BAB III SUBSISTEM PELAYANAN KESEHATAN
PENDAHULUAN Telah disebutkan bahwa salah satu subsitem yang terdapat dalam sistem kesehatan ialah subsistem Pelayan kesehatan. Untuk dapat memahami Sistem Kesehatan dengan baik. Perlu pula dipahami tentang Subsistem Pelayanan Kesehatan tersebut. Sebenarnya jika membicarakan Subsistem Pelayanan Kesehatan, pengertian yang terkandung didalamnya amat luas sekali. Sebagai akibat dari luasnya pengertian sehat,maka terdapat berbagai kegiatan yang sekalipun tidak berhubungan langsung dengan kesehatan, menyebabkan berbagai kegiatan tersebut seyogyanya harus turut diperhitungkan. Kegiatan – kegoiatan yang seperti ini, yang dikenal dengan nama health related activities banyak macamnya. Misalnya kegiatan pembangunan perumahan, pengadaan pangan, perbaikan lingkungan, perbaikan lingkungan pemukiman dan lain sebagainya yang seperti ini. Tentu mudah dipahami jika kesemua kegiatan ini turut diperhitungkan, akan ditemukan banyak kesulitan. Peneglolaan Subsistem Pelayanan kesehatan akan menjadi sangat luas dan kompleks. Untuk mengatasinya, telah diperoleh semacam kesepakatan bahwa pembicaraan tentang berbagai kegiatan dalam Subsistem Pelayanan Kesehatan cukup dibatasi hanya pada kegiatan – kegiatan yang berhubungan langsung penerapan ilmu dan teknologi kedokteran saja. Kegiatan – kegiatan yang seperti ini, populer dengan sebutan pelayanan kesehatan (health services). BATASAN Pengertian pelayanan kesehatan banyak macamnya. Menjabarkan pendapat evey dan loomba (1973) maka yang dimaksud dengan pelayanan kesehatan ialah setiap upaya yang dielenggarakan sendiri atau secara bersama – sama dalam suatu organisasi untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan, mencegah dan menyembuhkan penyakit serta memulihkan kesehatan perseorangan, keluarga, kelompok dan ataupun masyarakat. Sesuai dengan batasan yang seperti ini, segera mudah dipahami bahwa bentuk dan jenis pelayanan kesehatan yang dapat ditemukan banyak macamnya. Karena kesemuanya ini amat ditentukan oleh : 1. Pengorganisasian pelayanan, apakah dialksanakan secara sendiri atau secara bersama-sama dalam suatu organisasi.
2. Ruang lingkup kegiatan, apakah hanya mencakupkegiatan pemeliharaan kesehatan, peningkatan keehatan, pencegahan penyakit, penyembuhan penyakit, pemulihan kesehatan atau kombinasi dari padanya. 3. Sasaran pelayanan kesehatan, apakah untuk perseorangan, keluarga, kelompok ataupun untuk masyarakat secara keseluruhan. MACAM Sekalipun bentuk dan jenis pelayanan keehatan banyak macamnya, namun jika disederhanakan secara umum dpat dibedakan atas dua. Bentuk dan jenis pelayanan kesehatan tersebut, jika dijabarkan dari pendapat Hodgetts dan Cascio (1983) adalah : 1. Pelayanan Kedokteran Pelayanan kesehtan yang termasuk dalam kelompok pelayanan kedokteran (medical services) ditandai dengan cara pengorganisasian yang dapat bersifat sendiri (solo practice) atau secara bersama-sama dalam satu organisasi (institution), tujuan utamanya untuk menyembuhkan penyakit dan memulihkan kesehatan, serta sasarannya terutama untuk perseorangan dan keluarga. 2. Pelayanan kesehatan masyarakat Pelayanan kesehatan yang termasuk dalm kelompok pelayanan kesehatan masyarakat (public health services) ditandai dengan cara pengorganisasian yang umumnya secara bersama-sama dalam satu organisasi, tujuan utamanya untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan serta mencegah penyakit, serta sasarannya terutama untuk kelompok dan masyarakat. Secara sederhana, kedua pembagian yang seperti ini dapat digambarkan dalam bagan 3.1. Perbedaan lebih lanjut dari kedua bentuk pelayanan kesehatan ini, dapat dilihat dari rincian Leavel dan Clark (1953), yang secara sederhana dapat diuraikan pada tabel 3.1
BAGAN 3.1 PEMBAGIAN PELAYANAN KESEHATAN
TABEL 3.1
PERBEDAAN PELAYANAN KEDOKTERAN DENGAN PELAYANAN KESEHATAN MASYARAKAT PELAYANAN KESEHATAN
PELAYANAN KEDOKTERAN
MASYARAKAT 1. Tenaga pelaksananya terutama ahli
1. Tenaga pelaksananya terutama adalah para dokter
2. Perhatian utamanya pada pencegahan
2. Perhatian utamanya pada penyembuhan penyakit.
penyakit. 3. Sasaran utamanya adalah masyarakat
3. Sasaran utamanya adalah perseorangan atau keluarga
secara keseluruhan 4. Selalu berupaya mencari cara yang
4. Kurang memperhatikan efisiensi
efisien
5. Tidak boleh menarik perhtian karena bertentangan dengan etika kedokteran 6. Menjalankan fungsi perseorangan dan terikat dengan undang-undang.
jawab
hanya
5. Dapat menarik perhatian masyarakat, misalnya
dengan
kepada
penderita 9. Tidak dapat memonopoli upaya kesehatan dan bahkan mendapat saingan 10. Masalah administrasi amat sederhana
penyeluhan
kesehatan. 6. Menjalankan
7. Pengahasilan diperoleh dari imbal jasa 8. Bertanggung
kesehatan masyarakat
mengorganisir
fungsi
dengan
masyarakat
dan
mendapat dukungan undang-undang 7. Pengahsilan
berupa
gaji
dari
pemerintah 8. Bertanggung jawab kepada seluruh masyarakat 9. Dapa memonopoli upaya kesehatan 10. Menghadapi
berbagai
persoalan
kepemimpinan SYARAT POKOK PELAYANAN KESEHATAN Sekalipun pelayan kedokteran berbeda dengan pelayanan kesehatan masyarakat, namun untuk spat disebut sebagai suatu pelayanan kesehatan yang baik, keduanya harus memiliki berbgai persyaratan pokok. Syarat pokok yang dimaksud adalah : 1. Tersedia dan berkesinambungan Syarat pokok pertama pelayanan kesehatan yang baik adalah pelayanan kesehatan tersebut harus tersedia dimasyarakat (available) serta bersifat berkesinambungan (continous). Artinya semua jenis pelayanan kesehatan yang dibutuhkan oleh masyarakat tidak sulit ditemukan, serta keberadaannya dimasyarakat adalah pada setiap saat yang dibutuhkan. 2. Dapat diterima dan wajar
Syarat pokok kedua pelayanan kesehatan yang baik adalah yang dapat diterima (available) oleh masyarakat serta bersifat wajar (appropriate) artinya pelayanan kesehatan tersebut tidak bertentang dengan keyakinan dan kepercayaan masyarkat.pelayanan kesehatan yang bertentangan dengan adat istiadat, kebudayaan, keyakinan dan kepercayaan masyarakat, serta bersifat tidak wajar, nukanlah suatu pelayanan kesehatan yang baik. 3. Mudah dicapai Syarat pokokketiga pelayanan kesehatan yang baik adalah yang mudah dicapai (acesible) oleh masyarakat. Pengertian ketercapaian yang dimaksud
disini terutama dari sudut lokasi.
Dengan demikian untuk dapat mewujudkan pelayanan kesehatan yang baik, maka pengaturan distribusi sarana kesehatan menjadi sangat penting. Pelayanan kesehatan yang terlalu terkonsentrasi didaerah perkotaan saja, dan sementara itu tidak ditemukan didaerah pedesaan, bukan pelayanan kesehatan yang baik. 4. Mudah dijangkau Syarat pokok keempat pelayanan kesehatan yang baik adalah yang mudah dijangkau (affordable) oleh masyarakat. Pengertian keterjangkuan yang fiamksud disini terutama dari sudut biaya. Untuk dapat mewujudkan keadaan yang seperti ini harus dapat diupayakan biaya pelayanan kesehatan tersebut sesuai dengan kemampuan ekonomi masyarakat. Pelayanan kesehatan yang mahal dan karena itu hanya mungkin dinimati oleh sebgaian kecil masyarakat aja, bukan pelayanan kesehatan yang baik. 5. Bermutu Syarat pokok kelima pelayanan kesehatan yang baik adalah yang bermutu (quality). Pengertian mutu yang dimaksudkan di sini adalah yang menunjuk pada tingkat kesempurnaan pelayanan kesehatan yang diselenggarakan, yang di satu pihak dapat memuaskan para pemakai jasa pelayanan, dan di pihak lain tata cara penyelenggaraannya sesuai dengan kode etik serta standard yang telah ditatapkan. MASALAH PELAYANAN KESEHATAN Sayangnya sebagai akibat perkembangan ilmu dan teknologi kedoteran kelima persyaratan pokok ini sering tidak terpenuhi. Dengan telah berkembangnya ilmu dan teknologi, terjadi beberapa perubahan dalam pelayanan kesehatan. Perubahan yang seperti ini di satu pihak memang mendatangkan banyak keuntungan seperti misalnya meningkatnya mutu pelayanan yang dapat dilihat dari makin menurunnya angka kesakitan, cacat dan kematian serta meningkatnya umur harapan hidup rata-rata. Tetapi di pihak lain, perubahan yang seperti ini ternyata juga mendatangkan banyak masalah sebagai berikut:
1. Terkotak-kotaknya pelayanan kesehatan Timbulnya pengkotakan dalam pelayanan kesehatan (fragmented health services), erat hubungannya dengan munculnya spesialisasi dan sub spesialisasi dalam pelayanan kesehatan. Dampak negative yang ditimbulkan ialah menyulitkan masyarakat memperoleh
pelayanan kesehatan, yang apabila berkelanjutan pada gilirannya akan menyebabkan tidak terpenuhinya kebutuhan masyarakat terhadap pelayanan kesehatan.
2. Berubahnya sifat pelayanan kesehatan Perubahan ini muncul sebagai akibat telah tekotak-kotaknya pelayanan kesehatan, yang pengaruhnya terutama ditemukan pada hubungan dokter pasien. Sebagai akibat munculnya spesialisasi dan sub spesialisasi, menyebabkan perhatian penyelenggara pelayanan kesehatan tidak dapat lagi diberikan secara menyeluruh. Perhatian tersebut hanya tertuju kepada keluhan dan ataupun organ tubuh yang sakit saja. Perubahan sifat pelayanan kesehatan makin bertambah nyata, jika diketahui bahwa pada saat ini telah banyak dipergunakan pula berbagai peralatan kedokteran canggih. Ketergantungan yang kemudian muncul terhadap berbagai peralatan kedokteran canggih tersebut, dapat menimbulkan berbagai dampak negatif yang merugikan, yakni: a. Makin renggangnya hubungan antara dokter dengan pasien Antara dokter dengan pasien telah terdapat suatu tabir pemisah yakni berbagai peralatan kedokteran yang dipergunakan tersebut. b. Makin mahalnya biaya kesehatan Keadaan yang seperti ini tentu mudah diperkirakan akan menyulitkan masyarakat dalam menjangkau pelayanan kesehatan. Kedua perubahan dengan dampak negatifnya tersebut mau tidak mau akan mempengaruhi mutu pelayanan. Pelayanan kesehatan yang hanya memperhatikan organ tubuh saja, tentu tidak akan berhasil secara sempurna menyelesaikan masalah kesehatan yang diderita oleh seseorang. PELAYANAN KESEHATAN MENYELURUH DAN TERPADU Menyadari bahwa pelayanan kesehatan yang terkotak-kotak bukan pelayanan kesehatan yang baik, maka berbagai pihak berupaya mencari keluar yang sebaik-baiknya. Salah satu dari jalan keluar tersebut ialah memperkenalkan kembali bentuk pelayanan kesehatan yang menyeluruh dan terpadu (comprehensive and integrated health services). Pengertian pelayanan kesehatan yang menyeluruh dan terpadu ada dua macam (Somers dan Somers, 1974). Pertama, pelayanan kesehatan yang berhasil memadukan berbagai upaya kesehatan yang ada di masyarakat yakni pelayanan peningkatan dan pemeliharaan kesehatan, pencegahan dan penyembuhan penyakit serta pelayanan kesehatan yang menyeluruh dan terpadu apabila kelima jenis pelayanan ini diselenggarakan secara bersamaan. Kedua, pelayanan kesehatan yang menerapkan pendekatan yang menyeluruh (holistic approach). Jadi tidak hanya memperhatikan keluhan penderita saja, tetapi juga berbagai latar belakang social ekonomi, social budaya, social psikologi dan lain sebagainya yang seperti ini. Suatu pelayanan kesehatan disebut sebagai pelayanan kesehatan yang menyeluruh dan terpadu apabila pendekatan
yang dipergunakan memperhatikan berbagai aspek kehidupan dari para pemakai jasa pelayanan kesehatan. Tergantung dari filosofi serta perkembangan pelayanan kesehatan yang dimiliki oleh suatu negara, maka upaya yang dilakukan untuk mewujudkan pelayanan kesehatan yang menyeluruh dan terpadu ini agak berbeda. Secara umum upaya pendekatan yang dimaksud dapat dibedakan atas dua macam yakni: 1. Pendekatan institusi Jika pelayanan kesehatan masih bersifat sederhana, maka kehendak untuk mewujudkan pelayanan kesehatan yang menyeluruh dan terpadu dilakukan melalui pendekatan institusi (institutional approach). Dalam arti penyelenggaraan pelayanan kesehatan dilakukan dalam satu atap. Di sini, setiap bentuk dan jenis pelayanan kesehatan yang dibutuhkan, dikelola dalam satu institusi kesehatan saja. 2. Pendekatan system Tentu mudah dipahami untuk negara yang pelayanan kesehatannya telah berkembang dengan pesat, pendekatan institusi telah tidak mungkin diterapkan lagi. Akibat makin kompleksnya pelayanan kesehatan, adalah mustahil untuk menyediakan semua bentuk dan jenis pelayanan dalam suatu institusi. Bukan saja akan menjadi terlalu mahal, tetapi yang terpenting lagi akan tidak efektif dan efisien. Di samping memang dalam kehidupan masyarakat modern kini, telah terdapat apa yang disebut dengan spesialisasi, yang apabila dapat diatur dan dimanfaatkan dengan baik, akan dapat memberikan hasil yang lebih memuaskan. Dalam keadaan yang seperti ini, kehendak untuk mewujudkan pelayanan kesehatan yang menyeluruh dan terpadu dilakukan melalui pendekatan sistem (system approach). Pengertian pelayanan kesehatan yang menyeluruh dan terpadu yang diterapkan kini, adalah dalam arti sistem. Di sini pelayanan kesehatan dibagi atas beberapa strata, untuk kemudian antara satu strata dengan strata lainnya, diikat dalam suatu mekanisme hubungan kerja, sehingga secara keseluruhan membentuk suatu kesatuan yang terpadu. STRATIFIKASI PELAYANAN KESEHATAN Strata pelayanan kesehatan yang dianut oleh tiap negara tidaklah sama, namun secara umum berbagai strata ini dapat dikelompokkan menjadi tiga macam yakni: 1. Pelayanan kesehatan tingkat pertama Yang dimaksud dengan pelayanan kesehatan tingkat pertama (primary health services) adalah pelayanan kesehatan yang bersifat pokok (basic health services), yang sangat dibutuhkan oleh sebagian besar masyarakat serta mempunyai nilai strategis untuk meningkatkan derajat kesehatan
masyarakat. Pada umumnya pelayanan kesehatan tingkat pertama ini bersifat pelayanan rawat jalan (ambulatory/ out patient services) 2. Pelayanan kesehatan tingkat kedua Yang dimaksud dengan pelayanan kesehatan tingkat kedua (secondary health services) adalah pelayanan kesehatan yang lebih lanjut, telah bersifat rawat inap (in patient services) dan untuk menyelenggarakannya telah dibutuhkan tersedianya tenaga-tenaga spesialis. 3. Pelayanan kesehatan tingkat ketiga Yang dimaksud dengan pelayanan kesehatan tingkat ketiga (tertiary health services) adalah pelayanan kesehatan yang bersifat lebih kompleks dan umumnya diselenggarakan oleh tenagatenaga subspesialis. SISTEM RUJUKAN Mekanisme hubungan kerja yang memadukan satu strata pelayanan dengan strata pelayanan kesehatan lain banyak macamnya. Salah satu di antaranya dikenal denagn nama sistem rujukan (referral system). Indonesia juga menganut sistem rujukan ini, seperti yang dapat dilihat dalam Sistem Kesehatan Nasional. Inilah sebabnya pelayanan kesehatan yang ada di Indonesia, dibedakan atas beberapa strata seperti misalya Rumah Sakit yang dibedakan atas beberapa kelas, mulai dari kelas D pada tingkat yang paling bawah sampai ke kelas A pada tingkat yang paling atas. Adapun yang dimaksud dengan sistem rujukan di Indonesia, seperti yang telah dirumuskan dalam SK Menteri Kesehatan RI NO.32 tahun 1972 ialah suatu sistem penyelenggaraan pelayanan kesehatan yang melaksanakan pelimpahan tanggung jawab timbal balik terhadap satu kasus penyakit atau masalah kesehatan seacara vertikal dalam arti dari unit yang berkemampuan kurang kepada unit yang lebih mampu atau secara horizontal dalam arti antar unit-unit yang setingkat kemampuannya. Macam rujukan yang berlaku di I ndonesia telah pula ditentukan. Sistem Kesehatan Nasional membedakannya atas dua macam yakni: 1. Rujukan kesehatan Rujukan ini terutama dikaitkan dengan upaya pencegahan penyakit dan peningkatan derajat kesehatan. Dengan demikian rujukan kesehatan pada dasarnya berlaku untuk pelayanan kesehatan masyarakat (public health services). Rujukan kesehatan dibedakan atas tiga macam yakni rujukan teknologi, sarana dan operasional. 2. Rujukan medik Rujukan ini terutama dikaitkan dengan upaya penyembuhan penyakit serta pemulihan kesehatan. Dengan demikian rujukan medik pada dasarnya.
BAGAN 3.2 RUJUKAN PELAYANAN KESEHATAN MASALAH KESEHATAN
MASALAH KESEHATAN MASYARAKAT
MASALAH KEDOKTERAN
RUKUKUKAN MEDIK
RUJUKAN KESEHATAN
TEKNOLOGI
SARANA
OPERASIONAL
PENDERITA
PENGETAHUAN
BAHAN LABORATORIUM
Berlaku untuk pelayanan kedokteran (medical services). Sama halnya dengan rujukam kesehatan, rujukan medik ini dibedakan atas tiga macam yakni rujukan penderita, pengetahuan dan bahanbahan pemeriksaan. Secara sederhana, kdeuda macam rujukan ni dapat digambarkan dalam Bagan 3.2. Apabila sistem rujukan ini dapat terlaksana, dapat diharapkan terciptannya pelayanan kesehatan yang menyeluruh dan terpdau. Beberapa manfaat juga akan diperoleh yang jika ditinjau dari unsur pembentuk pelayanan kesehatan terlihat sebagai berikut: 1. Dari sudut pemerintah sebagai penentu kebijakan Jika ditinjau dari sudut pemerintah sebagai penentu kebijakan kesehatan (policy makeri), manfaat yang akan dip[eroleh antara lain: a. Membantu penghematan dana, karena tidak perlu menyediakan berbagai macam peralatan kedokteran pada setiap sarana kesehatan. b. Memperjelas system pelayanan kesehatan, karena terdapat hubungan kerja antara berbagai sarana kesehatan yang tersedia. c. Memudahkan pekerjaan administrasi, terutama pada aspek perencanaan. 2. Dari sudut masyarakat sebagai pemakau jasa pelayanan Jika ditinjau dari sudut masyarakat sebagai pemakai jasa pelayanan (bealth consumer), manfaat yang akan diperoleh antara lain :
a. Meringankan biaya pengobatan, karena dapat dihindari pemeriksaan yang sama secara berulang-ulang b. Mempermudah masyarakat dalam mendapatkan pelayanan, karena telah diketahui dengan jelas fungsi dan wewenang setiap sarana pelayanan kesehatan. 3. Dari sudut kalangan kesehatan sebagai penyelenggara pelayanan kesehatan . jika ditinjau dari sudut kalangan kesehatan sebagai penyelenggara palayanan kesehatan (bealth provider), manfaat yang akan diperoleh antara lain: a. Memperjelas jenjang karier tenaga kesehatan dengan berbagai akibat positif lainnya sepertu semangat kerja, ketekunan dan dedikasi. b. Membantu peningkatan pengetahuan dan keterampilan yakni melalui kerjasama yang terjalin. c. Memudahkan dan atau meringankan beban tugas, karena setiap saran kesehatan mempunyai tugas dan kewajiban tertentu. PROGRAM MENJAGA MUTU Batasan Untuk dapat menjaga mutu pelayanan kesehatan banyak upaya yang dapat dilakukan. Upaya tersebut jika dilaksanakan secara terarah dan terencana, dalam ilmu administrasi kesehatan, doisebut dengan nama Program Menjaga Mutu (Quality Assurance Program). Batasan Program Menjaga Mutu banyak macamnya. Beberapa di antaranya yang dipandang cukup penting adalah : 1. Program Menjaga Mutu adalah suatu upaya yang berkesinambungan, systematis dan objektif dalam memantau dan menilai pelayanan yang diselenggarakan dibandingakan dengan standar yang telah ditetapkan, serta menyelesaikan masalah yang ditemukan untuk memperbaiki mutu pelayanan (Maltos dan Keller, 1989). 2. Program Menjaga Mutu adalah suatu upaya mengkaji secara Periodik berbagai kondisi yang mempengaruhi pelayanan, malukukan pemantuan terhadap pelayanan, serta menelusuri keluaran yang dihasilkan, sedemikian rupa sehingga berbagai kekurangan dan penyebab kekurangan dapat diketahui serta upaya perbaikan dapat dilakukan, kesemuanya untuk lebih menyempurnakan taraf kesehatan dan kesejahteraan (Donabedian, 1980). 3. Program Menjaga Mutu adalah suatu proses yang mencakup kegiatan mengukur mutu pelayanan yang diselenggarakan, menganalisis berbagai kekurangan, menetapkan dan melaksanakan tindakan perbaikan serta menilai hasil yang dicapai yang dilaksanakan secara sistimatis, berdaur ulang serta berdasarkan standar yang telah ditetapkan (Palmer, 1983). 4. program menjaga mutu adalah suatu proses untuk memperkecil kesenjangan antara penampilan yang ditemukan dengan keluaran yang diinginkan dari suatu system, sesuai dengan batas-batas teknologi yang dimiliki oleh system tersebut ( Ruels dean Fran, 1988). 5. program menjaga mutu adalah suatu upaya terpadu yang mencakup identifikasi dan penyelasaian masalah pelayanan yang diselenggrakan, serta mencari dan memanfaatkan
berbagai peluangyang ada untuk lebih meningkatkan mutu pelayanan (The American Hospital Association, 1988). 6. program menjaga mutu adalah suatu program berlanjut yang disusun secara objektif dan sistematis dalam memantau dan menilai mutu dan kewajaran pelayanan, menggunakan berbagai peluang yang tersedia untuk meningkatkan pelayanan yang diselenggarakan serta menyelesaikan berbagai masalah yang ditemukan (Joint Commission on Acreditaion of Hospital, 1988) 7. Program menjaga mutu adalah suatu upaya yang terencana dan sistematis yang dipandang perlu untuk dilakukan dalam rangka dapat dihasilkannya keluaran yang meyakinkan (Crout, 1974) Ketujuh batasan program menjaga mutu ini meskipun rumusannya tidak sama, namun pengertian pokok yang terkandung didalamnya tidaklah berbeda. Pengertian pokok yang dimaksud paling tidak mencakup tiga rumusan utama, yakni tentang kegiatan yang akan dilaksanakan, karakteristik dari kegiatan yang dilaksanakan, serta tujuan yang ingin dicapai dari dilaksanakannya kegiatan. Jika ketiga rumusan ini disarikan dari ketujuh batasan program menjaga mutu sebagaimana dikemukakan diatas maka secara sederhana program menjaga mutu dapat diartikan sebagai suatu upaya yang dilaksanakan secara berkesinambungan, sistematis, objektif dan terpadu dalam menetapkan masalah dan penyebab masalah mutu pelayanan kesehatan berdasarkan standar yang telah di tetapkan, menetapkan dan melaksanakan cara penyelesaian masalah sesuai dengan kemampuan yang tersedia, serta menilai hasil yang dicapai dan menyusun saran-saran tidak lanjut untuk lebih meningkatkan mutu pelayanan. Tujuan Tujuan program mejaga mutu mencakup dua hal yang bersifat pokok, yang jika disederhanakan dapat diuraikan sebagai berikut : 1. Tujuan antara Tujuan antara yang ingin dicapai oleh program menjaga mutu ialah diketahuinya mutu pelayanan. Jika dikaitkan dengan kegiatan program menjaga mutu, tujuan ini dapat dicapai apabila masalah mutu berhasil ditetapkan. 2. Tujuan akhir
Tujuan akhir yang ingin dicapai oleh program menjaga mutu ialah makin meningkatnya mutu pelayanan. Sesuai dengan kegiatan program menjaga mutu, peningkatan mutu yang dimaksudkan disini akan dapat di capai apabila program penyelesaian masalah berhasil dilaksanakan. Sasaran Sasaran program menjaga mutu adalah pelayanan kesehatan yang diselenggarakan. Jika diketahui bahwa pada setiap pelayanan kesehatan terdapat empat unsure yang bersifat pokok yakni unsur masukan (input), unsur proses (process), dipahami dalam praktek sehari-hari jika menyebut sasaran program menjaga mutu, maka yang dimaksud di sini tidak lain adalah unsur masukan, unsur proses, unsur lingkungan serta unsur keluaran tersebut. Uraian dari masing-masing unsur secara sederhana dapat disampaikan adalah sebagai berikut: 1. Unsur masukan Yang dimaksud dengan unsure masukan ialah semua hal yang diperlukan untuk terselenggaranya pelayanan kesehatan. Unsure masukan ini banyak macamnya. Yang terpenting adalah tenaga (man), dana (money) dan sarana (material). Secara umum disebutkan apabila tenaga dan sarana (kuantitas dan kualitas) tidak sesuaio dengan standar yang di tetapkan (standar of personnels and facilities), serta jika dana yang tersedia tidak sesuai dengan kebutuhan, maka sulit diharapkan baiknya mutu pelayanan (Bruce; 1990; Fromberg; 1998; Gambone; 1991). 2. Unsur lingkungan Yang dimaksud dengan unsure lingkungan adalah keadaan sekitar yang mempengaruhi pelayanan kesehatan. Untuk suatu institusi kesehatan, keadaan sekitar yang terpenting adalah kebijakan (policy), organisasi (organization), dan manajemen (management), secara umum disebutkan apabila kebijakan, organisasi dan manajemen tersebut tidak sesuai dengan standar dan atau tidak bersifat mendukung, maka sulit diharapkan baiknya mutu pelayanan kesehatan (Donabedian, 1980). 3. Unsur Proses Yang dimaksud dengan unsur proses adalah semua tindakan yang dilakukan pada pelayanan kesehatan. Tindakan tersebut secara umum dapat dibedakan atas dua macam yakni tindakan medis (medical prodecures)dan tindakan non-medis (non-medical procedures). Secara umum disebutkan apabila kedua tindakan ini tidak sesusai dengan standar yang telah ditetapkan (standard of conduct), maka sulit diharapkan baiknya mutu pelayanan (Pena, 1984). 4. Unsur Keluaran
Yang dimaksud dengan unsur keluaran adalah yang menunjuk pada penampilan pelayanan kesehatan yang diselenggarakan (performance). Penampilan yang dimaksudkan di sini banyak macamnya. Secara umum dapat dibedakan atas dua macam. Pertama, penampilan aspek medis (medical performances). Kedua, penampilan aspek non-medis (non-medical performances). Secara umum disebutkan apabila kedua penampilan ini tidak sesuai dengan standar yang telah ditetapkan (standard of performance) maka berarti pelayanan kesahatan yang diselenggarakan bukan pelayanan yang bermutu. Keempat unsur pelayanan ini saling terkait dan mempengaruhi, yang jika disederhanakan dapat digambarkan dalam Bagan 3.3. Mutu Pelayanan Kesehatan Untuk dapat menyelenggarakan Program Menjaga Mutu, banyak hal yang perlu dipahami. Salah satu diantaranya yang dinilai mempunyai peranan yang amat penting adalah tentang apa yang dimaksud dengan mutu pelayanan. Untuk ini banyak batasan BAGAN 3.3 HUBUNGAN ANTAR UNSUR PROGRAM MENJAGA MUTU
LINGKUNGAN
MUTU PELAYANAN (KEUANGAN)
MASUKAN
PROSES
yang dikenal. Beberapa diantaranya yang dipandang cukup penting adalah: 1. Mutu adalah tingkat kesempurnaan dari penampilan sesuatu yang sedang diamati (Winston Dictionary, 1956). 2. Mutu adalah sifat yang dimiliki oleh suatu program (Donabedian, 1980). 3. Mutu adalah totalitas dari wujud serta ciri dari suatu barang atau jasa, yang didalamnya terkandung sekaligus pengertian rasa aman atau pemenuhan kebutuhan para pengguna (Din ISO 8402, 1986). 4. Mutu adalah kepatuhan terhadap standar yang telah ditetapkan (Crosby, 1984). Dari batasan ini, segeralah mudah dipahami bahwa mutu pelayanan hanya dapat diketahui apabila sebelumnya telah dilakukan penilaian, baik terhadap tingkat kesempurnaan, sifat, wujud serta ciri-ciri
pelayanan kesehatan, dan ataupun terhadap kepatuhan standar pelayanan. Dalam praktek sehari-hari melakukan penilaian ini tidaklah mudah. Penyebab utamnya ialah karena mutu pelayanan tersebut bersifat multi-demensional. Setiap orang, tergantung dari latar belakang dan kepentingan masingmasing, dapat saja melakukan penilaian dari demensi yang berbeda. Ambil contoh penilaian dari pemakai jasa pelayanan misalnya, demensi mutu yang dianut sangat berbeda dengan penyelenggara pelayanan dan ataupun penyandang dana pelayanan kesehatan. Penelitian yang dilakukan oleh Roberts dan Prevost (1987) telah berhasil membuktikan adanya perbedaan demensi tersebut. Disebutkan bahwa: 1. Bagi pemakai jasa pelayanan kesehatan Mutu pelayanan kesehatan lebih terkait pada demensi ketanggapan petugas memenuhi kebutuhan pasien, kelancaran komunikasi petugas dengan pasien, keperihatinan serta keramah-tamahan petugas dalam melayani pasien, dan atau kesembuhan penyakit yang sedang diderita oleh pasien. 2. Bagi penyelenggara pelayanan kesehatan Mtuu pelayanan kesehatan lebih terkait pada demensi kesesuaian pelayanan yang diselenggarakan dengan perkembangan ilmu dan teknologi mutakhir dan atau otonomi profesi dalam menyelenggarakan kesehatan sesuai dengan kebutuhan pasien. 3. Bagi penyandang dana pelayanan kesehatan Mutu pelayanan kesehatan lebih terkait pada demensi efisiensi pemakaian sumber dana, kewajaran pembiayaan kesehatan, dan atau kemampuan pelayanan kesehatan mengurangi kerugian penyandang dana pelayanan kesehatan. Penelitian lain yang dilakukan oleh Smith dan Metzner (1970) juga mencatat adanya perbedaan demensi tersebut. Untuk para dokter sebagai penyelenggar pelayanan kesehatan, demensi mutu pelayanan kesehatan yang dipandang paling penting adalah pengetahuan ilmiah yang dimiliki oleh dokter (80%) kemudian baru menyusul perhatian dokter secara pribadi kepada pasien (60%) keterampilan yang dimiliki dokter (50%), efisiensi pelayanan kesehatan (45%) serta kenyamanan pelayanan yang dirasakan oleh pasien. Sedangkan untuk pasien sebagai pemakai jasa pelayanan kesehatan, dimensi mutu pelayanan yang dipandang paling penting adalah efisiensi pelayanan kesehatan (45%), kemudian baru menyusul perhatian dokter secara pribadi kepada pasien (40%), pengetahuan ilmiah yang dimiliki dokter (40%), keterampilan yang diiliki dokter (35%), serta kenyamanan pelayanan yang dirasakan oleh pasien (35%). Untuk mengatasi perbedaan demnsi ini, telah diperoleh kesepakatan dalam membiarakan masalah mutu pelayanan kesehatan, seyogiyanya pedoman yang dipakai adalah hakekad dasar dari diselenggarakan pelayanan kesehatan tersebut. Untuk ini mudah dipahami bahwa hakekad dasar yang
dimaksud tidak lain adalah untuk memenuhi kebutuhan dan tuntunan para pemakai jasa layanan kesehatan (health needs and demands), yang apabila berhasil dipenuhi akan dapat menimbulkan rasa puas (client satisfaction) terhadap pelayanan kesehatan yang diselenggarakan. Dengan kesepakatan ini, disebutkan dengan yang dimaksud dengan mutu pelayanan kesehatan adalah yag menunjuk pada tingkat kesempurnaan pelayanan kesehatan dalam menimbulkan rasa puas pada diri setiap pasien. Makin sempurna kepuasan tersebut, makin baik pula pelayanan kesehatan. Sekalipun pengertian mutu yang terkait dengan kepuasan ini telah diterima secara luas, namun penerapannya tidaklah mudah yang diperkirakan. Masalah pokok yang ditemukan ialah karena kepuasan tersebut ternyata bersifat subkektif. Setiap orang, tergantung dari latar belakang yang dimiliki, dapat saja memiliki tingkat kepuasan yang berbeda untuk satu pelayanan kesehatan yang sama. Di samping, sering pula ditemukan pelayanan kesehatan yang sekalipun dinilai telah memuaskan pasien, namun jika ditinjau dari kode etik serta standar pelayanan profesi, tidaklah terpenuhi. Mutu pelayanan kesehatan yang diselenggarakan oleh banyak institusi kesehatan swasta misalnya, karena hampir selalu dapat memuaskan pasien, sering disebut sebagai pelayanan kesehatan yang bermutu. Tetapi akan bagaimanakah jika ditinjau dari kode etik dan atau standar pelayanan profesi, mengingat banyak dari pelayanan kesehatan tersbut diselenggarakan secara berlebihan? Unruk masalah ini, telah disepakati bahwa pembahasan tentang kepuasan pasien yang dikaitkan dengan mutu pelayanan kesehatan, mengenal paling tidak dua pembatasan. Pembatasan yang dimaksud ialah: 1.
Pembatasan pada derajat kepuasan pasien Pembatasan pertama yang telah disepakati adalah pada derajat kepuasan pasien. Untuk menghindari adanya unsur subjektivitas individual yang dapat mempersulit pelaksanaan Program Menjaga Mutu, ditetapkanlah bahwa yang dimaksud dengan kepuasan di sini, sekalipun orientasinya tetap indidvidual tetai ukuran yang sesuai dengan tingkat kepuasan rata-rata penduduk. Dengan perkataan lain, mutu suatu pelayanan kesehatan dinilai baik, apabila pelayanan kesehatan tersebut dapat menimbulkan ras puas pada diri setiap pasien yang sesuai dengan tingkat kepuasan rata-rata penduduk.
2.
Pembatasan pada upaya yang dilakukan Pembatasan kedua yang telah disepakati adalah pada upaya yang dilakukan dalam menimbulkan rasa puas pada diri setiap pasien. Untuk melindungi kepentingan pemakai jasa pelayanan kesehatan, yang pada umumnya awam terhadap tindakan kedokteran (patient ignorency) ditetapkanlah upaya yang dilakukan tersebut harus sesuai dengan kode etik serta standar pelayanan profesi, bukanlah pelayanan kesehatan yang bermutu. Dengan perkataan lain, dalam pengertian mutu pelayanan kesehatan tercakup pula kesempurnaan tata cara
penyelenggaraan pelayanan kesehatan tersebut. Mutu suatu pelayanan kesehatan dinilai baik apabila tata cara penyelenggaraannya sesuai dengan kode etik serta standar pelayanan profesi yang telah ditetapkan. Bertitik tolak dari adanya dua pembatasan ini, disebutkan yang dimaksud dengan mutu pelayanan kesehatan adalah yang menunjuk pada itngkat kesempurnaan pelayanan kesehatan, yang di satu pihak dapat menimbulkan kepuasan pada setiap pasien sesuai dengan tingkat kepuasan rata-rata pendudu, serta di pihak lain tata cara penyelenggaraannya sesuai dengan kode etik dan standar pelayanan profesi yang telah ditetapkan. Standar Telah disebutkan bahwa masalah mutu akan muncul apabila unsur masukan, proses, lingkungan serta keluaran menyimpang dari standar yang telah ditetapkan. Dengan demikian untuk menjaga mutu pelayanan kesehatan, perlu dipahami apa yang dimaksud dengan standar tersebut. Pada saat ini batasan tentang standar banyak macamya. Beberapa diantaranya yang dipandang cukup penting adalah: 1.
Standar adalah kedua ideal atau tingkat pencapaian tertinggi dan sempurna yang dipergunakan sebagai batas penerimaan minimal (Clinical Practice Guideline, 1990).
2.
Standar adalah kisaran variasi yang msaih dapat diterima (Clinical Practice Guideline, 1990).
3.
Standar adalah rumusan tentang penampilan atau nilai diinginkan yang mampu didcapai, berkaitan dengan parameter yang telah ditetapkan (Donabedian, 1980).
4.
Standar adalah spesifikasi dari fungsi atau tujuan yang harus dipenuhi oleh suatu sarana pelayanan agar pemakai jasa pelayanan dapat memperoleh keuntungan yang maksimal dari pelayanan yang diselenggarakan (Rowland dan Rowland, 1983).
5.
Standar adalah tujuan produksi yang numerik, lazimnya ditetapkan secara sendiri namun bersifat mengikat, yang dipakai sebagai pedoman untuk memisahkan yang tidak dapat diterima atau buruk dengan yang dapat diterima atau baik (Brent James, 1986). Jika diperhatikan batasan ini sekalipun rumusannya berbeda, namun pengertian yang terkandung
didalamnya adalah sama. Mutu menunjuk pada tingkat ideal tercapai yang diinginkan. Lazimnya ukuran tingkat ideal tercapai tersebut tidaklah terlalu kaku, melainkan dalam bentuk minimal dan maksimal (range). Pennyimpanan yang terjadi, tetapi masih dalam batas-batas yang dibenarkan disebut dengan toleransi (tolerance). Untuk pemandu para pelaksana Program Menjaga Mutu agar tetap berpedoman pada standar yang telah ditetapkan, disusunlah protokol. Protokol (pedoman, petunjuk pelaksanaan) adalah suatu pernyataan tertulis yang disusun secara sistematis dan yang dipakai sebagai pedoman oleh para
pelaksana dalam mengambil keputusan dan atau dalam melaksanakan pelayanan kesehatan. Makin dipatuhi protokol tersebut, makin tercapai standar yang telah ditetapkan. Untuk mengukur tercapai atau tidaknya standar yang telah ditetapkan, dipergunakan indikator. Indikator (tolok ukur) adalah ukuran kepatuhan terhadap standar yang telah ditetapkan. Makin sesuai sesuatu yaang diukur dengan indikator, makin sessuai pula kedaannya dengan standar yang telah ditetapkan. Sesuai dengan pernanan yang dimiliki oleh masing-masing unsur pelayanan kesehatan, standar dalam Program Menjaga Mutu secara umum dapat dibedakan atas dua macam yakni: 1. Standar persyaratan minimal Yang dimaksud dengan standar persyaratan minimal di sini adalah yang menunjuk pada keadaan minimal yang harus dipenuhi untuk dapat menjamin terselenggaranya pelayanan kesehatan yang bermutu. Standar persyaratan minimal dibedakan atas tiga macam yakni: a. Standar masukan Dalam standar masukan ditetapkan persyaratan minimal unsur masukan yang diperlukan untuk menyelenggarakan pelayanan kesehatan yang bermutu, yakni jenis, jumlah dan kualifikasi tenaga pelaksana, jenis jumlah dan spesifikasi sarana, serta jumlah dana (modal). Jika standar masukan tersebut menunjuk pada tenaga pelaksana disebut dengan standar ketenagaan (standard of personnel). Sedangkan jika standar masukan tersebut menunjuk pada sarana dikenal dengan nama standar sarana (standard of facilities). Untuk dapat menjamin terselenggaranya pelayanan kesehatan yang bermutu, standar masukan tersebut harus dapat ditetapkan. b. Standar lingkungan Dalam standar lingkungan ditetapkan persyaratan minimal unsur lingkungan yang diperlukan ubntuk dapat menyelenggarakan pelayanan kesehatan yang bermutu, yakni garis-garis besar kebijakan, pola organisasi serta sistem manajemen yang harus dipatuhi oleh setiap pelaksana ppelayanan kesehatan. Standar lingkungan ini populer dengan sebutan standar organisasi dan manajemen (standard of organization and management). Sama halnya dengan masukan, untuk dapat menjamin terselenggaranya pelayanan kesehatan yang bermutu, maka standar lingkungan ini harus dapat pula ditetapkan. c. Standar proses Dalam standar proses ditetapkan persyaratan minimal unsur proses yang harus dilakukan untuk dapat menyelenggarakan pelayanan kesehatan yang bermutu, yakni tindakan medis dan tindakan non medis pelayanan kesehatan. Standar proses ini dikenal dengan nama standar tindakan. Karena baik atau tidaknya mutu pelayanan sangat ditentukan oleh kesesuaian tindakan dengan standar proses, maka harus dapat diupayakan tersusunnya standar proses tersebut. 2. Standar penampilan minimal
Yang dimaksud dengan standar penampilan minimall yang di sini adalah yang menunjuk pada penampilan pelayanan kesehatan yang msih dapat diterima. Standar ini, karena menunjuk paa unsur keluaran, disebut dengan nama standar keluaran, atau popiler dengan sebutan standar penampilan (standard of performance). Untuk mengetahui apakah mutu pelayananan kesehatan yang diselenggarakan masih dalam batas-batas yang wajar atau tidak, perlu ditetapkan standar keluaran. Untuk dapat meningkatkan mutu pelayanan kesehatan keempat standar ini perlu dipantau serta dinilai secara objektif dan berkesinambungan. Apabila kebetulan ditemukan penyimpangan, perlu segera diperbaiki. Pemantauan dan penilaian standar ini diukur dari indikator yang sesuai, yang secara umum dapat dibedakan pula atas empat macam yakni indikator masukan, proses, lingkungan serta keluaran. Jika yag ingin diketahui adalah tentang mutu pelayanan (masalah) maka yang diukur adalah indikator keluaran, tetapi jika inigin diketahui adalah faktor-faktor yang mempengaruhi mutu pelayanan (penyebab), maka yang diukur adalah indikator masukan, proses serta lingkungan. Secara sederhana kedudukan dan peranan masing-masing indikator dalam Program Menjaga Mutu dapat digambarkan dalam bagan 3.4. Dalam prakter sehari-hari, sekalipun indikator mutu pelayanan kesehatan sebenarnya hanya menunjuk indikator keluaran, namun karena pelayanan kesehatan pada dasarnya merupakan hasil interaksi dari unsur masukan dengan unsur lingkungan dan proses, menyebabkan ukuran pelayanan kesehatan yang bermutu sering dikaitkan pula dengan ketiga indikator tersebut. Dengan perkataan lain, indikator masukan, proses serta lingkungan yang sebenarnya lebih menunjuk BAGAN 3.4 KEDUDUKAN DAN PERANAN INDIKATOR DALAM PROGRAM MENJAGA MUTU
pada faktor-faktor yang mempengaruhi mutu pelayanan kesehatan, turut diperhitungkan pada waktu membicarakan mutu pelayanan kesehatan. Bentuk Program Mejaga Mutu Bentuk program Menjaga Mutu banyak macamnya. Jika ditinjau dari kedudukan organisasi pelaksana Program Menjaga Mutu, bentuk Program Menjaga Mutu, secara umum dapat dibedakan atas dua macam:
1. Program menjaga mutu internal Pada Program Menjaga Mutu Internal (Internal Quality Assurance) kegiatan Program Menjaga Mutu diselenggarakan oleh institusi kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan (seluruhnya atau hanya perwakilan), atau kumpulan dari para ahli yang tidak terlibat langsung dalam pelayanan kesehatan. 2. Program menjaga mutu eksternal Pada Program Menjaga Mutu Eksternal (External Quality Assurance) kegiatan Program Menjaga Mutu tidak diselenggarakan institusi yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan, melainkan oleh suatu organisasi khusus yang berada di luar institusi kesehatan. Semacam Professional Standar Review Organization (PSRO) yang dibentuk di Amerika Serikat Khusus ini bertanggung jawab tidak hamya untuk satu instusi kesehatan saja, melainkan untuk semua instusi kesehatan yang ada di wilayah kerjanya. Kedua bentuk Program Menjaga Mutu pelayanan kesehatan ini secara sederhana dapat digambarkan dalam Bagan 3.5. tetapi jika ditinjau dari waktu dilaksanakan kegiatan menjaga mutu, Program Menjaga Mutu dapat dibedakan atas tiga macam yakni: 1. Program menjaga Mutu Prospektif Yang dimaksud dengan program Menjaga Mutu yang diselenggarakan sebelum pelayanan kesehatan. Pada bentuk ini, perhatian utama lebih ditujukan pada unsur masukan serta lingkungan. Untuk menjamin terselenggarannya pelayanan kesehatan yang bermutu, dilakukan pemantauan dan penilaian terhadap tenaga pelaksana, dana dann sarana, disamping terhadap kebijakan, organisasi dan manajemen institusi kesehatan.
BAGAN 3.5 BENTUK PROGRAM MENJAGA MUTU
Apabila ternayata ditemukantenaga pelaksana, dana, sarana, kebijakan, organisai serta manajemen tidak sesuai dengan standar yang telah ditetapkan, tentu akan besar pengaruhnya terhadap mutu pelayanan, dalam arti terselenggaranya pelayanan kesehatan yang bermutu sulit dapat diharapkan. Prinsip-prinsip pokok Program Menjaga Mutu Prospektif dimanfaatkan dana tercantumdalam banyak peraturan perundang-undangan. Beberapa di antaranya yang terpenting adalah : a. Standardisasi Untuk dapat menjamin terseleggaranya pelayanan kesehatan yang bermutu, ditetapkan standardiasi (Standardization) institusi kesehatan. Izin menyelenggarakan pelayanan kesehatan hanya diberikan kepada institusi kesehatan yang memenuhi stnadar yang telah ditetapkan. Dengan adanya ketentuan tentang standardisasi, yang lazimnya mencakup tenaga dan saran, dapat dihindari berfungsinya istitusi kesehatan yang tidak memenuhi syarat. b. Perizinan Sekalipun standardiasi telah terpenuhi, bukan lalu berarti mutu pelayanan yang selalu dapat dipertanggung jawabkan. Untuk mencegah pelayanan yang tidak bermutu, standardisasi perlu diikuti dengan perizinan (licensure) yang lazimnya ditinjau secara berkala. Izin menyelenggarakan pelayanan kesehatan hanya diberikan kepada institusi kesehatan dan atau tenaga pelaksana yang teap memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan. c. Sertifikasi Sertifikasi adalah tindak lanjut dari perizinan, yakni memberikan sertifikat (certification) (pengakuan) kepada institusi kesehatan dan atau tenaga pelaksana yang benar-benar telah dan atau tetap memenuhi persyaratan. d. Akreditasi Akreditasi (accreditation) adalah bentuk lain dari sertifikasi yang nilainya dipandang lebih tinggi. Lazimya akreditasi tersebut dilakukan secara bertingkat, yakni yang sesuai dengan kemampuan insitusi kesehatan dan atau tenaga pelaksana yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan. 2. Program Menjaga Mutu Konkuren Yang dimaksud dengan Program Menjaga Mutu Konkuren (concruroni quality assurance) adalah Program Menjaga Mutu yang diselenggarakan bersamaan dengan pelayanan kesehatan. Pada bentuk ini, perhatian utama lebih ditujukan pada unsur proses, yakni memantau dan menilai tindakan.