Pak Supriadi 2-1.docx

  • Uploaded by: Juliana Riska
  • 0
  • 0
  • November 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Pak Supriadi 2-1.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 2,886
  • Pages: 16
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia yang terdiri dari gugusan kepulauan mempunyai potensi bencana yang sangat tinggi dan juga sangat bervariasi dari aspek jenis bencana. Kondisi alam terseut serta adanya keanekaragaman penduduk dan budaya di Indonesia menyebabkan timbulnya risiko terjadinya bencana alam, bencana ulah manusia dan kedaruratan kompleks, meskipun disisi lain juga kaya akan sumberdaya alam. Pada umumnya risiko bencana alam meliputi bencana akibat faktor geologi (gempabumi, tsunami dan letusan gunung api), bencana akibat hydrometeorologi (banjir, tanah longsor, kekeringan, angin topan), bencana akibat faktor biologi (wabah penyakit manusia, penyakit tanaman/ternak, hama tanaman) serta kegagalan teknologi (kecelakan industri, kecelakaan transportasi, radiasi nuklir, pencemaran bahan kimia). Bencana akibat ulah manusia terkait dengan konflik antar manusia akibat perebutan sumberdaya yang terbatas, alasan ideologi, religius serta politik. Sedangkan kedaruratan kompleks merupakan kombinasi dari situasi bencana pada suatu daerah konflik. Kompleksitas dari permasalahan bencana tersebut memerlukan suatu penataan atau perencanaan yang matang dalam penanggulangannya, sehingga dapat dilaksanakan secara terarah dan terpadu. Penanggulangan yang dilakukan selama ini belum didasarkan pada langkah-langkah yang sistematis dan terencana, sehingga seringkali terjadi tumpang tindih dan bahkan terdapat langkah upaya yang penting tidak tertangani. Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana mengamanatkan pada pasal 35 dan 36 agar setiap daerah dalam upaya penanggulangan bencana, mempunyai perencanaan penanggulangan bencana. Secara lebih rinci disebutkan di dalam Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana. 1.2 Rumusan Masalah 1. Bagaiamana persiapan dan mitigasi bencana? 2. Bagaimana aplikasi pendidikan tertentu dalam pencegahan dan penanggulangan dampak buruk bencana? 3. Bagaimana pemberdayaan masyarakat? 1.3 Tujuan 1. Untuk mengetahui persiapan dan mitigasi bencana 2. Untuk mengetahui aplikasi pendidikan tertentu dalam pencegahan dan penanggulangan dampak buruk bencana 3. Untuk mengetahui pemberdayaan masyarakat

BAB 2 PEMBAHASAN 2.1 Persiapan dan Mitigasi Bencana 1. Persiapan Bencana a. Sadari bahwa bencana bisa saja terjadi dan bahwa Anda dan keluarga bisa menjadi korban. Dengan begitu, Anda bisa membuat persiapan sebelum bencana terjadi. b. Cari tahu bencana yang bisa terjadi di daerah Anda dan di mana Anda bisa berlindung. Pastikan bangunan rumah Anda cukup kuat dan ada di lokasi yang aman. Hati-hati saat memakai barang yang bisa menimbulkan kebakaran. Pasang detektor asap, dan ganti baterainya paling tidak setahun sekali. c. Siapkan barang-barang untuk keadaan darurat. Listrik, air, telepon, dan angkutan umum bisa jadi tidak bisa digunakan. Kalau Anda punya mobil, upayakan agar bahan bakarnya setidaknya ada setengah tangki. Pastikan di rumah selalu ada makanan, air, dan barangbarang untuk keadaan darurat. d. Pastikan Anda punya nomor telepon teman Anda, baik yang rumahnya jauh maupun dekat. e. Buat rencana dan lakukan latihan untuk menyelamatkan diri. Cari tahu pintu keluar terdekat di gedung tempat tinggal Anda. Bicarakan dengan anak Anda apa yang perlu dia lakukan saat bencana terjadi ketika dia ada di sekolah. Tentukan di mana keluarga Anda akan bertemu, misalnya di sekolah, taman, atau lapangan. Tentukan satu tempat di dekat rumah dan satu tempat yang lebih jauh. Beberapa organisasi menyarankan agar kita mencoba berjalan ke tempat-tempat itu bersama keluarga. 2. Migitasi Bencana Mitigasi Bencana adalah serangkaian upaya untuk mengurangi risiko bencana, baik melalui pembangunan fisik maupun penyadaran dan peningkatan kemampuan menghadapi ancaman bencana (Pasal 1 ayat 6 PP No 21 Tahun 2008 Tentang Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana). Tujuan mitigasi bencana : a.

Mengurangi dampak yang ditimbulkan, khususnya bagi penduduk

b.

Sebagai landasan (pedoman) untuk perencanaan pembangunan

c.

Meningkatkan

pengetahuan

masyarakat

dalam

menghadapi

serta

mengurangi

dampak/resiko bencana, sehingga masyarakat dapat hidup dan bekerja dengan aman. Beberapa kegiatan mitigasi bencana di antaranya: a. Pengenalan dan pemantauan risiko bencana;

b. Perencanaan partisipatif penanggulangan bencana; c. Pengembangan budaya sadar bencana; d. Penerapan upaya fisik, nonfisik, dan pengaturan penanggulangan bencana; e. Identifikasi dan pengenalan terhadap sumber bahaya atau ancaman bencana; f. Pemantauan terhadap pengelolaan sumber daya alam; g. Pemantauan terhadap penggunaan teknologi tinggi; h. Pengawasan terhadap pelaksanaan tata ruang dan pengelolaan lingkungan hidup.

2.2 Aplikasi Pendidikan Kesehatan Dalam Pencegahan Dan Penanggulangan Dampak Buruk Bencana 1. Pendidikan Bencana Pendidikan bencana adalah merupakan proses pembelajaran melalui penyediaan informasi, pengetahuan, dan kewaspadaan terhadap peserta didik guna membentuk kesiapan bencana di level individu dan komunitas. Melalui pendidikan bencana, peserta didik didorong untuk mengetahui resiko bencana, mengumpulkan informasi terkait mitigasi bencana, dan menerapkannya pada situasi bencana (Shiwaku et al., 2007). Aplikasi bencana yang secara sederhana dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari meliputi melakukan simulasi bencana di keluarga menolong korban bencana, memiliki perlengkapan darurat (disaster kit), mengetahui tempat berlindung saat bencana, dan mengetahui fasilitas tanggap darurat yang tersedia di instansi terkait (Kapucu, 2008). 2. Peran Perawat Dalam Managemen Bencana Pelayanan keperawatan tidak hanya terbatas diberikan pada instansi pelayanan kesehatan seperti rumah sakit saja. Tetapi pelayanan keperawatan tersebut juga sangat dibutuhkan dalam situasi bencana. Perawat tidak hanya dituntut memiliki pengetahuan dan kemampuan dasar praktek keperawatan saja. Kemampuan tanggap bencana juga sangat dibutuhkan saat keadaan darurat. Hal ini diharapkan menjadi bekal bagi perawat untuk bisa terjun memberikan pertolongan dalam situasi bencana. Kegiatan penanganan siaga bencana memang berbeda dibandingkan pertolongan medis dalam keadaan normal lainnya. Menurut Mursalin (2011), ada beberapa tindakan penting yang bisa dilakukan oleh perawat dalam situasi tanggap bencana : a. Pengobatan dan pemulihan kesehatan fisik Bencana alam yang menimpa suatu daerah, selalu akan memakan korban dan kerusakan, baik itu korban meninggal, korban luka luka, kerusakan fasilitas pribadi dan umum, yang mungkin akan menyebabkan isolasi tempat, sehingga sulit dijangkau oleh para relawan. Hal yang paling urgen dibutuhkan oleh korban saat itu adalah pengobatan dari tenaga

kesehatan. Perawat bisa turut andil dalam aksi ini, baik berkolaborasi dengan tenaga perawat atau pun tenaga kesehatan profesional, ataupun juga melakukan pengobatan bersama perawat lainnya secara cepat, menyeluruh dan merata di tempat bencana. Pengobatan yang dilakukan pun bisa beragam, mulai dari pemeriksaan fisik, pengobatan luka, dan lainnya sesuai dengan profesi keperawatan. b. Pemberian bantuan Perawatan dapat melakukan aksi galang dana bagi korban bencana, dengan menghimpun dana dari berbagai kalangan dalam berbagai bentuk, seperti makanan, obat obatan, keperluan sandang dan lain sebagainya. Pemberian bantuan tersebut bisa dilakukan langsung oleh perawat secara langsung di lokasi bencana dengan memdirikan posko bantuan. Selain itu, Hal yang harus difokuskan dalam kegiatan ini adalah pemerataan bantuan di tempat bencana sesuai kebutuhan yang di butuhkan oleh para korban saat itu, sehinnga tidak akan ada lagi para korban yang tidak mendapatkan bantuan tersebut dikarenakan bantuan yang menumpuk ataupun tidak tepat sasaran. c. Pemulihan kesehatan mental Para korban suatu bencana biasanya akan mengalami trauma psikologis akibat kejadian yang menimpanya. Trauma tersebut bisa berupa kesedihan yang mendalam, ketakutan dan kehilangan berat. Tidak sedikit trauma ini menimpa wanita, ibu ibu, dan anak anak yang sedang dalam massa pertumbuhan. Sehingga apabila hal ini terus berkelanjutan maka akan mengakibatkan stress berat dan gangguan mental bagi para korban bencana. Hal yang dibutukan dalam penanganan situasi seperti ini adalah pemulihan kesehatan mental yang dapat dilakukan oleh perawat. Pada orang dewasa, pemulihannya bisa dilakukan dengan sharing dan mendengarkan segala keluhan keluhan yang dihadapinya, selanjutnya diberikan sebuah solusi dan diberi penyemangat untuk tetap bangkit. Sedangkan pada anak anak, cara yang efektif adalah dengan mengembalikan keceriaan mereka kembali, hal ini mengingat sifat lahiriah anak anak yang berada pada masa bermain. Perawat dapat mendirikan sebuah taman bermain, dimana anak anak tersebut akan mendapatkan permainan, cerita lucu, dan lain sebagainnya. Sehingga kepercayaan diri mereka akan kembali seperti sedia kala. 2.3 Pemberdayaan masyarakat Kondisi masyarakat di sekitar daerah yang terkena musibah pasca bencana biasanya akan menjadi terkatung katung tidak jelas akibat memburuknya keaadaan pasca bencana., akibat kehilangan harta benda yang mereka miliki. sehinnga banyak diantara mereka yang patah arah dalam menentukan hidup selanjutnya. Hal yang bisa menolong membangkitkan keadaan tersebut adalah melakukan pemberdayaan masyarakat. Masyarakat perlu mendapatkan fasilitas dan skill yang dapat menjadi bekal bagi mereka

kelak. Perawat dapat melakukan pelatihan pelatihan keterampilan yang difasilitasi dan berkolaborasi dengan instansi ataupun LSM yang bergerak dalam bidang itu. Sehinnga diharapkan masyarakat di sekitar daerah bencana akan mampu membangun kehidupannya kedepan lewat kemampuan yang ia miliki. Untuk mewujudkan tindakan di atas, menurut Mepsa (2012) perlu adanya beberapa hal yang harus dimiliki oleh seorang perawat, diantaranya adalah, perawat harus memiliki skill keperawatan yang baik, perawat harus memiliki jiwa dan sikap kepedulian, perawat harus memahami managemen siaga bencana. Adapun peran perawat dalam menagemen siaga bencana adalah sebagai berikut :

1. Peran perawat dalam fase pre-impect a. Perawat mengikuti pendidikan dan pelatihan bagi tenaga kesehatan dalam penanggulangan ancaman bencana. 1) Perawat ikut terlibat dalam berbagai dinas pemerintahan, organisasi lingkungan, palang merah nasional, maupun lembaga-lembaga pemasyarakatan dalam memberikan penyuluhan dan simulasi persiapan menghadapi ancaman bencana. 2) Perawat

terlibat

dalam

program

promosi

kesehatan untuk

meningkatkan kesiapan masyarakat dalam mengahdapi bencana. 2. Peran perawat dalam fase impact 1. Bertindak cepat 2. Perawat seharusnya tidak menjanjikan apapun dengan pasti dengan maksud memberikan harapan yang besar pada korban yang selamat. 3. Berkonsentrasi penuh pada apa yang dilakukan 4. Kordinasi dan menciptakan kepemimpinan 5. Untuk jangka panjang, bersama-sama pihak yang tarkait dapat mendiskusikan dan merancang master plan of revitalizing, biasanya untuk jangka waktu 30 bulan pertama. a. Peran perawat dalam fase post impact 1) Bencana tentu memberikan bekas khusus bagi keadaan fisik, fisikologi korban.

2) Stress fisikologi yang terjadi dapat terus berkembang hingga terjadi post traumatic stress disorder (PTSD) yang merupakan sindrom dengan 3 kriteria utama. Pertama, gejala trauma pasti dapat dikenali. Kedua, individu tersebut mengalami gejala ulang traumanya melalui flashback, mimpi, ataupun peristiwa-peristiwa yang memacuhnya. Ketiga, individu akan menunjukan gangguan fisik. Selain itu, individu dengan PTSD dapat mengalami penurunan konsentrasi, perasaan bersalah dan gangguan memori. 3) Tim kesehatan bersama masyarakat dan profesi lain yang terkait bekerja sama dengan unsure lintas sektor menangani maslah keehatan masyarakat paska gawat darurat serta mempercepat fase pemulihan (recovery) menuju keadaan sehat dan aman.

2.4 Pemberdayaan Masyarakat Pemberdayaan masyarakat adalah upaya untuk memberikan daya (empowerment)

atau

penguatan

(strengthening)

kepada

masyarakat.

Pemberdayaan masyarakat juga diartikan sebagai kemampuan individu yang bersenyawa dengan masyarakat dalam membangun keberdayaan masyarakat yang bersangkutan sehingga bertujuan untuk menemukan alternatif-alternatif baru dalam pembangunan masyarakat (Mardikanto, 2014). Menurut Suharto(2005:60), pemberdayaan masyarakat juga dimaknai sebagai sebuah proses dan tujuan, dengan penjelasan sebagai berikut: 1.

Sebagai proses, pemberdayaan adalah serangkaian kegiatan untuk memperkuat kelompok lemah dalam masyarakat, termasuk individuindividu yang mengalami masalah kemiskinan.

2.

Sebagai tujuan, pemberdayaan menunjuk pada keadaan yang ingin dicapai oleh sebuah perubahan sosial, yaitu masyarakat yang berdaya, memiliki kekuasaan atau pengetahuan dan kemampuan dalam memenuhi kebutuhan hidupnya baik yang bersifat fisik, ekonomi maupun sosial seperti kepercayaan diri, menyampaikan aspirasi, mempunyai mata pencaharian, berpartisipasi dalam kegiatan sosial, dan mandiri dalam melaksanakan tugas-tugas kehidupannya. Menurut Fahrudin (2012:96-97), pemberdayaan masyarakat adalah upaya

untuk memampukan dan memandirikan masyarakat yang dilakukan dengan up/aya sebagai berikut: 1. Enabling, yaitu menciptakan suasana atau iklim yang memungkinkan potensi masyarakat berkembang. Titik tolaknya adalah pengenalan bahwa setiap manusia, setiap masyarakat memiliki potensi yang dapat dikembangkan. Pemberdayaan adalah upaya untuk membangun daya itu dengan cara mendorong (encourage), memotivasi dan membangkitkan kesadaran (awareness) akan potensi yang dimilikinya serta berupaya untuk mengembangkannya.

2. Empowering, yaitu meningkatkan kapasitas dengan memperkuat potensi atau daya yang dimiliki oleh masyarakat. Perkuatan ini meliputi langkahlangkah nyata seperti penyediaan berbagai masukan (input) serta pembukaan akses kepada berbagai peluang yang dapat membuat masyarakat menjadi makin berdayaan. 1.3.Protecting, yaitu melindungi kepentingan dengan mengembangkan sistem perlindungan bagi masyarakat yang menjadi subjek pengembangan. Dalam proses pemberdayaan harus dicegah yang lemah menjadi bertambah lemah, oleh karena kekurangberdayaan dalam menghadapi yang kuat. Melindungi dalam hal ini dilihat sebagai upaya untuk mencegah terjadinya persaingan yang tidak seimbang serta eksploitasi yang kuat atas yang lemah. 

Tujuan Pemberdayaan Masyarakat

Menurut Mardikanto (2014:202), terdapat enam tujuan pemberdayaan masyarakat, yaitu: 1. Perbaikan kelembagaan (better institution). Dengan perbaikan kegiatan/tindakan yang dilakukan, diharapkan akan memperbaiki kelembagaan, termasuk pengembangan jejaring kemitraan usaha. 2. Perbaikan usaha (better business). Perbaikan pendidikan (semangat belajar),

perbaikan

aksesibisnislitas,

kegiatan

dan

perbaikan

kelembagaan, diharapkan akan memperbaiki bisnis yang dilakukan. 3. Perbaikan pendapatan (better income). Dengan terjadinya perbaikan bisnis

yang

dilakukan,

diharapkan

akan

dapat

memperbaiki

pendapatan yang diperolehnya, termasuk pendapatan keluarga dan masyarakatnya. 4. Perbaikan lingkungan (better environment). Perbaikan pendapatan diharapkan dapat memperbaiki lingkungan (fisik dan sosial), karena kerusakan lingkungan seringkali disebabkan oleh kemiskinan atau pendapatan yang terbatas. 5. Perbaikan kehidupan (better living). Tingkat pendapatan dan keadaan lingkungan yang membaik, diharapkan dapat memperbaiki keadaan kehidupan setiap keluarga dan masyarakat.

6. Perbaikan masyarakat (better community). Kehidupan yang lebih baik, yang didukung oleh lingkungan (fisik dan sosial) yang lebih baik, diharapkan akan terwujud kehidupan masyarakat yang lebih baik pula 

Prinsip-Prinsip Pemberdayaan Masyarakat

Terdapat empat prinsip yang sering digunakan untuk suksesnya program pemberdayaan, yaitu prinsip kesetaraan, partisipasi, keswadayaan atau kemandirian, dan berkelanjutan (Najiati dkk, 2005:54). Adapun penjelasan terhadap prinsip-prinsip pemberdayaan masyarakat tersebut adalah sebagai berikut: 1. Prinsip Kesetaraan Prinsip utama yang harus dipegang dalam proses pemberdayaan masyarakat adalah adanya kesetaraan atau kesejajaran kedudukan antara masyarakat dengan lembaga yang melakukan program-program pemberdayaan masyarakat, baik laki-laki maupun perempuan. Dinamika yang dibangun adalah hubungan kesetaraan dengan mengembangkan mekanisme berbagai pengetahuan, pengalaman, serta keahlian satu sama lain. Masing-masing saling mengakui kelebihan dan kekurangan, sehingga terjadi proses saling belajar. 2. Partisipasi Program pemberdayaan yang dapat menstimulasi kemandirian masyarakat adalah program yang sifatnya partisipatif, direncanakan, dilaksanakan, diawasi, dan dievaluasi oleh masyarakat. Namun, untuk sampai pada tingkat tersebut perlu waktu dan proses pendampingan yang melibatkan pendamping yang berkomitmen tinggi terhadap pemberdayaan masyarakat. 3. Keswadayaan atau kemandirian Prinsip keswadayaan adalah menghargai dan mengedepankan kemampuan masyarakat daripada bantuan pihak lain. Konsep ini tidak memandang orang miskin sebagai objek yang tidak berkemampuan (the have not), melainkan sebagai subjek yang memiliki kemampuan sedikit (the have little). Mereka memiliki kemampuan untuk

menabung, pengetahuan yang mendalam tentang kendala-kendala usahanya, mengetahui kondisi lingkungannya, memiliki tenaga kerja dan kemauan, serta memiliki norma-norma bermasyarakat yang sudah lama dipatuhi. Semua itu harus digali dan dijadikan modal dasar bagi proses pemberdayaan. Bantuan dari orang lain yang bersifat materiil harus dipandang sebagai penunjang, sehingga pemberian bantuan tidak justru melemahkan tingkat keswadayaannya. 4. Berkelanjutan Program

pemberdayaan

perlu

dirancang

untuk

berkelanjutan,

sekalipun pada awalnya peran pendamping lebih dominan dibanding masyarakat sendiri. Tapi secara perlahan dan pasti, peran pendamping akan makin berkurang, bahkan akhirnya dihapus, karena masyarakat sudah mampu mengelola kegiatannya sendiri. 

Strategi Pemberdayaan Masyarakat

Terdapat tiga strategi utama pemberdayaan masyarakat dalam praktik perubahan sosial, yaitu tradisional, direct action (aksi langsung), dan transformasi yang dijelaskan sebagai berikut (Hikmat, 2006): 1. Strategi tradisional. Strategi ini menyarankan agar masyarakat mengetahui dan memilih kepentingan terbaik secara bebas dalam berbagai keadaan. Dengan kata lain semua pihak bebas menentukan kepentingan bagi kehidupan mereka sendiri dan tidak ada pihak lain yang mengganggu kebebasan setiap pihak. 2. Strategi

direct-action.

Strategi

ini

membutuhkan

dominasi

kepentingan yang dihormati oleh semua pihak yang terlibat, dipandang dari sudut perubahan yang mungkin terjadi. Pada strategi ini, ada pihak yang sangat berpengaruh dalam membuat keputusan. 3. Strategi transformatif. Strategi ini menunjukkan bahwa pendidikan massa dalam jangka panjang dibutuhkan sebelum pengindentifikasian kepentingan diri sendiri. 

Tahapan Pemberdayaan Masyarakat

Pemberdayaan masyarakat memiliki tujuh tahapan atau langkah yang dilakukan, yaitu sebagai berikut (Soekanto, 1987:63):

1. Tahap Persiapan. Pada tahapan ini ada dua tahapan yang harus dikerjakan, yaitu: pertama, penyimpanan petugas, yaitu tenaga pemberdayaan masyarakat yang bisa dilakukan oleh community woker, dan kedua penyiapan lapangan yang pada dasarnya diusahakan dilakukan secara non-direktif. 2. Tahapan pengkajian (assessment). Pada tahapan ini yaitu proses pengkajian dapat dilakukan secara individual melalui kelompokkelompok dalam masyarakat. Dalam hal ini petugas harus berusaha mengidentifikasi masalah kebutuhan yang dirasakan (feel needs) dan juga sumber daya yang dimiliki klien. 3. Tahap perencanaan alternatif program atau kegiatan. Pada tahapan ini petugas sebagai agen perubahan (exchange agent) secara partisipatif mencoba melibatkan warga untuk berfikir tentang masalah yang mereka hadapi dan bagaimana cara mengatasinya. Dalam konteks ini masyarakat diharapkan dapat memikirkan beberapa alternatif program dan kegiatan yang dapat dilakukan. 4. Tahap pemfomalisasi rencanaaksi. Pada tahapan ini agen perubahan membantu

masing-masing

kelompok

untuk

merumuskan

dan

menentukan program dan kegiatan apa yang mereka akan lakukan untuk mengatasi permasalahan yang ada. Di samping itu juga petugas membantu untuk memformalisasikan gagasan mereka ke dalam bentuk tertulis, terutama bila ada kaitannya dengan pembuatan proposal kepada penyandang dana. 5. Tahap pelaksanaan (implementasi) program atau kegiatan. Dalam upaya

pelaksanaan

program

pemberdayaan

masyarakat

peran

masyarakat sebagai kader diharapkan dapat menjaga keberlangsungan program yang telah dikembangkan. Kerja sama antar petugas dan masyarakat merupakan hal penting dalam tahapan ini karena terkadang sesuatu yang sudah direncanakan dengan baik melenceng saat di lapangan. 6. Tahap evaluasi. Evaluasi sebagai proses pengawasan dari warga dan petugas program pemberdayaan masyarakat yang sedang berjalan

sebaiknya dilakukan dengan melibatkan warga. Dengan keterlibatan warga tersebut diharapkan dalam jangka waktu pendek biasanya membentuk suatu sistem komunitas untuk pengawasan secara internal dan untuk jangka panjang dapat membangun komunikasi masyarakat yang lebih mendirikan dengan memanfaatkan sumber daya yang ada. 7. Tahap terminasi. Tahap terminasi merupakan tahapan pemutusan hubungan secara formal dengan komunitas sasaran. Dalam tahap ini diharapkan proyek harus segera berhenti.

BAB 3 PENUTUP

3.1 Kesimpulan Mitigasi Bencana adalah serangkaian upaya untuk mengurangi risiko bencana, baik melalui pembangunan fisik maupun penyadaran dan peningkatan kemampuan menghadapi ancaman bencana (Pasal 1 ayat 6 PP No 21 Tahun 2008 Tentang Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana). Pendidikan bencana adalah merupakan proses pembelajaran melalui penyediaan informasi, pengetahuan, dan kewaspadaan terhadap peserta didik guna membentuk kesiapan bencana di level individu dan komunitas. Melalui pendidikan bencana, peserta didik didorong untuk mengetahui resiko bencana,

mengumpulkan

informasi

terkait

mitigasi

bencana,

dan

menerapkannya pada situasi bencana (Shiwaku et al., 2007). Aplikasi bencana yang secara sederhana dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari meliputi melakukan simulasi bencana di keluarga menolong korban bencana, memiliki perlengkapan darurat (disaster kit), mengetahui tempat berlindung saat bencana, dan mengetahui fasilitas tanggap darurat yang tersedia di instansi terkait (Kapucu, 2008).

3.2 Saran Kami menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih banyak kekurangan dan jauh dari sempurna maka dari itu penulis minta kritik dan saran yang membangun untuk kelancaran pembuatan makalah selanjutnya. Semoga makalah ini dapat bermanfaat untuk penulis khususnya dan untuk pembaca umumnya.

DAFTAR PUSTAKA

Related Documents

Pak Supriadi 2-1.docx
November 2019 1
Pak
November 2019 67
Pak
July 2020 40
Pak Bblr.docx
May 2020 25
Pak Said.docx
June 2020 17
Pak Study.docx
December 2019 42

More Documents from "Fahad Mkhan"

Pak Supriadi 2-1.docx
November 2019 1
Bab I Bu Eka.docx
June 2020 14
Pemakaian Huruf Kapital
December 2019 39
Kak Gigi.docx
December 2019 35