Panduwinata Netralitas Ilmu.docx

  • Uploaded by: Rozal Nawafil
  • 0
  • 0
  • June 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Panduwinata Netralitas Ilmu.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 2,617
  • Pages: 11
NETRALITAS ILMU

PANDUWINATA 29.0470 E-1

INSTITUT PEMERINTAHAN DALAM NEGERI FAKULTAS MANAJEMEN PEMERINTAHAN

A. Perbedaan Pengetahuan Dan Ilmu Pengetahuan adalah hasil dari pemikiran, Pengetahuan (knowledge) bisa berubah menjadi ilmu (science). Ilmu adalah susunan dari pengetahuan yang mepersoalkan bagian tertentu dari alam. Pada tingkat manusia yang berbudi, pengetahuam itu pertama diperoleh dari pengalaman dan kedua dengan usaha yang dilakukan dengan sengaja untuk mengetahui dengan obyektif alam sekitr berdasarkan penyelidikan dan pembentkan konsep-konsep yang rasional. Yaitu tunduk pada hukum logika dan dirumuskan dengan matematik. Memang pengetahuan itu mempunyi manfaat yang amat besar bagi umat manusia karena dengan berpengetahuan manusia itu menjadi lebih mengerti. Pengetahunan yang diperoleh sedemikian itu pada umumnya telah memberikan jaminan akan kepastian yang lebih besar. Yang lebih tingi dibandingkan dengan dengan kepastian hayati yang dipunyai oleh hewan yang mengadakan reaksi secara naluriah. Manusia dengan seganap kemampuan kemanusiaanya seperti perasaan, pikiran, pengalaman dalam kehidupanya dan pengaptrasikan tersebut daklam dirinya dalam berbagaio bentuk ketahuan, seumpamanya kebiasaan,akal sehat seni sejarah dan filsafat Perolehan pengetahuan seperti itulah yang telah membuat manusia menjadi lebih mengerti. Dengan pengetahuan pula manusia dapat meningkatkan taraf kehidupanya menjadi lebih tingi, lebih terhormat dan lebih mulia dibandingkan dengan Hewan yang tidak mempunyai akal. Dengan pengetahuan pula manusia dapat menciptakan sesuatu yang lebih modern seperti yang telah kita ketahui sekarang ini, kehidupan sudah menjadi Jauh leebih baik. Seperti ysng lita keetahui sekarang yang disebut Zaman modern dan lebih canggih. 1. Hakikat Ilmu Ilmu adalah adalah hal sistematis yang membangun dan mengatur pengetahuan dalam bentuk penjelasan serta prediksi yang dapat diuji melalui metode ilmiah tentang alam semesta (Mirriam Webster dictionary, 2018). Ilmu terdiri dari dua hal, yaitu bagian utama dari pengetahuan, dan proses di mana pengetahuan itu dihasilkan. Proses pengetahuan memberikan individu cara berpikir dan mengetahui dunia. Proses ilmiah adalah cara membangun pengetahuan dan membuat prediksi tentang dunia dengan cara sedemikian rupa sehingga dapat diujiTujuan ilmiah yang berbeda biasanya menggunakan metode dan pendekatan yang berbeda untuk menyelidiki dunia, tetapi proses pengujian adalah inti dari proses ilmiah untuk

semua ilmuwan (Carpi & Egger, 2011). Pada proses menganalisis dan menginterpretasikan data, ilmuwan menghasilkan hipotesis, teori, atau hukum yang membantu menjelaskan hasil temuan dan menempatkannya dalam konteks pengetahuan ilmiah yang lebih luas. Berbagai macam penjelasan ini

diuji oleh para ilmuwan melalui eksperimen tambahan, observasi,

pemodelan, dan studi teoritis. Dengan demikian, pengetahuan ilmiah dibangun di atas ide-ide sebelumnya dan terus berkembang. Hal ini sengaja dibagi dengan orang lain melalui proses peer review dan kemudian melalui publikasi dalam literatur ilmiah, di mana disana didapatkan evaluasi dan integrasi oleh komunitas yang lebih besar. Salah satu keunggulan dari pengetahuan ilmiah adalah bahwa hal itu dapat berubah, karena data baru dikumpulkan dan interpretasi ulang dari data yang sudah ada. Teori-teori utama, yang didukung oleh banyak bukti, jarang sekali diubah sepenuhnya, tetapi data baru dan penjelasan teruji menambah nuansa dan detail (Carpi & Egger, 2011). Sembilan ciri utama science menurut Mondal (2018) adalah sebagai berikut: 1. Objektivitas Pengetahuan ilmiah bersifat objektif. Objektivitas berarti kemampuan untuk melihat dan menerima fakta apa adanya. Untuk menjadi objektif, seseorang harus waspada terhadap bias, keyakinan, harapan, nilai, dan preferensi sendiri. Objektivitas menuntut bahwa seseorang harus menyisihkan segala macam pertimbangan subyektif dan prasangka. 2. Verifiability Sains bersandar pada data indra, yaitu data yang dikumpulkan melalui indera kita, yaitu mata, telinga, hidung, lidah, dan sentuhan. Pengetahuan ilmiah didasarkan pada bukti yang dapat diverifikasi, melalui pengamatan faktual konkret sehingga pengamat lain dapat mengamati, menimbang atau mengukur fenomena yang sama dan memeriksa observasi untuk akurasi. 3. Netralitas Etis Sains bersifat etis netral. Ilmu hanya mencari pengetahuan. Bagaimana pengetahuan ini akan digunakan akan ditentukan oleh nilai-nilai kemasyarakatan. Pengetahuan dapat digunakan berbeda. Etika netralitas tidak berarti bahwa ilmuwan tidak memiliki nilai. Di sini hanya berarti bahwa ia tidak boleh membiarkan nilai-nilainya mengubah desain dan perilaku

penelitiannya. Dengan demikian, pengetahuan ilmiah adalah netral terhadap nilai-nilai atau bebas-nilai. 4. Eksplorasi sistematis Sebuah penelitian ilmiah mengadopsi prosedur sekuensial tertentu, rencana yang terorganisir atau desain

penelitian untuk mengumpulkan dan menganalisis

fakta tentang

masalah yang diteliti. Umumnya, rencana ini mencakup beberapa langkah ilmiah, seperti perumusan hipotesis, pengumpulan fakta, analisis fakta, dan interpretasi hasil. 5. Keandalan atau Reliabilitas Pengetahuan ilmiah harus terjadi di bawah keadaan yang ditentukan tidak sekali tetapi berulang kali dan dapat direproduksi dalam keadaan yang dinyatakan di mana saja dan kapan saja. Kesimpulan berdasarkan hanya ingatan tanpa bukti ilmiah sangat tidak dapat diandalkan. 6. Presisi Pengetahuan ilmiah harus tepat, tidak samar-samar seperti beberapa tulisan sastra. Presisi membutuhkan pemberian angka, data atau ukuran yang tepat. 7. Akurasi Pengetahuan ilmiah itu akurat. Akurasi secara sederhana berarti kebenaran atau kebenaran suatu pernyataan, menggambarkan hal-hal dengan kata-kata yang tepat sebagaimana adanya tanpa melompat ke kesimpulan yang tidak beralasan, harus ada data dan bukti yang jelas. 8. Abstrak Sains berlanjut pada bidang abstraksi. Prinsip ilmiah umum sangat abstrak. Tidak tertarik untuk memberikan gambaran yang realistis. 9. Prediktabilitas Para ilmuwan tidak hanya menggambarkan fenomena yang sedang dipelajari, tetapi juga berusaha untuk menjelaskan dan memprediksi juga.

Dalam bukunya yang berjudul Methods in Psychological Research, Evans dan Rooney (2008) berpendapat dengan orientasi psikologi yang mempelajari individu sebagai subject matter-nya, bahwa ilmu memiliki empat fungsi, antara lain: a. To Describe (mendeskripsikan) b. To Explain (menjelaskan) c. To Predict (memprediksikan) d. To Control (mengontrol atau mengendalikan)

2. Hakikat Pengetahuan Pengetahuan adalah familiaritas, kesadaran, atau pemahaman mengenai seseorang atau sesuatu, seperti fakta, informasi, deskripsi, atau keterampilan, yang diperoleh melalui pengalaman atau pendidikan dengan mempersepsikan, menemukan, atau belajar. Pengetahuan dapat merujuk pada pemahaman teoritis atau praktis dari suatu subjek. Hal ini dapat diperoleh secara implisit, dengan keterampilan atau keahlian praktis atau eksplisit, dengan pemahaman teoritis terhadap suatu subjek dan bisa secara disesuaikan keformalan atau sistematisnya (Oxford dictionary, 2018). Mintaredja (1980) berpendapat bahwa pengetahuan adalah suatu istilah untuk menuturkan apabila seseorang mengenal sesuatu. Artinya semua pengetahuan manusia berasal dari rasa ingin tahu sebagai kecenderungan dasar manusia. Rasa ingin tahu tersebut dicerna oleh panca indera serta ditampung dalam ingatan hingga memunculkan pengetahuan. Sumber Pengetahuan: a. Pengalaman indera (sense experience) Pengetahuan dapat diperoleh melalui penangkapan panca indera di mana kemudian menjadi dasar perkembangan “empirisme” b. Penalaran (reason) Pengetahuan diperoleh dengan cara menggabungkan atau mengabstraksikan dua pengertian atau lebih berdasarkan akal sehat manusia.

c. Otoritas (authority) Pengetahuan diperoleh berdasarkan otoritas sebagai kekuatan sah yang dimiliki seseorang atau kelompok. d. Intuisi (intuition) Pengetahuan diperoleh dari proses kejiwaan tanpa stimulus atau rangsangan dari luar. e. Wahyu (revelation) Pengetahuan berdasarkan pada wahyu Tuhan melalui perantara utusan-utusan-Nya. f. Keyakinan (Faith) Jenis pengetahuan ini sulit dibedakan dengan pengetahuan yang bersumber pada wahyu. Jika wahyu berdasar dogmatisme agama, sementara keyakinan lebih mengacu pada kematangan (maturation) sehingga sifatnya lebih dinamis. Dalam

keseharian, seringkali ilmu (science) disamakan dengan pengetahuan

(knowledge), padahal secara prinsip keduanya berbeda. Ilmu adalah sesuatu yang dihasilkan dari pengetahuan ilmiah yang berawal dari

perpaduan proses

berpikir deduktif (rasional) dan

induktif (empiris), sedangkan pengetahuan adalah hasil aktivitas manusia (subyek) yang mempunyai kesadaran untuk mengetahui obyek yang dihadapinya sebagai sesuatu yang ingin dikenal dan diketahui.

B. Netral dan Tidak Netral Kata “netral” biasanya diartikan tidak memihak atau imbang atau murni. Dalam isitilah “ilmu netral” atau “sains netral” maupun “netralitas ilmu” berarti bahwa ilmu itu tidak memihak pada apapun termasuk kebaikan dan tidak juga pada kejahatan. Ilmu berdiri sendiri (independent) tidak terpengaruh oleh apapun. Kebaikan atau keburukan adalah hal lain di luar permasalahan keilmuan. Keduanya adalah nilai yang sama sekali tidak boleh mempengaruhi ilmu. Itulah sebabnya kemudian istilah “netralitas ilmu” atau semacamnya sering juga disebut dan diganti dengan istilah ilmu yang bebas nilai (value free) Di samping kedua istilah tersebut, yang secara jelas menunjukkan saling keterkaitannya, juga dikenal dengan istilah lain berupa “ilmu objektif”. Artinya bahwa ilmu pengetahuan

terbentuk dari gugusan teori yang didapat dari objek pengetahuan yang berupa data-data fakta empirik (semesta). Data-data tersebut harus sesuai dengan fakta empiri tanpa melibatkan karakteristik tertentu di luar objek ilmu itu sendiri termasuk dari seorang ilmuwan. Hal yang berada di luar objek ilmu berfungsi sebagai subjek. Ilmuwan misalnya hanyalah sebagai subjek yang mengamati/meneliti objek dan menyimpulkan fakta-fakta empiri darinya. Fakta-fakta tersebut disusun sebagai teori-teori pengetahuan yang independen tanpa dipengaruhi oleh hal-hal yang bersifat subjektif. Teori-teori yang dikumpulkan dari fakta objek terSebut kemudian disebut dengan ilmu. Karena ilmu itu terbentuk dari fakta-fakta empiris dari objek maka kemudian ia disebut dengan ilmu yang objektif. Kebenaran objektifitas ilmu hanya dapat dinilai ketika unsur-unsur subjektifitas ilmu tersebut tidak mempengaruhinya atau tidak masuk sebagai salah satu unsur dari bangunan teoriteorinya. Dalam hal ini berarti unsur-unsur subjektifitas ilmu dihilangkan. Unsur-unsur tersebut dapat berupa keyakian-keyakinan, kepercayaan, paradigma, kepentingan, nilai dan lain sebagainya. Sudah jelas dapat dikatakan bahwa ilmu pengetahuan akan dikatakan objektif apabila ia terlepas dari unsur-unsur lain di luar dirinya, termasuk nilai (value free). Begitu ilmu terbebas dari nilai atau unsur-unsur lainnya, maka ilmu dalam keadaan posisi netral, karena ia tidak memihak kepada sesuatu apapun kecuali pada dirinya sendiri (independent). Netralitas ilmu menekankan pentingnya objektifitas ilmu pengetahuan, mencoba meminimalisir subjektifitas di luarnya, bahkan berusaha untuk menghilangkan subjektifitas itu sendiri. Paradigma netralitas ilmu ini meyakini bahwa semakin objektif (terbebas dari nilai) ilmu pengetahuan semakin mendekati kebenaran (positif) Paradigma netralitas ilmu atau bebas nilai ini pertama kali dianut serta dikembangkan oleh paham positivisme dalam sejarah filsafat ilmu pengetahuan. Paham ini memandang bahwa pengetahuan positif-ilmiah adalah pengetahuan yang pasti, nyata dan berguna. Objek-objek fisik hadir independen dari subjek dan hadir secara langsung melalui data inderawi. Data-data inderawi ini adalah satu. Apa yang dipersepsi adalah fakta sesungguhnya, tanpa melibatkan unsur diluarnya. Sebuah masalah keilmuan harus dirumuskan sedemikian sehingga pengumpulan data dapat dilakukan secara objektif, bebas nilai dan netral. Objektif artinya bahwa data dapat tersedia

untuk penelaahan keilmuan tanpa ada hubungannya dengan karakterisktik individual dari seorang ilmuwan. Bebas nilai berarti dikotomi yang tegas antara fakta dan nilai mengharuskan subjek peneliti mengambil jarak dengan semesta dengan bersikap imparsial-netral. Sedangkan netral berarti ilmu tidak memihak pada selain dirinya sendiri. Selain itu paradigma netralitas sain juga penting untuk dikaji karena pemahaman ini terkait dengan dengan pemahaman sains, di mana banyak sekali aspek kehidupan manusia yang diatur secara langsung oleh sains. Paham bahwa sains itu netral atau terikat oleh nilai akan mempengaruhi hubungan cara kerja sains dan manusia itu sendiri. Ide netralitas ilmu pengetahuan baru mendapat legitimasinya pada zaman modern ketika muncul Filsafat Positivisme yang dimotori oleh Auguste Comte (1798-1857) di mana pemikiranpemikirannya tertuang dalam bukunya yang berjudul “The Course of Positive Philosophy” yang berisi garis-garis besar prinsip positivisme-nya.[12] Ia berpendapat bahwa realitas ada (exist) dalam kenyataan yang berjalan sesuai dengan hukum alam (natural law). Tanpa ada pengaruh apapun di luarnya (objektif) karena realitas itu independen dari subjek. Dengan begitu paham ini juga mengenyampingkan realitas metafisika, termasuk di dalamnya mitologi dan hal-hal yang bersifat esoteris lainnya seperti nilai. Diantara ciri-ciri positivisme adalah bahwa ilmu pengetahuan dipandang sebagai sesuatu yang ‘bebas nilai’ atau ‘netral’ atau ‘objektif’. Inilah yang menjadi dasar prinsip filosofis pemikiran positivisme. Paham ini mencoba memberi garis demarkasi antara fakta dan nilai. Fakta berdiri sendiri di luar nilai. Dengan begitu subjek peneliti harus mengambil jarak dengan realita dengan bersikap imparsial-netral. Ciri lainnya adalah ‘mekanisme’, yaitu paham yang mengatakan bahwa semua gejala alam dapat dijelaskan secara mekanikal-determinis seperti layaknya mesin. Posistivisme telah menjadi wacana filsafat ilmu yang dominan diterapkan pada berbagai sains hari pada abad ini. Hingga dari semakin pervasifnya dominasi tersebut, positivisme bukan hanya menjadi bagian dari paham filsafat ilmu, menurut Ian Hacking ia juga telah dianggap menjadi semacam agama baru[13], karena ia telah melembagakan pandangan-pandangan menjadi doktrin bagi berbagai bentuk pengetahuan manusia, dengan tetap berpegang teguh pada prinsip bebas nilai, objektif, dan sekularismenya.

Meski demikian paham ini mendapat sorotan tajam dari kalangan ilmuwan.[14] Dari beberapa pemikir yang mempermasalahkan tersebut adalah Karl R. Popper, para filsuf Frankfurt Schule, Feyerabend, N. A. Withehead, Nashr, Al-Attas, Paul Illich dan lainnya. Mereka menemukan fakta bahwa ilmu itu mesti terikat oleh nilai, subjek dan tidak netral. Di balik klaim bebas nilai, tersembunyi nilai-nilai ideologis yang mempunyai maksud tersendiri

1. Netralitas ilmu dalam ontology Ontologi adalah salah salah satu diantara lapangan penyelidikan filsafat yang paling kuno, awal mula alam pikiran barat sudah menunjukan munculnya perenungan dibidang ontologi. Apa yang ingin diketahui oleh ilmu, Atau dengan lkata lain apakah yang menjadi telaah bidang kajian ilmu adalah hal-hal yang dibahas ontology. Menurut jujun obyek penelaah ilmu mencakub seluruh aspek kehidupan yang dapat diuji oleh panca indr manusia dalam batas-batas tersebut maka ilmu mempelajari obyek empiris. Karena dalam bidang ini kewenangan ilmu hanya dalam batas empiris, maka ilmu itu netral, dan pada tataran ini pula ilmuan harus mampu menilai antara yang baik dan yang buruk, yang pada hakikatnya mengharuskan dia menentukan sikap. Kenetralan atau kebebasan ilmu yang dituntut tidak sama dengan ketidak terikatan mutlak, akan tetapi kenetralan disini adalah diberlakukanya nilai khusus yang diwujudkan ilmu pengetahuan. Karena kebenaran dijunjung tingi sebagai nilai, maka kebenaran itu dikejar secara murni dan semua nilai lain dikesampingkan 2. Netralitas ilmu dalam epistimologi. Apa untungnya bila sain itu netral? Bila sain itu kia angap netral, atau kita mengatakan bahwa sain sebaiknya netral netral keuntunganya adalah perkembangan sain akan cepat terjadi. Karena tidak ada yang menghambat atau menghalangi peneliti memilih dan menetapkan obyek yang hendak diteliti, cara meneliti dan mengunakan produk penelitian. Orang yang mengangap sain tidak netral akan dibatasi oleh nilai dalam memilih obyek penelitian, cara meneliti dan mengunaka hasil penelitian. Ilmu merupakan pengetahuan yang didapat melelui proses tertentu yang dinamakan metode keilmuan. Metode inilah yang membedakan ilmu dengan buah pikiran lainya atau dengan perkataan lain ilmu adalah pengetahuan yang diperoleh melelui metode keilmuan.

Metode menurut Senn sebagaimana dikutib Jujun, merupakan produser atau cara mengetahui sesuatu yang mempunyai lagkah-langkah yang sistematis. Metodologi merupakan suatu kajian dalam mempelajari peraturan-peraturan yang terdapat dalam metode ilmiah. Metode ini secara filsafati termasuk apa uyang diamakan epistimologi. Epistimologi dalah pembahasan bagaimana kita mendapatkan pengetahuan: Apakah sumber-sumber pengetahuan? Apakah manusia dimungkinkan untuk mendapatkan pengetahuan? Sampai mana mungkin pengetahuan yang ditangkap manusia. Kenetralan seorang ilmuan disebabkan angappannya bahwa ilmu pengetahuan merupakan rangkaian penemuan yang mengarah pada penemuan selanjutnya. Kemajuan ilmu pengetahun tidak melelui loncatan loncatan yang tidak berketentuan melainkan melalui proses kumulatif yang teratur. Dengan demikian usaha menyembunyikan kegiatan kegiatan kebenaran dalam kegiatan ilmiah merupakan kerugian bagi kemajuan ilmu pengetahuan seterusnya , dalam penemuan ini ilmu itu bersifat netral. Dri aspek inilah pengetahuan terbebas dari aspek-aspek yang mengikat Seoarang ilmuan tidak boleh memutar balikan penemuanya bikla hipotesisnya yag dijunjung tingi yang disusun diatas kerangka pemikiran yang terpengaruh preferensi moral ternyata hancur berantaklan karena bertentangan dengan fakta-fakta pengujian. Disini hitam dikatakan hitam dan putih dikatakan putih apapun juga konsekuensinya bagi obyek moral yang mendorong dia untuk melekukan penelaahnya, penyimpangan dalam halini merupakan pelangaran moral yang sangat dikutuk dalam masyarakat ilmuan.[14]

3. Netralitas Ilmu dalam Aksiologi Yang paling merugikan umat manusia adalah bila paham sain netral itu telah menerapkan pemahamanya pada aspek aksiologi. Mereka dapat saja mengunakan hasil penelitianya untuk keperluan apapun tanpa mempertimbangkan nilai. Paham sain netral sebenarnya tidak telah melawan atau menyimpang dari maksud penciptaan sains. Tadinya sains dibuat untuk membantu manusia dalam menghadapi kesulitan hidupnya. Paham ini sebenarnya telah bermakna bahwa sains itu tidak netral, sains memihak pada kegunaan membantu menyelesaikan kesulitan yang dihadapi oleh manusia. Sementara itu

paham sains netral terus justru akan memberikan kesulitan bagi manusia menyelesaikan kesulitan yang dihadapi manusia. Kata kunci terletak di aksiologi sain yaitu ini: peneliti akan membuat teori, sebenarnya ia telah berniat membantu manusia menyelesaikan masalah dalam kehidupanya, mengapa justru demikian temuanya dapat menambah masalah bagi manusia? karena karena ia menganut sain netral padahal sebenarnya seharusnya ia menganut sain yang tidak netral. Berdasarkan uraian sederhana diatas diatas dapatkah ditarik kesimpulan bahwa yang paling bijaksana ialah kita memihak atau memilih paham bahwa sain tidaklah netral. Sain itu bagian dari dari kehidupan, sementara kehidupan itu secara keseluruhan tidaklah netral. Paham sain tidak netral adalah paham yang sesuai dengan ajaran semua agama dan sesuai pula dengan niat ilmuan tatkala menciptakan teori sain. Jadi sebenarnya tidak ada jalan bagi penganut sain netral.

SUMBER : https://www.researchgate.net/publication/327307040_Hakikat_Ilmu_dan_Pengetahuan https://sipenulis.wordpress.com/2008/08/23/netralitas-sains/ Kattsorf Louis O, Pengantar Filsafat,Yokyakarta: Tata wicara, 1995 Suria sumantri jujun s, Filsafat ilmu sebuah pengantar popular, Jakarta: Pustaka sinar Kwee Berling, Mooij Van Peursen, Pengantar Filsafat Ilmu. Yokyakarta: Tiara wacana, 2003

Related Documents


More Documents from "Misran Muhsin"