Pada Hakekatnya Hak Asasi Manusia Adalah Suatu Konsepsi Mengenai Pengakuan Atas Harkat Dan Martabat Manusia Yang Dimiliki Secara Alamiah Yang Melekat Pada Setiap Manusia Tanpa Perbedaan Bangsa.docx

  • Uploaded by: jerni
  • 0
  • 0
  • April 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Pada Hakekatnya Hak Asasi Manusia Adalah Suatu Konsepsi Mengenai Pengakuan Atas Harkat Dan Martabat Manusia Yang Dimiliki Secara Alamiah Yang Melekat Pada Setiap Manusia Tanpa Perbedaan Bangsa.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 1,224
  • Pages: 5
Pada hakekatnya hak asasi manusia adalah suatu konsepsi mengenai pengakuan atas harkat dan martabat manusia yang dimiliki secara alamiah yang melekat pada setiap manusia tanpa perbedaan bangsa, ras, agama dan jenis kelamin. Untuk mewujudkan konsepsi hak asasi manusia masing-masing orang dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, tentu saja konsepsi itu harus dijabarkan dan dituangkan dalam berbagai peraturan perundang-undangan dalam system Nasional, sehingga selain hak Asasi Manusia tersebut dijamin dan dilindungi oleh undang-undang juga apabila hak tersebut dilanggar maka akan terjadi pelanggaran hukum. Begitu halnya juga dengan hak anak, salah satu dari hak asasi anak adalah jaminan untuk mendapatkan perlindungan yang sesuai dengan nilai-nilai agama dan kemanusiaan. Jaminan perlindungan hak asasi tersebut sesuai dengan nilai-nilai pancasila dan tujuan Negara sebagaimana tercantum dalam pembukaan UUD 1945. Hak asasi anak diakui secara universal sebagaimana tercantum dalam piagam PBB, Deklarasi PBB tahun1945 tentang Hak Asasi Manusia, Deklarasi ILO di Philadelphia Tahun 1944 tentang Hak-Hak Anak, Konvensi PBB tahun 1989 Tentanghak-hak anak. Hak asasi anak Hak asasi anak diakui secara universal sebagaimana tercantum dalam piagam PBB, Deklarasi PBB tahun 1945 tentang Hak Asasi Manusia, Deklarasi ILO di Philadephia Tahun 1944 tentang hak-hak anak, konvensi PBB Tahun 1989 Tentang Hak Asasi Manusia, Deklrasi ILO di Philadelphia tahun 1944 tentang hak-hak anak. Hak asasi anak merupakan bagian dari Hak Asasi Manusia yang termuat dalam Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 dan Konvensi Perserikatan Bangsa-bangsa tentang Hak-hak Anak (Convention on the Rights of the Child). Bahwa dalam deklarasi Universal Hak Asasi Manusia, perserikatan bangsa-bangsa telah menyatakan bahwa dalam deklarasi Universal Hak Asasi Manusia, Perserikatan Bangsa-bangsa telah menyatakan bahwa dalam masa kanak-kanak, anak berhak memperoleh pemeliharaan dan bantuan khusus. Sebagai anggota PBB dan Organisasi Ketenagakerjaan Internasional atau ILO (International Labour Organization) Indonesia Indonesia menghargai, menjunjung tinggi, dan berupaya menerapkan perlindungan hak asasi manusia, termasuk di dalamnya adalah hak anak. Konvensi ILO NO 182 tahun 1999 mengenai pelarangan dan tindakan segera penghapusamn bentuykbentuk pekerjaan terburuk untuk anak yang disetujui pada ketenagakerjaan internasional ke-87

tanggal 17 juni 1999 di jenewa dan yang telah diratifikasi oleh republic Indonesia dengan undang-undang no 1 tahun 2000, merupakan salah satu konvensi yang melindungi hak asasi anak. Konvensi ini mewajibkan setiap Negara anggota ILO yang telah merativikasinya harus segera melakukan tidakan-tindakan untuk menghapuskan bentuk-bentuk pekerjaan terburuk untuk anak. Menurut Goonesekere dalam koesparmono berpendapat bahwa bagi anak untuk mencapai keadilan bukan hanya harus mendapatkan hak-hak sipil tetapi juga hak-hak social ekonomi atau hak kesejahteraan. Hal ini berarti bahwa Negara memerlukan system social dan ekonomi yang efektif sehingga anak-anak tidak dieksploitasi atau ditempatkan pada keadaan yang tidak menguntungkan. Namun pada kenyataannya jumlah pekerja anak saat ini semakin banyak. Keberadaan pekerja anak merupakan suatu fenomena yang kompleks dan sudah berlangsung lama yang dimulai dari Negara-negara Eropa dan kemudian Negara berkembang di dunia ketiga termasuk di Indonesia. Menurut Tjadraningsih (1995) dalam Mulyadi (2003:110) mengatakan bahwa “pekerja anak adalah anak-anak yang melakukan pekerjaan secara rutin untuk orang tuanya atau untuk orang lain, dengan membutuhkan sejumlah besar waktu dengan menerima imbalan maupun tidak”. Dalam undang-undang No.1 tahun 1951 membedakan pekerja remaja danpekerja anak. Dimana pekerja remaja adalah mereka yang berada dalam usia 14-18 tahun, sedangkan pekerja anak adalah mereka yang berusia dibawah 14 tahun. Sedangkan menurut badan pusat Statistik pekerja anak adalah mereka yang berusia 10-14 tahun dan yang bekerja paling sedikit 1 jam secara terus menerus dalam seminggu yang lalu dan bekerja untuk meningkatkan penghasilan keluarga atau rumah tangga. Dari pengertian tersebut, maka yang disebut sebagai pekerja anak adalah mereka yang berusia 18 tahun kebawah yang bekerja untuk membantu penghasilan orang tua dan untuk memenuhi kebutuhan keluarga.banyal cara penyamaran eksploitasi anak, akan tetapi apapun bentuk yang diambil, semua didasarkan pada pemanfaatan kelemahan dan ketidak berdayaan anak-anak.

Terjadinya eksploitasi terhadap anak adalah karena minimnya perhadap mereka, padahal mereka masih membutuhkan perlindungan. Faktor kemiskinan yang dihadapi oleh keluarga, menjadi salah satu alas an bagi mereka untuk bekerja. Ditrambah lagi posisi pinggiran juga menjadikan mereka hanya mementingkan bagaimana agar dapat sekedar bertahan hidup saja akan tetapi kondisi seperti ini nmendatangkan keuntungan bagi olrang-orang yangmengesploitasi mereka. Meskipun perbudakan telah dinyatakan sebagai tindakan melanggar hukum diseluruh dunia, namun banyak keadaan yang membuat kehidupan dan pekerjaan anak dapat disebutsebagai mendekatiperbudakan. Hal ini mencakup eksploitasi buruh anak-anak, kerja paksa, penjualan anak-anak, pelacuran yang dipaksakan dan penjualan manusia, serta penjualan serta penjualan narkotika dengan pelantara anak-anak. Keberadaaan anak yang bekerja tentunya harus mendapatkan perhatian, bukan hanya terhadap anak itu sendiri, melainkan situasi dimana mereka bekerja juga harus mendapatkan perhatian. Seperti yang diungkapkan oleh A Rahman (1997:67) yang menyebutkan. “yang perlu mendapatkan perhatian bukanlah kenyataan bahwa mereka itu bekerja akan tetapi situasi kerja mereka itulah menjadi ukuran eksploitasi”. pemilihan situasi kerja sebagai salah satu yangjuga harus mendapatkan perhatian bagi perlindungan anak, karena situasi kerja anak mungkin dapat membahayakan kesehatan tubuh dan kesehatan mental serta nilai moral mereka. Pekerjaan anak ini merugikan anak dan dapat mencegah ia menjadi orang dewasa biasa. Oleh karena itu pekerjaan anak semacam ini harus ditolak baik dengan alas an perikemanusiaan maupun dengan alas an tidak menguntungkan. Di pandang dari sudut pendidikan, anak masih harus bersekolah sampai umur empat belas tahun, yang kira-kira sampai sekolah menengah pertama. Larangan terhadap pekerjaan anak terdapat pada undang-undang kerja pada [asal 2 yang menetapkan bahwa “anak tidak boleh menjalankan pekerjaannya”. Sejalan dengan penjelasan pada pasal tersebut, larangan pekerjaan ini maksudnya ialah untuk menjaga kesehatan dan pendidikan anak. Badan anak masih lemah untuk menjalankan pekerjaan, apalagi pekerjaan anak dihubungkan dengan kewajiban belajar bagi anak-anak. Anak-anak yang terpaksa bekerja dalam perspektif konvensi hak anak (KHA) dikategorikan sebagai anak-anak

yang membutuhkan perlindungan khusus. Anak yang terpaksa pekerja dalam terminology hukum hak asasi manusia internasional disebut dengan pekerja anak. Anak dalam situasi khusus berdasarkan interprestasi hukum komite hak anak PBB terdapat empat kelompok yaitu : 

Anak-anak dalam situasi darurat, yaitu pengungsi anak, baik pengungsi lintas Negara maupun pengungsi dalam negeri dan anak yang berada dalam situasi konflik bersenjata.



Anak dalam situasi eksploitasi, meliputi eksploitasi ekonomi, penyalahgunaan obat, eksploitasi seksual, perdagangan anak dan eksploitasi bentuk lainnya.



Anak yang berhadapan dengan hukum



Anak yang berasal dari masyarakat adat dan kelompok minoritas. Perlindungan khusus terhadap anak diatur dalam pasal 59 sampai dengan pasal 71 undang-undang No.23 tahun 2002.

Pemerintah dan lembaga Negara berkewajiban dan bertanggung jawab untuk memberikan perlindungan khusus kepada anak : 

Dalam situasi darurat



Anak yang berhadapan dengan hukum



Anak dari kelompok minoritas dan terisolasi



Anak terekploitasi secara ekonomi, dan atau seksual



Anak yang diperdagangkan



Anak yang menjadi korban penyalahgunaan narkotika, alcohol, psikotropika dan zat adiktif lainnya



Anak korban penculikan, penjualan dan perdagangan



Anak korban kekerasan fisik dan atau mental



Anak penyandang cacat dan



Anak korban perlakuan salah danpelantara

Oleh sebab itu keberadaan mereka harus mendapatkan perlindungan khusus dari pemerintah. Hal ini dapat dilihat pada pasal 64 undsang-undang No.39 tahun 1999 tentang hak asasi Manusia menyebutkan bahwa :

Setiap anak berhak untuk memperoleh perlindungan dari kegiatan eksploitasi ekonomi dan setiap pekerjaan yang membahayakan dirinya sehingga dapat mengganggu pendidikan, kesehatan fisik, moral, kehidupan social, dan mental spiritual. Perlindungan khusus bagi anak yang dieksploitasi dilakukan melalui : 

Penyebarluasan dan/atau sosialisasi tentang peraturan perundang-undangan yang berkaitan denganperlindungan anak yang dieksploitasi secara ekonomi dan atau seksual



Pemantauan, pelaporan, dan pemberian sanksi dan



Pelibatan berbagai instansi pemerintah, perusahaan, serikat pekerja, lembaga swadaya masyarakat, dan masyarakat dalam penghapusan eksploitasi terhadap anak secara ekonomi dan atau seksual.

Jadi, setiap orang dilaramng menempatkan, membiarkan, melakukan, menyuruh melakukan, atau diturut serta melakukan

Related Documents


More Documents from "adllndynt "