Pakan Epid.docx

  • November 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Pakan Epid.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 2,333
  • Pages: 10
periode pre-layer adalah sangat krusial untuk menuju periode produksi (laying period). Semua peternak layer tentu saja mengharapkan dan berusaha untuk bisa mencapai puncak produksi, HD >90% dalam tempo lebih dari 20 minggu. Kenyataan yang sering terjadi adalah saat pre-layer dan saat menuju puncak produksi “feed intake”-nya sulit atau tidak mencapai standar sehingga bobot badannya juga tidak mencapai standar. Kalau toh nanti produksinya bisa mencapai HD >90%, sering terjadi drop (turun 5 – 15%) atau bahkan outbreak (turun 30 – 50%). Mengapa? Dan, bagaimana melewatinya supaya puncak produksinya persisten?

Pada periode pre-layer, ayam layer mengalami pancaroba fungsi fisiologis tubuhnya, termasuk hormonalnya. Di satu sisi dewasa tubuhnya masih berlangsung, di sisi lain dewasa kelaminnya sudah mulai matang, yaitu sudah mulai bertelur. Ayam jadi bingung membagi asupan gizinya, untuk tubuh atau untuk produksi. Ayam layer pada masa ini, sangat sensitive terhadap gangguan stress.

Beberapa hal yang perlu dikelola dengan baik dan benar pada periode pre-layer : 1. PAKAN 1.1. JANGAN diberi pakan standar layer untuk ayam periode pre-layer. Karena kadar kalsium pakan layer 3,6 – 4%, ketinggian untuk ukuran ayam pre-layer, yaitu perlu kadar kalsium 2% untuk persiapan menjelang puncak produksi. Kalau dipaksakan, ya tetap dimakan oleh ayam tetapi “feed intake” tidak bisa banyak atau tidak bisa mencapai standar karena terasa kenyang. Kelebihan kadar kalsium memang dibuang oleh ayam via kotoran sehingga kotoran ayam banyak berwarna putih. Hal ini banyak terjadi di lapangan;

1.2. JANGAN diberikan pakan standar grower atau developer saat masuk periode pre-layer karena kadar kalsiumnya terlalu rendah, hanya 1%. Pada hal, saat periode pre-layer, ayam perlu kalsium sedikit lebih banyak (kalsium 2%) untuk deposit kalsium di tulang-tulangnya dimana deposit kalsium ini akan dipakai saat puncak produksi. Bila kurang deposit kalsium, maka saat puncak produksi bisa terjadi gejala patah produksi sedikit, HD turun 3 – 5%. Bisa pulih, bisa tidak pulih bila ada gangguan lain, misalnya stress dan sakit;

1.3. Pakan pre-layer, kadar kalsiumnya cukup 2%, protein 17 – 17,5% dan energinya 2.700 – 2.750 Kcal/kg. Bisa diperoleh dengan cara mencampur pakan grower atau developer 65% dengan pakan layer 35% sampai dengan produksi rata-rata mingguan HW (hen week) 5%, baru diganti pakan standar layer, protein 19,1% dan energy 2.810 Kcal/kg.

Mempelajari Pola Pemberian Ransum Ayam Petelur Written on 12 November 2014. Posted in Artikel Layer Tata Laksana

Memelihara ayam petelur komersial memang bukan perkara yang mudah, bahkan lebih sulit dibanding memelihara ayam pedaging. Selain jangka waktu pemeliharaannya yang lebih lama, manajemennya pun lebih kompleks. Meski demikian, bukan berarti usaha ini tidak menarik untuk dijalani. Ada beberapa tips dan trik khusus yang bisa diterapkan.

Dari beberapa manajemen pemeliharaan ayam petelur, seperti manajemen perkandangan, ransum, kesehatan, dan lain sebagainya, berikut akan kami bahas mengenai manajemen ransum khusus ayam petelur. Fokusnya terkait review jenis ransum, serta bagaimana pola dan teknik pemberian ransumnya.

Fakta Lapangan

Mengapa pemberian ransum pada ayam petelur perlu dibahas? Hal ini karena pengeluran biaya terbesar dari usaha peternakan berasal dari biaya pembelian ransum, yaitu sekitar 70-80%. Jadi, jika jumlah pemberian, kualitas, serta teknik pemberian ransum tidak diperhatikan oleh peternak, maka peternak akan menderita kerugian ekonomi.

Di lapangan sendiri, peternak ayam petelur mempunyai 2 pilihan penggunaan jenis ransum, yaitu ransum jadi dan ransum self mixing (meracik dan mencampur sendiri). Berikut beberapa fakta lapangan berkenaan dengan ransum ayam petelur yang berpeluang menimbulkan kerugian:

Berdasarkan periode pemeliharaannya, ransum ayam petelur dibedakan menjadi ransum starter, grower I, grower II, pre-layer, dan layer. Jenis ransum ini sebenarnya harus diberikan sesuai umur ayam. Jika tidak, maka peternak harus menerapkan beberapa teknik, salah satunya teknik pembatasan jumlah ransum atau penambahan beberapa supplemen.

Kita ketahui bersama bahwa harga ransum ayam petelur, terutama ransum jadi pabrikan, tidaklah murah. Pola harganya bahkan cenderung naik dari waktu ke waktu. Hal ini dipengaruhi oleh nilai tukar rupiah dan jumlah ketersediaan bahan baku di lapangan. Untuk mengefisienkan pembelian ransum jadi, banyak peternak memilih melakukan self mixing. Untuk itu, tentunya peternak perlu memiliki pengetahuan lebih tentang harga dan supplier bahan baku, ketersedian bahan baku, serta teknik formulasinya. Jika tidak, bukan efisiensi yang didapat, justru pemborosan.

Bahan baku ransum untuk self mixing, terutama yang berasal dari lokal, tak jarang kualitasnya berubahubah. Maka dari itu, peternak perlu mengujikan sampel bahan baku dan ransum racikannya terlebih dahulu ke laboratorium, minimal setiap ada formulasi ransum yang baru. Persoalan jamur dan racunnya yang terkandung dalam bahan baku ransum (khususnya jagung) juga wajib diwaspadai. Tidak ada salahnya jika peternak mulai rajin berkonsultasi dengan tenaga lapangan/dokter hewan atau mengujikan kandungan mikotoksin (racun jamur) ke laboratorium untuk menghindari masalah berkenaan performa ayam.

Terakhir, ingat bahwa keberhasilan pemeliharaan ayam petelur di periode produksi ditentukan oleh kualitas pullet (ayam petelur dara)-nya. Salah satu parameternya, berat badan pullet harus sesuai dengan standar. Jika lebih atau kurang dari standar, maka produksi telur tidak akan maksimal.

Semua bahasan berkaitan dengan tata cara formulasi ransum dan self mixing, peternak bisa memperoleh informasinya pada artikel Info Medion edisi September 2011 dan Oktober 2013. Akan tetapi mengenai manajemen umum dan khusus pemberian ransum pada pullet dan ayam dewasa (sudah masuk masa produksi telur) akan kami bahas kali ini.

Manajemen Pemberian Ransum Secara Umum

Seperti telah dijelaskan di awal bahwa pemeliharaan ayam petelur secara umum dibagi atas 3 periode, yaitu periode starter, grower, dan layer. Di masing-masing periode ini, kebutuhan nutrisi ayam petelur berbeda-beda, terutama dilihat dari kebutuhan energi, protein, kalsium (Ca), serta fosfor (P)-nya seperti tercantum dalam Tabel 1. Untuk itu berikan ransum dengan kandungan nutrisi sesuai kebutuhan ayam. Jumlahnya pun harus sesuai standar yang ditetapkan oleh pihak breeder. Hal lainnya yang perlu dilakukan ialah:

Perhatikan bentuk dan tekstur ransum yang diberikan

Secara alamiah, seekor ayam lebih menyukai ransum berbentuk butiran seperti crumble ataupellet. Jika saat periode starter dan grower, peternak mampu memberikan ransum berbentuk crumble, namun tidak dengan dengan periode layer. Saat periode layer dan seterusnya, umumnya peternak lebih memilih menggunakan ransum berbentuk mash/ tepung dengan alasan praktis dan menghemat biaya. Maka dari itu, agar konsumsi (feed intake) ransum ayam tersebut tetap tinggi sesuai standar, maka peternak perlu mempertimbangkan untuk melakukan potong paruh (debeaking) di kisaran umur 8-10 minggu. Dengan kondisi paruh rata bagian depan, maka ayam bisa mengambil ransum dengan jumlah banyak dalam sekali patuk.

Sediakan tempat ransum dan tempat minum dalam jumlah sesuai

Sediakan jumlah tempat ransum dan tempat minum yang cukup sesuai jumlah populasi ayam dan letakkan tersebar rata ke seluruh kandang. Ketinggian tempat ransumnya perlu diatur agar sejajar dengan tinggi punggung ayam. Usahakan tempat ransum ayam jangan diisi full, karena kemungkinan

pakan tercecer tinggi. Idealnya cukup ¾ dari kapasitas tempat ransum. Selain itu, kebersihan tempat ransum dan tempat minum ayam juga harus terjaga. Cuci tempat ransum dan air minum minimal 2 x sehari dan lakukan desinfeksi dengan cara direndam dalam larutan Medisep (15 ml tiap 10 liter air) selama 30 menit setiap 3-4 hari.

Berikan ransum pada jam yang tetap setiap hari

Untuk ayam periode starter berikan ransum 4–9x dalam sehari secara ad libitum (selalu tersedia), karena pada periode tersebut pertumbuhan sangat cepat dan efisiensi ransum sangat tinggi. Pada periode grower dan finisher frekuensi pemberian ransum menjadi 2-3x dalam sehari dan perlu dipastikan sesuai dengan standar breeder. Pengurangan frekuensi ini dikarenakan pada periode tersebut nafsu makan dan konsumsi ransum tinggi namun pertambahan bobot badannya rendah. Pemberian ransum juga sebaiknya dilakukan saat suhu lingkungan nyaman untuk ayam. Pagi bisa diberikan antara pukul 05.00–07.30, sore antara pukul 14.00-16.00 atau malam antara pukul 18.00–21.00. Selain itu usahakan jumlah yang diberikan di pagi hari 30-40% dan sore sampai malam 60-70%. Yang perlu diingat ialah, berikan ransum pada jam yang tetap setiap harinya. Misalnya ransum diberikan setiap hari 2 kali pukul 07.00 dan 15.00. Pemberian ransum pada jam yang tetap ini bertujuan untuk menghindari ayam stres ketika ransum telat diberikan.

Menyediakan air minum

Sediakan air minum yang bersih dan berkualitas secara ad libitum (tidak dibatasi) setiap hari karena jika konsumsi air minum rendah maka konsumsi ransum juga rendah.

Buat recording ransum secara lengkap

Recording di sini meliputi pencatatan komposisi ransum, kondisi fisik, kandungan nutrisi, jumlah ransum yang habis, dan ransum yang tersisa. ransum yang akan diberikan hendaknya selalu ditimbang, sehingga bisa diketahui jumlah pakan yang habis. Bandingkan jumlah konsumsi ayam per harinya dengan standar breeder, sehingga performa ayam bisa dipantau terus-menerus. Data-data ini sangat bermanfaat untuk menghitung jumlah pengeluaran dan mengevaluasi performa ayam. Contohnya jika suatu saat konsumsi

turun dibarengi dengan produksi telur yang juga turun, maka peternak bisa mengambil tindakan penanganan sesegera mungkin.

Lakukan kontrol secara rutin

Saat memberikan ransum usahakan sekalian membersihkan tempat ransum dan mengecek air minum apakah masih tersedia.

Manajemen Pemberian Ransum Secara Khusus

Yang dimaksud pemberian ransum secara khusus di sini ialah langkah-langkah manipulasi pemberian ransum yang harus diambil oleh peternak ketika menghadapi masalah-masalah khusus di lapangan. Contohnya saja ayam tiba-tiba konsumsinya turun, bobot badannya kurang dari standar, dan lain sebagainya.

a) Saat pergantian ransum

Pergantian ransum sejatinya berpatokan pada pencapaian target bobot badan ayam, bukan berdasarkan umur ayam. Untuk itu, kunci penentuan kapan waktunya mengganti jenis ransum ialah dengan melihat data monitoring bobot badan. Contohnya jika bobot badan ayam saat umur 4 minggu masih berada di bawah target/standar (dimana seharusnya ransum starter sudah diganti dengan ransum grower), maka pemberian ransum starter sebaiknya diperpanjang sampai bobot badannya mendekati/mencapai standar. Namun jika perbedaan bobot badannya sangat jauh dari standar, maka peternak boleh mengubah formulasi ransum dengan menambah komposisi bahan ransum sumber energi, misalnya dengan menambah porsi jagung. Selain itu, untuk menghindari penurunan konsumsi, hindari pergantian ransum dalam waktu singkat. Lakukan pergantian ransum secara bertahap, yaitu:

Hari pertama = 75% ransum lama : 25% ransum baru

Hari kedua = 50 % ransum lama : 50% ransum baru

Hari ketiga = 25% ransum lama : 75% ransum baru

Hari keempat = 100% ransum baru

Sebelum dan selama pergantian ransum berikan multivitamin seperti Vita Stress untuk mencegah ayam stres

b) Saat konsumsi ransum turun

Selain akibat dari pergantian ransum yang cepat, turunnya konsumsi pakan bisa disebabkan pula oleh beberapa faktor:

Kondisi stres

Saat stres, respon ayam pertama kali adalah fokus meningkatkan laju metabolisme cadangan energi tubuh. Akibatnya laju pergerakan dan penyerapan usus akan melambat dan konsumsi ransum pun akan menurun (Ferket dan Gernat, 2006). Secara umum kondisi stres dalam kandang bisa disebabkan oleh 3 hal, yaitu heat stress (stres panas), kualitas udara yang rendah dan kualitas litter yang buruk. Saat heat stress ayam sering melakukan panting (megap-megap) untuk menstabilkan panas tubuhnya. Akibatnya ayam cenderung malas makan sehingga konsumsinya menurun. Untuk itu jangan berikan ransum di siang hari (sekitar pukul 11.00-13.00) karena pada kondisi heat stress, ayam justru akan banyak minum sehingga kotoran yang dihasilkan lebih basah. Dampaknya amonia meningkat, dan jika manajemen pengaturan sirkulasi udara serta penanganan litter-nya buruk, maka ayam akan stres dan secara tidak langsung konsumsinya akan turun.

Ketersediaan air minum

Jika ayam kekurangan air minum, maka ayam pun akan mengurangi konsumsi ransumnya. Hal ini karena konsumsi ransum berbanding lurus dengan konsumsi air minum.

Kandang terlalu padat

Terlalu padatnya kapasitas kandang bisa membatasi ruang gerak ayam untuk makan maupun minum. Akhirnya konsumsi turun dan pertumbuhan ayam terhambat.

Penolakan ransum

Penolakan ransum artinya ayam menolak untuk makan. Hal ini bisa dikarenakan ransum sudah berjamur, tengik, atau berkutu. Pada kasus dimana ransum dengan kondisi demikian tidak di mix (tercampur) dengan baik, maka ayam akan mencoba memilah-milah ransum tersebut. Akibatnya konsumsi pun akan lebih rendah dari biasanya. Di sisi lain tingginya kandungan serat kasar juga bisa mengakibatkan penurunan konsumsi karena palatabilitas (tingkat kesukaan) ransum menurun. Sedangkan bila dilihat dari kandungan EM (energi metabolisme), dari hasil riset diketahui bahwa ayam cenderung makan lebih sedikit ransum dengan kandungan EM yang tinggi, begitu pula sebaliknya.

Pencahayaan

Pemberian lighting (cahaya) yang kurang juga bisa menurunkan konsumsi ransum. Untuk itu, pengaturan pencahayaan yang baik, terutama di malam hari, sangat berguna untuk merangsang aktivitas makan. Contoh program pencahayaan yang bisa diaplikasikan di farm, tercantum dalam Tabel 3.

Kualitas ayam

Pada dasarnya ayam akan mengkonsumsi ransum sesuai daya tampung tembolok dan gizzardnya. Apabila sejak awal pemeliharaan, tembolok dan gizzard ayam tidak berkembang dengan baik, maka konsumsi ransumnya pun akan rendah dan tidak sesuai dengan standar.

Faktor penyakit

Penurunan konsumsi akibat serangan penyakit merupakan kasus yang paling umum ditemukan. Meskipun kasus yang berdampak secara langsung ialah kasus infeksi saluran pencernaan, namun kasus infeksi penyakit lain yang menyerang organ kekebalan juga bisa mempengaruhi tingkat konsumsi. Ketika ayam sakit, organ kekebalan akan bekerja mati-matian menghasilkan antibodi. Semakin banyak antibodi yang diproduksi, maka akan semakin besar pula energi yang diperlukan untuk membentuk antibodi tersebut. Akibatnya ayam akan terlihat lesu, lemah, mengantuk, dan lebih memilih untuk “diam” tidak melakukan aktivitas makan.

Setelah mengetahui faktor-faktornya, kita perlu menerapkan beberapa langkah agar konsumsi kembali normal, di antaranya dengan:

Pastikan kualitas fisik ransum masih bagus, seperti aroma masih segar dan bentuknya seragam, agar ayam mau makan. Agar pakan selalu segar, atur periode pemberian dan pembolak-balikan ransum sesering mungkin.

Ransum yang sudah berjamur jangan diberikan karena selain mengandung mikotoksin (racun jamur), juga dapat menimbulkan efek imunosupresi (menurunkan kekebalan tubuh). Untuk itu, lakukan kontrol kualitas ransum sejak penerimaan bahan baku, saat pembongkaran, penyimpanan bahan baku, proses pembuatan dan saat penyimpanan ransum. Terapkan pula sistem FIFO (First In First Out), yaitu ransum yang pertama masuk dalam gudang maka digunakan yang pertama.

Cara lain agar nafsu makan ayam meningkat, percikkan sedikit air (yang sebelumnya sudah dicampur dengan vitamin) ke dalam ransum.

Atur sistem buka tutup tirai kandang dan jika perlu tambahkan kipas (fan) untuk membantu sirkulasi udara. Bisa juga dengan memberikan hujan buatan pada atap kandang. Jangan lupa pula untuk mengatur kepadatan kandang.

Berikan ransum dengan kandungan serat kasar sesuai standar agar tembolok dan gizzard berkembang dengan baik sejak awal.

Jika feed intake dari pemberian makan 2 kali sehari (pagi dan sore) masih kurang, maka peternak bisa menerapkan midnight feeding atau pemberian makan tengah malam. Midnight feeding dilakukan dengan teknik pemberian cahaya (menyalakan lampu) selama 1–2 jam di tengah malam, yaitu pukul 12.00–02.00 malam. Dengan teknik ini dilaporkan bahwa feed intake akan meningkat sekitar 2–5 gram/ekor/hari (Hyline management guide, 2013). Untuk itu teknik ini sangat cocok dan bisa diaplikasikan saat kondisi stres panas (heat stress), atau kapan saja ketika konsumsi ayam kurang dari standar. Setelah ayam melewati kondisi heat stress dan feed intake-nya kembali normal, segera hilangkan midnight feeding dengan mengurangi cahaya lampu di malam hari secara bertahap, misalnya 15 menit per minggu.

Related Documents

Pakan Harian.docx
May 2020 15
Pakan Feedlot
June 2020 7
Ev-pakan
May 2020 23
Pakan Ayam.docx
May 2020 5
Pakan Epid.docx
November 2019 12