, Carolus Linnaesus menuliskan” sebagai ahli peneliti alam dan mengikuti metode naturalistic, saya tidak mampu untuk menemukan karakter tunggal yang menjadi ciri khas seseorang dari antromorpis pada specimen…. Ini menyerupai spesies manusia…. Sehingga tingkat ketidak cakapan dalam meneliti ini mungkin akan mereka pertimbangkan dalam menentukan keanekaragaman manusia”. Berdasarkan fakta, Linnaeus menetapkan manusia, simpanse dan orang-utans pada genus yang sama, dan nama asli mereka secara berturut-turut dalah Homo sapiens, H. troglodytes dan H. sylvestris. Orang-utan dan simpanse telah dihapuskan dari genus Homo oleh Lecepede pada tahun 1799 dan oleh Oken 1816 secara berurut-turut. Dalam menyoroti hal tersebut, penguraian molecular dari philogeni manusia dan para monyet besar akan menimbulkan

pertanyaan

bahwa apakah tidak ada pengaturan dari urutan didalam taksonomi atau

memperbaiki terminology Linnaeus ?

Pada literatur banyak perkiraan dari perbedaan antara manusia, jenis-jenis spesies apes dan monyet serta yang lainnya. Perkiraan yang berbeda antara satu dan yang lainnya bisa dipertimbangkan. Sebagai contoh, penggunaan perbandingan sequens lokus pseudogen n-globin (2,040 nukleotida) dengan keadaan tanggal dari perbedaan antara dunia lama monyet (Catarrrhini) dan dunia baru monyet (Playtyrrhini) pada 38 juta tahun yang lalu, Hasegawa (1987) memperkirakan perbedaan munculnyA antara manusi dan simpanse sekitar 5juta tahun yang lalu (table 5.5). Beberapa alasan yang tepat untuk perbedaan luas antara dua perkiraan adalah pertama, asumsi dari nilai konsistan (jam molecular) mungkin tidak terjadi. Kedua, referensi waktu untuk kalibrasi mengkin tidak akurat dan ketiga setiap perkiraan subjek memiliki kesalahan stokastik. Contoh ini menunjukkan bahwa perbedaan perkiraan tangga akan menyebabkan perbedaan yang sangat ekstrim. ARKEOLOGI FILOGENIK MOLEKULAR DNA merupakan molekul yang tidak stabil dan secara spontan melalui hydrolysis dan oksidasi. Perhitungan teoritis menunjukkan bahwa DNA tidak bisa bertahan selama lebih dari 10.000-100.000 tahun, dan hanya bentuk yang sangat terfragmentasi. Semua catatan dari penemuaan DNA purba dari sumber yang dilindungi dan tidak dilindungi, seperti fosil tumbuhan

Miosine, tulang Cretacea dan organisme yang terkubur sekarang tidak dipercayai lagi. Meskipun ini sebuah kekecewaan, meskipun informasi genetik dalam jumlah sedikit, tetapi hal ini mungkin bisa dipertahankan sebagai materi biologis yang berusia 100.000 tahun atau lebih awal. Hal ini memungkinkan kita untuk menggunakan teknik filogenetik molecular pada spesies yang punah. DNA purba dapat dideteksi dengan pewarnaan pada gel elektroforesis dengan etidium bromida dan dengan mengamati aktivitasnya sebagai template yang mampu mengarahkan penggabungan nukleotida radioaktif ke DNA baru yang disintesis oleh polimerase DNA dan campuran primer acak. Hibridisasi dengan DNA dari spesies yang masih ada yang dianggap terkait erat dengan spesies punah yang diteliti biasanya digunakan untuk menentukan apakah DNA yang ditemukan dalam sampel berasal dari spesies dari mana sampel telah diambil atau dari sumber kontaminasi, seperti DNA bakteri. Sekarang mungkin untuk urutan segmen DNA dari sampel unpurified berasal dari jaringan jaringan diawetkan. Metode yang digunakan adalah polymerase chain reaction (PCR), yang melibatkan amplifikasi unik dari campuran urutan melalui penggunaan dua primer (Kocher et Al. 1989; Mullis 1990). Dengan menggunakan prosedur ini, memungkinkan untuk mensintesis banyak salinan dari sepotong dipilih dari DNA di hadapan ekses besar urutan DNA lainnya. Dengan menggunakan PCR kita dapat mengambil urutan DNA tertentu dari museum spesimen, seperti bahan organik diawetkan (terutama kulit dan otot), dan bahkan tulang rusak parah dari peninggalan (Tabel 5.6), dan menggunakan DNA ini untuk membangun afiliasi filogenetik spesies punah dan populasi. contoh penting dari studi tersebut meliputi penentuan bahwa Neandertal mungkin telah punah tanpa memberikan kontribusi ke kolam gen dari manusia modern (Krings et al. 1997), dan pemulihan DNA unik untuk Mycobacterium TB pada orang dewasa 1.000 tahun pra-Columbus female selatan Peru (Salo et al. 1994).

Ketika berhadapan dengan materi genetic kuno hal terpenting untuk menilai apakah ada atau tidak perubahan posmortem dalam DNA telah terjadi. Pada sambungan urutan 229-bp dari sampel kulit beumur 140tahun, Heguchi er at (1987) mendeteksi ada dua modifikasi postmortem. Kedua modfikasi tersebut merupakan transisi dari hal yang terkait dengan deaminasi post-mortem dari sitosin dan urasil. Oleh karean itu, sekitar 1% dari semua nukleotida pada sampel ini telah berubah mengikuti kematian dan pelestarian FILOGENI YANG UNIVERSAL “Semua pernah hidup dibumi ini telah diturunkan dari satu bentuk primodial, dimana pertama kali dalam hidup yaitu bernapas/menarik napas”. Dengan demikian Charles Darwin meresmikan pandangan hidup monofiletik pada tahun 1859. Semua ahli biologi telah mempelajari sejak tahun 1859 mendukung kesimpulan darwin ini. Ada satu pohon kehidupan, satu filogeni universal yang menghubungkan manusia, bawang, jamur, jamur lendir dan bakteri. Sebelum munculnya teknik filogenetik molekuler, pertanyaan yang berkaitan dengan cabang-

cabang terdalam dari pohon filogenetik yang universal bisa dijawab hanya sementara dan terdapat banyak spekulasi. Alasannya adalah pada tingkat morfologi---tentu saja, pada tingkat mikromorfologi sel—hampir tidak ada yang sebanding (homolog) karakter yang dapat digunakan untuk menyelesaikan hubungan evolusi di antara organisme yang terkait sangat jauh. Berikut ini, kita akan meninjau 3 topik yang terkait dengan masalah filogeni yang universal : 1) Perakaran pohon yang universal (i.e., identifikasi peristiwa percabangan pertama dalam sejarah kehidupan); 2) kemungkinan menyimpulkan beberapa karakteristik dari nenek moyang dari semua bentuk kehidupan yang masih ada; dan 3) asal beberapa genom (nukleus, mitokondria dan kloroplas) dalam sel eukariot. PERISTIWA DIVERGEN PERTAMA Secara sederhana, ruang lingkup kehidupan dibagi menjadi eukariot dan prokariot. Eukariot merupakan organisme dengan satu inti yang jelas dan sitoplasma. Organisme yang kebalikannya tanpa membran dan nukleus disebut prokariot. Secara klasifikasi sederhana, prokariot terdiri dari 1 kingdom, Bakteri, yang juga termasuk cyanobacteria, sebelumnya disebut ganggang hijau-biru. Eukariot terdiri dari 1 kingdom uniseluler, Protista, yang termasuk organisme seperti cillia, flagella dan amoeba; 2 kingdom yang keduanya terdiri dari organisme uniseluler dan multiseluler, Fungi dan Plantae; dan kingdom multiseluler, Animalia. Semua ruang lingkup kehidupan dibagi menjadi 5 kingdom (Margulis and Schwartz 1988). Woese

dan

coworkers

(Woese

and

Fox

1977;

Fox

et

al.

1980)

telah

menantang/mempertentangkan pandangan sederhana tsb. Sejak akhir tahun 1960, mereka telah mempelajari hubungan bakteri dengan membandingkan urutan RNA (rRNA) ribosom dari spesies yang berbeda. Woese dan coworkers sampai pada sebuah temuan yang sama sekali tidak terduga ketika memeriksa rRNA bakteri metanogen. Organisme yang tidak biasa itu adalah anaerob, i.e., mereka hanya hidup di lingkungan bebas oksigen, seperti pabrik pengolahan limbah dan saluran usus hewan. Bakteri ini menghasilkan metana (CH4) oleh reduksi karbon dioksida (CO2). Metanogen yang tanpa bakteri diragukan karena ukuran mereka, kurangnya membran inti dan DNA rendah. Dengan demikian, mereka diharapkan lebih dekat dengan bakteri yang lain dibandingkan dengan eukariot. Namun, berkenaan dengan ketidaksamaan rRNA, metanogen ternyata sama-sama jauh dari kedua taksa. Berdasarkan temuan ini, dan fakta bahwa metabolisme metanogen yang dianggap cocok untuk jenis atmosfer diyakini telah ada di bumi

primitif, (kaya akan CO2 tetapi hampir tanpa oksigen), Woese dan Fox (1977) mengusulkan untuk menyertakan metanogen dan family mereka kedalam takson baru, Archaebacteria, nama yang menyatakan bahwa kelompok bakteri ini adalah bakteri kuno yang paling sedikit mengalami evolusioner seperti bakteri yang sebenarnya, yang meraka namakan kembali dengan nama Eubacteria. Ternyata, kelompok Archaebacteria ditemukan untuk dimasukkan, ditambahkan ke metanogen, banyak bakteri yang hidup dilingkungan yang sangat ekstrim (extromophiles), seperti thermophiles dan hyperthermophiles, yang hidup di sumber air panas pada suhu setinggi 110°C, dan halofili, yang sangat asin bergantung dan tumbuh di habitat seperti danau garam besar dan laut mati. Saat ini, Archeabacteria didefinisikan oleh synapomorphy biokimia tunggal : tidak adanya muramic dari dinding sel mereka. Woese and Fox (1977) and Fox et al. (1980) menyatakan bahwa Archaebacteria, Eubacteria, dan Eukariot berasal dari satu nenek moyang dan mewakili dari 3 baris utama keturunan dalam pohon kehidupan, dan sama-sama jauh dari satu sama lain. Untuk menggunakan sebuah tatanama taksonomi baru itu diusulkan oleh Woese et al. (1990). Satuan taksonomi yang paling termasuk dalam kelompok ini adalah 3 urkingdoms (harfiah, “kerajaan primordial”) atau domain, sesuai dengan garis-garis utama keturunan di pohon kehidupan : Bacteria, Archae, Eucarya. (istilah eukarya yang salah sering digunakan dalam literatur). Pohon filogenetik molekuler tidak berakar dari semua organisme hidup ditunjukan pada Gambar 5.39. Diketahui bahwa dari 5 kingdom sederhana, hanya animalia tetap terpengaruh oleh perubahan molekul. Jamur harus didefinisikan ulang oleh pengecualian dari taksa seperti jamur lendir, dan plantae dengan pengecualian dari banyak kelompok alga. Ilustrasi paling ekstrim dimulai dari kajian taksonomi sederhana yang dicontohkan oleh protista—sebuah kingdom tunggal diklasifikasi sederhana—yang ternyata paraphyletic dan tersebar keseluruh pohon eucaryan. Filogeni yang universal ini juga menunjukkan bahwa kingdom animalia didefinisikan ulang bersama kingdom plantae dan fungi yang mungkin merupakan sebuah clade monofiletik. Istilah Metakaryota telah digunakan untuk superkingdom ini. Cabang lain di Eucarya yang tidak monofiletik dan diberi nama “Archezoa”. Menariknya, animals, plants dan fungi (i.e., kingdom yang memiliki kesederhanaa nmenarik sebagian besar perhatian dalam studi biologi) ternyata hanya menjadi “ranting” di ujung salah satu cabang dalam pohon kehidupan (Olsen dan Woese, 1996).

Mengidentifikasi peristiwa pertama percabangan dalam sejarah kehidupan membutuhkan temuan akar dipohon kehidupan (i,e,. Pohon dari semua organisme). Kami mencatat, bagaimanapun, bahwa dengan definisi, pohon evolusi dari semua organisme tidak memiliki outgroup. Pada tahun 1989, 2 kelompok penelitian datang dengan metode cerdas untuk menyimpulkan akar pohon (Gogarten et al. 1989; Iwabe et al. 1989). Ide ini, pertama kali disarankan oleh Schwartz and Dayhoff (1978), dengan menggunakan sepasang gen yang ada di semua organisme dan berasal dari peristiwa duplikasi gen (Bab 6) yang terjadi sebelum pemisahan tiga domain. Ide ini digambarkan dalam Gambar 5.40.

Seandainya gen A diduplikasi menjadi A1 dan A2 sebelum berbeda dari tiga garis keturunan. Selanjutnya, sebagai tiga garis keturunan berbeda, A1 (dan A2) seharusnya juga berbeda dalam urutan yang sama. Oleh karena itu, urutan A2 dapat berfungsi sebagai outgroups pada akar pohon yang berasal dari urutan A1. Sama halnya, urutan A1 dapat digunakan untuk akar pohon yang berasal dari urutan A2. Iwabe et al (1989) menerapkan konsep ini untuk 2 gen faktor homolog elongasi, EF-Tu dan EF-G, yang hadir didalam semua prokariot dan eukariot tentunya, karena itu, berasal dari sebuah peristiwa duplikasi yang terjadi sebelum berbeda antara tiga domain. Urutan peristiwa EF-Tu dapat digunakan sebagai outgroups untuk menyimpulkan akar pohon terhadap urutan peristiwa EF-G dan sebaliknya. Cabang pohon EF-G pada Gambar 5.41 menunjukkan bahwa eukaria (diwakili oleh jamur lendir dan mammalia) kerabat dari takson Archae (diwakili oleh Methanococcus) dengan mengesampingkan bakteri (diwakili oleh Micrococcus dan Escherichia coli). Urutan peristiwa EF-Tu menghasilkan topologi yang identik.

Dari Gambar 5.40, kami mencatat bahwa dalam merekonstruksi pohon filogenetik gen duplikat, kami harus yakin bahwa identifikasi kami tentang gen arthologous (gen yang homolog karena peristiwa spesiasi) benar. Hal ini tidak selalu menjadi tugas yang mudah. Cara penyelesaian menarik dari masalah ini ditunjukkan oleh Lawson et al (1996). Dalam studi mereka tentang sintetase carbamoylphosphate, mereka mendapat keuntungan dari fakta bahwa enzim ini berisi duplikasi gen internal yang kuno (Bab 6) umum untuk semua tiga domain. Oleh karena itu, urutan peristiwa duplikasi tetap terhubung satu sama lain dalam orientasi yang sama, dan identifikasi dari urutan orthologous yang sepele. Gambar gabungan yang muncul dari studi tentang gen yang digandakan dan bagian gen, seperti subunit dari α and β H+ - ATP (Gogarten et al, 1989), faktor pemanjangan (Baldauf et al, 1996), sintetase aminoasi-tRNA (Brown dan Doolittle, 1995), dan sintetase carbamylphosphate (Lawson et al, 1996), bahwa peristiwa divergensi pertama adalah perpecahan dasar antara bakteri dan nenek moyang dari eukariot dan archaea, yang kemudian menyimpang dari satu sama lain (Gambar 5.42a). Saat ini, Bakteri monophylies dan Eucarya juga terbantahkan. Namun, ada kemungkinan bahwa Archaea tidak monofiletik, dan bahwa Eucarya yang bersarang dalam pohon Archaean sebagai kerabat dari Takson Crenarchaeota (Gambar 5.42b).

Tetapi ada usulan bahwa genom eukariotik adalah Chimera yang berasal dari perpaduan dari bakteri gram-negatif dan Archaebacterium (Zillig 1991; Gupta and Golding 1993; Golding and Gupta 1995; Koonin et al. 1997). Dalam analisis kemungkinan maksimum dari 273 urutan protein dari eukariota, Archaebacteria, dan Eubakteria gram-positif dan gram-negatif, Ribeiro dan Golding (1998) menemukan 76 Topologi signifikan di tingkat 5%. Perhatikan, 59 (78%) secara signifikan didukung Archaea/Eucarya clade, 14 (18%) secara signifikan didukung Gram negatif/Eucarya clade, 3 (4%) didukung Gram-positif/Eucarya clade. Mereka berpendapat bahwa sebagian besar peristiwa ini mendukung gram-negatif dan Eucarya clade tidak mungkin karena evolusi konvergen atau kesalahan metodologi. Ribeiro dan Golding (1998), mengemukakan 2 penjelasan alternatif untuk asal genom eukariotik : baik beberapa peristiwa transfer gen horizontal (Bab 7) dari bakteri gram negatif untuk nenek moyang Archaea dari Eukariota, atau perpaduan dari genom Archaebacterial dan genom bakteri gram negatif. Dua alternatif ini tidak mudah dibedakan dari satu sama lain karna (1) organel Eukariota berasal dari Eubacteria (lihat hal 245), (2) transfer gen organel ke genom nucleus diketahui terjadi, dan (3) genom Archaea mungkin berisi sebagian besar gen Eubacterial (Gambar 5.43).

Di dalam Eukariota, ada banyak kandidat untuk julukan keturunan eukariotik pertama. Pada dekade terakhir, beberapa parasit protista amitokondria (eukariota tanpa mitokondria) seperti Giardia dianggap mewakili garis keturunan yang paling kuno. Mereka, bagaimanapun, “diturunkan” oleh temuan yang mengatakan bahwa beberapa taksa Amitochondriate sebenarnya berhubungan dengan jamur, dan setidaknya mitokondria paling mungkin mewakili bagian/tempat asalnya—kehilangan organel sekunder dari garis keturunan organisme yang pernah dimiliki mitikondria (Emblet dan Hirt, 1998). Saat ini, pencarian garis keturunan eukariotik pertama berpusat di sekitar Palabiontida, sekelompok amitochondriates yang hidup bebas seperti flagellate amoeboid raksasa Pelomyxa palustris (Stiller et al, 1998). Fokus pencarian pada organisme Amitochoriate didorong/didukung oleh gagasan bahwa bagian eukaritok lebih bebas dari bagian mitokondria, e.i., bahwa eukariotik memperoleh mitokondria setelah mereka sudah memiliki sebuah membran inti tertutup. Kemungkinan bahwa mitokondria memiliki sifat yang mendefinisikan eukariotik, yaitu prokariot yang terdapat mitokondria sehingga dapat mengubahnya menjadi Eukariot.

Related Documents

Galah Panjang
June 2020 10
Panjang Buah.xls
May 2020 10
Jalan Panjang
April 2020 22
Muai Panjang
June 2020 7
Kacang Panjang
October 2019 25
Dosa Berkuku Panjang
July 2020 7

More Documents from "b'lalang biru"