PANDUAN ASESMEN I.
DEFINISI
Asesmen pasien adalah suatu proses yang dilakukan secara sengaja, sistematis dan terencana untuk mendapatkan informasi, menganalisis, mengidentifikasi dan menatalaksana keadaan yang membawa seorang pasien datang untuk berobat ke rumah sakit. Proses ini berlangsung sejak dari fase pre-rumah sakit hingga manajemen pasien di rumah sakit.
Asesmen pasien gawat darurat adalah suatu proses yang dilakukan secara sengaja, sistematis dan terencana untuk mendapatkan informasi dari seseorang individu yang datang ke rumah sakit sesegera mungkin untuk mengidentifikasi kondisi yang mengancam nyawa, melakukan intervensi secepat mungkin dan menatalaksana cedera yang tidak mengancam nyawa serta manajemen transfer di Instalasi Gawat Darurat
Asesmen pasien rawat jalan adalah suatu proses yang dilakukan secara sengaja, sistematis dan terencana untuk mendapatkan informasi dari seseorang individu yang datang ke rumah sakit untuk mendapatkan pelayanan medis dengan tujuan untuk memperoleh pengamatan, diagnosis, pengobatan, rehabilitasi dan pelayanan kesehatan lainnya tanpa mengharuskan individu tersebut untuk dirawat inap.
Asesmen pasien rawat inap adalah suatu proses yang dilakukan secara sengaja, sistematis dan terencana untuk mendapatkan informasi dari seseorang individu yang datang ke rumah sakit untuk mendapatkan pelayanan medis dengan tujuan untuk memperoleh pengamatan, diagnosis, pengobatan, rehabilitasi dan pelayanan kesehatan lainnya dimana keseluruhan proses ini membutuhkan waktu yang lebih lama sehingga pasien harus tinggal untuk jangka waktu tertentu di ruangan dalam rumah sakit.
Asesmen tempat kejadian adalah suatu tindakan yang dilakukan oleh paramedis saat tiba di tempat kejadian.
Asesmen awal adalah suatu proses untuk mengidentifikasi dan menangani kondisi yang mengancam nyawa, berfokus pada tingkat kesadaran pasien, stabilisasi leher dan tulang belakang, menjaga patensi jalan napas, pernapasan, dan sirkulasi.
Asesmen segera-kasus trauma : dilakukan terhadap pasien yang mengalami cedera signifikan untuk mengidentifikasi cedera yang berpotensi mengancam
1
nyawa. Perkirakan juga derajat keparahan cedera, tentukan metode transfer dan pertimbangkan Bantuan Hidup Lanjut.
Yang dimaksud dengan cedera signifikan adalah tabrakan motor; tabrakan mobilpejalan kaki; penetrasi pada kepala, dada, atau perut; terjatuh melebihi jarak 6 meter (dewasa) dan 3 meter (anak).
Asesemen segera-kasus medis : dilakukan terhadap pasien yang tidak sadar, delirium, atau disorientasi; berupa identifikasi segera kondisi yang berpotensi mengancam nyawa.
Asesmen terfokus-kasus trauma : dilakukan terhadap pasien yang tidak mengalami cedera signifikan, dan telah dipastikan tidak memiliki cedera yang dapat mengancam nyawa. Berfokus pada keluhan utama pasien.
Asesmen terfokus-kasus medis : dilakukan pada pasien yang sadar, memiliki orientasi baik, dan tidak mempunyai kondisi yang mengancam nyawa. Berfokus pada keluhan utama pasien.
Asesmen secara menyeluruh : hanya dilakukan jika terdapat jeda waktu di tempat kejadian saat menunggu ambulans tiba atau pada saat transfer ke rumah sakit / ruang rawat inap. Pemeriksaan dilakukan dari kepala-kaki untuk mengidentifikasi masalah yang tidak mengancam nyawa yang dimiliki oleh pasien.
Asesmen berkelanjutan : dilakukan selama transfer atau perawatan terhadap semua pasien, untuk mengidentifikasi adanya perubahan pada kondisi pasien, berupa perburukan/perbaikan kondisi.
Asesmen pediatrik adalah pengkajian yang dilakukan terhadap pasien anak-anak.
Asesmen neurologis adalah pengkajian yang dilakukan untuk kasus cedera kepala atau gangguan neurologis dengan berfokus kepada pemeriksaan status kesadaran.
Asesmen gizi adalah pengkajian yang dilakukan untuk mengetahui status gizi pasien.
Asesmen nyeri adalah pengkajian yang dilakukan untuk mengetahui dan mengukur rasa nyeri yang dialami oleh pasien.
Asesmen fungsional, termasuk di dalamnya asesmen resiko jatuh adalah pengkajian terhadap kemampuan pasien untuk melakukan aktifitas sehari-sehari dan mengidentifikasi resiko kemungkinan jatuh pasien.
Asesmen psikologis dan sosial ekonomi awal adalah pengkajian terhadap status psikologis pasien (apakah pasien cemas, depresi, ketakutan atau berpotensial agresif, menyakiti diri sendiri atau orang lain) dan pengkajian terhadap status sosial ekonomi yang bisa mempengaruhi keadaan pasien.
2
II.
RUANG LINGKUP Ruang lingkup Pedoman Asesmen Rumah Sakit Santa Maria Pekanbaru meliputi a.
Asesmen pasien Gawat Darurat Asesmen pasien gawat darurat adalah suatu proses yang dilakukan secara sengaja, sistematis dan terencana untuk mendapatkan informasi dari seseorang individu yang datang ke rumah sakit sesegera mungkin untuk mengidentifikasi kondisi yang mengancam nyawa, melakukan intervensi secepat mungkin dan menatalaksana cedera yang tidak mengancam nyawa serta manajemen transfer di Instalasi Gawat Darurat.
b.
Asemen pasien Rawat Jalan Asesmen pasien rawat jalan adalah suatu proses yang dilakukan secara sengaja, sistematis dan terencana untuk mendapatkan informasi dari seseorang individu yang datang ke rumah sakit untuk mendapatkan pelayanan medis dengan tujuan untuk memperoleh pengamatan, diagnosis, pengobatan, rehabilitasi dan pelayanan kesehatan lainnya tanpa mengharuskan individu tersebut untuk dirawat inap.
c.
Asesmen pasien Rawat Inap Asesmen pasien rawat inap adalah suatu proses yang dilakukan secara sengaja, sistematis dan terencana untuk mendapatkan informasi dari seseorang individu yang datang ke rumah sakit untuk mendapatkan pelayanan medis dengan tujuan untuk memperoleh pengamatan, diagnosis, pengobatan, rehabilitasi dan pelayanan kesehatan lainnya dimana keseluruhan proses ini membutuhkan waktu yang lebih lama sehingga pasien harus tinggal untuk jangka waktu tertentu di ruangan dalam rumah sakit.
III.
TATALAKSANA A. JENIS-JENIS ASESMEN 1.
ASESMEN TEMPAT KEJADIAN Asesmen tempat kejadian adalah suatu tindakan yang dilakukan oleh
paramedis saat tiba di tempat kejadian. Salah satu jenis pelayanan yang diberikan rumah sakit mencakup pelayanan evakuasi atau penjemputan pasien dari luar rumah sakit. Lingkungan di luar rumah sakit bisa merupakan suatu lingkungan yang dinamis sehingga paramedis diharapkan dapat memberikan respons sesuai dengan keadaan yang bisa berubahubah sewaktu-waktu. Terkadang keadaan pasien bisa dipersulit oleh posisi dan
3
lokasi pasien; dan seringkali pelayanan medis sulit dilakukan pada keadaan yang tidak terkontrol. Banyak faktor-faktor eksternal seperti iklim, cuaca, bahan-bahan berbahaya dan lain-lainnya yang bisa mempengaruhi tindakan yang dilakukan. Informasi dan pengetahuan yang cukup sangat diperlukan dalam kondisi ini. Informasi yang berguna harus bisa diperoleh saat menerima permintaan pelayanan dari luar rumah sakit. Informasi mengenai keadaan pasien, keadaan lingkungan sekitar, lokasi dan posisi pasien bisa sangat membantu perencanaan tindakan yang akan dilakukan. Untuk itu, disusun suatu asesmen dalam memberikan pelayanan evakuasi atau penjemputan pasien dari luar rumah sakit. a) Amankan area Saat tiba di tempat kejadian, segera amankan area sekitar lokasi pasien atau korban. Pastikan paramedis mendapatkan area yang cukup luas untuk melakukan tindakan dan hanya pihak-pihak yang dapat memberikan informasi dan bantuan yang berguna yang diizinkan untuk berada di area tempat kejadian. b) Gunakan alat pelindung diri Alat pelindung diri yang lengkap harus digunakan sebelum memberikan bantuan kepada pasien atau korban. Alat pelindung diri digunakan harus nyaman, ringan, aman dan dapat memberikan proteksi yang optimal. Alat pelindung diri yang digunakan disesuaikan dengan kondisi yang dihadapi. Banyak paramedis yang mengalami cedera atau bahkan terbunuh karena kurangnya perlindungan diri. c) Kenali bahaya dan hindari cedera lebih lanjut Amati lingkungan sekeliling. Berjalan dan bertindak dengan hati-hati. Kenali kemungkinan-kemungkinan
yang
berbahaya,
yang
bisa
mengancam
keselamatan penolong maupun yang bisa mencederai korban lebih lanjut. Misalnya keadaan jalan (apakah bergelombang, mendaki atau menuru, ada genangan air atau tidak), keadaan tangga, apakah ada gangguan listrik (kabel listrik yang lepas), apakah ada lampu atau jendela atau bagian-bagian lain yang bisa jatuh, apakah ada bahan-bahan beracun atau berbahaya dan sebagainya.
4
d) Panggil bantuan (ambulans, polisi, pemadam kebakaran) Paramedis tidak bisa bekerja sendiri. Terkadang ada kondisi-kondisi tertentu yang memerlukan pertolongan atau bantuan dari orang lain seperti polisi atau petugas pemadam kebakaran. e) Observasi posisi pasien Paramedis harus dapat menentukan apakah posisi pasien atau korban saat ditemukan dapat dirubah atau tidak. Keputusan merubah posisi pasien harus dilakukan setelah menganalisa keadaan pasien. Tempatkan pasien pada posisi yang tepat sesuai dengan keadaan pasien. f) Identifikasi mekanisme cedera Paramedis harus memperhatikan cedera-cedera yang dialami oleh pasien dan sebisa mungkin mencari tahu penyebab cedera-cedera tersebut. Mekanisme cedera bisa memberikan gambaran yang lebih jelas dalam penanganan selanjutnya. g) Pertimbangkan stabilisasi leher dan tulang belakang Pada pasien atau korban terutama trauma kepala atau korban jatuh dari ketinggian selalu pertimbangkan tindakan untuk melindungi leher dan tulang belakang. h) Rencanakan strategi untuk melindungi barang bukti dari tempat kejadian Barang bukti, bisa berupa apa saja, terkadang sangat penting dalam suatu kejadian. Paramedis harus mengusahakan intervensi yang minimal terhadap lingkungan sekitar pasien atau korban. Paramedis diharapkan dapat mengidentifikasi hal-hal di sekeliling tempat kejadian yang berhubungan dengan keadaan pasien. 2.
ASESMEN AWAL Asesmen awal adalah suatu proses untuk mengidentifikasi dan menangani
kondisi yang mengancam nyawa, berfokus pada tingkat kesadaran pasien, stabilisasi leher dan tulang belakang, menjaga patensi jalan napas, pernapasan, dan sirkulasi. Asesmen awal harus dilakukan pada saat kontak pertama dengan pasien. Asesmen awal hendaknya dilakukan dengan cepat dan hanya memerlukan waktu beberapa detik hingga satu menit. Asesmen awal yang cepat dan tepat akan menghasilkan diagnosa awal yang dapat digunakan untuk menentukan penanganan yang diperlukan oleh pasien.
5
Asesmen awal dan diagnosa awal menentukan apakah pasien membutuhkan pelayanan segera-gawat darurat (label merah), sedang-gawat tidak darurat (label kuning), ringan–darurat tidak gawat atau tidak gawat tidak darurat (label hijau). Selain itu, asesmen awal dapat membantu menentukan apakah kondisi pasien kritis, tidak stabil, berpotensi tidak stabil atau stabil. Asesmen awal dapat membantu menentukan apakah pasien membutuhkan pelayanan kesehatan gawat darurat, rawat jalan ataupun rawat inap. Sehingga dengan adanya asesmen awal ini, pelayanan kesehatan terhadap pasien dapat dilakukan secara optimal. Panduan pelaksanaan asesmen awal adalah sebagai berikut : a)
Keadaan umum: i. Identifikasi keluhan utama / mekanisme cedera ii. Tentukan status kesadaran (dengan Glasgow Coma Scale-GCS) dan orientasi iii. Temukan dan atasi kondisi yang mengancam nyawa Untuk pasien geriatri : Dementia pada geriatri dapat mempersulit pengkajian status kesadarannya. Untuk informasi yang lebih akurat dapat ditanyakan kepada keluarga atau pengasuh sehari-hari.
b) Jalan napas: i. Pastikan patensi jalan napas (head tilt dan chin-lift pada pasien kasus medik, dan jaw thrust pada pasien trauma). ii. Fiksasi leher dan tulang belakang pada pasien dengan risiko cedera spinal iii. Identifikasi adanya tanda sumbatan jalan napas (muntah, perdarahan, gigi patah/hilang, trauma wajah) iv. Gunakan oropharyngeal airway (OPA) / nasopharyngeal airway (NPA) jika perlu. c)
Pernapasan: i. Nilai ventilasi dan oksigenasi ii. Buka baju dan observasi pergerakan dinding dada; nilai kecepatan dan kedalaman napas iii. Nilai ulang status kesadaran iv. Berikan intervensi jika ventilasi dan atau oksigenasi tidak adekuat (pernapasan < 12x/menit), berupa: oksigen tambahan, kantung pernapasan (bag-valve mask), intubasi setelah ventilasi inisial (jika perlu). Jangan menunda defibrilasi (jika diperlukan).
6
v. Identifikasi dan atasi masalah pernapasan lainnya yang mengancam nyawa d) Sirkulasi: i. Nilai nadi dan mulai Resusitasi Jantung-Paru (RJP) jika diperlukan 1. Jika pasien tidak sadar, nilai arteri karotis 2. Jika pasien sadar, nilai arteri radialis dan bandingkan dengan arteri karotis 3. Untuk pasien usia ≤ 1 tahun, nilai arteri brakialis3 ii. Atasi perdarahan yang mengancam nyawa dengan memberi tekanan langsung (direct pressure) dengan kassa bersih. iii. Palpasi arteri radialis : nilai kualitas (lemah/kuat), kecepatan denyut (lambat, normal, cepat), teratur atau tidak. iv. Identifikasi tanda hipoperfusi / hipoksia (capillary refill, warna kulit, nilai ulang status kesadaran). Atasi hipoperfusi yang terjadi. Untuk pasien geriatri : Pada pasien geriatri seringkali dijumpai denyut nadi yang irreguler. Hal ini jarang sekali berbahaya. Akan tetapi frekuensi nadi, baik itu takikardi (terlalu cepat) maupun bradikardi (terlalu lambat) dapat mengancam nyawa. e)
Identifikasi prioritas pasien: Segera - Gawat Darurat (label merah), Sedang - Gawat Tidak Darurat (label kuning), Ringan – Darurat Tidak Gawat, Tidak Gawat Tidak Darurat (label hijau) i. Pada pasien trauma yang mempunyai mekanisme cedera signifikan, lakukan asesmen segera dan terfokus kasus trauma dan imobilisasi spinal. ii. Pada pasien medis yang tidak sadar, lakukan asesmen segera dan terfokus kasus medis
3.
ASESMEN SEGERA DAN TERFOKUS Asesmen segera dan terfokus dilakukan setelah prioritas pasien ditentukan
saat asesmen awal. Pasien yang mengalami cedera signifikan atau pasien medis yang tidak sadar memerlukan asesmen segera dan hendaknya dilakukan di Instalasi Gawat darurat. Pasien medis yang sadar atau pasien trauma yang tidak mengalami cedera signifikan dilakukan asesmen terfokus di Instalasi Gawat Darurat atau di Instalasi Rawat Jalan, bila memungkinkan.
7
a) Asesmen segera : dilakukan pada pasien yang mengalami mekanisme cedera signifikan atau pasien medis yang tidak sadar sambil mempersiapkan transfer pasien. i. Kasus Medis – Tidak Sadar 1. Pertahankan patensi jalan napas 2. Periksa kepala, leher, dada, abdomen, pelvis, anggota gerak, dan tubuh bagian belakang 3. Nilai tanda vital: tekanan darah, nadi, pernapasan, suhu, warna 4. Nilai SAMPLE: a. S = sign& symptoms - tanda dan gejala, keluhan utama b. A = alergi c. M = medikasi / obat-obatan d. P = penelusuran riwayat penyakit terkait e. L = last oral intake / menstrual period – asupan makanan terkini / periode mestruasi terakhir f. E = etiologi penyakit 5. Inisiasi intervensi yang sesuai 6. Transfer sesegera mungkin 7. Lakukan pemeriksaan fisik menyeluruh 8. Lakukan asesmen berkelanjutan
ii.
Kasus trauma : dilakukan pada pasien, baik sadar maupun tidak sadar, yang mengalami mekanisme cedera signifikan untuk mengidentifikasi cedera yang mengancam nyawa. 1. Imobilisasi spinal dengan collar-neck 2. Nilai status kesadaran dengan GCS 3. Nilai ventilasi dan oksigenasi 4. Periksa kepala, leher, dada, abdomen, pelvis, anggota gerak, dan punggung belakang; menggunakan DCAP-BTLS: a.
D = deformitas
b.
C = contusions – kontusio / krepitasi
c.
A = abrasi
d.
P = penetrasi / gerakan paradoks
e.
B = burns – luka bakar
f.
T = tenderness – nyeri
8
g.
L = laserasi
h.
S = swelling – bengkak
5. Nilai tanda vital: tekanan darah, nadi, pernapasan, suhu, warna. 6. Nilai SAMPLE 7. Inisiasi intervensi yang sesuai 8. Transfer sesegera mungkin 9. Lakukan pemeriksaan fisik menyeluruh 10. Lakukan asesmen berkelanjutan b. Asesmen terfokus : dilakukan pada pasien medis yang sadar atau pasien yang tidak mengalami mekanisme cedera signifikan, dengan fokus pada keluhan utama pasien dan pemeriksaan fisik terkait. i. Kasus Medis 1. Asesmen berfokus pada keluhan utama 2. Telusuri riwayat penyakit sekarang (onset, pemicu, kualitas, penjalaran nyeri, derajat keparahan, durasi) 3. Nilai SAMPLE 4. Nilai tanda vital: tekanan darah, nadi, pernapasan, suhu, warna. 5. Inisiasi intervensi yang sesuai 6. Transfer sesegera mungkin 7. Lakukan pemeriksaan fisik menyeluruh 8. Lakukan asesmen berkelanjutan ii. Trauma 1. Pemeriksaan berfokus pada area/ bagian tubuh yang mengalami cedera dengan menggunakan DCAP-BTLS 2. Nilai tanda vital: tekanan darah, nadi, pernapasan, suhu, warna. 3. Nilai SAMPLE 4. Inisiasi intervensi yang sesuai 5. Transfer sesegera mungkin 6. Lakukan pemeriksaan fisik menyeluruh 7. Lakukan asesmen berkelanjutan
9
4.
ASESMEN SECARA MENYELURUH Pemeriksaan
dilakukan
secara
menyeluruh
dan
sistematis
untuk
mengidentifikasi masalah yang tidak mengancam nyawa pada pasien tetapi dapat meningkatkan morbiditas dan mortalitas. a)
Nilai tanda vital
b)
Kepala dan wajah: i.
Inspeksi: deformitas, asimetris, perdarahan
ii.
Palpasi: deformitas, nyeri, krepitasi
iii.
Nilai ulang potensi sumbatan jalan napas: gigi palsu, perdarahan, gigi patah, muntah, tidak adanya refleks batuk
iv.
Mata: isokoritas dan refleks cahaya pupil, benda asing, lensa kontak
v.
Hidung: deformitas, perdarahan, sekret
vi.
Telinga: perdarahan, sekret, hematoma di belakang telinga (Battle’s sign)
c)
Leher: i.
Nilai ulang deformitas dan nyeri, jika pasien tidak diimobilisasi
ii.
Inspeksi adanya luka, distensi vena jugularis, penggunaan otot bantu napas, perubahan suara.
iii. d)
Palpasi adanya krepitasi, pergeseran posisi trakea
Dada: i.
Inspeksi adanya luka, pergerakan dinding dada, penggunaaan otot bantu napas
ii.
Palpasi adanya nyeri, luka, fraktur, krepitasi, ekspansi paru
iii.
Perintahkan pasien untuk menarik napas dalam; inspeksi adanya nyeri, kesimetrisan, keluarnya udara dari luka.
iv. Auskultasi: ronki, mengi (wheezing), penurunan suara napas pokok. e)
f)
Abdomen: i.
Inspeksi: luka, hematoma, distensi
ii.
Palpasi semua kuadran: nyeri, defans muscular
Pelvis dan genitourinarius: i.
Palpasi dan tekan kedua spina iliaka anterior superior (SIAS) secara bersamaan untuk menilai adanya nyeri, instabilitas, atau krepitasi
ii.
Inspeksi dan palpasi: inkontinensia, priapismus, darah di meatus uretra
iii.
Palpasi denyut arteri femoralis
10
g)
Anggota gerak: i.
Inspeksi: angulasi, penonjolan tulang abnormal (protrusion), simetris
ii.
Palpasi: nyeri, krepitasi
iii.
Nilai nadi distal : intensitas (kuat/lemah), teratur, kecepatan (lambat, normal, cepat)
iv.
Nilai sensasi (saraf sensorik)
v.
Nilai adanya kelemahan / parese (jika tidak ada kecurigaan fraktur): perintahkan pasien untuk meremas tangan pemeriksa
vi. Nilai pergerakan anggota gerak (jika tidak ada kecurigaan fraktur) h)
5.
Punggung: i.
Imobilisasi jika ada kecurigaan cedera tulang belakang.
ii.
Palpasi: luka, fraktur, nyeri
iii.
Nilai ulang fungsi motorik dan sensorik pasien
ASESMEN BERKELANJUTAN Merupakan bagian dari asesmen ulang. Dilakukan pada semua pasien saat
transfer ke rumah sakit atau selama dirawat di rumah sakit. Tujuan: i.
Menilai adanya perubahan pada kondisi pasien yang mungkin membutuhkan intervensi tambahan
ii.
Mengevaluasi efektifitas intervensi sebelumnya
iii.
Menilai ulang temuan klinis sebelumnya
Pada pasien stabil: ulangi dan catat asesmen awal setiap 15 menit Pada pasien tidak stabil: ulangi dan catat asesmen awal setiap 5 menit i.
Nilai ulang status kesadaran
ii.
Pertahankan patensi jalan napas
iii.
Pantau kecepatan dan kualitas pernapasan
iv.
Nilai ulang kecepatan dan kualitas denyut nadi
v.
Pantau warna dan suhu kulit
vi.
Nilai ulang dan catat tanda vital
Ulangi asesmen terfokus sesuai dengan keluhan pasien Periksa intervensi: i. Pastikan pemberian oksigen adekuat ii. Manajemen perdarahan iii. Pastikan intervensi lainnya adekuat
11
6.
ASESMEN PEDIATRIK
Penting untuk melakukan pemeriksaan sistematis karena anak sering tidak dapat mengungkapkan keluhannya secara verbal. Amati adanya pergerakan spontan pasien terhadap area tertentu yang dilindungi. Tahapan asesmen berupa: A. Asesmen pediatrik dengan tanda kegawatdaruratan, konsep ABCD - Airway (Jalan napas) : Apakah jalan napas bebas? Sumbatan jalan napas (stridor) a) Bila terjadi aspirasi benda asing : lakukan back blows, chest thrusts atau perasat Heimlich. Evaluasi mulut anak apakah ada bahan obstruksi yang bias dikeluarkan. b) Bila tidak ada aspirasi benda asing i.
Tidak ada dugaan trauma leher Bayi/Anak sadar Lakukan Head tilt dan Chin lift Lihat rongga mulut dan keluarkan benda asing bila ada dan bersihkan sekret dari rongga mulut Biarkan bayi/anak dalam posisi yang nyaman Bayi/Anak tidak sadar Lakukan Head tilt dan Chin Lift Lihat rongga mulut dan keluarkan benda asing bila ada dan bersihkan sekret dari rongga mulut Evaluasi jalan napas dengan melihat pergerakan dinding dada
ii.
Ada dugaan trauma leher dan tulang belakang Stabilisasi leher dan gunakan Jaw thrust tanpa Head tilt Lihat rongga mulut dan keluarkan benda asing bila ada dan bersihkan sekret dari rongga mulut Evaluasi jalan napas dengan melihat pergerakan dinding dada
Untuk pasien anak-anak : Pembukaan jalan napas pada pasien anak-anak berbeda dengan dewasa. Kepala anak diletakkan dalam posisi normal, tidak diekstensikan seperti pada pasien dewasa. Anak-anak hanya membutuhkan sedikit ekstensi saja untuk membuka jalan napasnya.
12
- Breathing (Pernapasan) : Apakah ada kesulitan bernapas? Sesak napas berat (retraksi dinding dada, merintih, sianosis) Berikan oksigen dengan menggunakan nasal cannule, kateter nasal atau masker Bila anak masih tetap tidak bernapas atau bernapas tetapi tidak adekuat setelah penatalaksaan jalan napas diatas, berikan napas bantuan dengan menggunakan balon dan sungkup (bag and mask) dengan tetap mempertahankan jalan napas bebas Untuk pasien anak-anak : Harus diingat bahwa frekuensi pernapasan pada pasien anak-anak normalnya lebih cepat bila dibandingkan dengan pasien dewasa.
- Circulation (Sirkulasi) : Tanda syok (akral dingin, capillary refill > 2 detik, nadi cepat dan lemah. Hentikan perdarahan Berikan oksigen Jaga anak tetap hangat Bila tidak gizi buruk : Pasang infus dan berikan cairan secepatnya. Bila akses iv perifer tidak berhasil, pasang intraoseus atau jugularis eksterna Bila gizi buruk : Bila lemah atau tidak sadar, berikan glukosa iv dan pasang infus serta berikan cairan. Bila tidak lemah atau tidak sadar (tidak yakin syok), berikan glukosa oral atau per NGT. Lanjutkan segera untuk pemeriksaan dan terapi selanjutnya. Consciousness : Apakah anak dalam keadaan tidak sadar (Coma)? Apakah kejang (Convulsion) atau gelisah (Confusion)? Bila kejang, berikan diazepam rectal. Posisikan anak tidak sadar Berikan glukosa iv Untuk pasien anak-anak :
Frekuensi nadi pada pasien anak-anak normalnya lebih cepat dibandingkan dengan pasien dewasa.
Pada pasien anak-anak, harus dilakukan pemeriksaan capillary refilling time. Biasanya kurang dari 2 detik. Pada bayi dan anak-anak, mekanisme kompensasi saat kehilangan cairan masih bisa berjalan dengan sangat baik sehingga terkadang bayi dan anak-anak bisa saja
13
menunjukkan tanda-tanda dan gejala yang masih stabil. Akan tetapi, shock bisa terjadi dengan cepat secara tiba-tiba. Oleh karena itu, pemeriksaan capillary refilling time bisa sangat membantu untuk mengkaji lebih cepat keadaan sirkulasi bayi dan anak-anak.
- Dehydration (Dehidrasi) : Tanda dehidrasi berat pada anak dengan diare (lemah, mata cekung, turgor menurun) Bila tidak gizi buruk : pasang infus dan berikan cairan secepatnya. Terapi diarenya. Bila gizi buruk : jangan pasang infus (bila tanpa syok /tidak yakin syok). Lanjutkan segera untuk pemeriksaan dan terapi definitif
B. Asesmen pediatrik dengan tanda proritas Anak ini perlu segera mendapatkan pemeriksaan dan penanganan (konsep 4T3PR MOB) Tiny baby (bayi kecil < 2 bulan
Respiratory
distress
(distress
pernapasan) Temperature : anak sangat panas
Restless, irritable, or lethargic (gelisah, mudah marah, lemah)
Trauma (trauma atau kondisi yang Referral (rujukan segera) perlu tindakan bedah segera) Trismus
Malnutrition (gizi buruk)
Pallor (sangat pucat)
Oedema (edema kedua punggung kaki)
Poisoning (keracunan)
Burns (luka bakar luas)
Pain (nyeri hebat)
Anak dengan tanda prioritas harus didahulukan untuk mendapatkan pemeriksaan dan penanganan lebih lanjut dengan segera. Bila ada trauma atau masalah bedah lain, segera cari pertolongan bedah. C. Asesmen pediatrik tidak gawat Lanjutkan dengan pemeriksaan dan penatalaksanaan sesuai prioritas anak a) Keadaan umum: i. tingkat kesadaran, kontak mata, perhatian terhadap lingkungan sekitar ii. tonus otot: normal, meningkat, menurun / flaksid
14
iii. respons kepada orang tua / pengasuh: gelisah, menyenangkan b) Kepala: i. tanda trauma ii. ubun-ubun besar (jika masih terbuka): cekung atau menonjol c) Wajah: i. pupil: ukuran, kesimetrisan, refleks cahaya ii. hidrasi: air mata, kelembaban mukosa mulut d) Leher: kaku kuduk e) Dada: i. stridor, retraksi sela iga, peningkatan usaha napas ii. auskultasi: suara napas meningkat/menurun, simetris kiri dan kanan, ronki, mengi (wheezing); bunyi jantung: regular, kecepatan, murmur f) Abdomen: distensi, kaku, nyeri, hematoma g) Anggota gerak: i. nadi brakialis ii. tanda trauma iii. tonus otot, pergerakan simetris iv. suhu dan warna kulit, capillary refill v. nyeri, gerakan terbatas akibat nyeri h) Pemeriksaan neurologis
7.
ASESMEN NEUROLOGIS
Dilakukan pada pasien dengan cedera kepala atau gangguan neurologis. Pemeriksaaan status neurologi awal digunakan sebagai dasar untuk memantau kondisi pasien selanjutnya Tahapan asesmen berupa: a) Tanda vital: nilai keadekuatan ventilasi (kedalaman, kecepatan, keteraturan, usaha napas) b) Mata: ukuran dan refleks cahaya pupil c) Pergerakan: apakah keempat ekstremitas bergerak simetris d) Sensasi: nilai adanya sensasi abnormal (curiga cedera spinal) e) Status kesadaran menggunakan Glasgow Coma Scale (GCS): secara akurat menggambarkan fungsi serebri. Pada anak kecil, GCS sulit dilakukan. Anak yang kesadarannya baik dapat memfokuskan pandangan mata dan mengikuti gerakan tangan pemeriksa,
15
merespons terhadap stimulus yang diberikan, memiliki tonus otot normal dan tangisan normal.
Glasgow Coma Scale Dewasa Mata
Verbal
Pergerakan
Terbuka spontan
4
Terbuka saat dipanggil/diperintahkan
3
Terbuka terhadap rangsang nyeri
2
Tidak merespons
1
Orientasi baik
5
Disorientasi / bingung
4
Jawaban tidak sesuai
3
Suara yang tidak dapat dimengerti (erangan, teriakan)
2
Tidak merespons
1
Mengikuti perintah
6
Melokalisasi nyeri
5
Menarik diri (withdraw) dari rangsang nyeri
4
Fleksi abnormal anggota gerak terhadap rangsang nyeri
3
Ekstensi abnormal anggota gerak terhadap rangsang nyeri
2
Tidak merespons
1
Total skor: mata + verbal + pergerakan = 3-15
Skor 13 – 15
= ringan
Skor 9 – 12
= sedang
Skor 3 – 8
= berat
16
Glasgow Coma Scale Anak > usia 2 tahun Mata
Verbal
< usia 2 tahun
Skor
Terbuka spontan
Terbuka spontan
4
Terbuka terhadap suara
Terbuka saat dipanggil
3
Terbuka terhadap rangsang nyeri
Terbuka terhadap rangsang nyeri
2
Tidak merespons
Tidak merespons
1
Orientasi baik
Berceloteh
5
Disorientasi / bingung
Menangis, gelisah
4
Jawaban tidak sesuai
Menangis terhadap rangsang nyeri
3
Suara yang tidak dapat dimengerti Merintih, mengerang
2
(erangan, teriakan)
Pergerakan
Tidak merespons
Tidak merespons
1
Mengikuti perintah
Pergerakan normal
6
Melokalisasi nyeri
Menarik diri (withdraw) terhadap
5
sentuhan Menarik
diri
(withdraw)
rangsang nyeri
dari Menarik diri (withdraw) dari rangsang nyeri
Fleksi abnormal anggota gerak Fleksi abnormal anggota gerak terhadap rangsang nyeri
3
terhadap rangsang nyeri
Ekstensi abnormal anggota gerak Ekstensi abnormal anggota gerak terhadap rangsang nyeri
terhadap rangsang nyeri
Tidak merespons
Tidak merespons
Total skor: mata + verbal + pergerakan = 3-15
8.
4
Skor 13 – 15
= ringan
Skor 9 – 12
= sedang
Skor 3 – 8
= berat
ASESMEN NUTRISI A. Kaji status gizi pasien dengan metode skrining, sebagai berikut : 1. Menanyakan identitas pasien ( nama, umur, jenis kelamin ) 2. Menanyakan riwayat penyakit pasien : a. Penyakit sekarang, penyakit yang pernah di derita b. Hamil ; berat badan menyimpang dari normal c. Anorexia d. Mual, muntah
17
2
1
e. Keadaan yang memerlukan penambahan/pengurangan zat gizi tertentu, seperti ; kanker, mal absorbs, diare 3. Menanyakan riwayat gizi pasien : a. Gangguan mengunyah /menelan, nafsu makan b. Sering jajan/makan di luar rumah c. Intake makanan d. Berdiet yang memungkinkan terjadinya defisiensi gizi, seperti ; makan cair lebih dari 3 hari, berdiet ketat 4. Tanyakan riwayat sosial pasien ( pendidikan, pekerjaan, penghasilan ) 5. Antropometri : a. Status nutrisi pada dewasa dapat dinilai dengan cara : Ukur tinggi badan dengan alat pengukur tinggi badan Timbang berat badan dengan timbangan berat badan Hitung berat badan ideal - BB Ideal ( Kg ) = ( Tinggi Badan dalam cm – 100 – 10 % ) atau - BB Relatif ( % ) = BB ( TB-100 ) - IMT = Berat Badan ( kg ) Tinggi Badan ( m² ) Nilai status gizi - BB Ideal > 20 %, Obesitas > 11 %, Over Weight 9 – 11 %, Ideal 7 – 9 %, Under Weight < 7 %, Severe Under Weight - BB Relatif >120 %, Obesitas >110 %, Over Weight 90 – 110, Normal <90, Under Weight - IMT >27, Obesitas >25 – 27, Over Weight
18
x 100 %
>18,5 – 25, Normal 17 – 18,5, Under Weight <17, Severe Under Weight
Pengukuran alternative Jika tinggi badan dan berat badan tidak diketahui, untuk memperkirakan IMT, dapat menggunakan pengukuran lingkar lengan atas ( LLA ) Lengan bawah sisi kiri pasien harus ditekuk 90o terhadap siku, dengan lengan atas paralel di sisi tubuh. Ukur jarak antara tonjolan tulang bahu (akromion) dengan siku (olekranon). Tandai titik tengahnya. Perintahkan pasien untuk merelaksasikan lengan atasnya, ukur lingkar lengan atas di titik tengah, pastikan pita pengukur tidak terlalu menempel terlalu ketat
LLA < 23,5 cm = perkiraan IMT < 20 kg/m2 LLA > 32 cm = perkiraan IMT > 30 kg/m2 b. Pada anak – anak : pertumbuhan di bawah atau di atas normal di lihat dari standar PB/BB/umur dan BB/umur 6. Menanyakan riwayat obat yang sering digunakan : - Penurun tekanan darah - Vitamin dan mineral 7. Menayakan data laboratorium ( Hb, GDS, SGOT, SGPT )
B. Bila telah diidentifikasi adanya masalah gizi, dan memerlukan assesmen lebih
mendalam/lanjut
untuk
mengidentifikasikan
pasien
yang
membutuhkan intervensi nutrisional maka perlu dikonsulkan atau di rujuk ke ahli gizi. C. Ahli gizi malakukan terapi gizi/ asuhan gizi 19
9.
ASESMEN NYERI Nyeri Merupakan suatu pengalaman sensorik dan emosional yang tidak menyenangkan, yang berkaitan dengan kerusakan jaringan yang nyata atau yang berpotensi untuk menimbulkan kerusakan jaringan. Dan bersifat subyektif dimana individu mempelajari apa itu nyeri, melalui pengalaman yang langsung berhubungan dengan luka, yang dimulai dari awal masa kehidupannya. Asesmen nyeri dilakukan kepada setiap pasien baik di Instalasi Gawat Darurat, Instalasi Rawat Jalan maupun Instalasi Rawat Inap. Tatalaksana asesmen nyeri : Perawat atau dokter melakukan asesmen awal mengenai nyeri terhadap semua pasien yang datang kebagian IGD, poliklinik, ataupun pasien rawat inap. Asesmen nyeri menggunakan NRS (Numerical Rating Scale) 1. Indikasi : digunakan pada pasien dewasa dan anak berusia >7 tahun yang dapat menggunakan angka untuk melambangkan intensitas nyeri yang dirasakannya. 2. Instruksi : pasien akan ditanya mengenai intensitas nyeri yang dirasakan dan dilambangkan dengan angka antara 0 – 10. 0. Tidak ada nyeri. 1. Nyeri seperti gatal, tersetrum atau nyut-nyutan 2. Nyeri seperti melilit atau terpukul. 3. Nyeri seperti perih atau mules. 4. Nyeri seperti kram atau kaku 5. Nyeri seperti tertekan atau bergerak. 6. Nyeri seperti terbakar atau ditusuk-tusuk 7,8,9. Sangat nyeri tetapi masih dapat dikontrol oleh klien dengan aktifitas yang bisa dilakukan. 10. Sangat dan tidak dapat dikontrol oleh pasien. Asesmen nyeri menggunakan VAS (Visual Analog Scale) 1. Indikasi: Digunakan pada pasien dewasa dan anak berusia > 7 tahun yang dapat menilai intensitas nyerinya sendiri dengan melihat mistar nyeri yang diberikan petugas.
20
2. Instruksi: Perawat meminta pasien menentukan intensitas nyeri yang dirasakannya dengan mistar nyeri gambar wajah yang bisa dilambangkan dengan angka antara 0 -10.
0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
Metode NRS dan VAS tidak dapat digunakan untuk semua pasien karena skala tersebut tidak efektif pada pasien yang memiliki gangguan kognitif atau motorik, pasien yang tidak responsif, anak usia muda, pasien umur tua. Untuk pasien-pasien tersebut bisa digunakan skala nyeri Wong Baker Faces Pain Scale. Asesmen nyeri menggunakan WONG BAKER FACES PAIN SCALE (gambar wajah tersenyum – cemberut – menangis) 1. Indikasi: Digunakan pada pasien 3-7 tahun , pasien dewasa yang tidak kooperatif , pasien manula, pasien lemah , pasien dengan gangguan konsentrasi, pasien nyeri hebat, pasien kritis . 2. Instruksi: Perawat menilai intensitas nyeri pasien dengan cara melihat mimik wajah dan diberi score antara 0-10.
0 0 2 4 6 8 10
2
4
6
8
: Tidak ada nyeri : Nyeri dirasakan sedikit saja : Nyeri dirasakan hilang timbul : Nyeri dirasakan lebih banyak : Nyeri dirasakan secara keseluruhan : Nyeri sekali dan menangis
21
10
Asesmen nyeri menggunakan FLACC (Face, Legs, Activity, Cry, Consolability) 1. Indikasi: Digunakan pada pasien anak berusia 6 bulan – 3 tahun. 2. Instruksi: Perawat menilai intensitas nyeri dengan cara melihat mimik wajah, gerakan kaki, aktivitas, menangis dan berbicara atau bersuara.
SCORE KATEGORI
0
AKTIVITAS
Ekspresi wajah, kadang meringis menahan sakit
Sering meringis, menggertakkan gigi menahan sakit
Posisi anggota gerak bawah (lower ekstremits) normal atau rileks
Anggota gerak bawah (lower ekstremitas) kaku, gelisah
Anggota gerak bawah (lower ekstremitas) menendang - nendang
Berbaring tenang, posisi normal, gerakan normal
Gelisah, berguling-guling
Kaku, gerakan abnormal (posisi tubuh melengkung atau gerakan menyentak)
Tidak menangis (tenang)
Mengerang atau merengek, kadang-kadang mengeluh
Menangis terus-menerus, menjerit, sering kali mengeluh
Bicara atau bersuara normal,sesuai usia
Tenang setelah dipegang, dipeluk, digendong atau diajak bicara
Sulit ditenangkan dengan kata-kata atau pelukan
MENANGIS
BICARA ATAU BERSUARA
2
Ekspresi wajah normal WAJAH ANGGOTA GERAK BAWAH (LOWER EXTREMITAS)
1
0
: Rileks dan nyaman
1-3
: Kurang nyaman
4-6
: Nyeri sedang
7-10
: Nyeri berat/tidak nyaman atau kedua-duanya Asesmen nyeri menggunakan Skala Nyeri Menangis (Cries Pain Scale) 1. Indikasi : digunakan untuk menilai skala nyeri pada usia 0-6 bulan 2. Instruksi : Perawat menilai intensitas nyeri dengan mengobservasi neonatus terhadap reaksi menangis, kebutuhan O2, peningkatan tanda vital, ekspresi wajah dan tidur.
Menangis 0 : Tidak menangis atau menangis dengan nada tinggi (melengking) 1 : Menangis dengan nada tinggi namun bayi mudah ditenangkan 2 : Menangis dengan nada tinggi tetapi bayi tidak dapat ditenangkan Kebutuhan O2 untuk SaO2 < 95% 0 : Tidak memerlukan oksigen 1 : Oksigen yang diperlukan < 30%
22
2 : Oksigen yang diperlukan > 30% Peningkatan tanda-tanda vital (TD dan HR) 0 : Nadi atau tekanan darah tidak berubah atau dibawah nilai normal 1 : Nadi atau tekanan darah meningkat tetapi masih dibawah < 20% nilai dasar 2 : Nadi atau tekanan darah meningkat diatas > 20% nilai dasar Ekspresi Wajah 0 : Tidak ada ekspresi wajah meringis 1 : Wajah meringis 2 : Wajah meringis, menangis tanpa bersuara Tidur 0 : Bayi tidur nyenyak 1 : Bayi kadang terbangun 2 : Bayi seringkali terbangun TOTAL SCORE
Setelah selesai menentukan score intensitas nyeri, lanjutkan dengan menentukan tipe nyeri apakah termasuk nyeri ringan, sedang, berat atau sangat berat. Perawat
menanyakan
mengenai
faktor
yang
memperberat
dan
memperingan nyeri kepada pasien. Tanyakan juga mengenai deskripsi nyeri : a. Lokasi nyeri. b. Kualitas dan atau penjalaran/penyebaran. c. Onset, durasi, dan faktor pemicu. d. Riwayat penanganan nyeri sebelumnya dan efektifitasnya. e. Efek nyeri terhadap aktivitas sehari – hari. f. Obat- obatan yang dikonsumsi pasien. Pada pasien dalam pengaruh obat anastesi atau dalam kondisi sedasi sedang, asesmen dan penanganan nyeri dilakukan saat pasien menunjukkan respon berupa ekspresi tubuh atau verbal akan rasa nyeri. Asesmen ulang nyeri : dilakukan pada pasien yang dirawat lebih dari beberapa jam dan menunjukkan adanya rasa nyeri, sebagai berikut : a. Lakukan asesmen nyeri yang komprehensif setiap kali melakukan pemeriksaan fisik pada pasien. b. Dilakukan pada : pasien yang mengeluh nyeri, 1 jam setelah tatalaksana nyeri, setiap empat jam (pada pasien yang sadar/bangun), pasien yang menjalani prosedur menyakitkan, sebelum transfer pasien, dan sebelum pulang dari rumah sakit.
23
c. Pada pasien yang mengalami nyeri kardiak (jantung), lakukan asesmen ulang setiap 5 menit setelah pemberian nitrat atau obat – obat intravena. d. Pada nyeri akut lakukan asesmen ulang tiap 30 menit – 1 jam setelah pemberian obat. Manajemen nyeri :
Perawat di rawat inap harus melapor ke dokter yang merawat bila ada pasien rawat inap yang mengeluh nyeri setelah melakukan asesmen nyeri. Berikan analgesik sesuai dengan anjuran dokter.
Pada pasien yang kesakitan (nyeri hebat) segera laporkan ke dokter yang merawat atau dokter jaga ruangan untuk segera mendapatkan terapi dan asesmen lebih lanjut oleh dokter .
Perawat secara rutin (setiap 4 jam) mengevaluasi tatalaksana nyeri kepada pasien yang sadar/bangun.
Tatalaksana nyeri diberikan pada intensitas nyeri ≥4. Pada nyeri akut asesmen dilakukan tiap 30 menit -1 jam setelah tatalaksana sampai intensitas nyeri ≤ 3. Bila nyeri tidak berkurang laporkan kembali ke dokter yang merawat.
Sebisa mungkin, berikan analgesik melalui jalur yang paling tidak menimbulkan nyeri.
Nilai ulang efektivitas pengobatan.
Tatalaksana non – farmakologi : a.
Berikan heat/cold pack
b.
Lakukan reposisi, mobilisasi yang dapat ditoleransi oleh pasien
c.
Lakukan relaksasi, seperti tarik napas dalam, bernapas dengan irama/pola teratur, dan atau meditasi pernapasan yang menenangkan
d.
Distraksi/pengalih perhatian.
Berikan edukasi kepada pasien dan keluarga mengenai : a)
Penyakitnya dan perawatan penyakit dirumah.
b) Faktor psikologis yang dapat menjadi penyebab nyeri. c)
Dalam hal posisi tubuh sebagai penyebab nyeri.
d) Dalam hal diet kalau ada e)
Menenangkan ketakutan pasien
f)
Tatalaksana nyeri
g) Anjurkan untuk segera melaporkan kepada petugas jika merasa nyeri sebelum rasa nyeri tersebut bertambah parah. 24
10. ASESMEN RESIKO JATUH a. Asesmen Awal / Skrining - Perawat akan melakukan penilaian dengan Asesmen Resiko Jatuh Skala Morse dalam waktu 4 jam dari pasien masuk Rumah Sakit dan mencatat hasil asesmen. - Menentukan kategori resiko jatuh ( rendah : 0-24, sedang : 25-44, tinggi : >45 ) - Rencana tindakan akan segera disusun, diimplementasikan, dan dicatat didalam Rencana Keperawatan dalam waktu 2 jam setelah skrining. - Skrining farmasi dan fisioterpi dilakukan jika terdapat adanya resiko jatuh pada pasien. ASESMEN RESIKO JATUH MENGGUNAKAN ‘SKALA MORSE’
Nama Pasien :
Tanggal
:
RM
Pukul
:
: Faktor Risiko
Riwayat jatuh (dalam waktu dekat atau 12 bulan terakhir) Diagnosis sekunder (≥ 2 diagnosis medis)
Skala
Poin
Ya
25
Tidak
0
Ya Tidak Berpegangan pada perabot Tongkat/alat penopang Tidak ada/kursi roda/perawat/tirah baring Ya Tidak
15 0 30 15
Gaya berjalan
Terganggu
20 10 0
Status mental
Lemah Normal/tirah baring/imobilisasi Sering lupa akan keterbatasan yang dimiliki Sadar akan kemampuan diri sendiri
Alat bantu
Terpasang infus
skor pasien
0 20 0
15 0 Total
Kategori: Resiko tinggi = ≥ 45 Resiko sedang = 25 – 44 Resiko rendah = 0 – 24 Nama Perawat :……..
25
Tanda Tangan :……….
PETUNJUK PENGGUNAAN ASESMEN RESIKO JATUH MORSE Riwayat jatuh : Jika pasien mengalami kejadian jatuh saat masuk rumah sakit atau terdapat riwayat kejadian jatuh fisiologis dalam 12 bulan terakhir ini seperti pingsan atau gangguan gaya berjalan, berikan skor 25. Jika pasien tidak mengalami jatuh, berikan skor 0. Diagnosis sekunder : Jika pasien memiliki lebih dari satu diagnosis medis, berikan skor 15; jika tidak, berikan skor 0. Alat bantu : Jika pasien berpegangan pada perabot untuk berjalan, berikan skor 30. Jika pasien menggunakan tongkat / alat penopang, berikan skor 15. Jik pasien dapat berjalan tanpa alat bantu, berikan skor 0. Terapi intravena (terpasang infus) : Jika pasien terpasang infus, berikan skor 20; jika tidak, berikan skor 0. Gaya berjalan : Jika pasien mengalami gangguan gaya berjalan; mengalami kesulitan untuk bangun dari kursi, menggunakan bantalan tangan kursi untuk mendorong tubuhnya, kepala menunduk, pandangan mata terfokus pada lantai, memerlukan bantuan sedang– total untuk menjaga keseimbangan dengan berpegangan pada perabot, orang, atau alat bantu berjalan, dan langkah-langkahnya pendek; berikan skor 20. Jika pasien memiliki gaya berjalan yang lemah; pasien membungkuk; tidak dapat mengangkat kepala tanpa kehilangan keseimbangan, atau memerlukan bantuan ringan untuk berjalan; dan langkah-langkahnya pendek; berikan skor 10. Jika pasien memiliki gaya berjalan normal, berikan skor 0 Status mental : Identifikasi asesmen pasien terhadap dirinya sendiri mengenai kemampuannya untuk berjalan. Jika pasien mempunyai over-estimasi terhadap kemampuan fisiknya, berikan skor 15. Jika asesmen pasien sesuai dengan kemampuan sebenarnya, berikan skor 0.
b. Asesmen Ulang - Setiap pasien akan dilakukan asesmen ulang Resiko Jatuh setiap 2 kali sehari, saat transfer ke unit lain, adanya perubahan kondisi pasien, adanya kejadian jatuh pada pasien. - Penilaian resiko jatuh akan diperbaharui sesuai dengan hasil asesmen ulang.
26
- Untuk mengubah kategori dari resiko tinggi
ke resiko rendah,
diperlukan skor < 25 dalam 2 kali pemeriksaan berturut – turut
c. Tatalaksana 1. Tindakan pencegahan umum (untuk semua kategori): a. Pastikan posisi pagar pengaman tempat tidur terpasang dengan baik pada pasien yang ditransfer dengan brancard/tempat tidur b. Lakukan orientasi kamar inap kepada pasien c. Posisikan tempat tidur serendah mungkin, roda terkunci, kedua sisi pegangan tempat tidur tepasang dengan baik d. Pastikan ruangan rapi, jalur ke kamar kecil bebas hambatan dan terang e. Pastikan bel tempat tidur berfungsi dan dalam jangkauan pasien. Memanggil petugas dengan bel. f. Benda-benda pribadi berada dalam jangkauan (telepon genggam, air minum, kacamata) g. Pencahayaan yang adekuat (disesuaikan dengan kebutuhan pasien) h. Alat bantu berada dalam jangkauan (tongkat, alat penopang) i. Optimalisasi penggunaan kacamata dan alat bantu dengar (pastikan bersih dan berfungsi) j. Pantau efek obat-obatan k. Anjurkan kepada pasien memakai alas kaki anti selip. l. Amati lingkungan yang berpotensi tidak aman dan segera laporkan untuk perbaikan. m. Sediakan dukungan emosional dan psikologis n. Beri edukasi mengenai pencegahan jatuh pada pasien dan keluarga 2. Kategori risiko tinggi : lakukan tindakan pencegahan umum dan halhal berikut ini. a. Beri tulisan di depan kamar pasien ‘Pencegahan Jatuh’ b. Beri penanda berupa gelang berwarna kuning yang dipakaikan di pergelangan tangan pasien c. Tawarkan bantuan ke kamar mandi / penggunaan pispot setiap 2 jam (saat pasien bangun), dan secara periodik (saat malam hari) d. Kunjungi dan amati pasien setiap 2 jam oleh petugas medis e. Pasang aling-aling di kedua sisi pagar pengaman tempat tidur
27
f. Lakukan restrain (untuk pasien dengan kondisi gelisah dan tidak koperatif) g. Nilai kebutuhan akan: i. Fisioterapi dan terapi okupasi ii. Alarm tempat tidur iii. Tempat tidur rendah (khusus) iv. Lokasi kamar tidur berdekatan dengan pos perawat (nurse station)
11. ASESMEN FUNGSIONAL Informasi yang di dapat pada asesmen awal melalui penerapan kriteria skrining/penyaringan dapat memberi indikasi bahwa pasien membutuhkan asesmen lebih lanjut atau lebih mendalam tentang status fungsional. Asesmen lebih mendalam ini mungkin penting untuk mengidentifikasi pasien yang membutuhkan pelayanan rehabilitasi medis atau pelayanan lain terkait dengan kemampuan fungsi yang independen atau pada kondisi potensial yang terbaik. Untuk itu dikembangkan suatu instrumen skrining untuk status fungsional pasien. Status fungsional adalah pengkajian terhadap kemampuan pasien untuk melakukan aktifitas sehari-sehari. Panduan dalam melakukan asesmen untuk skrining status fungsional adalah sebagai berikut : 1.
Perawat menanyakan pertanyaan-pertanyaan kepada pasien (atau orang yang dapat mewakili pasien).
2.
Perawat memberitahu bahwa akan menanyakan beberapa hal berkaitan dengan kegiatan yang biasa dilakukan sehari-hari. Perawat ingin mengetahui apakah pasien mampu untuk melakukan kegiatan-kegiatan itu secara mandiri tanpa bantuan, dengan bantuan atau bahkan sama sekali tidak bisa melakukan kegiatan-kegiatan tersebut sama sekali sesuai dengan kondisi pasien saat ini.
3.
Perawat akan memberikan pertanyaan-pertanyaan dan melakukan penilaian sesuai dengan yang ditetapkan di bawah ini
No
Pertanyaan
Skor
1
Dapatkah anda melakukan pekerjaan rumah tangga.. Tanpa bantuan (dapat membersihkan lantai, dan lain-lain)?
2
Dengan bantuan (dapat melakukan pekerjaan ringan tetapi membutuhkan
1
28
Penilaian
bantuan untuk pekerjaan berat)? Atau tidak mampu melakukan sama sekali? 2
0
Dapatkah anda melakukan perjalanan jauh.. Tanpa bantuan (dapat mengemudi sendiri, bepergian sendiri dengan bus atau
2
taksi Dengan bantuan (membutuhkan bantuan seseorang atau ditemani saat
1
bepergian) Atau tidak mampu melakukan sama sekali kecuali dalam keadaan emergensi
0
dengan pengaturan khusus seperti menggunakan ambulans 3
4
Dapatkah anda pergi berbelanja kebutuhan rumah tangga atau pakaian.. Tanpa bantuan (dapat berbelanja seluruh keperluan sendiri)
2
Dengan bantuan (membutuhkan seseorang untuk menemani berbelanja)
1
Atau tidak mampu berbelanja sama sekali
0
Dapatkan anda minum obat sendiri.. Tanpa bantuan (dengan dosis yang tepat dan waktu yang tepat)
2
Dengan bantuan (mampu minum obat sendiri jika ada seseorang yang
1
menyiapkan dan/atau mengingatkan anda untuk minum obat) Atau tidak mampu minum obat sendiri sama sekali 5
0
Dapatkah anda mengelola keuangan anda sendiri.. Tanpa bantuan (bayar tagihan, menghitung uang, dan lain-lain) Dengan
bantuan
(mampu
mengurus
keuangan
sehari-hari
2 tetapi
1
membutuhkan seseorang untuk membayar tagihan dan urusan keuangan yang lebih berat) Tidak mampu mengurus keuangan sama sekali
0
Tidak perlu menanyakan 2 pertanyaan berikut ini jika pasien mendapat skor 2 pada semua pertanyaan diatas (dapat melakukan semua aktifitas diatas tanpa bantuan). Pada pasien yang mendapatkan skor 2 untuk semua hal diatas maka berikan penilaian angka 9 untuk menunjukkan bahwa anda tidak menanyakan 2 pertanyaan dibawah ini. 6
Dapatkah anda berjalan.. Tanpa bantuan (atau dengan tongkat dan sejenisnya)
2
Dengan bantuan dari seseorang atau dengan penggunaan walker, atau
1
crutchesdan lainnya Atau tidak mampu berjalan sama sekali 7
0
Dapatkan anda mandi.. Tanpa bantuan
2
Dengan bantuan (membutuhkan bantuan seseorang untuk pergi ke kamar
1
mandi) Atau tidak mampu mandi sendiri sama sekali
0
Catatan : Jika tidak dapat dijawab, skor X Beri penilaian berdasarkan apa yang mereka mampu lakukan sekarang. Dalam mengkaji kemampuan, perhitungkan bukan hanya fungsi secara fisik saja tetapi juga fungsi kognitif (seperti masalah yang ditimbulkan karena dementia atau ketidakmampuan intelektual) dan perilaku (seperti perilaku agresif yang tidak dapat diprediksi). Pada pasien yang hanya bisa menyelesaikan suatu pekerjaan secara verbal saja tidak bole dianggap mandiri (hanya diberikan skor 1). Dalam memberikan penilaian terhadap hal yang irrelevant (sebagai contoh tidak ada toko yang dekat atau tidak sedang mengkonsumsi obat), berikan penilaian sesuai kemampuan mereka jika hal-hal tersebut terjadi pada mereka. Nomor 6 (berjalan). Pasien yang menggunakan kursi roda diberi skor 1 jika mereka bisa menggunakannya secara mandiri atau skor 0 jika tidak mampu mandiri.
29
4. Perawat kemudian akan melengkapi pertanyaan-pertanyaan berikut ini berdasarkan informasi-informasi yang ada, bisa berupa hasil dari pengkajian atau pengamatan terhadap pasien, dari surat rujukan, catatan pasien atau dari informasi yang diberikan oleh teman, keluarga atau sumber rujukan. Perlu diperhatikan bahwa pertanyaanpertanyaan berikut ini tidak ditanyakan kepada pasien. No
Pertanyaan
8
Apakah pasien mempunyai masalah dengan daya ingat atau kebingungan? Tidak – skor 2 Ya – skor 0 Apakah pasien mempunyai masalah dengan prilaku seperti agresif, melamun atau gelisah? Tidak – skor 2 Ya – skor 0
9
Penilaian skor
5. Sesuai dengan hasil penilaian maka pasien akan dirujuk ke Rehabilitasi Medis untuk mendapatkan asesmen lanjutan terhadap fungsi : a. Domestik Jika pasien hanya dapat melakukan kurang dari 3 aktifitas tanpa bantuan dari orang lain (Lihat terutama pada pertanyaan no. 1 sampai no. 5. Hitung jumlah pertanyaan yang mendapat skor 2 yaitu jumlah aktifitas yang dapat dilakukan sendiri tanpa bantuan orang lain. b. Self care Jika pasien mendapat skor < 2 pada pertanyaan no. 6 (mobilitas) atau no.7 (mandi) c. Kognitif Jika : Pasien mendapat skor < 2 pada pertanyaan no. 4 (minum obat) atau no. 5 (pengaturan keuangan) dan telah dipastikan bahwa pasien tidak mempunyai cacat fisik atau masalah dengan bahasa yang bisa mempengaruhi jawaban atas pertanyaan ini. Pasien mendapat skor 0 pada pertanyaan no. 8
30
d. Perilaku Jika : Pasien mendapat skor < 2 pada pertanyaan no. 4 (minum obat) atau no. 5 (pengaturan keuangan) dan telah dipastikan bahwa pasien tidak mempunyai cacat fisik atau masalah dengan bahasa yang bisa mempengaruhi jawaban atas pertanyaan ini. Pasien mendapatkan skor 0 pada pertanyaan no. 9 12. ASESMEN PSIKOLOGIS DAN SOSIAL DAN EKONOMIS AWAL Asesmen psikologis menetapkan status emosional (contoh : pasien depresi, ketakutan atau agresif dan potensial menyakiti diri sendiri atau orang lain). Pengumpulan informasi sosial tidak dimaksud untuk mengelompokkan pasien. Tetapi, keadaan sosial pasien, budaya, keluarga dan ekonomi merupakan faktor penting yang dapat mempengaruhi respon pasien terhadap penyakit dan pengobatannya. Keluarga dapat sangat menolong dalam asesmen untuk perihal tersebut dan untuk memahami keinginan dan preferensi pasien dalam proses asesmen ini. Setiap pasien wajib dikaji status emosionalnya. Faktor ekonomis dinilai sebagai bagian dari asesmen sosial atau secara terpisah bila pasien atau keluarganya yang bertanggung jawab terhadap seluruh biaya atau sebagian dari biaya selama dirawat atau waktu keluar dari rumah sakit. Berbagai staf yang berkualifikasi memadai dapat terlibat dalam proses asesmen ini. Faktor terpenting adalah bahwa asesmen lengkap dan tersedia bagi mereka yang merawat pasien. Asesmen ekonomis dapat dikaji melalui data sosial pasien yang mencakup pekerjaan dan status pembiayaan (pribadi atau asuransi/perusahaan) Asesmen psikososial ini dikaji terhadap pasien rawat jalan dan rawat inap dalam asesmen awal keperawatan. 13. ASESMEN POPULASI TERTENTU Anak-anak
Wanita dalam proses melahirkan
Dewasa muda
Wanita dalam proses terminasi kehamilan
Orang tua
Pasien dengan kelainan
31
emosional atau gangguan jiwa Sakit terminal
Pasien dengan ketergantungan obat
Pasien kesakitan dan sakit
Pasien terlantar atau disakiti
kronis dan intens Pasien dengan infeksi atau
Pasien yang mendapatkan
penyakit menular
kemoterapi atau radiasi
Pasien yang daya imunnya direndahkan Asesmen populasi khusus dapat dilihat dalam pedoman tersendiri 14. ASESMEN KEPERAWATAN Untuk asesmen keperawatan, dapat dilihat dalam panduan asuhan keperawatan tersendiri 15. ASESMEN ULANG Perjalanan suatu penyakit merupakan suatu proses yang seringkali tidak dapat diprediksi. Perbedaan antar individu dan antar penyakit menjadi hal-hal yang menyebabkan suatu penyakit sulit untuk diprediksi perkembangannya. Perjalanan penyakit kearah perbaikan dan kesembuhan merupakan harapan yang ingin diwujudkan oleh pasien, keluarga dan petugas medis yang memberikan pelayanan kesehatan. Pemantauan terhadap proses ini hendaknya harus dilakukan seoptimal mungkin sesuai dengan situasi dan kondisi pasien. Pemantauan ini dijalankan dengan melakukan asesmen ulang. Asesmen ulang oleh para pemberi pelayanan kesehatan adalah kunci untuk memahami apakah keputusan pelayanan sudah tepat dan efektif. Pasien dilakukan asesmen ulang selama proses pelayanan pada interval tertentu sesuai dengan kebutuhan dan rencana pelayanan atau sesuai dengan kebijakan dan prosedur. Asesmen ulang oleh dokter adalah terintegrasi dalam proses pelayanan pasien. Dokter melakukan asesmen ulang setiap hari, termasuk akhir minggu dan bila ada perubahan signifikan pada kondisi pasien. Beberapa hal yang hendaknya dijadikan panduan umum dalam melakukan asesmen ulang adalah sebagai berikut :
32
1.
Dilakukan dalam interval yang regular selama pelayanan sesuai dengan kebijakan dan prosedur yang ada. - Dokter melakukan asesmen ulang dengan visite rutin setiap hari pada seluruh kasus baik akut maupun tidak. - Perawat mencatat perkembangan pasien secara periodik sesuai kebutuhan dan keadaan pasien.
2.
Dilakukan sebagai respons apabila terjadi perubahan kondisi pasien yang signifikan.
3.
Dilakukan bila diagnosa pasien berubah dan kebutuhan asuhan memerlukan perubahan rencana.
4.
Dilakukan untuk menetapkan keberhasilan obat dan hasil pengobatan sehingga pasien dapat dipindahkan atau keluar rumah sakit.
5.
Temuan dari semua asesmen di luar rumah sakit harus dinilai ulang dan diverifikasi pada saat pasien diterima sebagai pasien rawat inap.
6.
Asesmen ulang harus didokumentasikan di dalam rekam medis.
16. ASESMEN KHUSUS Pada proses asesmen awal selain mengidentifikasi kebutuhan utama seringkali ditemukan kondisi-kondisi lain yang membutuhkan pengkajian khusus bidang lain lebih lanjut seperti gigi, pendengaran, mata dan lainnya. Untuk menfasilitasi kebutuhan asesmen lebih lanjut kondisi-kondisi khusus ini dikembangkan sistem rujukan dengan mengacu kepada panduan sistem rujukan rumah sakit yang sudah ada.
B. ASESMEN PASIEN GAWAT DARURAT Pelayanan gawat darurat merupakan pelayanan yang dapat memberikan tindakan yang cepat dan tepat pada seorang atau kelompok orang agar dapat meminimalkan angka kematian dan mencegah terjadinya kecacatan yang tidak perlu. Upaya peningkatan gawat darurat ditujukan untuk menunjang pelayanan dasar, sehingga dapat menanggulangi pasien gawat darurat baik dalam keadaan sehari-hari maupun dalam keadaaan bencana. Dengan semakin meningkatnya jumlah penderita gawat darurat, maka diperlukan peningkatan pelayanan gawat darurat baik yang diselenggarakan ditempat kejadian, selama perjalanan ke rumah sakit, maupaun di rumah sakit.
33
Berdasarkan hal tersebut diatas, maka di Instalasi Gawat Darurat perlu dibuat standar pengkajian pasien atau asesmen yang merupakan pedoman bagi semua pihak dalam tata cara pelaksanaan pelayanan yang diberikan ke pasien pada umumnya dan pasien IGD RS Santa Maria khususnya. Prosedur dan pedoman asesmen pasien Gawat Darurat Rumah Sakit Santa Maria adalah sebagai berikut : 1.
Pasien yang datang ke Instalasi Gawat Darurat harus mendapatkan pelayanan yang cepat dan tepat. Pada pasien-pasien dilakukan asesmen berikut secara berurutan : a. Asesmen tempat kejadian. Asesmen ini dilakukan oleh petugas medis saat tiba di tempat kejadian yaitu pada saat evakuasi atau adanya permintaan penjemputan pasien dari luar rumah sakit. b. Asesmen awal. Asesmen ini dilakukan sesuai dengan fungsi triage untuk memberikan respons yang sesuai dengan keadaan pasien yang bersangkutan. c. Asesmen segera dan terfokus, untuk pasien medis (non trauma) maupun trauma. d. Asesmen menyeluruh e. Asesmen berkelanjutan
2.
Intervensi medis dilakukan sesuai dengan hasil asesmen yang diperoleh. Intervensi medis harus dilakukan secara cepat dan tepat.
3.
Setelah keadaan gawat daruratnya diatasi, pasien ditentukan apakah bisa menjalani perawatan rawat jalan atau harus mendapatkan pelayanan rawat inap
C. ASESMEN PASIEN RAWAT JALAN Rumah Sakit Santa Maria dengan berdasarkan peraturan perundangundangan menyusun dan menetapkan suatu kebijakan asesmen dan prosedur yang menegaskan asesmen informasi yang harus diperoleh dari pasien rawat jalan serta menyusun suatu pedoman yang diharapkan dapat mengarahkan pihak-pihak yang terlibat dalam pelayanan kesehatan di Rumah Sakit Santa Maria secara lebih tepat dan akurat. Pedoman asesmen untuk rawat jalan dilakukan pada pasien medis yang sadar atau pasien trauma yang tidak mengalami mekanisme cedera signifikan, dengan fokus pada keluhan utama pasien dan pemeriksaan fisik terkait
34
Prosedur dan pedoman asesmen pasien rawat jalan Rumah Sakit Santa Maria adalah sebagai berikut : 1.
Identitas pasien rawat jalan harus selalu dikonfirmasi pada awal pemberian pelayanan kesehatan.
2.
Dokter melakukan asesmen awal dan menentukan apakah pasien bisa dilayani di Instalasi Rawat Jalan atau seharusnya mendapatkan pelayanan segera di Instalasi Gawat Darurat. Pasien yang harus mendapatkan pelayanan segera ditransfer ke Instalasi Gawat Darurat.
3.
Dokter melakukan asesmen terfokus kasus medis atau trauma sesuai dengan kondisi pasien.
4.
Dokter melakukan anamnesa dengan menanyakan atau meminta pasien untuk menceritakan keluhan yang dirasakan sehingga membuat pasien datang untuk berobat. Dokter menambahkan atau memberikan pertanyaanpertanyaan yang berhubungan dengan keluhan pasien sehingga keluhan pasien menjadi lebih lengkap dan terperinci.
5.
Dokter menanyakan riwayat penyakit yang pernah diderita dan riwayat alergi atau pemakaian obat sebelumnya.
6.
Perawat melakukan pengukuran tanda-tanda vital : kesadaran, tekanan darah, frekuensi nadi, frekuensi pernapasan dan suhu badan serta berat badan, terutama untuk pasien anak-anak. Apabila perawat atau dokter meragukan hasil pemeriksaan yang dilakukan maka dokter akan melakukan sendiri pemeriksaannya.
7.
Dokter melakukan asesmen menyeluruh dan terarah sesuai dengan keluhan pasien.
8.
Perawat mengkaji status nyeri dan status psikologis pada setiap pasien rawat jalan. Pengkajian status nyeri dilakukan berdasarkan asesmen status nyeri yang telah ditetapkan.
9.
Apabila diperlukan, dokter menganjurkan untuk melakukan pemeriksaan penunjang baik laboratorium atau radiologi dan pemeriksaan penunjang lainnya seperti patalogi anatomi dan lain-lain untuk membantu menegakkan diagnosa penyakit pasien secara lebih pasti.
10. Dokter membuat kesimpulan dari semua informasi yang diperoleh selama proses rawat jalan berupa diagnosa sementara dan differensial diagnosa.
35
11. Dokter memberikan pengobatan dan/atau rencana pelayananan selanjutnya seperti rawat inap, konsultasi spesialisasi lain atau tindakan lainnya. Untuk rawat inap, pasien dan keluarga diarahkan ke prosedur pasien rawat inap. Konsultasi spesialisasi harus dilakukan secara tertulis melalui lembaran konsultasi dan hasil konsultasi dicatat dalam rekam medis. 12. Tindakan dilakukan setelah adanya persetujuan tindakan medis (informed consent) dari pasien atau keluarga pasien. 13. Semua informasi diatas wajib diperoleh dari pasien dan/atau keluarga pasien dan harus dicatat secara lengkap dan terperinci dalam status rawat jalan dan didokumentasikan dalam buku rekam medis. 14. Untuk pelayanan kesehatan gigi di Poliklinik Gigi ditambahkan odontogram dalam rekam medisnya.
ISI MINIMAL ASESMEN PASIEN RAWAT JALAN Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 269/MENKES/PER/III/2008 tentang Rekam Medis bahwa isi rekam medis untuk pasien rawat jalan pada sarana pelayanan kesehatan sekurangkurangnya memuat : a) Identitas pasien b) Tanggal dan waktu c) Hasil anamnesa, mencakup sekurang-kurangnya keluhan dan riwayat penyakit d) Hasil pemeriksaan fisik dan penunjang medik e) Diagnosis f)
Rencana penatalaksanaan
g) Pengobatan dan/atau tindakan h) Pelayanan lain yang telah diberikan kepada pasien i)
Untuk pasien kasus gigi dilengkapi dengan odontogram klinik; dan
j)
Persetujuan tindakan bila diperlukan Isi minimal asesmen pasien rawat jalan adalah informasi atau data minimal
yang harus dikaji dari pasien rawat jalan Isi minimal asesmen pasien rawat jalan Rumah Sakit Santa Maria Pekanbaru mengikuti Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 269/MENKES/PER/III/2008 dan pedoman dari Komite Akreditasi Rumah Sakit (KARS) adalah sebagai berikut :
36
a.
Identitas pasien
b.
Tanggal dan waktu
c.
Hasil anamnesa, mencakup sekurang-kurangnya keluhan dan riwayat penyakit, status psikologis dan ekonomi serta riwayat pemakaian atau alergi obat sebelumnya
d.
Hasil pemeriksaan fisik dan penunjang medik serta skala nyeri
e.
Diagnosis
f.
Rencana penatalaksanaan
g.
Pengobatan dan/atau tindakan
h.
Pelayanan lain yang telah diberikan kepada pasien
i.
Untuk pasien kasus gigi dilengkapi dengan odontogram klinik, dan
j.
Persetujuan tindakan bila diperlukan
D. ASESMEN PASIEN RAWAT INAP Rawat inap merupakan kelanjutan dari pelayanan kesehatan rawat jalan atau pelayanan gawat darurat. Pelayanan rawat inap bertujuan untuk melakukan pemantauan lebih lanjut terhadap kondisi pasien terutama pasien yang memerlukan perawatan intensif atau pasien yang kondisinya masih belum stabil sehingga masih memerlukan tindakan-tindakan yang paling baik dilakukan di dalam rumah sakit. Rawat inap bertujuan agar segala pelayanan medis yang diperlukan dapat diberikan secara komprehensif dan optimal agar pasien memperoleh kesembuhan dalam waktu yang lebih cepat. Untuk itu, diperlukan pengkajian dan pengamatan yang lebih menyeluruh dan terperinci serta berulang-ulang terhadap setiap perubahan kondisi pasien yang mungkin saja terjadi selama perawatan. Prosedur dan pedoman asesmen pasien rawat inap Rumah Sakit Santa Maria adalah sebagai berikut: 1.
Identitas pasien rawat inap harus selalu dikonfirmasi pada awal pemberian pelayanan kesehatan.
2.
DPJP melakukan asesmen sesuai dengan kondisi pasien saat diperiksa. Bisa berupa asesmen awal kembali, asesmen segera dan terfokus, asesmen menyeluruh maupun asesmen berkelanjutan.
3.
Berdasarkan hasil asesmen yang dilakukan, DPJP memberikan pengobatan dan merencanakan pelayanan selanjutnya atau tindakan yang
37
dibutuhkan
oleh
pasien.
DPJP
dapat
melakukan
pemeriksaan-
pemeriksaan penunjang lainnya bila diperlukan. 4.
DPJP memberikan penjelasan mengenai semua hal yang berkaitan dengan kondisi pasien meliputi keadaan penyakit, pengobatan yang diberikan, pemeriksaan-pemeriksaan penunjang yang dilakukan, rencana pelayanan dan tindakan selanjutnya, perkiraan lama rawatan dan rencana pemulangan (discharge plan) kepada pasien dan keluarganya. DPJP juga memberikan penjelasan terhadap pertanyaan-pertanyaan yang diajukan oleh pasien dan/atau keluarga.
5.
DPJP dapat melakukan konsultasi ataupun perawatan bersama dengan dokter bidang spesialisasi lainnya bila diperlukan dengan mengisi lembaran konsultasi yang telah ada.
6.
DPJP melakukan asesmen dan asesmen ulang setiap hari dengan melakukan visite dan menjelaskan perkembangan keadaan penyakit pasien dan rencana pengobatan kepada pasien dan keluarga atau penanggung jawab pasien.
7.
Perawat menjalankan pelayanan sesuai dengan rencana pengobatan yang diistruksikan oleh DPJP.
8.
Perawat melakukan asesmen keperawatan sesuai dengan pedoman dan panduan yang telah ditetapkan.
9.
Perawat melakukan asesmen nyeri dan asesmen jatuh pada setiap pasien rawat inap sesuai dengan pedoman dan panduan yang ada.
10. Pengkajian ulang pasien dilakukan sesuai dengan perubahan kondisi pasien yang bisa terjadi secara tiba-tiba. Setiap perubahan dan perkembangan dari kondisi pasien harus diketahui dan dilaporkan kepada DPJP. 11. Setiap tindakan yang dilakukan kepada pasien harus mendapat persetujuan dari pasien atau keluarga/penanggung jawab. Tindakan dilakukan setelah adanya persetujuan (informed consent). 12. Seluruh informasi yang diperoleh dan tindakan pengobatan serta pelayanan yang diberikan kepada pasien harus didokumentasikan secara terintegrasi dalam rekam medis dan dapat diakses sewaktu-waktu apabila diperlukan.
38
13. DPJP membuat resume medis berupa ringkasan dari seluruh pelayanan kesehatan yang telah diberikan selama perawatan saat pemulangan pasien. 14. Untuk pelayanan kesehatan gigi ditambahkan odontogram dalam rekam medisnya.
ISI MINIMAL ASESMEN PASIEN RAWAT INAP Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 269/MENKES/PER/III/2008 tentang Rekam Medis bahwa isi rekam medis untuk pasien rawat inap dan perawatan satu hari pada sarana pelayanan kesehatan sekurang-kurangnya memuat : a) Identitas pasien b) Tanggal dan waktu c) Hasil anamnesa, mencakup sekurang-kurangnya keluhan dan riwayat penyakit d) Hasil pemeriksaan fisik dan penunjang medik serta e) Diagnosis f)
Rencana penatalaksanaan
g) Pengobatan dan/atau tindakan h) Persetujuan tindakan bila diperlukan i)
Catatan observasi klinis dan hasil pengobatan
j)
Ringkasan pulang (Discharge summary)
k) Nama dan tanda tangan dokter, dokter gigi, atau tenaga kesehatan tertentu yang memberikan pelayanan kesehatan l)
Pelayanan lain yang dilakukan oleh tenaga kesehatan tertentu, dan
m) Untuk pasien kasus gigi dilengkapi dengan odontogram klinik. Isi minimal asesmen pasien rawat inap Rumah Sakit Santa Maria Pekanbaru mengikuti Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 269/MENKES/PER/III/2008 dan pedoman dari Komite Akreditasi Rumah Sakit (KARS) adalah sebagai berikut : a.
Identitas pasien
b.
Tanggal dan waktu
c.
Hasil anamnesa, mencakup sekurang-kurangnya keluhan dan riwayat penyakit, status psikologis dan ekonomi serta riwayat pemakaian atau aleri obat sebelumnya
39
d.
Hasil pemeriksaan fisik dan penunjang medik serta
e.
Penilaian skala nyeri dan manajemennya
f.
Penilaian resiko jatuh dan manajemennya
g.
Diagnosis
h.
Rencana penatalaksanaan dan rencana pulang (discharge plan)
i.
Pengobatan dan/atau tindakan
j.
Catatan observasi klinis yang terintegrasi dan hasil pengobatan
k.
Ringkasan pulang (discharge summary)
l.
Pelayanan lain yang telah diberikan kepada pasien (informasi mengenai penyakit, edukasi kepada pasien dan keluarga)
m. Persetujuan tindakan bila diperlukan n.
Nama dan tanda tangan dokter, dokter gigi, atau tenaga kesehatan tertentu yang memberikan pelayanan kesehatan
o.
Untuk pasien kasus gigi dilengkapi dengan odontogram klinik
E. DOKUMENTASI HASIL ASESMEN Seluruh hasil asesmen dan pengobatan serta tindakan yang dilakukan dan diberikan kepada pasien selama proses pelayanan medis di Instalasi mana pun dalam Rumah Sakit Santa Maria harus dicatat secara jelas, benar dan teratur serta didokumentasikan di rekam medis dalam tempat yang sama, aman dan mudah diakses oleh pihak-pihak yang membutuhkan sewaktu-waktu.
F. KUALIFIKASI PELAKSANA ASESMEN
Asesmen awal dan asesmen ulangan dilakukan oleh tenaga medis di dalam lingkungan RS Santa Maria di Pekanbaru yang telah mempunyai kemampuan sesuai dengan keilmuannya dan mendapatkan surat penugasan.
Asesmen medis dilakukan oleh dokter umum dan dokter spesialis.
Asesmen keperawatan dilakukan oleh perawat.
Asesmen nyeri dilakukan oleh perawat dan / atau petugas rehabilitasi medis.
Asesmen resiko jatuh dilakukan oleh perawat.
Asesmen nutrisi dilakukan oleh petugas gizi medis.
40
G. KERANGKA WAKTU PELAKSANAAN ASESMEN Waktu pelaksanaan asesmen harus diperhatikan sehingga pelayanan kesehatan kepada pasien dapat berlangsung dengan cepat, tepat dan bermanfaat. Kecepatan pelayanan dan kualitas pelayanan harus sejalan. Asesmen medis dan keperawatan harus selesai dalam waktu 24 jam sesudah pasien diterima di rumah sakit dan tersedia untuk digunakan dalam seluruh pelayanan untuk pasien. Apabila kondisi pasien mengharuskan maka asesmen medis dan keperawatan dilaksanakan dan tersedia lebih dini / cepat. Jadi untuk pasien gawat darurat, asesmen harus segera dilakukan dan untuk kelompok pasien tertentu harus dinilai lebih cepat dari 24 jam. Apabila asesmen medis awal dilaksanakan di luar rumah sakit sebelum dirawat, maka hal ini harus terjadi sebelum 30 hari. Apabila telah lebih dari 30 hari maka riwayat kesehatan harus diperbaharui dan dilakukan pemeriksaan fisik ulang. Untuk asesmen medis yang dilakukan dalam waktu 30 hari sebelum rawat inap, maka setiap perubahan kondisi pasien harus dicatat pada waktu mulai dirawat.
IV.
DOKUMENTASI Untuk mempermudah dan sebagai bukti dokumentasi, proses-proses asesmen diatas dilakukan dengan menggunakan instrumen-instrumen asesmen yang telah disediakan dan pencatatan dilakukan juga di dalam catatan terintegrasi. Instrumeninstrumen yang ada yang digunakan dalam proses asesmen terhadap pasien terlampir dalam buku panduan ini.
Direktur RS Santa Maria
Dr. Arifin
41