Panduan Surveillans.docx

  • Uploaded by: Anonymous j8yR9VTKg
  • 0
  • 0
  • June 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Panduan Surveillans.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 2,976
  • Pages: 19
Panduan Surveillans

PEMERINTAH PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA DINAS KESEHATAN RUMAH SAKIT UMUM DAERAH JATI PADANG Jl. Raya Ragunan Nomor 16-17, Jakarta Selatan Telpon : (021) 22784448 Faksimile : (021) 22784446 Email : [email protected]

LEMBAR PENGESAHAN

Panduan Kewaspadaan Surveillans

No. Dokumen

No. Revisi

Halaman

Jl. Raya Ragunan Nomor 1617, Jakarta Selatan

PANDUAN

Tanggal terbit:

Ditetapkan, Direktur RSUD Jati Padang

dr. Rismasari NIP.197204102006042033

i

KEPUTUSAN DIREKTUR RSUD JATI PADANG TENTANG PEMBERLAKUAN PANDUAN SURVEILLANS

ii

iii

DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN………………………………………………………………. i KEPUTUSAN DIREKTUR RSUD JATI PADANG TENTANG PEMBERLAKUAN PANDUAN SURVEILLANS …….........………………………………………… ii DAFTAR ISI………………………………………………………………………………..iv BAB I

PENDAHULUAN………………………………………………………… 1 A. Latar Belakang……………………………………………………….. 1 B. Pengertian…………………………………………………………….. 1 C. Tujuan….……………………………………………………………… 1

BAB II

RUANG LINGKUP……………………………………………………….. 2

BAB III

TATA LAKSANA…………………………………………………………. 3 A. Metode Surveillans…………………………………………………. 3

BAB IV

B. Definisi Kasus……………………………………………………

4

C. Management Surveillans.......................…………………….

17

D. Pelaporan..................………………………………………….

26

DOKUMENTASI………………………………………………………….. 27

iv

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Pencegahan dan pengendalian infeksi di rumah sakit dan fasilitas pelayanan kesehatan merupakan suatu upaya kegiatan untuk meminimalkan atau mencegah terjadinya infeksi pada pasien, petugas, pengunjung dan masyarakat sekitar rumah sakit. Salah satu program Pencegahan dan Pengendalian Infeksi (PPI) adalah kegiatan surveillans, disamping adanya kegiatan lain seperti pendidikan dan latihan, kewaspaaan isolasi serta kebijakan penggunaan antimikroba yang rasional. Kegiatan surveilans infeksi di fasilitas pelayanan kesehatan merupakan salah satu kegiatan yang penting dan luas dalam program pengendalian infeksi, dan suatu hal yang harus dilakukan untuk mencapai keberhasilan dari program PPI. Ditinjau dari asal atau didapatnya infeksi dapat berasal dari komunitas (Community Acquired Infection) atau berasal dari lingkungan rumah sakit (Hospital Acquired Infection) yang sebelumnya dikenal dengan istilah infeksi nosokomial. Karena seringkali tidak bisa secara pasti ditentukan asal infeksi. Maka sekarang istilah infeksi nosokomial (Hospital acquired infection) diganti dengan istilah baru yaitu "Healthcare Associated Infections" (HAIs) dengan pengertian yang lebih luas tidak hanya di rumah sakit tetapi juga di fasilitas kesehatan lainnya. Juga tidak terbatas infeksi pada pasien saja, tetapi juga infeksi pada petugas kesehatan yang didapat pada saat melakukan tindakan perawatan pasien. Khusus untuk infeksi yang terjadi atau didapat di rumah sakit selanjutnya disebut Infeksi Rumah Sakit (HAIS). B. Pengertian Kegiatan surveilans infeksi di fasilitas pelayanan kesehatan ini merupakan suatu proses yang dinamis, komprehensif dalam mengumpulkan, mengidentifikasi, mengevaluasi data kejadian yang terjadi dalam suatu populasi yang spesifik dan melaporkannya kepada pihak-pihak yang berkepentingan. Hasil kegiatan surveillans ini dapat digunakan sebagai data dasar laju infeksi di fasilitas kesehatan, untuk menentukan adanya kejadian luar biasa (KLB) dan sebagai tolok ukur akreditasi rumah sakit. C. Tujuan Diperolehnya petunjuk pelaksanaan agar petugas dapat melaksanakan surveillans infeksi rumah sakit sesuai pedoman, yang telah diterbitkan oleh Kementerian Kesehatan RI.

5

BAB II RUANG LINGKUP A. Jenis Surveillans Infeksi Di RSUD Jati Padang 

Infeksi Aliran Darah Primer (IADP)



Infeksi Saluran Kencing ( ISK )



Infeksi Daerah Operasi (IDO)



Ventilator Assosiated Pneumonia ( VAP )



Infeksi Luka Infus ( Flebitis)

B. Lingkup Area Staf dan Instalasi yang terlibat 1. Pelaksana panduan ini adalah tenaga kesehatan terdiri dari : a. Staf Medis b. Staf Perawat c. Staf Bidan 2. Instalasi yang terlibat dalam pelaksanaan Panduan Surveillans adalah : a. Unit Gawat Darurat b. Instalasi Rawat Jalan c. Instalasi High Care Unit d. Instalasi Bedah Sentral e. Instalasi Perinatologi f.

Instalasi Rawat Inap terdiri dari : 1. Ruang Perawatan Dewasa 2. Ruang Perawatan Anak 3. Ruang perawatan kebidanan dan kandungan

6

BAB III TATA LAKSANA

A. METODE SURVEILLANS Surveillans yang dilaksanakan di RSUD Jati Padang adalah Targetted Surveilance, dengan target survey meliputi infeksi Aliran darah Perifer ( IADP ), Infeksi Saluran Kencing (ISK), Infeksi Daerah Operasi (IDO), Ventilator Associated Pneumonia ( VAP), dan Flebitis. B. JENIS SURVEILLANS INFEKSI 1. Infeksi Aliran darah Perifer ( IADP) a. Infeksi aliran darah perifer (IADP) dapat terjadi pada pasien yang menggunakan alat sentral intra vaskuler (CVC Line) setelah 48 jam dan ditemukan tanda atau gejala infeksi yang dibuktikan dengan hasil kultur positif bakteri patogen yang tidak berhubungan dengan infeksi pada organ tubuh yang lain dan bukan infeksi sekunder. b. Kriteria kejadian IADP sebagai berikut : i.

Ditemukan kuman patogen dari biakan spesimen darah dari kateter intravaskuler dan dari darah perifer tidak berkaitan dengan infeksi di tempat lain.

ii. Pasien dengan minimal satu gejala atau tanda sebagai berikut : demam > 38° C, menggigil atau hpotensi tanpa penyebab dan diperoleh hasil laboratorium hasil yang positif yang tidak berhubungan dengan infeksi di tempat lain. c. Faktor Resiko IADP : i.

Pemasangan kateter intravena, yang berkaitan dengan : a) Jenis kanula b) Metode pemasangan c) Lama pemasangan

ii.

Kerentanan pasien terhadap infeksi

d. Bundles Pencegahan Infeksi Aliran Darah Primer (IADP), sebagai berikut: i.

Melakukan prosedur kebersihan tangan dengan menggunakan sabun dan air atau cairan antiseptik berbasis alkohol, pada saat antara lain: a) Sebelum dan setelah meraba area insersi kateter. b) Sebelum dan setelah melakukan persiapan pemasangan intra vena. c) Sebelum dan setelah melakukan palpasi area insersi. d) Sebelum dan setelah memasukan, mengganti, mengakses, memperbaiki atau dressing kateter. e) Ketika tangan diduga terkontaminasi atau kotor.

7

f) Sebelum dan sesudah melaksanakan tindakan invasif. g) Sebelum menggunakan dan setelah melepas sarung tangan. ii.

Menggunakan Alat Pelindung Diri (APD) Penggunaan APD pada tindakan invasif (tindakan membuka kulit dan pembuluh darah) direkomendasikan pada saat: a) Pada tindakan pemasangan alat intra vena sentral maka APD yang harus digunakan adalah topi, masker, gaun steril dan sarung tangan steril. APD ini harus dikenakan oleh petugas yang terkait memasang atau membantu dalam proses pemasangan central line. b) Penutup area pasien dari kepala sampai kaki dengan kain steril dengan lubang kecil yang digunakan untuk area insersi. c) Kenakan sarung tangan bersih, bukan steril untuk pemasanagan kateter intra vena perifer. d) Gunakan sarung tangan baru jika terjadi pergantian kateter yang diduga terkontaminasi. e) Gunakan sarung tangan bersih atau steril jika melakukan perbaikan (dressing) kateter intra vena.

iii.

Antiseptik Kulit Bersihkan area kulit disekitar insersi dengan menggunakan cairan antiseptik (alkohol 70% atau larutan klorheksidin glukonat alkohol 2-4%) dan biarkan antiseptik mengering sebelum dilakukan penusukan/insersi kateter. Antiseptik adalah zat yang biasa digunakan untuk menghambat pertumbuhan dan membunuh mikroorganisme berbahaya (patogenik) yang terdapat pada permukaan tubuh luar makhluk hidup/jaringan hidup atau kulit untuk mengurangi kemungkinan infeksi.

Penggunaan cairan

antiseptik

dilakukan

segera

sebelum dilakukan insersi mengingat sifat cairan yang mudah menguap dan lakukan swab dengan posisi melingkar dari area tengah keluar. Persyaratan memilih cairan antiseptik antara lain: a) Aksi yang cepat dan aksi mematikan yang berkelanjutan b) Tidak menyebabkan iritasi pada jaringan ketika digunakan c) Non-alergi terhadap subjek d) Tidak ada toksisitas sistemik (tidak diserap) e) Tetap aktif dengan adanya cairan tubuh misalnya: darah atau nanah iv.

Pemilihan lokasi insersi kateter Pemasangan kateter vena sentral sebaiknya mempertimbangkan faktor risiko yang akan terjadi

dan

pemilihan

lokasi

insersi

dilakukan

dengan

mempertimbangkan risiko yang paling rendah. Vena subklavia adalah pilihan yang berisiko rendah untuk kateternon-tunneled catheter pada orang dewasa. a) Pertimbangkan risiko dan manfaat pemasangan kateter vena sentral untuk mengurangi komplikasi infeksi terhadap 8

risiko komplikasi mekanik (misalnya, pneumotoraks, tusukan arteri subclavia, hemotoraks, trombosis, emboli udara, dan lainlain). b) Hindari menggunakan vena femoralis untuk akses vena sentral pada pasien dewasa dan sebaiknya menggunakan vena subclavia untuk mempermudah penempatan kateter vena sentral. c)

hindari

penggunaan

vena

subclavia

pada

pasien

hemodialisis dan penyakit ginjal kronis. d) Gunakan panduan ultra sound saat memasang kateter vena sentral. e) Gunakan CVC dengan jumlah minimum port atau lumen penting untuk pengelolaan pasien. f) Segera lepaskan kateter jika sudah tidak ada indikasi lagi. v.

Observasi rutin kateter vena sentral setiap hari Pasien yang terpasang kateter vena sentral dilakukan pengawasan rutin setiap hari dan segera lepaskan jika sudah tidak ada indikasi lagi karena semakin lama alat intravaskuler terpasang maka semakin berisiko terjadi infeksi. Beberapa rekomendasi dalam pemakaian alat intravaskular sebagai berikut: 1) Pendidikan dan Pelatihan Petugas Medis Laksanakan pendidikan dan pelatihan berkelanjutan bagi petugas medis yang

materinya

menyangkut

indikasi

pemakaian

alat

intravaskuler, prosedur pemasangan kateter, pemeliharaan peralatan intravaskuler dan pencegahan infeksi saluran darah sehubungan dengan pemakaian kateter. Metode audiovisual dapat digunakan sebagai alat bantu yang baik dalam pendidikan 2. Infeksi Saluran Kemih (ISK) a. Definisi Infeksi Saluran Kemih (ISK) Infeksi Saluran Kemih (ISK) merupakan infeksi yang terjadi pada saluran kemih karena penggunaan kateter urine >48 jam. b. Kriteria Infeksi Saluran Kemih (ISK) sebagai berikut : Ditemukan minimal dari tanda dan gejala klinis : i.

Demam >38° C

ii. Disuria iii. Nyeri supra pubik Pada anak <1 tahun : i.

Demam >38° C

ii. Hipotermi <37° C iii. Apnea iv. Bradikardi v. Letargi vi. Muntah c. Faktor resiko Infeksi Saluran Kemih (ISK) antara lain : 9

i.

Lama pemasangan kateter >6-30 hari berisiko terjadi infeksi

ii. Gender wanita iii. Diabetes, malnutrisi, renal insufficiency iv. Monitoring urine output v. Posisi drainage kateter lebih rendah dari urine bag vi. Kontaminasi selama pemasangan kateter urine vii. Inkontinensia fekal ( kontaminasi E. Coli pada wanita) viii. Rusaknya sirkuit kateter urine d. Bundles Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Saluran Kemih: i. Pemasangan urine kateter Pemasangan kateter urine digunakan hanya sesuai indikasi yang sangat diperlukan seperti adanya retensi urine, obstruksi kandung kemih, tindakan operasi tertentu, pasien bedrest, monitoring urine out put. jika masih dapat dilakukan tindakan lain maka pertimbangkan untuk pemakaian kondom atau pemasangan intermitten. Lepaskan kateter urine sesegera mungkin jika sudah tidak sesuai indikasi lagi. ii.

Lakukan kebersihan tangan Kebersihan tangan dilakukan dengan mematuhi 6 (enam) langkah melakukan kebersihan tangan, untuk mencegah terjadi kontaminasi silang dari tangan petugas saat melakukan pemasangan urine kateter.

iii.

Teknik insersi Teknik aseptik perlu dilakukan untuk mencegah kontaminasi bakteri pada saat pemasangan kateter dan gunakan peralatan steril dan sekali pakai pada peralatan kesehatan sesuai ketentuan. Sebaiknya pemasangan urine kateter dilakukan oleh orang yang ahli atau terampil.

iv.

Pengambilan spesimen Gunakan

sarung

tangan

steril

dengan

tehnik

aseptik.

Permukaan selang kateter swab alkohol kemudian tusuk kateter dengan jarum suntik untuk pengambilan sample urine (jangan membuka kateter untuk mengambil sample urine), jangan mengambilsample urine dari urine bag. Pengambilan sample urine dengan indwelling kateter diambil hanya bila ada indikasi klinis.

10

v.

Pemeliharaan kateter urine Pasien dengan menggunakan kateter urine seharus dilakukan perawatan kateter dengan mempertahankan kesterilan sistim drainase tertutup, lakukan kebersihan tangan sebelum dan sesudah memanipulasi kateter, hindari sedikit mungkin melakukan buka tutup urine kateter karena akan menyebabkan masuknya bakteri, hindari meletakannya di lantai, kosongkan urine bag secara teratur dan hindari kontaminasi bakteri. Menjaga posisi urine bag lebih rendah dari pada kandung kemih, hindari irigasi rutin, lakukan perawatan meatus dan jika terjadi kerusakan atau kebocoran pada kateter lakukan perbaikan dengan tehnik aseptik.

vi.

Melepaskan kateter Sebelum membuka kateter urine keluarkan cairan dari balon terlebih dahulu, pastikan balon sudah mengempes sebelum ditarik untuk mencegah trauma, tunggu selama 30 detik dan biarkan cairan mengalir mengikuti gaya gravitasi sebelum menarik kateter untuk dilepaskan.

3. Infeksi Daerah Operasi (IDO) a. Definisi Infeksi Daerah Operasi (IDO) Infeksi Daerah Operasi (IDO) merupakan infeksi yang terjadi pada luka operasi atau organ/ruang yang terjadi dalam waktu 30 sampai 90 hari pasca tindakan operasi. b. Kriteria Infeksi Daerah Operasi (IDO) sebagai berikut : i.

Infeksi Daerah Operasi Superfisial Infeksi daerah operasi superfisial harus memenuhi paling sedikit satu kriteria berikut ini: a) Infeksi yang terjadi pada daerah insisi dalam waktu 30 hari pasca bedah dan hanya meliputi kulit, subkutan atau jaringan lain diatas fascia. b) Terdapat paling sedikit satu keadaan berikut: 1) Pus keluar dari luka operasi atau drain yang dipasang diatas fascia 2) Biakan positif dari cairan yang keluar dari luka atau jaringan yang diambil secara aseptik 3) Terdapat

tanda–tanda

peradangan

(paling

sedikit terdapat satu dari tanda-tanda infeksi berikut: nyeri, bengkak lokal, kemerahan dan hangat lokal), kecuali jika hasil biakan negatif. 4) Dokter yang menangani menyatakan terjadi infeksi.

11

ii.

Infeksi Daerah Operasi Profunda/Deep Incisional a) Infeksi yang terjadi pada daerah insisi dalam waktu 30 hari pasca bedah atau sampai satu tahun pasca bedah (bila ada implant berupa non human derived implant yang dipasang permanan) dan meliputi jaringan lunak yang dalam (misal lapisan fascia dan otot) dari insisi. b) Terdapat paling sedikit satu keadaan berikut: 1) Pus keluar dari luka insisi dalam tetapi bukan berasal

dari

komponen

organ/rongga

dari

daerah pembedahan. 2) Insisi

dalam

secara

spontan

mengalami

dehisens atau dengan sengaja dibuka oleh ahli bedah bila pasien mempunyai paling sedikit satu dari tanda-tanda atau gejala-gejala berikut: demam (> 38ºC) atau nyeri lokal, terkecuali biakan insisi negatif. 3) Ditemukan abses atau bukti lain adanya infeksi yang mengenai insisi dalam pada pemeriksaan langsung, dengan

waktu

pembedahan

pemeriksaan

ulang,

histopatologis

atau atau

radiologis. 4) Dokter yang menangani menyatakan terjadi infeksi.

12

iii.

Infeksi Daerah Operasi Organ/Rongga a) Infeksi timbul dalam waktu 30 hari setelah prosedur pembedahan, bila tidak dipasang implant atau dalam waktu satu tahun bila dipasang implant dan infeksi tampaknya ada hubungannya dengan prosedur pembedahan. b) Pasien paling sedikit menunjukkan satu gejala berikut: 1) Drainase purulen dari drain yang dipasang melalui luka tusuk ke dalam organ/rongga. 2) Diisolasi kuman dari biakan yang diambil secara aseptik dari cairan atau jaringan dari dalam organ atau rongga: 3) Abses atau bukti lain adanya infeksi yang mengenai organ/rongga yang ditemukan pada pemeriksaan langsung waktu pembedahan ulang atau dengan pemeriksaan histopatologis atau radiologis. 4) Dokter menyatakan sebagai IDO organ/rongga. c) Bundles Pencegahan Infeksi Daerah Operasi : 1) Pencukuran rambut, dilakukan jika mengganggu jalannya

operasi

dan

dilakukan

sesegera

mungkin sebelum tindakan operasi. 2) Antibiotika

profilaksis,

diberikan

satu

jam

sebelum tindakan operasi dan sesuai dengan empirik. 3) Temperatur tubuh, harus dalam kondisi normal. 4) Kadar gula darah, pertahankan kadar gula darah

4. Ventilator Associated Pneumonia (VAP) a) Definisi Ventilator Associated Pneumonia (VAP) Ventilator Associated Pneumonia (VAP) merupakan merupakan infeksi pneumonia yang terjadi setelah 48 jam pemakaian ventilasi mekanik baik pipa endotracheal maupun tracheostomi. b) Kriteria Ventilator Associated Pneumonia (VAP) sebagai berikut: Ditemukan minimal dari tanda dan gejala klinis: 1) Demam (>38° C) tanpa ditemui penyebab lainnnya. 2) Leukopenia (<4000 WBC/mm3) atatu Leukositosis (<12.000 SDP/mm3) 3) Timbulnya onset baru sputum purulen atau perubahan sifat sputum 4) Peningkatan fraksi inspirasi oksigen ≥ 0,2 dari Fi02 sebelumnya 5) Peningkatan FEEP setiap hari sebesar ≥ 3cmH2O dari FEEP sebelumnya selama 2 hari berturut-turut.

13

c) Bundles pada pencegahan dan Pengendalian VAP sebagai berikut: 1) Membersikan tangan setiap akan melakukan kegiatan terhadap pasien yaitu dengan menggunakan lima momen kebersihan tangan. 2) Posisikan tempat tidur antara 30-45O bila tidak ada kontra indikasi misalnya trauma kepala ataupun cedera tulang belakang. 3) Menjaga kebersihan mulut atau oral hygiene setiap 2-4 jam dengan menggunakan bahan dasar anti septik clorhexidine 0,02% dan dilakukan gosok gigi setiap 12 jam untuk mencegah timbulnya flaque pada gigi karena flaque merupakan media tumbuh kembang bakteri patogen yang pada akhirnya akan masuk ke dalam paru pasien.

14

4) Melakukan pengkajian setiap hari ‘sedasi dan extubasi”: i.

Melakukan pengkajian penggunaan obat sedasi dan dosis obat tersebut

ii. Melakukan pengkajian secara rutin akan respon pasien terhadap penggunaan obat sedasi tersebut. Bangunkan pasien setiap hari dan menilai responnya untuk melihat apakah sudah dapat dilakukan penyapihan modus pemberian ventilasi. iii. Peptic ulcer disease Prophylaxis diberikan pada pasienpasien dengan risiko tinggi. 5) Berikan Deep Vein Trombosis (DVT) Prophylaxis.

5. Infeksi Luka Infus (Flebitis) a) Definisi Infeksi Luka Infus (Flebitis) Infeksi Luka Infus (Flebitis) merupakan infeksi pada daerah lokal tusukan infus ditemukan tanda-tanda merah dalam waktu kurang atau 3x24 jam b) Kriteria Infeksi Luka Infus (Flebitis) sebagai berikut: Ditemukan tanda atau gejala minimal satu antara lain : 1) Rasa seperti terbakar 2) Bengkak 3) Sakit bila ditekan 4) Tampak ulkus atau sampai keluar eksudat purulen atau mengeluarkan cairan bila ditekan

C. PELAKSANAAN SURVEILANS Surveillans infeksi di RSUD Jati Padang dilaksanakan oleh Infection Prevention Controling Nurse ( IPCN ) dan dibantu oleh Infection Prevention Link Nurse (IPCLN ) di masing – masing ruang perawatan. D. TATA LAKSANA PERHITUNGAN DAN PELAPORAN 1. Cara Perhitungan a. IADP Insiden IADP = jumlah kasus IAD perifer dalam satu bulan x 1000 permil Jumlah hari pemasangan dalam bulan tersebut b. IDO Insiden IDO

= Jumlah kasus IDO dalam satu bulan

x 100 persen

Jumlah operasi dalam bulan tersebut

c. ISK Insiden ISK

= Jumlah kasus ISK dalam satu bulan

x 1000 permill

Jumlah hari pemasangan kateter dalam bulan tersebut

d. VAP 1

Insiden VAP

= Jumlah kasus pneumonia dalam satu bulan x 1000 permill Jumlah hari pemasangan ventilator dalam bulan tersebut

e. FLEBITIS Insiden FLEBITIS = Jumlah kasus flebitis dalam satu bulan x 1000 permill Jumlah hari pemasangan infus dalam bulan tersebut

2. Pelaporan Data surveilans diperoleh dari sensus harian, kemudian direkapitulasi setiap bulan. Laporan surveilans direkap setiap bulan untuk ditentukan insiden infeksi dan proporsi infeksi dalam bulan tersebut, kemudian dilaporkan kepada Direktur rumah sakit bersama laporan kegiatan PPI selama bulan bersangkutan dalam bentuk Laporan Triwulan Tim Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di rumah sakit. Laporan kegiatan surveilans infeksi ini juga diteruskan kepada tim PMKP sebagai salah satu laporan indikator mutu pelayanan rumah sakit.

2

BAB IV DOKUMENTASI Format pelaksanaan surveillans terdiri dari : 1. Format sensus harian kejadia infeksi di tiap ruang perawatan. Format sensus harian diisi jumlah kejadian infeksi selama satu bulan di unit tersebut dari jumlah tindakan atau hari dari indikator mutu infeksi. 2. Format rekapitulasi kejadian infeksi. Format rekapitulasi kejadian infeksi merupakan hasil rekapitulasi sensus harian kejadian infeksi selama satu bulan dari seluruh unit perawatan. 3. Laporan insiden rate infeksi. Laporan insiden rate infeksi merupakan hasil olahan data kejadian infeksi yang dipaparkan berdasarkan insiden rate per triwulan.

IPCN (Infection Prevention and Control Nurse) dibantu oleh IPCLN (Infection Prevention and Control Link Nurse) dalam melakukan kegiatan surveillans dan audit di Rumah Sakit Umum Daerah Jati Padang. Hasil audit dan surveillans dilaporkan ke unit terkait, ketua tim PPI dan direktur rumah sakit.

3

BAB V PENUTUP Panduan surveillans Pencegahan dan Pengendalian Infeks ini disusun, sebagai acuan untuk melaksanakan upaya pencegahan dan pengendalian infeksi di rumah sakit. Diharapkan melalui panduan surveillans ini, dapat tercipta persamaan dalam pemahaman dan persepsi, dalam mewujudkan pelayanan yang berkualitas dengan kepedulian tinggi terhadap pencegahan dan pengendalian infeksi di RSUD Jati Padang secara nyata. Dengan pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi kedokteran, maka tidak menutup kemungkinan panduan yang saat ini berlaku harus disempurnakan. Oleh karenanya panduan ini pun akan tetap dilakukan evaluasi secara berkala agar diperoleh perkembangan yang terbaru, demi upaya peningkatan kualitas pelayanan di RSUD Jati Padang. Setiap masukan demi perbaikan pelayanan pencegahan dan pengendalian infeksi di rumah sakit diterima secara terbuka demi mewujudkan pelayanan yang berkualitas.

4

Related Documents

Panduan
June 2020 44
Panduan
October 2019 76
Panduan
October 2019 77
Panduan
August 2019 103
Panduan
April 2020 48
Panduan Zakat
April 2020 1

More Documents from ""