TUGAS PERENCANAAN PELAKSANAAN PROYEK KONSTRUKSI PADA PEMBANGUNAN GEDUNG SATLANTAS POLRES BADUNG (Studi Kasus : Pada Pekerjaan Basement)
DISUSUN OLEH I Putu Gede Yudik Andika Putra (1561121025) C1/Angkatan 2015
JURUSAN TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS WARMADEWA 2018
OUTLINE BAB I PENDAHULUAN 1.1 1.2 1.3 1.4 1.5
Latar Belakang Tujuan Perencanaan Manfaat Perencanaan Data Perencanaan Batas Perencanaan
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1
Manajemen Proyek 2.1.1 Unsur-Unsur Manajemen 2.1.2 Proyek Konstruksi
2.2 2.3 2.4 2.5
Perencanaan Proyek Perencanaan Pelaksanaan Proyek Konstruksi Rencana Kerja Analisis SWOT (Strength, Weakness, Opportunity, Threat) 2.5.1 Faktor Internal 2.5.2 Faktor Eksternal 2.5.3 Perhitungan Analisis SWOT
2.6 2.7
Jaringan Kerja atau Work Breakdown Structure (WBS) Penyusunan Tabel Analisa Organisasi Proyek (Organization Analysis Table-OAT) 2.8 Hubungan WBS, OAT dan Durasi Kegiatan 2.9 Standard Operation Procedure (SOP) 2.10 Metode Pelaksanaan Pekerjaan 2.10.1 2.10.2 2.10.3 2.10.4 2.11 2.12 2.13 2.14
Dokumen Metode Pelaksanaan Pekerjaan Metode Pelaksanaan Pekerjaan yang Baik Faktor yang Mempengaruhi Metode Pelaksanaan Pekerjaan Penentuan Metode Pelaksanaan Pekerjaan
Komposisi Kebutuhan Tenaga Kerja Perhitungan Volume Perhitungan Durasi/Waktu Perencanaan Sumber Daya 2.14.1 Perencanaan Kebutuhan Sumber Daya Manusia 2.14.2 Perencanaan Kebutuhan Sumber Daya Bahan 2.14.3 Perencanaan Kebutuhan Sumber Daya Alat
2.15 Penjadwalan Waktu Proyek (Schedule) 2.15.1 Diagram Batang (Bar Charts) 2.15.2 Diagram Jaring Preseden Method/PDM) 2.15.3 Distribusi Float
`
(Precedence
Diagram
2.16 Penjadwalan Sumber Daya Tenaga Kerja 2.17 Rencana Biaya Pelaksanaan (RBP) Proyek Konstruksi 2.17.1 Biaya Langsung 2.17.2 Biaya Tidak Langsung 2.18 Rencana Anggaran Biaya (RAB) Proyek Konstruksi 2.18.1 Sistematika Menyusun Rencana Anggaran Biaya (RAB) 2.18.2 Perhitungan Biaya Bahan, Upah dan Alat 2.18.3 Perhitungan Rencana Anggaran Biaya 2.19 Kurva S BAB III METODE PERENCANAAN 3.1 3.2 3.3 3.4 3.5
Lokasi Perencanaan Metode Pengumpulan Data Jenis Data Analisis Perencanaan Skema Perencanaan
DAFTAR PUSTAKA
`
BAB I PENDAHULUAN 1.1
Latar Belakang Proyek konstruksi merupakan suatu rangkaian kegiatan yang hanya satu kali
dilaksanakan dan umumnya berjangka waktu pendek. Dalam rangkaian kegiatan tersebut, terdapat suatu proses yang mengolah sumber daya proyek menjadi suatu hasil kegiatan yang berupa bangunan (Ervianto, 2007: 11). Definisi manajemen proyek konstruksi adalah semua perencanaan, pelaksanaan, pengendalian dan koordinasi suatu proyek dari awal (gagasan) hingga berakhirnya proyek untuk menjamin pelaksanaan proyek secara tepat waktu, tepat biaya, dan tepat mutu (Ervianto, 2007: 21). Manajemen proyek merupakan usaha kegiatan untuk meraih tujuan yang efisien dan efektif. Dalam rangka meraih tujuan tersebut, diperlukan sumber daya (resources) yang merupakan kunci dari segalanya. Adapun sumber daya yang dimaksud yaitu manusia (man), bahan (materials), alat (machine), metode pelaksanaan (method), biaya (money) dan waktu (time). Dalam suatu proyek konstruksi, manajemen sangat diperlukan. Dalam hal ini manajemen proyek diperlukan baik dalam perencanaan maupun pelaksanaan proyek konstruksi. Manajemen yang baik akan memberikan kelancaran dalam pelaksanaan sehingga mendapatkan hasil akhir sesuai sasaran yang diharapkan. Keberhasilan suatu proyek konstruksi harus memenuhi tolak ukur sukses pengelolaan proyek, dimana tolak ukur ini meliputi 5 (lima) poin yaitu Tepat Biaya, Tepat Mutu, Tepat Waktu, Penerapan Keselamatan Kesehatan Kerja (K-3) serta Citra atau Kepuasan. Untuk mencapai sebuah kesuksesan dalam sebuah proyek, seorang pengelola proyek harus memahami kegiatan bidang utama manajemen proyek dan melaksanakan serta menerapkan unsur-unsur manajemen sesuai
dengan
kemampuan dan kebutuhan dalam melaksanakan proyek. Dalam unsur-unsur manajemen terdapat kegiatan yang harus di terapkan yaitu Perencanaan (Plan), Pelaksanaan (Do), Kontrol (Check), Tindakan (Action). Dalam perencanaan pelaksanaan sangat penting adanya manajemen proyek., dimana manajemen proyek berfungsi dalam memimpin organisasi proyek
`
terhadap sumber-sumber daya yang terbatas dalam usaha mencapai tujuan dan sasaran yang efektif dan efesien. Adapun unsur-unsur dalam sebuah manajemen proyek, yang memiliki tujuan yaitu biaya proyek dengan syarat tidak melebihi batas biaya proyek yang telah direncanakan atau yang telah disepakati sebelumnya atau sesuai dengan kontrak pelaksanaan suatu pekerjaan, kemudian mutu proyek yang merupakan hasil akhir dari pekerjaan harus memenuhi standar sesuai dengan kesepakatan perencanaan atau dokumen kontrak pekerjaan, dan terakhir waktu proyek yang harus dapat memenuhi batas waktu yang telah disepakati dalam dokumen kontrak pekerjaan. Proyek pembangunan Gedung Satlantas Polres Badung yang terletak di Jl. I Gusti Ngurah Rai No.1, Kecamatan Mengwi, Kabupaten Badung merupakan proyek konstruksi bangunan gedung yang membutuhkan sumber daya besar. Sumber daya proyek yang terdiri dari man, materials, machine, method, money dan time merupakan indikator keberhasilan proyek jika dimanfaatkan secara baik. Berdasarkan pemaparan tersebut, agar lebih memahami tentang fungsi manajemen dan unsur manajemen yang harus dilaksanakan maka penulis tertarik untuk mengangkat
obyek
“Perencanaan
Pelaksanaan
Proyek
Konstruksi
pada
Pembangunan Gedung Satlantas Polres Badung”. 1.2
Tujuan Perencanaan Adapun tujuan dari perencanaan pelaksanaan proyek ini adalah untuk
merencanakan sumber daya pada proyek pembangunan Gedung Gedung Satlantas Polres Badung yang meliputi perencanaan method, man, machine, material, money dan time. 1.3
Manfaat Perencanaan Adapun
manfaat
dalam
perencanaan
pelaksanaan
proyek
pada
pembangunan Gedung Satlantas Polres Badung adalah sebagai berikut : 1. Manfaat Akademis Dapat menerapkan ilmu manajemen proyek yang telah didapat penulis pada perkuliahan khususnya dalam perencanaan pelaksanaan proyek konstruksi pada bangunan gedung.
`
2. Manfaat Praktis Sebagai masukan atau sumbangan kepada pihak kontraktor dalam perencanaan pelaksanaan khususnya proyek pembangunan gedung. 1.4
Data Perencanaan Perencanaan pelaksanaan proyek yang baik diperlukan data pendukung
yang baik juga, agar hasil perencanan relevan. Data yang didapat harus jelas jenis dan sumbernya untuk mempermudah dalam proses perencanaan pelaksanaan. Adapun data-data yang diperlukan dalam perencanaan pelaksanaan ini sebagai berikut : 1.
Dokumen Pengadaan (RKS dan Gambar Kerja)
2. Data Harga Satuan Upah, Bahan dan Alat 3. Data Analisa Upah, Bahan, dan Alat 1.5
Batas Perencanaan Dalam
perencanaan
pelaksanaan
ini
penulis
membatasi
tinjauan
perencanaan pelaksanaan proyek konstruksi pada pembangunan Gedung Satlantas Polres Badung ini khusus hanya pada pekerjaan basement tepatnya pada pekerjaan strukturnya saja yang meliputi pekerjaan sloof, kolom basement, retaining wall dan slab lantai basement.
`
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1
Manajemen Proyek Manajemen merupakan suatu ilmu pengetahuan tentang seni memimpin
organisasi yang terdiri atas kegiatan perencanaan perorganisasian, pelaksanaan dan pengendalian terhadap sumber daya yang terbatas dalam usaha mencapai tujuan dan sasaran yang efisien dan efektif. Tujuan manajemen adalah untuk mendapatkan metode atau cara teknis yang paling baik agar dengan sumber daya yang terbatas diperoleh hasil maksimal dalam hal ketepatan, kecepatan, penghematan dan keselamatan kerja secara komperatif (Husen, 2011: 2). 2.1.1
Unsur-Unsur Manajemen Sasaran yang hendak dicapai dalam optimalisasi biaya, mutu, waktu, dan
keselamatan. Pemimpin mengarahkan organisasi dalam mencapai sasaran dan tujuan. Sumber-sumber daya yang terbatas ialah manusia, modal/biaya, peralatan dan material. Adapun kegiatan dalam manajemen (Husen, 2011: 2-5) : 1.
Perencanaan (Planning) Pada kegiatan ini dilakukan antisipasi tugas dan kondisi yang ada dengan menetapkan sasaran dan tujuan yang harus dicapai serta menetukan kebijakan pelaksanaan secara administratif dan operasional serta alokasi anggaran biaya dan sumber daya. Perencanaan harus dibuat dengan cermat, lengkap, terpadu dan dengan tingkat kesalahan yang paling minimal. Namun basil dari perencanaan bukanlah dokumen yang bebas dari koreksi karena sebagai acuan bagai tahapan pelaksnaan dan pengendalian, perencanaan harus terus disempurnakan secara interatif untuk menyesuaikan dengan perubahan dan perkembangan yang terjadi pada proses selanjtunya.
2.
Pengorganisasian (Organizing) Pada kegiatan ini dilakukan identifikasi dan pengelompokan jenis-jenis pekerjaan, menentukan pendelegasian wewenang dan tanggung jawab personel serta meletakkan dasar bagi hubungan masing-masing unsur
`
organisasi. Untuk mengarahkan organisasi dan menjalin komunikasi antar pribadi dalam hierarki organisasi. Struktur organisasi yang sesuai dengan kebutuhan proyek dan kerangka penjabaran tugas personel penanggung jawab yang jelas, serta kemampuan personel yang sesuai keahliannya, akan diperoleh hasil positif bagi organisasinya. 3. Pelaksanaan (Actuating) Kegiatan ini adalah implementasi dari perencanaan dalam yang telah ditetapkan, dengan melakukan tahapan pekerjaan yang sesungguhnya secara fisik atau nonfisik sehingga produk akhir sesuai dengan sasaran dan tujuan yang telah ditetapakan. Karena kondisi perencanaan sifatnya masih ramalan dan subyektif serta perlu penyempurnaan, dalam tahapan ini sering terjadi perubahan-perubahan dari rencana yang telah di tetapkan. Pada tahapan ini juga telah ditetapakan konsep pelaksanaan serta personel yang terlibat pada organisasinya, kemudian secara detail menetapakan jadwal, program, alokasi biaya, serta alokasi sumber daya yang digunakan. 4. Pengendalian (Controlling) Kegiatan yang dilakukan pada tahapan ini dimaksudkan untuk memastikan bahwa program dan aturan kerja yang telah ditetapkan dapat dicapai dengan penyimpangan paling minimal dan hasil paling memuaskan. Untuk itu dilakukan bentuk-bentuk kegiatan seperti berikut. a.
Supervisi
:
melakukan
serangkaian
tindakan
koordinasi
pengawasan dalam batas wewenang dan tanggung jawab menurut prosedur organisasi yang telah ditetapakan, agar dalam operasional dapat dilakukan secara bersama-sama oleh semua personel dengan kendali pengawasan. b.
Inspeksi : melakukan pemeriksaan terhadap hasil pekerjaan dengan tujuan menjamin spesifikasi mutu dan produk sesuai dengan yang direncanakan.
`
c.
Tindakan koreksi : melakukan perubahan dan perbaikan dan perbaikan terhadap rencana yang telah ditetapakan untuk menyesuaikan dengan kondisi pelaksanaan.
Proses dalam manajemen sifatnya umum dan dapat digunakan dalam berbagai bidang atau kegiatan/bidang yang membutuhkan pengelolaan yang sistematis, terarah serta mempunyai sasaran dan tujuan yang jelas. Manajemen proyek biasanya kurun waktunya dibatasi oleh program-program yang sifatnya sementara dan berakhir bila sasaran dan tujuan organisasi proyek sudah tercapai. Bila membuat proyek sejenis pada waktu sesudahnya, biasanya sasaran dan tujuan lebih inovatif dengan memodifikasi program-program sebelumnya. 2.1.2
Proyek Konstruksi Proyek konstruksi merupakan suatu rangkaian kegiatan yang hanya satu kali
dilaksanakan dan umumnya berjangka waktu pendek. Dalam rangkaian kegiatan tersebut, terdapat suatu proses yang mengolah sumber daya proyek menjadi suatu hasil kegiatan yang berupa bangunan (Ervianto, 2007: 11). Definisi manajemen proyek konstruksi adalah semua perencanaan, pelaksanaan, pengendalian dan koordinasi suatu proyek dari awal (gagasan) hingga berakhirnya proyek untuk menjamin pelaksanaan proyek secara tepat waktu, tepat biaya, dan tepat mutu (Ervianto, 2007: 21). 2.2
Perencanaan Proyek Perencanaan proyek merupakan salah satu fungsi vital dalam kegiatan
manajemen proyek. Karena itulah untuk mencapai tujuan, manajemen harus membuat langkah-langkah proaktif dalam melakukan perencanaan yang komprehensif agar sasaran dan tujuan dapat dicapai. Perencanaan dikatakan baik bila seluruh proses kegiatan yang ada di dalamnya dapat diimplementasikan sesuai dengan sasaran dan tujuan yang telah ditetapkan dengan tingkat penyimpangan minimal serta hasil akhir maksimal (Husen, 2011: 85). Secara umum definisi perencanaan adalah suatu tahapan dalam manajemen proyek yang mencoba meletakan dasar tujuan dan sasaran sekaligus menyiapkan segala program teknis dan administratif agar dapat diimplementasikan. Tujuan perencanaan adalah melakukan usaha untuk memenuhi persyaratan spesifikasi
`
proyek yang ditentukan dalam batasan Biaya, Mutu, dan Waktu ditambah dengan terjaminnya faktor keselamatan (safety) (Husen, 2011: 85). Filosofi Perencanaan :
2.3
1.
Aman, Keselamatan terjamin
2.
Efektif, Produk perencanaan berfungsi sesuai yang diharapkan
3.
Efisien, produk yang dihasilkan hemat biaya
4.
Mutu terjamin, tidak menyimpang dari spesifikasi yang ditentukan
Perencanaan Pelaksanaan Proyek Konstruksi Perencanaan pelaksanaan (construction planning), telah disiapkan pada saat
kegiatan proses pemasaran, yaitu proses cost estimate yang nantinya digunakan sebagai bid price (harga penawaran) yang dibuat berdasarkan dokumen pengadaan. Karena secara teori, harga penawaran yang diajukan adalah perkiraan real cost (direct cost) ditambah dengan mark up, untuk biaya tetap perusahaan, biaya pemasaran, resiko dan cadangan laba proyek (Asiyanto, 2010: 41). Kontraktor yang profesional, dalam membuat construction cost estimate, walaupun sebagai nilai yang diperkirakan, tetapi tetap menggunakan faktor kunci pasti, yaitu antara lain meliputi hal-hal sebagai berikut (Asiyanto, 2010: 45) : 1.
Construction schedule
2.
Construction method
3.
Dasar produktivitas tenaga kerja
4.
Metode estimasi
Proses pembuatan estimasi biaya, sering diulang bila mendapat angka yang kurang diinginkan oleh para kontraktor dalam melakukan penawaran (bid price) atau harga penawaran, oleh karena itu prosesnya merupakan suatu siklus, seperti terlihat pada gambar 2.1 berikut.
`
Gambar 2.1 Siklus Perhitungan Biaya Proyek (Sumber : Asiyanto, 2010: 45) Karena terbatasnya waktu untuk melakukan proses estimasi dan perkiraan real cost (direct cost) masih belum akurat, sehingga untuk pedoman pelaksanaan perlu disusun kembali “Perencanaan pelaksanaan (construction planning)” yang lebih detail dan akurat sesuai dengan kemampuan perusahaan dan kondisi lingkungan yang mempengaruhi. Dalam hal ini berarti perencanaan pelaksanaan (construction planning) dibuat setelah mendapatkan surat perintah kerja, maka perencanaan pelaksanaan (construction planning) dibuat berdasarkan dokumen kontrak yang ada (Asiyanto, 2010: 45). Bila cost estimate yang dihasilkan kurang memenuhi harapan, maka proses perhitungan diulang. Biasanya untuk owner berkaitan dengan dana yang dapat disediakan, sedangkan untuk kontraktor biasanya berkaitan dengan persaingan harga penawaran. Proses pengulangan perhitungan ada tiga jalur (A, B, dan C), dimana satu jalur untuk versi owner dan dua jalur versi kontraktor (Asiyanto, 2010: 52). Siklus cost estimate pada owner digambarkan melalui jalur A. Bila perhitungan final biaya proyek dianggap terlalu tinggi maka dilakukan construction economy, melakukan value engineering, mengubah spesifikasi dan mengubah ukuran proyek. Sedangkan pada kontraktor siklus cost estimate digambarkan pada jalur B dan C, pada jalur B dapat dilakukan dengan mengubah mark up proyek, dan
`
pada jalur C dapat dilakukan dengan mengubah harga satuan atau mengoreksi quantity pekerjaan yang dapat dilakukan perubahan pada construction economy, merubah construction method, mengubah durasi proyek, mengganti pemasok sumber daya yang digunakan, dan mengubah kebijakan keuangan (Asiyanto, 2010: 52). 2.4
Rencana Kerja Sebelum pelaksanaan kegiatan proyek konstruksi dimulai, biasanya
didahului dengan penyusunan rencana kerja waktu kegiatan yang disesuaikan dengan metoda konstruksi yang akan digunakan. Pihak pengelola proyek melakukan kegiatan pendataan lokasi proyek guna mendapatkan informasi detail untuk keperluan penyusunan rencana kerja (Ervianto, 2007: 153). Dalam menyusun rencana kerja, perlu dipertimbangkan beberapa hal sebagai berikut (Ervianto, 2007: 153-154) : 1.
Keadaan Lapangan Lokasi Proyek Hal ini dilakukan untuk memperkirakan hambatan yang mungkin timbul selama pelaksanaan pekerjaan.
2.
Kemampuan Tenaga Kerja Informasi detail tentang jenis dan macam kegiatan yang berguna untuk memperkirakan jumlah dan jenis tenaga kerja yang harus disediakan.
3.
Pengadaan Material Konstruksi Harus diketahui dengan pasti macam, jenis dan jumlah material yang diperlukan untuk pelaksanaan pembangunan. Pemilahan jenis material yang akan digunakan harus dilakukan diawal proyek, kemudian dipisahkan berdasarkan jenis material yang memerlukan waktu untuk pengadaan, misalnya material pabrikasi biasanya tidak dapat dibeli setiap saat, tetapi memerlukan sejumlah waktu untuk kegiatan proses produksi. Hal ini penting untuk membuat jadwal rencana pengadaan material konstruksi.
`
4.
Pengadaan Alat Pembangunan Untuk kegiatan yang memerlukan peralatan pendukung pembangunan harus dapat dideteksi secara jelas. Hal ini berkaitan dengan pengadaan peralatan. Jenis, kapasitas, kemampuan dan kondisi peralatan harus disesuaikan dengan kegiatannya.
5.
Gambar Kerja Selain gambar rencana, pelaksanaan proyek konstruksi juga memerlukan gambar kerja untuk bagian-bagian tertentu/khusus. Untuk itu, perlu dilakukan pendataan bagian-bagian yang memerlukan gambar kerja.
6.
Kontinuitas Pelaksanaan pekerjaan Dalam penyusunan rencana kerja, faktor penting yang harus dijamin oleh pengelola proyek adalah kelangsungan dari susunan rencana kegiatan setiap item pekerjaan.
Manfaat dan kegunaan penyusunan rencana kerja antara lain (Ervianto, 2007: 153) :
2.5
1.
Alat koordinasi bagi pimpinan
2.
Sebagai pedoman kerja para pelaksana
3.
Sebagai penilaian kemajuan pekerjaan
4.
Sebagai evaluasi pekerjaan
Analisis SWOT (Strength, Weakness, Opportunity, Threat) Analisis SWOT merupakan alat (tool) yang dapat dipakai untuk analisis
kualitatif. SWOT dapat digunakan untuk mengidentifikasi dan menganalisis berbagai factor secara sistematis untuk merumuskan strategi pemerintah di dalam mengelola daerahnya. Analisis ini didasarkan pada logika yang dapat memaksimalkan kekuatan (strengths) dan peluang (opportunities), namun secara bersamaan dapat meminimalkan kelemahan (weakness) dan ancaman (threats) (Rangkuti, 2006: 18-19) Perencanaan strategis untuk menganalisa lingkungan internal dan ekternal untuk mengetahui kekuatan dan kelemahan perusahaan yang sedang ditangani serta mengetahui kemungkinan peluang dan ancaman sehingga dapat dimonitor dalam
`
perkembangan ke depan. Mengetahui kondisi perusahaan yang bersangkutan maka perlu mengetahui dan mengidentifikasi suatu faktor strategi internal dan faktor strategi eksternal dalam matrik IFE (Internal Factor Evaluation) dan EFE (Eksternal Factor Evaluation) (Rangkuti, 2006: 24-26). 2.5.1
Faktor Internal Faktor-faktor yang berpengaruh bagi kontraktor untuk dapat bersaing di
industri jasa konstruksi adalah sebagai berikut : 1. Modal (Finansial) Dalam setiap proyek, kontraktor harus menyediakan modal finansial untuk berbagai macam keperluan, antara lain : a.
Biaya pembuatan dokumen penawaran
b.
Biaya jaminan/asuransi yang biasanya terdiri dari : jaminan penawaran, jaminan penawaran, jaminan pembayaran tenaga kerja dan material, asuransi tenaga kerja, asuransi kerusakan bangunan
c.
Biaya pelaksana pekerjaan Secara keseluruhan modal (finansial) yang diperlukan kontraktror untuk menangani suatu proyek antara 25 sampai 100 persen dari nilai proyek.
2.
Tenaga Kerja (Sumber Daya Manusia) Tenaga kerja kontraktor dapat dibagi menjadi tenaga kerja terampil (tukang dan mandor), tenaga kerja administrasi (bagian akutansi dan keuangan proyek) dan tenaga kerja ahli (staf ahli teknik).
3. Peralatan Kemajuan perkembangan teknologi yang sangat cepat berpengaruh juga terhadap perkembangan peralatan konstruksi. Teknologi tinggi memudahkan pekerjaan dan user friendly terus dikembangkan. Penggunaan teknologi tinggi ini harus diperhatikan tingkat efektifitas dan efisiensinya untuk menyelesaikan suatu pekerjaan yang tergolong mudah, terutama dari segi biaya dan waktu karena ada kemungkinan tidak efektif dan tidak efisiensinya peralatan menjadi kerugian kontraktor.
`
4. Metode Kerja. Untuk mendapatkan hasil akhir dari suatu kegiatan proyek kontruksi berupa bangunan maka diperlukan suatu metode yang mengatur agar rangkaian kegiatan proyek dapat mencapai hasil akhir yang optimum yang sesuai mutu, biaya, waktu yang diisyaratkan. 5. Material Adanya persyaratan kualitas yang sesuai dengan spesifikasi menjadi syarat mutlak eksistensi kontraktor di dunia kontruksi, baik untuk pasar lokal maupun internasional. Untuk mendapatkan kualitas yang sesuai diperlukan pula material yang berkualitas. 6. Kerja Sama Tim (Team Work) Salah satu struktur inti (core structure) dari organisasi perusahaan konstruksi adalah tim proyek (proyek team work). 7. Jaringan Kerja (Network) Dalam proyek konstruksi ada 3 pihak yang terlibat dalam prosesnya, yaitu pemilik, konsultan dan kontraktor. Ketiga pihak harus berada dalam suatu jaringan kerja yang mempunyai sinergi baik. 8. Pengendalian Kualitas (Quality Control) Untuk menghasilkan produk pekerjaan konstruksi yang baik sesuai dengan spesifikasi
yang telah diisyaratkan, kontraktor harus
mempunyai suatu system pengendalian mutu. 9. Pengalaman dan Reputasi Pekerjaan Jenis kontrak dengan tender terbuka pengalaman perusaaan merupakan salah satu point penilaian (administrasi), sedangkan untuk jenis kontrak dengan sistem penunjukan langsung reputasi merupakan hal utama yang menentukan besarnya peluang kontraktor untuk mendapatkan proyek.
`
2.5.2
Faktor Eksternal Hal-hal yang termasuk dalam faktor eksternal : 1.
Faktor politik dan undang-undang (kebijakan pajak dari pemerintah)
2.
Persoalan ekonomi (inflasi, suku bunga, pertumbuhan ekonomi)
3.
Faktor sosial (adat, budaya serta kondisi masyarakat)
4.
Faktor teknologi
5.
Dukungan pemerintah
6.
Situasi politik
7.
Nilai tukar Rupiah
8.
Suku bunga pinjaman
9.
Peraturan pajak baru
10. Berlakunya UUJK (Undang-Undang Jasa Konstruksi) 11. Kepercayaan klien 12. Otonomi daerah 13. Isu Lingkungan 2.5.3
Perhitungan Analisis SWOT Analisis Strength, Weakness, Opportunities dan Threats (SWOT) dilakukan
dengan mengembangkan matriks evaluasi faktor internal (matriks IFE) dan matriks evaluasi faktor eksternal (matriks EFE) (Rangkuti, 2006: 21-48). 1.
Matriks IFE (Internal Factor Evaluation) Matriks IFE digunakan untuk mengetahui faktor-faktor internal perusahaan yang berkaitan dengan kekuatan dan kelemahan yang dianggap penting. Langkah-langkah analisisnya sebagai berikut : a.
Membuat daftar faktor-faktor dominan (key factor) yang terdiri dari 1 sampai 20 faktor, baik kekuatan (strength) dan kelemahan (weakness), usahakan spesifik.
b.
Menentukan untuk tiap-tiap faktor sebuah bobot tertentu. Bobot ini bernilai berkisar antara 0,0 dan 1,0. Bobot merupakan indikasi dari derajat penting tidaknya masing-masing faktor itu secara relatif mempengaruhi kesuksesan perusahaan didalam industri yang dijalaninya.
`
c.
Menentukan nilai rating dalam skala 1 sampai 4 untuk tiap faktor dominan. Nilai rating merupakan degree of severity atau effectiveness kondisi perusahaan berkaitan dengan faktor tersebut. Nilai 4 = superior, 3 = diatas rata-rata, 2 = dibawah rata-rata, 1 = buruk sekali.
d.
Mengkaitkan nilai rating pada tiap faktor untuk mendapatkan skor bobot (weighted score).
e.
Total skor bobot merupakan penjumlahan dari skor bobot tiap faktor. Nilai ratarata adalah 1, Jika nilainya dibawah 1 menandakan posisi perusahaan secara internal adalah lemah, dan jika nilainya diatas 1 menunjukkan posisi perusahaan secara internal kuat.
2.
Matriks EFE (External Factor Evaluation) Matriks EFE digunakan untuk mengevaluasi faktor-faktor eksternal perusahaan. Data eksternal dikumpulkan untuk menganalisa hal-hal yang menyangkut persoalan ekonomi, sosial, budaya, demografi, lingkungan, politik, pemerintahan, hukum, teknologi, persaingan di pasar industri dimana perusahaan berada, dan data eksternal relevan lainnya. Langkah-langkah analisisnya dijelaskan sebagai berikut : a.
Membuat daftar faktor-faktor utama yang mempunyai dampak penting pada kesuksesan atau kegagalan usaha (critical success factor) untuk aspek eksternal yang mencakup perihal peluang (opportunities) dan ancaman (threaths) bagi perusahaan.
b.
Menentukan bobot (weight) dari critical success factor.
c.
Menentukan nilai rating dalam skala 1 sampai 4 untuk tiap critical success factor. Nilai rating merupakan degree of severity atau effectiveness kondisi perusahaan berkaitan dengan faktor tersebut. Nilai 4 = sangat bagus, 3 = diatas rata-rata, 2 = 19 dibawah ratarata, 1 = buruk sekali.
d.
Mengkaitkan nilai rating pada tiap faktor untuk mendapatkan skor bobot (weighted score).
e.
Total skor bobot merupakan penjumlahan dari skor bobot tiap faktor. Nilai rata-rata adalah 2,5. Jika nilainya dibawah 2,5
`
menandakan posisi perusahaan lemah dalam merespon peluang dan mengatasi ancaman yang ada, dan jika nilainya diatas 2,5 menunjukkan posisi perusahaan merespon dengan baik peluang dan mengatasi ancaman yang ada. Jika total skor 4,0 mengidentifikasikan bahwa perusahaan merespon dengan cara luar biasa terhadap peluang-peluang. Sementara jika total skor 1,0 menunjukkan bahwa perusahaan tidak memanfaatkan peluangpeluang yang ada atau tidak menghindari ancaman-ancaman eksternal. 2.6
Jaringan Kerja atau Work Breakdown Structure (WBS) Penyusunan WBS dilakukan dengan cara top down, dengan tujuan agar
komponen-komponen kegitan tetap berorientasi ke tujuan proyek, WBS juga mempermudah penjadwalan dan pengendalian karena merupakan elemen perencanaan yang terdiri dari atas kerangka-kerangka seperti dibawah ini (Husen, 2011: 107). 1.
Kerangka penjabaran program
2.
Kerangka perencanaan detail
3.
Kerangka pembiayaan
4.
Kerangka penjadwalan
5.
Kerangka cara pelaporan
6.
Kerangka penyusunan organisasi
Dari kerangka tersebut, WBS dapat membantu membantu proses penjadwalan dan pengendalian dalam suatu sistem yang terstruktur menurut hirarki yang makin terperinci, sampai pada lingkup yang makin kecil berupa paket-paket pekerjaan dengan aktivitas yang jelas. WBS dapat dipakai untuk membagi seluruh level proyek menjadi elemen-elemen kerja, menjelaskan proyek dalam satu format struktur level, fasilitas, dan mencakup seluruh item pekerjaan hingga selesai, pemecahan level sampai pada paket pekerjaan terakhir dengan kegiatan yang jelas dan cukup untuk perencanaan detail sebagai fase awal proyek (Husen, 2011: 107108).
`
2.7
Penyusunan Tabel Analisa Organisasi Proyek (Organization Analysis Table-OAT) Hierarki organisasi proyek atau organizing analysis table (OAT) yang
bertingkat dimulai dari tingkat paling atas seperti pimpinan proyek hingga paling akhir, misalkan pelaksana. Hierarki ini disusun dengan tujuan mempermudah pengelolaan dan alokasi SDM sesuai dengan tanggung jawab dalam organisasi proyek. Keberhasilan penyelenggaraan proyek biasanya ditunjang oleh organisasi dengan susunan dan program kerja yang sasaran serta tujuannya tertata dengan baik (Husen, 2011: 110). Tingkatan dalam OAT tidak harus sama dengan WBS, tetapi dapat mencakup manajemen internal dan eksternal dengan susunan organisasi yang bervariasi. Tanggung jawab personel dibagi berdasarkan tingkatan pada elemen pekerjaan. Tanggung jawab ini disesuaikan dengan kemampuannya dalam menangani beban tugas yang diberikan kepadanya. Biasanya personel tersebut mempunyai kemampuan dan keterampilan yang cukup terlatih dengan tingkat pendidikan yang cukup pula, sehingga mereka dapat bekerja untuk tugas-tugas mandiri atau bekerja sama dalam satu tim proyek untuk memecahkan masalah selama berlangsungnya proyek. Personel yang bertanggung jawab pada masingmasing tingkatan tadi telah memahami tugasnya berdasarkan job description dan prosedur operasional pelaksanaan proyek, sehingga segala penyimpangan yang terjadi dapat dideteksi lebih awal dan memudahkan tindakan koreksi dengan melokalisasi personel tersebut serta memungkinkan manajemen melakukan pengendalian terhadap seluruh pekerjaan (Husen, 2011: 110-111). 2.8
Hubungan WBS, OAT dan Durasi Kegiatan Hal yang penting diingat saat menyusun perencanaan WBS dan OAT adalah
keduanya harus sepadan (matching). Langkah selanjutnya dalam perencanaan jaringan kerja adalah alokasi sumber daya yang meliputi : pekerja, peralatan dan material. Dari metode konstruksi dan sumber daya yang sudah ditetapkan dapat dihitung durasi kegiatan dan harga satuan. Berikut adalah contoh hubungan OAT dan WBS.
`
Gambar 2.2 Contoh WBS dan OAT Proyek Pembangunan Kantor 2 Lantai (Sumber : Husen, 2011: 112) Gambar 2.3 menguraikan hubungan OAT dan WBS, yang dibagi atas klasifikasi tingkatan. Tingkatan pertama adalah Proyek Bangunan Kantor 2 Lantai, dengan personel penanggung jawab adalah Project Manager. Sebagai pimpinan proyek, tugasnya adalah melakukan koordinasi dan memotivasi staf-staf proyek serta mengarahkan seluruh kegiatan pelaksanaan proyek agar sesuai dengan tujuan dan sasaran yang ditetapkan. Untuk tingkatan ke-2, penanggung jawabnya adalah Site Manager, yang selain sebagai wakil dari proyek, baik secara teknis maupun administratif. Pada tingkatan ke-3, Site Engineer bertugas berdasarkan kemampuan spesifiknya dalam mengelola paket-paket pekerjaan dalam WBS, seperti pekerjaan Struktur, Arsitektur, dan Mekanikal/Elektrikal. Paket pekerjaan terakhir dari WBS dikelola oleh Supervisor yang langsung mengawasi pekerjaan di lapangan sesuai dengan lokasi kerja pada tingkatan ke-3, seterusnya dengan Pelaksana yang mengawasi paket-paket pekerjaan di tingkatan-4 (Husen, 2011: 111). 2.9
Standard Operation Procedure (SOP) Standard Operation Procedure (SOP) adalah dokumen yang berkaitan
dengan prosedur yang dilakukan secara kronologis untuk menyelesaikan suatu pekerjaan yang bertujuan untuk memperoleh hasil kerja yang paling efektif dan
`
efisien. SOP biasanya terdiri dari metode pengerjan serta dilengkapi gambar dan flowchart di bagian akhir (Laksmi, Fuad, & Budiantoro, 2008). Tujuan SOP pelaksanaan kegiatan penanganan bangunan adalah untuk meminimalisasi keragaman dari output sistem pengelolaan data yang dihasilkan, baik dari segi pelaporan, jenis berkas yang dikumpulkan, hingga tata cara pengumpulannya. Selain itu penggunaan dan pengembangan SOP juga akan meningkatkan kualitas output dari sistem pengelolaannya dikarenakan konsistensi dari pengimplementasian proses atau prosedur yang dilakukan. 2.10
Metode Pelaksanaan Pekerjaan Metode pelaksanaan konstruksi pada hakekatnya adalah penjabaran tata
cara dan teknik-teknik pelaksanaan pekerjaan, merupakan inti dari seluruh kegiatan dalam sistem manajemen konstruksi. Metode pelaksanaan konstruksi merupakan kunci untuk dapat mewujudkan seluruh perencanaan menjadi bentuk bangunan fisik. Pada dasarnya metode pelaksanaan konstruksi merupakan penerapan konsep rekayasa berpijak pada keterkaitan antara persyaratan dalam dokumen pelelangan (dokumen pengadaan), keadaan teknis dan ekonomis yang ada dilapangan, dan seluruh sumber daya termasuk pengalaman kontraktor (Dipohudoso, 1996: 363). Kombinasi dan keterkaitan ketiga elemen secara interaktif membentuk kerangka gagasan dan konsep metode optimal yang diterapkan dalam pelaksanaan konstruksi. Konsep metode pelaksanaan mencangkup pemeliharaan dan penetapan yang berkaitan dengan keseluruhan segi pekerjaan termasuk kebutuhan sarana dan prasarana yang bersifat sementara sekalipun. Adapun bagan hubungan antara dokumen pelelangan, keadaan teknis serta sumber daya kontraktor dapat dilihat pada gambar 2.2 berikut.
`
Gambar 2.3 Interaksi Antar Elemen Dalam Metode Pelaksanaan (Sumber : Dipohudoso, 1996: 363) Teknologi konstruksi (construction technology) mempelajari metoda atau teknik yang digunakan untuk mewujudkan bangunan fisik dalam lokasi proyek. Technology berasal dari kata techno dan logic. Logic dapat diartikan sebagai urutan dari setiap langkah kegiatan (prosedur), sedangkan techno adalah cara yang harus digunakan secara logic (Ervianto, 2007: 1) Metode pelaksanaan pekerjaan atau biasa disingkat “CM” (Construction Method), merupakan urutan pelaksanaan pekerjaan yang logis dan teknik sehubungan dengan tersedianya sumber daya yang dibutuhkan oleh kondisi medan kerja, guna memperoleh cara pelaksanaan yang efektif dan efisien. Metode pelaksanaan pekerjaan tersebut, sebenarnya dibuat oleh kontraktor yang bersangkutan pada waktu membuat maupun mengajukan penawaran pekerjaan. Dengan demikian “CM” (Construction Method) tersebut minmal telah teruji pada saat dilakukan klarifikasi atas dokumen tendernya. Namun demikian, tidak tertutup kemungkinan, bahwa sebelum pelaksanaan atau selama pelaksanaan pekerjaan Construction Method (CM), tersebut perlu atau harus diubah (Syah, 2004: 113). 2.10.1 Dokumen Metode Pelaksanaan Pekerjaan Dokumen metode pelaksanaan pekerjaan proyek konstruksi pada umumnya terdiri dari (Syah, 2004: 114) : 1.
`
Project plant, dimana dokumen ini memuat antara lain :
a.
Denah fasilitas proyek (jalan kerja, bangunan fasilitas, dan lainlain).
b.
Lokasi pekerjaan.
c.
Jarak angkut.
d.
Komposisi alat (singkat/produktivitas alatnya).
e.
Kata-kata singkat (bukan kalimat panjang), dan jelas mengenai urutan pelaksanaan.
2.
Sket atau gambar bantu penjelasan pelaksanaan pekerjaan.
3.
Uraian pelaksanaan pekerjaan, yang meliputi : a.
Urutan pelaksanaan seluruh pekerjaan dalam rangka penyelesaian proyek (urutan secara global).
b.
Urutan pelaksanaan perpekerjaan atau perkelompok pekerjaan, yang perlu penjelasan lebih detail.
4.
Perhitungan kebutuhan tenaga kerja dan jadwal kebutuhan tenaga kerja (tukang dan pekerja).
5.
Perhitungan
kebutuhan
material/bahan
dan
jadwal
kebutuhan
material/bahan. 6.
Perhitungan kebutuhan peralatan konstruksi dan jadwal kebutuhan peralatan.
7.
Dokumen lainnya sebagai penjelasan dan pendukung perhitungan dan kelengkapan lainnya.
2.10.2 Metode Pelaksanaan Pekerjaan yang Baik Metode pelaksanaan pekerjaan proyek konstruksi yang baik apabila memenuhi persyaratan (Syah, 2004: 115), yaitu : 1.
Memenuhi persyaratan teknis, yang memuat antara lain : a.
Dokumen metode pelaksanaan pekerjaan proyek konstruksi lengkap dan jelas memenuhi informasi yang dibutuhkan.
b.
Bisa dilaksanakan dan efektif.
c.
Aman untuk dilaksanakan.
d.
Memenuhi standar tertentu yang ditetapkan atau disetuji tenaga teknik yang berkopemten pada proyek tersebut.
2. Memenuhi syarat ekonomis yang meliputi :
`
a.
Biaya termurah.
b.
Wajar dan efisien.
3. Memenuhi pertimbangan non teknis lainnya, yang memuat antara lain : a.
Dimungkinkan untuk diterapkan pada lokasi proyek dan disetujui atau tidak ditentang oleh lingkungan setempat.
b.
Rekomendasi dan kebijakan dari pemilik proyek.
c.
Disetujui oleh sponsor proyek atau direksi perusahaan, apabila hal itu merupakan alternatif pelaksanaan yang istimewa dan riskan.
4. Merupakan alternatif/pilihan yang terbaik dari beberapa alternatif yang lebih di perhitungkan dan di pertimbangkan. 5. Manfaat positif construction method yaitu : a.
Memberikan arahan dan pedoman yang jelas atas urutan dan fasilitas penyelesaian pekerjaan.
b.
Merupakan acuan/dasar pola pelaksanaan pekerjaan dan menjadi satu kesatuan dokumen prosedur pelaksanaan pekerjaan di proyek.
2.10.3 Faktor yang Mempengaruhi Metode Pelaksanaan Pekerjaan Dimana metode pelaksanaan proyek konstruksi, dalam mengembangkan alternatifnya, dipengaruhi oleh hal-hal sebagai berikut (Asiyanto, 2010: 77) : 1. Desain bangunan. 2. Medan/lokasi pekerjaan. 3. Ketersediaan dari tenaga kerja, bahan, dan peralatan. Oleh karena faktor-faktor yang mempengaruhi tersebut diatas, maka kadang-kadang metode pelaksanaan hanya memiliki alternatif yang terbatas. Bila kendalanya ada pada desain bangunan, maka dapat dimintakan usulan kepada pemilik bangunan (owner), sejauh menguntungkan semua pihak (Asiyanto, 2010: 77). 2.10.4 Penentuan Metode Pelaksanaan Pekerjaan Dalam merencanakan pelaksanaan proyek konstruksi, perlu dilakukan perencanaan yang berdasarkan data perencanaan yang ada. Data perencanaan selanjutnya dipergunakan dalam perencanaan pelaksanaan proyek sesuai dengan
`
skema perencanaan pelaksanaan proyek. Setelah data perencanaan diperoleh maka kemudian dilanjutkan dengan proses merencanakan metode pelaksanaan pekerjaan. Di dalam merencanakan metode pelaksanakan metode pekerjaan terdiri atas beberapa item yang merupakan suatu rangkaian pelaksanaan pekerjaan yang meliputi : 1.
Metode pekerjaan persiapan
2.
Metode pekerjaan struktur
Kemudian rangkaian pekerjaan diatas dilanjutkan dengan perencanaan : 1.
Perhitungan volume pekerjaan, menentukan komposisi sumber daya, perhitungan durasi, logika ketergantungan.
2.
Perencanaan kebutuhan sumber daya, perencanaan jadwal pekerjaan, penjadwalan kebutuhan sumber daya, rencana biaya pelaksanaan, rencana anggaran biaya, jadwal prestasi.
2.11
Komposisi Kebutuhan Tenaga Kerja Tanaga kerja ialah besarnya jumlah tenaga yang dibutuhkan untuk
menyelesaikan bagian pekerjaan dalam satu kesatuan pekerjaan (Ibrahim, 2001: 193). Menentukan kebutuhan komposisi tenaga kerja sesuai dengan keahliannya dan kebutuhan kepastian sumber daya manusia persatuan volume pekerjaan harus memperhatikan WBS (Work Breakdown Structure) untuk masing-masing kegiatan. Adapun beberapa contoh daftar analisa yang diperlukan berdasarkan WBS dan perencanaan kebutuhan sumber daya, yang telah diuraikan diatas diantaranya adalah (Ibrahim, 2001: 195): 1.
Pekerjaan Galian dan Urugan : a.
Pekerjaan Galian 1 m3 Pekerjaan Galian 0,750 hr. Pekerja 0,025 hr. Mandor
b.
Pekerja Urugan 1 m3 Pekerjaan Galian 0,750 hr. Pekerja 0,045 hr. Mandor
`
2.
Pekerjaan Bekisting Kayu : a.
Pekerjaan merakit dan pasang bekisting 1 m² Pekerjaan bekisting 0,330 hr. Tukang kayu 0,033 hr. Kepala tukang kayu 0,660 hr. Pekerja 0,033 hr. Mandor
b.
Pekerjaan bongkar dan angkut bekisting 0,066 hr. Pekerja
3.
Pekerjaan Bekisting Batu : a.
Pekerjaan merakit dan pasang bekisting 1 m² Pekerjaan bekisting 0,100 hr. Tukang batu 0,010 hr. Kepala tukang batu 0,320 hr. Pekerja 0,005 hr. Mandor
4.
Pekerjaan Pembesian : a.
Memotong besi kolom 1 Kg Pekerjaan besi beton 0,007 hr. Tukang besi 0,0007 hr. Kepala tukang besi 0,007 hr. Pekerja 0,0004 hr. Mandor
b.
Merakit dan memasang besi 0,007 hr. Tukang besi 0,0007 hr. Kepala tukang besi 0,007 hr. Pekerja 0,0004 hr. Mandor
5.
Pekerjaan Pengecoran Beton: a.
Pekerjaan pengecoran dan pemadatan 1 m³ pekerjaan beton
`
1,65 hr. Pekerja 0,083 hr. Mandor b.
Pekerjaan finishing dan perawatan 0,165 hr. Pekerja
2.12
Perhitungan Volume Volume suatu pekerjaan adalah menghitung jumlah banyaknya volume
pekerjaan dalam satuan volume. Volume juga disebut sebagai kubikasi pekerjaan. Jadi volume (kubikasi) suatu pekerjaan, bukanlah merupakan volume (isi sesungguhnya), melainkan jumlah volume bagian pekerjaan dalam satu kesatuan (Ibrahim, 2001: 23). Volume pekerjaan harus diurai lagi secara rinci secara besar volume atau kubikasi suatu pekerjaan. Menguraikan, berarti menghitung besar volume masing-masing pekerjaan sesuai dengan gambar bestek dan gambar detail. Sebelum menghitung volume masing-masing pekerjaan, lebih dulu harus menguasai membaca gambar bestek berikut gambar detail/penjelasan (Ibrahim, 2001: 24). Volume adalah panjang × lebar × tinggi, Namun volume yang dihitung untuk menyusun anggaran biaya, tidak selalu panjang × lebar × tinggi, yaitu volume yang dihitung menurut satuan analisa yang akan dipakai. Hal ini dilakukan agar tidak kesulitan dalam menghitung harga satuan pekerjaan. Sebagai contoh, berdasarkan daftar analisa, maka untuk menghitung volume pekerjaan seperti berikut ini :
2.13
1.
Pekerjaan galian tanah biasa, maka volume dihitung dengan satuan m3
2.
Pekerjaan pasangan batu kali, maka volume dihitung dengan satuan m3
3.
Pekerjaan bekisting, maka volume dihitung dengan satuan m2
4.
Pekerjaan besi beton, maka volume dihitung dengan satuan kg
Perhitungan Durasi/Waktu Menentukan durasi suatu kegiatan biasanya dilandasi volume pekerjaan dan
produktivitas crew/kelompok pekerja dalam menyelesaikan suatu pekerjaan. Produktivitas didapat dari pengalaman crew melakukan suatu kegiatan yang telah dilakukan sebelumnya atau database perusahaan. Sebagai contoh, kemampuan crew menyelesaikan pekerjaan dinding bata rata-rata adalah 10 m2/hari, maka
`
produktivitas crew tersebut adalah 10 m2/hari, sedangkan volume pekerjaan dinding bata 240 m2 (Husen, 2011: 151). Durasi pekerjaan dinding bata = =
Volume pekerjaan Produktivitas crew 240 m2 10 m2 /hari
= 24 hari Jadi untuk menentukan besarnya durasi (d) untuk masing-masing jenis pekerjaan dapat dihitung dengan rumus, berikut : d=
V
(2.1)
P
atau, d=
K1
(2.2)
K2
K1 = Kt × V
(2.3)
Dari hasil perhitungan durasi, maka durasi (d) yang dipilih adalah durasi yang terbesar untuk menyelesaikan item pekerjaan. Dimana : d = Durasi V = Volume P = Produktivitas berdasarkan komposisi sumber daya untuk menyelesaikan persatuan volume, sesuai daftar analisa (1 m3/hr, 1 m2/hr dan 1 m/hari) Kt = Kebutuhan komposisi sumber daya per satuan volume (sesuai dengan daftar analisa yang berlaku) K1 = Kebutuhan komposisi sumber daya keseluruhan K2 = Komposisi sumber daya yang tersedia 2.14
Perencanaan Sumber Daya Sumber daya terdiri dari sumber daya modal/biaya, tenaga kerja,
peralatan/mesin dan material adalah faktor-faktor penentu dalam penyelenggaraan proyek. Perencanaan sumber daya yang cermat dapat membantu terselenggaranya proyek secara efektif dan efisen. Penggunaan sumber daya dapat dimonitor dengan
`
baik dengan membuat sebuah master schedule dan subschedule untuuk masingmasing sumber daya yang digunakan seperti subschedule tenaga kerja, peralatan, dan material (Husen, 2011: 112). 2.14.1 Perencanaan Kebutuhan Sumber Daya Manusia Sumber daya manusia atau tenaga kerja, sebagai penentu keberhasilan proyek, harus memiliki kualifikasi, keterampilan dan keahlian yang sesuai dengan kebutuhan untuk mencapai keberhasilan suatu proyek. Perencanaan sumber daya manusia dalam suatu proyek mempertimbangkan juga perkiraan jenis, waktu, dan lokasi proyek, baik secara kualitas maupun kuantitas (Husen, 2011: 116). Proyek yang secara geografis berbeda biasanya membutuhkan pengelolaan dan ketersediaan tenaga kerja yang juga berbeda. Faktor lain yang harus dipertimbangkan dalam merencanakan sumber daya manusia adalah sebagai berikut (Husen, 2011: 116-117) : 1. Produktivitas tenaga kerja 2. Jumlah tenaga kerja pada periode yang paling maksimal 3. Jumlah tenaga kerja tetap dan tidak tetap 4. Biaya yang dimiliki dan jenis pekerjaan Produktivitas kelompok kerja adalah kemampuan tenaga kerja dalam menyelesaikan pekerjaan (satuan volume pekerjaan) yang dibagi dalam satuan waktu, jam, atau hari. Produktivitas dapat digunakan untuk menentukan jumlah tenaga kerja beserta upah yang harus dibayarkan (Husen, 2011: 117). Untuk menentukan besarnya produktifitas (P1) yang harus dihasilkan berdasarkan durasi (d) yang diperlukan dan untuk menentukan kebutuhan komposisi sumber daya manusia (KSDM), untuk masing-masing pekerjaan yang akan dikerjakan untuk menyelesaikan produktifitas (P1) berdasarkan durasi (d) yang diperlukan dapar dihitung dengan rumus, yaitu sebagai berikut. P1 =
V d
(2.4)
dan KSDM = Kt × P1
`
(2.5)
Dimana : P1
= Produktvitas berdasarkan durasi (d) yang diperlukan (ditentukan)
V
= Volume
d
= Durasi yang diperlukan untuk menyelesaikan keseluruhan volume pekerjaan (berdasarkan jadwal pelaksanaan yang normal
KSDM = Kebutuhan komposisi sumber daya manusia untuk masingmasing pekerjaan yang akan dikerjakan untuk menyelesaikan Produktivitas (P1 ) berdasarkan durasi (d) yang diperlukan Kt
= Kebutuhan komposisi sumber daya tenaga per satuan volume, sesuai dengan daftar analisa BOW (Burgerlijke Openbare Werken).
2.14.2 Perencanaan Kebutuhan Sumber Daya Bahan Perencanaan kebutuhan sumber daya bahan dimaksudkan agar dalam pelaksanaan pekerjaan penggunaan material menjadi efisien, efektif dan tidak terjadi masalah akibat tidak tersedianya material pada saat dibutuhkan. Dalam pelaksanaan proyek, penggunaan material diawasi dengan ketat baik kualitas maupun kuantitasnya, sesuai dengan sfesifikasi dan kebutuhan yang telah ditetapkan (Husen, 2011: 121). Perencanaan material membutuhkan informasi-informasi yang dapat menunjang kegiatan-kegiatan proyek agar keterkaitan penyediaan dan penggunaan material terhadap suatu pekerjaan dapat berlangsung lancar. Peran logistik sebagai penyedia material sangat penting dalam menjamin ketersediaan serta kualitas yang diinginkan. Informasi yang dibutuhkan dalam perencanaan material adalah sebagai berikut (Husen, 2011: 121-122) : 1.
Kualitas material yang dibutuhkan
2.
Spesifikasi teknis material
3.
Lingkup penawaran yang diajukan oleh beberapa pemasok
4.
Waktu pengiriman
5.
Pajak penjualan material
6.
Termin dan kondisi pembayaran kepaada logistik material yang dilakukan
7.
`
Pemasok material
8.
Gudang penimbunan material
9.
Harga material saat penawaran pelelangan
10. Jadwal penggunaan material Berikut ini beberapa prosedur dalam pengolahan material adalah sebagai berikut (Husen, 2011 : 122). 1.
Prosedur Penerimaan Material a.
Material yang dipesan dan tiba dilokasi proyek, diperiksa dan diawasi oleh bagian logistik dan pengawas mutu dengan memeriksa kualitas, kuantitas, kelengkapan dokumen dan spesifikasi material.
b.
Bila dalam pemeriksaan terdapat penyimpangan, spesifikasinya tidak sesuai, maka pengawas mutu dan bagian logistik dapat menolak pengiriman material. Bila sesuai, material disimpan di gudang penyimpanan material disesuaikan dengan aturan.
c.
Bagian logistik membauat daftar penerimaan material dan laporan material balance untuk menyesuainkan kebutuhan dan pemakaian. Mengontrol setiap barang yang keluar dan masuk.
d.
Tempat penyimpanan material harus aman, terlindung untuk barang-barang yang tidak tahan cuaca, tempat penyimpanan terbagi atas kelompok jenis material yang tidak tumpang tindih.
Gambar 2.4 Alur Distribusi Penggunaan Material (Sumber : Husen, 2011: 123)
`
2.
Prosedur Pengadaaan Material a.
Dari master schedule, dibuatkan subschedule untuk material yang sesuai dengan item-item pekerjaan.
b.
Membuat rencana kebutuhan material, rincian pemakaian dan volume yang digunakan, sehingga diperoleh prioritas penggunaan material di lokasi proyek untuk diajukan ke bagian logistik.
c.
Bagian logistik melakukan klarifikasi kebutuhan material terhadap spesifikasi, volume, dan item pekerjaan. Bila klarifikasi sesuai, bagian logistik memproses pengadaan material.
Agar alur pemakaian material tersebut sesuai dengan jadwal kebutuhan dilapangan, maka perlu dibuat sub-jadwal pengguanaan material. Sub-jadwal ini disesuaikan dengan master schedule, seperti contoh dibawah ini. Tabel 2.1 Sub Jadwal Penggunaan Material
(Sumber : Husen, 2011: 124)
Rencana kebutuhan bahan umumnya meliputi jenis dan volume yang diperlukan dari tiap jenis bahan serta perencanaan pengadaan kelokasi proyek. Kebutuhan jumlah bahan/material per satuan volume untuk beberapa pekerjaan, maka selanjutnya menentukan kebutuhan komposisi sumber daya bahan (KSDM), untuk masing-masing pekerjaan yang akan dikerjakan untuk menyelesaikan Produktivitas (P1) berdasarkan durasi (d) yang memerlukan dapat dihitung dengan rumus, yaitu sebagai berikut. KSDB = Kb × P1
(2.6)
Dimana : KSDB = Kebutuhan komposisi sumber daya bahan, untuk masing-masing pekerjaan yang akan dikerjakan untuk menyelesaikan produktivitas (P1) berdasarkan durasi (d) yang diperlukan.
`
Kb
= Kebutuhan komposisi sumber daya bahan persatu satuan volume, sesuai dengan daftar analisa BOW (Burgerlijke Operbare Werken) atau sesuai dengan daftar analisa yang berlaku.
P1
= Produktivitas berdasarkan durasi (d) yang diperlukan (ditentukan).
2.14.3 Perencanaan Kebutuhan Sumber Daya Alat Peralatan yang digunakan dalam suatu proyek dipengaruhi oleh produktivitas alat terhadap volume pekerjaan yang akan dilakukan, sedangkan jumlah peralatan yang dibutuhkan bergantung pada hal-hal berikut ini (Husen, 2011: 118) : 1.
Durasi kegiatan/ waktu yang tersedia
2. Kondisi lapangan 3. Keadaan cuaca 4. Efisiensi alat 5. Kemampuan operator 6. Kapasitas dan jumlah alat Siklus kerja dalam pemindahan material merupakan suatu kegiatan yang dilakukan berulang. Pekerjaan utama di dalam kegiatan tersebut adalah menggali, memuat, memindahkan, membongkar muatan dan kembali ke kegiatan awal. Semuan kegiatan tersebut dapat dilakukan oleh satu alat atau oleh beberapa alat (Kholil, 2012: 8). Waktu yang diperlukan di dalam siklus kegiatan diatas disebut waktu siklus atau cycle time (CT). Waktu siklus terdiri dari beberapa unsur. Pertama adalah waktu muat atau loading time (LT). Waktu muat merupakan waktu yang dibutuhkan oleh suatu alat untuk memuat material ke dalam alat angkut sesuai dengan kapasitas alat angkut tersebut. Nilai LT dapat ditentukan walaupun bergantung dari jenis tanah, ukuran unit pengangkut, metode dalam pemuatan dan efisiensi alat (Kholil, 2012: 8). Unsur kedua adalah waktu angkut atau hauling time (HT). Waktu angkut merupakan waktu yang diperlukan oleh suatu alat untuk bergerak dari tempat pemuatan ke tempat pembongkaran. Waktu angkut bergantung dari jarak angkut, kondisi jalan, tenaga alat, dan lain-lain. Pada saat alat kembali ke tempat pemuatan
`
maka waktu yang diperlukan untuk kembali disebut waktu kembali atau return time (RT). Waktu kembali lebih singkat daripada waktu berangkat karena kendaraan dalam keadaan kosong (Kholil, 2012: 9). Waktu pembongkaran atau dumping time (DT) juga merupakan unsur penting dari waktu siklus. Waktu ini bergantung dari jenis tanah, jenis alat dan metode yang dipakai. Waktu pembongkaran merupakan bagian terkecil dari waktu siklus. Unsur terakhir adalah waktu tunggu atau spotting time (ST). Pada saat alat kembali ke tempat pemuatan adakalanya alat tersebut perlu antre dan menunggu sampai alat diisi kembali. Saat mengantre dan menunggu ini disebut dengan waktu tunggu. Dengan demikian waktu siklus dapat di uraikan dalam rumus (Kholil, 2012: 9) sebagai berikut. CT = LT + HT + DT + RT + ST
(2.7)
Dimana : CT = Waktu Siklus (Cycle Time) LT = Waktu Muat (Loading Time) HT = Waktu Angkut (Hauling Time) DT = Waktu Pembongkaran (Dumping Time) RT = Waktu Kembali (Return Time) ST = Waktu Tunggu (Spotting Time) Dalam menentukan durasi suatu pekerjaan maka hal-hal yang perlu diketahui adalah volume pekerjaan dan produktivitas alat tersebut. Produktivitas alat bergantung pada kapasitas dan waktu siklus alat. Rumus dasar untuk mencari produktivitas alat adalah sebagai berikut (Kholil, 2012: 10). Produktivitas =
Kapasitas CT
(2.8)
Setelah jumlah masing-masing alat diketahui maka selanjutnya perlu dihitung durasi pekerjaan alat-alat tersebut. Salah satu caranya dengan menentukan beberapa produktivitas total alat setelah dikalikan jumlahnya. Kemudian dengan menggunakan produktivitas total terkecil maka lama pekerjaan dapat dicari dengan rumus sebagai berikut (Kholil, 2012: 11).
`
Durasi = 2.15
Volume Produktivitas
(2.9)
Penjadwalan Waktu Proyek (Schedule) Perencanaan merupakan bagian terpenting untuk mencapai keberhasilan
proyek konstruksi. Pengaruh perencanaan terhadap proyek konstruksi akan berdampak pada pendapatan dalam proyek itu sendiri. Hal ini dikuatkan dengan berbagai kejadian dalam proyek konstruksi yang menyatakan bahwa perencanaan yang baik dapat menghemat ± 40% dari biaya proyek, sedangkan perencanaan yang kurang baik dapat menimbulkan kebocoran anggaran sampai ± 400%. Dimana jenis-jenis penjadwalan yang sering digunakan diantaranya (Ervianto, 2007: 161), yaitu : 1.
Diagram batang (bar chat)
2.
Diagram jarring panah (Arrow Diagram)
3.
Diagram jarring Perseden (PDM-Precedence Diagram Method)
2.15.1 Diagram Batang (Bar Charts) Rencana kerja yang paling sering dan banyak digunakan adalah diagram batang (bar charts) atau Gant charts. Diagram batang (bar charts) digunakan secara luas dalam proyek konstruksi karena sederhana, mudah pembuatannya dan mudah dimengerti oleh pemakainya (Ervianto, 2007: 162). Diagram batang (bar charts) adalah sekumpulan daftar kegiatan yang disusun dalam kolom arah vertikal, sedangkan kolom arah horizontal menunjukkan skala waktu. Saat mulai dan akhir dari sebuah kegiatan dapat terlihat dengan jelas, sedangkan durasi kegiatan digambarkan oleh panjangnya diagram batang. Proses penyusunan diagram batang (bar charts) dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut (Ervianto, 2007: 154) : 1.
Daftar item kegiatan, yang berisi seluruh jenis kegiatan pekerjaan yang ada dalam rencana pelaksanaan pembangunan.
2.
Urutan pekerjaan, dari daftar item kegiatan tersebut diatas, disusun urutan pelaksanaan pekerjaan berdasarkan prioritas item kegiatan yang akan dilaksanakan lebih dahulu dan item kegiatan yang akan dilaksanakan kemudian, tanpa mengesampingkan kemungkinan pelaksanaan pekerjaan secara bersamaan.
`
3.
Waktu pelaksanaan pekerjaan, adalah jangka waktu pelaksanaan dari seluruh kegiatan yang dihitung dari permulaan kegiatan sampai dengan seluruh kegiatan berakhir. Waktu pelaksanaan pekerjaan diperoleh dari penjumlahan waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan setiap item pekerjaan.
Bentuk dari contoh diagram batang (bar charts) dari sebuah proyek konstruksi dapat dilihat pada gambar 2.5 berikut.
Gambar 2.5 Bentuk Dari Bar Charts Dari Sebuah Proyek Konstruksi (Sumber : Ervianto, 2007: 166) Keunggulan dari diagram batang (bar charts) adalah mudah dibuat dan dipahami. Sangat berfaedah sebagai alat perencanaan dan komunikasi, disamping itu diagram batang (bar charts) juga mempunyai kelemahan (Soeharto, 1999: 238), yaitu sebagai berikut : 1.
Tidak menunjukkan secara spesifik hubungan ketergantungan antara satu kegiatan dengan yang lain, sehingga sulit untuk mengetahui dampak yang diakibatkan oleh keterlambatan satu kegiatan terhadap jadwal keseluruhan proyek.
2.
Sulit mengadakan perbaikan atau pembaharuan (updating), karena umumnya harus dilakukan dengan membuat diagram batang baru, padahal tanpa adanya perubahan (updating), segera menjadi “kuno” dan menurun daya gunanya.
3.
Untuk proyek berukuran sedang dan besar, lebih-lebih yang bersifat komplek, penggunaan diagram batang (bar charts) akan menghadapi kesulitan menyusun sedemikian besar jumlah kegiatan yang mencapai
`
puluhan ribu dan memiliki keterkaitan tersendiri diantara mereka, sehingga mengurangi kemampuan penyajian secara sistematis. 2.15.2 Diagram Jaring Preseden (Precedence Diagram Method/PDM) A.
Pengertian Metode diagram preseden (Precedence Diagram Method/PDM) adalah
jaringan kerja termasuk klasifikasi Activity on node (AON). Disini kegiatan dituliskan dalam node yang umumnya berbentuk segi empat, sedangkan anak panah hanya sebagai petunjuk hubungan antar kegiatan-kegiatan yang bersangkutan. Dengan demikian, dummy yang dalam CPM dan PERT merupakan tanda yang penting untuk menunjukkan hubungan ketergantungan, di dalam PDM tidak diperlukan (Soeharto, 1999: 279). B.
Kegiatan Tumpang Tindih Aturan dasar CPM atau AOA mengatakan bahwa suatu kegiatan boleh
dimulai setelah pekerjaan terdahulu (predesesor) selesai, maka untuk proyek dengan rangkaian kegiatan tumpang tindih (overlaping) dan berulang-ulang akan memerlukan garis dummy yang banyak sekali, sehingga tidak praktis dan kompleks. Sebagai contoh gambar 2.9 memperlihatkan jaringan AOA proyek memasang pipa yang terdiri dari kegiatan menggali tanah, meletakkan pipa dan menimbun kembali. Terlihat bahwa jaringan kerja yang dihasilkan seperti digambarkan sebagai berikut (Soeharto, 1999 : 279).
Gambar 2.6 Contoh Jaringan Kerja Activity on Node (AON) Proyek Pemasangan Pipa (Sumber : Soeharto, 1999: 279) Misalkan setelah diteliti untuk mempersingkat waktu, komponen kegiatan proyek dilaksanakan secara tumpang tindih, yaitu pekerjaan meletakkan pipa dimulai setelah pekerjaan menggali tanah selesai 40% dari pekerjaan keseluruhan, jadi tidak perlu menunggu 100%, begitu juga dengan pekerjaan berikutnya. Untuk maksud tersebut bila dipakai metode CPM kegiatan harus dikelompokkan menjadi
`
beberapa bagian, yang dalam contoh diatas ditunjukkan dengan angka-angka bagian 40% dan 60%. Terlihat bahwa contoh jaringan kerja yang dihasilkan seperti terlihat pada gambar 2.10 sebagai berikut (Soeharto, 1999: 279-280) :
Gambar 2.7 Contoh Jaringan Kerja Activity on Node (AON) Proyek Pemasangan Pipa (Sumber : Soeharto, 1999: 279) Bila proyek tersebut disajikan dengan metode PDM akan dihasilkan diagram yang relatif lebih sederhana. Oleh karena itu metode ini banyak dijumpai pada proyek-proyek engineering konstruksi yang kaya akan pekerjaan tumpang tindih dan pengulangan, seperti pemasangan pipa, pembangunan gedung bertingkat, pengaspalan jalan dan lain-lain. Terlihat bahwa contoh jaringan kerja yang dihasilkan seperti pada gambar 2.11 sebagai berikut (Soeharto, 1995 : 280) :
Gambar 2.8 Jaringan Kerja Precedence Diagram Method-PDM Proyek Pemasangan Pipa (Sumber : Soeharto, 1999: 280) C.
Kegiatan, Peristiwa dan Atribut Kegiatan dan peristiwa pada PDM ditulis dalam node yang berbentuk kotak
segi empat. Definisi kegiatan dan peristiwa sama seperti pada CPM. Hanya perlu ditekankan disini bahwa dalam PDM kotak tersebut menandai suatu kegiatan,
`
dengan demikian harus dicantumkan identitas kegiatan dan kurun waktunya (Soeharto, 1999: 280). Adapun peristiwa merupakan ujung-ujung kegiatan. Setiap node mempunyai dua peristiwa awal dan akhir. Ruangan dalam node dibagi menjadi kompartemen-kompartemen kecil yang berisi keterangan spesifik dari kegiatan dan peristiwa yang bersangkutan dan dinamakan atribut (Soeharto, 1999: 280). Pengaturan denah (lay out) kompartemen dan macam serta jumlah atribut yang hendak dicantumkan bervariasi sesuai keperluan dan keinginan pemakai. Beberapa atribut yang sering dicantumkan diantaranya adalah kurun waktu kegiatan (D), identitas kegiatan (nomor dan nama), mulai dan selesainya kegiatan (ES, LS, EF, LF dan lain-lain). Kadang-kadang di dalam kotak node dibuat kolom kecil sebagai tempat mencantumkan tanda persen (%) penyelesaian pekerjaan. Kolom ini akan membantu mempermudah mengamati dan memonitor progres pelaksanaan kegiatan. Adapun denah pada precedence diagram method/PDM yaitu sebagai berikut (Soeharto, 1999 280).
Gambar 2.9 Denah Pada Precedence Diagram Method/PDM (Sumber : Soeharto, 1999: 280) D.
Konstrain, Lead dan Lag Telah disinggung pada PDM, anak panah hanya sebagai penghubung atau
memberikan keterangan hubungan antar kegiatan, dan bukan menyatakan kurun waktu kegiatan seperti halnya pada CPM (kegiatan boleh mulai setelah kegiatan yang mendahuluinya selesai), maka hubungan antar kegiatan berkembang menjadi beberapa kemungkinan berupa konstrain. Konstrain menunjukan hubungan antara kegiatan dengan satu garis dari node yang terdahulu ke node berikutnya. Satu konstrain hanya dapat menghubungkan dua node. Karena setiap node mempunyai dua ujung yaitu ujung awal atau mulai (S) dan ujung akhir (F) maka ada empat
`
macam konstrain yaitu awal ke awal (SS), awal ke akhir (SF), akhir ke akhir (FF) dan akhir ke awal (FS). Pada garis konstrain dibutuhkan penjelasan mengenai waktu mendahului (Lead) atau lambat tertunda (Lag). Bila kegiatan (i) mendahului (j) dan satuan waktu adalah hari maka penjelasan lebih lanjut adalah sebagai berikut (Soeharto, 1999: 281). 1.
Konstrain selesai ke mulai-FS Konstrain ini memberikan penjelasan hubungan antara mulainya suatu kegiatan dengan selesainya kegiatan terdahulu. Dirumuskan sebagai FS (i-j) = a yang berarti kegiatan (j) mulai a hari, setelah kegiatan yang mendahuluinya (i) selesai.
2.
Konstrain mulai ke mulai-SS Memberikan penjelasan hubungan antara mulainya suatu kegiatan dengan mulainya kegiatan terdahulu, atau SS (i-j) = b yang berarti suatu kegiatan (j) mulai setelah b hari kegiatan terdahulu (i) mulai.
3.
Konstrain selesai ke selesai-FF Memberikan penjelasan hubungan antara selesainya suatu kegiatan dengan selesainya kegiatan terdahulu, atau FF (i-j) = c yang berarti suatu kegiatan (j) selesainya setelah c hari kegiatan (i) selesai.
4.
Konstrain mulai ke selesai-SF Menjelaskan hubungan antara selesainya kegiatan dengan mulainya kegiatan terdahulu. Dituliskan dengan SF (i-j) = d yang berarti suatu kegiatan (j) selesai setelah d hari kegiatan terdahulu mulai.
`
Catatan : A dan c disebut lag time b dan d disebut lead time Kadang-kadang dijumpai satu kegiatan mempunyai hubungan konstrain dengan lebih dari satu kegiatan yang berbeda, seperti terlihat pada gambar berikut.
Kadang-kadang dijumpai satu kegiatan mempunyai hubungan multikonstrain, yaitu dua kegiatan dihubungkan oleh lebih dari satu konstrain, seperti terlihat pada gambar berikut.
E.
Menyusun Jaringan PDM Suatu proyek terdiri tiga kegiatan yang semula disajikan dalam bentuk
diagram jaring panah (Arrow Diagram) atau Activity on arrow (AOA) (Soeharto, 1999 : 282) seperti terlihat pada contoh gambar 2.13, berikut.
Gambar 2.10 Contoh Jaringan Kerja yang Dikerjakan Berurutan (Sumber : Soeharto, 1999: 283) Sedangkan potensi penghematan waktu dijelaskan dalam bentuk bagan balok berskala waktu, dengan kegiatan tumpang tindih sehingga terjadi
`
penghematan waktu sebesar 5 hari, dan penyelesaian proyek total menjadi 22-5 = 17 hari, seperti terlihat pada contoh gambar 2.14, berikut.
Gambar 2.11 Contoh Jaringan Kerja Dikerjakan Tumpang Tindih (Sumber : Soeharto, 1999: 283) Setelah membahas terminologi atribut dan parameter yang berkaitan dengan metode diagram preseden (Precedence diagram method/PDM), maka contoh diatas dapat disusun berdasarkan metode diagram preseden (Precedence diagram method/PDM), seperti terlihat pada contoh gambar 2.15, berikut.
Gambar 2.12 Jaringan Kerja Dengan Precedence Diagram Method/PDM (Sumber : Soeharto, 1999) F.
Identifikasi Jalur Kritis Dengan adanya parameter yang bertambah banyak, perhitungan untuk
mengidentifikasi kegiatan dan jalur kritis akan lebih kompleks karena semakin banyak faktor yang perlu di perhatikan. Untuk maksud tersebut, dikerjakan analisis serupa dengan metode AOA/CPM, dengan memperhatikan konstrain yang terkait (Soeharto, 1999 : 283), yaitu. 1.
Hitungan Maju Berlaku dan ditujukan untuk hal-hal sebagai berikut :
`
a.
Menghasilkan ES, EF dan kurun waktu penyelesaian proyek.
b.
Diambil angka ES terbesar bila lebih dari satu kegiatan berlangsung.
c.
Notasi (i) Bagi kegiatan terdahulu (predesesor) dan (j) kegiatan yang sedang di tinjau.
d.
Waktu awal dianggap nol. i.
Waktu mulai paling awal dari kegiatan yang sedang ditinjau ES (j) adalah sama dengan angka terbesar dari jumlah angka kegiatan terdahulu ES(i) atau EF(i) ditambah konstrain yang bersangkutan. Karena terdapat empat konstrain, maka bila ditulis dengan rumus menjadi: Catatan: ES(j) = ES(i) + SS(i-j) atau ES(j) = ES(i) + SF(i-j) – D(j) atau ES(j) = EF(i) + FS(i-j) atau ES(j) = EF(i) + FF(i-j) – D(j)
Pilih
angka
terbesar dari persamaan tersebut.
ii. Angka waktu selesai paling awal kegiatan yang sedang ditinjau EF(j) adalah sama dengan angka waktu mulai paling awal kegiatan tersebut ES(j), ditambah kurun waktu kegitan yang bersangkutan D(j), atau ditulis dengan rumus menjadi: EF(j) = ES(j) + D(j) 2.
(2.10)
Hitung Mundur Berlaku dan ditujukan untuk hal-hal berikut : a.
Menentukan LS, LF dan kurun waktu float.
b.
Bila lebih dari satu kegiatan bergabung diambil angka LS terkecil.
c.
Notasi (i) bagi kegiatan yang sedang ditinjau sedangkan (j) adalah kegiatan berikutnya : i.
Hitung LF(i), waktu selesai paling akhir kegiatan (i) yang sedang ditinjau, yang merupakan angka terkecil dari jumlah kegiatan LS dan LF plus konstrain yang bersangkutan.
`
LF(i) = LF(j) – FF(i-j) atau
Catatan:
LF(i) = LF(j) – FS(i-j) atau
Pilih angka
LS(i) = LF(i) – SF(i-j) + D(i) atau
terkecil dari
LS(i) = LS(i) – SS(i-j) + D(i)
persamaan tersebut.
ii. Waktu mulai paling akhir kegiatan yang sedang ditinjau LS(i), adalah sama dengan waktu selesai paling akhir kegiatan tersebut LF(i), dikurangi kurun waktu yang bersangkutan, atau LS(i) = LF(i) – D(i) G.
(2.11)
Jalur dan Kegiatan Kritis Jalur dan kegiatan kritis pada metode diagram preseden (Precedence
diagram method/PDM), mempunyai sifat seperti diagram jaring panah (Arrow Diagram) atau Activity on arrow (AOA) (Soeharto, 1999: 285), yaitu : 1.
Waktu mulai paling awal dan kritis harus sama ES=LS
2.
Waktu selesai paling awal dan akhir harus sama EF=LF
3.
Kurun waktu kegiatan adalah sama dengan perbedaan waktu selesai paling awal dengan waktu mulai paling awal LF–ES=D
4.
Bila hanya sebagai dari kegiatan yang bersifat kritis, maka kegiatan tersebut secara utuh dianggap kritis.
H.
Waktu Ambang / Floating Time Float adalah sejumlah waktu yang tersedia dalam suatu kegiatan sehingga
memungkinkan kegiatan tersebut dapat ditunda atau diperlambat secara sengaja atau tidak disengaja, tetapi penundaan tersebut tidak menyebabkan poyek menjadi terlambat dalam penyelesaiannya. Float dapat dibedakan menjadi tiga jenis, (Syah, 2004: 98), yaitu : 1.
Total Float (TF) = Ambang Total. Total Float adalah sejumlah waktu yang tersedia untuk keterlambatan atau
perlambatan
pelaksanaan
kegiatan
tanpa
mempengaruhi
penyelesaian proyek secara keseluruhan. Total Float dapat dihitung dengan rumus: TFi = Minimum (LSj – EFi)
`
(2.12)
2.
Free Float (FF) = Ambang Bebas Free Float sejumlah waktu yang tersedia untuk keterlambatan atau perlambatan pelaksanaan kegiatan tanpa memengaruhi dimulainya kegiatan yang langsung mengikutinya. Free Float dapat dihitung dengan rumus: FFi = Minimum (ESj – EFi)
3.
(2.13)
Link Lag Link Lag adalah garis ketergantungan antara kegiatan dalam suatu network planning, dan dapat dihitung dengan rumus: Lagij = ESj – Efi
(2.14)
Atau, TFi = Minimum (Lagij + TFj)
(2. 15)
Atau, FFi = Minimum (Lagij )
(2.16)
2.15.3 Distribusi Float Dari perhitungan perhitungan diagram network planinng yang sudah disajikan dapat diketahui bagaimana menentukan kurun waktu penyelesaian waktu penyelesaian proyek dengan lebih cepat dan mudah. Tetapi terkadang ada konsumen yang menginginkan adanya penyelesaian waktu proyek lebih cepat dari perkiraan waktu normal. Dalam tahap ini akan disajikan program percepatan untuk mendapatkan jadwal yang lebih singkat dari waktu normal. Langkah-langkah untuk menentukan durasi tiap pekerjaan yang baru dari program percepat adalah sebagai berikut : 1.
Menetukan total float tiap kegiatan dengan hitungan mundur, di cari total float paling minimum yg negatif.
2.
Dari total float yang paling minimum dicari durasi yang baru dengan menggunakan rumus: TAbaru = TAlama ± TAlama/Umur proyek × TF Keterangan :
`
(2.17)
TAbaru = Durasi kegiatan yang baru TAlama = Durasi kegiatan yang lama TF
= Selisih antara total waktu kegiatan dengan waktu yang akan ditetapkan
Setelah diketahui TA (Time Activity) barunya maka dihitung maju untuk mengetahui waktu penyelesaian proyeknya. 2.16
Penjadwalan Sumber Daya Tenaga Kerja Dalam penyusunan jadwal sering kali hasil yang didapatkan belum
memuaskan, dengan grafik kebutuhan tenaga kerja persatuan waktu naik turun (fluktuasi) seperi terlihat pada gambar 2.5 berikut (Husen, 2011: 175).
Gambar 2. 13 Grafik Kebutuhan Tenaga Kerja Persatuan Waktu (Sumber : Husen, 2011) Untuk lebih jelasnya, dapat dilihat pada gambar 2.6 distribusi tenaga kerja dan grafik histogram yaitu sebagai berikut.
Gambar 2.14 Durasi Tenaga Kerja dan Grafik Histogram (Sumber : Syafriandi, 2003)
`
Keperluan sumber daya biasanya rendah pada awal kegiatan, tertinggi dipertengahan kegiatan dan menurun diakhir kegiatan. Hal ini disebut resources yang ideal. Untuk mendapatkan resource yang ideal perlu dilakukan perataan sumber daya (Resouce Leveling). Dimana perataan sumber daya (Resouce Leveling) mempunyai arti mengusahakan penggunaan sumber daya dari hari ke hari sebatas mungkin hanya terjadi perubahan atau fluktuasi jumlah yang tidak banyak dan untuk menghindari terjadinya konflik sumber daya pada saat pelaksanaan nantinya. Perataan sumber daya dilakukan dengan cara mengadakan perubahan lamanya kegiatan pada kegiatan yang non kritis, sehingga perlu dibuat network secara berulang-ulang (Badri, 1991: 54). Metode perataan sumber daya bertujuan untuk mendapatkan kebutuhan sumber daya yang sesuai (Husen, 2011: 177). Metode ini dapat dilakukan dengan cara : 1.
Memulai seluruh kegiatan proyek berada diantara waktu mulai paling awal dan waktu mulai paling lambat, sehingga durasi proyek tidak bertambah.
2.
Berdasarkan ketersediaan waktu yang dibatasi dengan mengatur sumber daya yang dibutuhkan yang jumlah dan pola penyebarannya diatur sedemikian rupa.
3.
Berdasarkan ketersediaan sumber daya yang terbatas karena kelangkaan dengan menambah durasi proyek sehingga proyek dapat menjadi lebih lambat dari yang direncanakan.
4.
Berdasarkan penjadwalan dengan membuat diagram batang non kontinu dengan mengintrupsi suatu kegiatan yang lainnya.
Untuk lebih jelasnya, dapat dilihat pada gambar 2.7 distribusi tenaga kerja dan grafik histogram yang dinormalisir adalah sebagai berikut.
`
Gambar 2.15 Distribusi Tenaga Kerja dan Grafik Histogram yang Dinormalisir (Sumber : Badri, 1991) Setelah jadwal sumber daya tenaga kerja diyakini sebagai jadwal yang ideal (normal), seperti yang telah dijelaskan diatas, maka selanjutnya dapat dibuatkan jadwal pengadaan sebagai berikut (Badri, 1991: 54) : 1.
Penjadwalan waktu proyek (Schedule) berdasarkan jadwal sumber daya tenaga kerja yang ideal (normal).
2.
Penjadwalan sumber daya tenaga kerja.
3.
Penjadwalan sumber daya bahan/material. Untuk penjadwalan sumber daya bahan/material juga dibuat setelah jadwal sumber daya tenaga kerja diyakini sebagai jadwal yang ideal (normal).
4.
Penjadwalan sumber daya alat. Untuk penjadwalan sumber daya alat juga dibuat setelah jadwal sumber daya tenaga kerja diyakini sebagai jadwal yang ideal (normal).
Dari semua hal diatas, perataan sumber daya dimaksudkan untuk meningkatkan produktivitas, efektifitas dengan efisiensi penggunaanya, menjaga pola penyebaran yang logis dari segi kualitas serta menempatkan kualitas sumber daya yang sesuai dengan kebutuhan proyek dan diharapkan dengan durasi yang tidak berubah (Husen, 2011: 177).
`
2.17
Rencana Biaya Pelaksanaan (RBP) Proyek Konstruksi Rencana Biaya Pelaksanaan (RBP) Proyek Konstruksi adalah salah satu
dokumen kelengkapan yang dibutuhkan dalam suatu operasional pelaksanaan proyek, sebagai acuan operasional pelaksanaan proyek. Khususnya dalam pengelolaan yang berhubungan dengan hasil usaha proyek, yaitu sebagai pedoman dalam mencapai pendapatan proyek, agar minimal tercapai seperti yang direncanakan. Rencana biaya pelaksanaan proyek yang dibuat, adalah hasil estimasi/perkiraan biaya-biaya proyek, termasuk perkiraan rencana pendapatannya. Estimasi/perkiraan tersebut harus mempertimbangkan beberapa hal yaitu sebagai berikut (Syah, 2004: 152) : 1.
Pengalaman atau referensi dari realisasi pengelolaan proyek-proyek yang lalu
2.
Hasil observasi ulang atas data sumber daya yang diperlukan (harga, jumlah yang tersedia, proses administrasi sarana perhubungan, dan lainlain), dan lokasi/medan kerja proyek
3.
Kebijaksanaan perusahaan
4.
Kesepakatan atau komitmen manajer proyek
dengan direksi
perusahaan. Adapun tujuan dibuatnya dokumen RBP adalah adalah sebagai berikut (Syah, 2004: 152) : 1.
Sebagai sarana acuan/pedoman dalam pengelolaan hasil usaha proyek bagi manajer proyek dan staf proyek yang terdekat.
2.
Sebagai tolak ukur atau sarana penilaian atas kesuksesan para personal yang bertanggung jawab terhadap hasil usaha proyek tersebut, khususnya manajer proyek dalam pengelolaan proyek tersebut.
3.
Sebagai sarana memonitor dan mengevaluasi pengelolaan opersaional dan hasil usaha proyek tersebut.
Dalam rencana biaya pelaksanaan (RBP) dibutuhkan beberapa kelengkapan dokumen dalam mrencanakan biaya pelaksanaan (RBP) proyek konstruksi harus memuat antara lain, yaitu (Syah, 2004: 154) :
`
1.
Rekapitulasi RBP.
2.
Rekapitulasi arus kas proyek (RAKP).
3.
Jadwal pelaksanaan proyek/Barchart dan S-Curve.
4.
Organisasi proyek.
5.
Bill of Quantity (BOQ).
6.
Rekapitulasi biaya umum proyek.
7.
Rekapitulasi biaya persiapan dan penyelesaian proyek.
8.
Project plan.
9.
Metode pelaksanaan pekerjaan dan perhitungan kebutuhan peralatan proyek.
10. Analisis harga satuan pekerjaan. 11. Jadwal kebutuhan tenaga kerja. 12. Jadwal kebutuhan peralatan. 13. Jadwal kebutuhan material. 14. Penjelasan dan asumsi dalam perhitungan RBP atau lampiran yang perlu. 15. Form-form bantu perhitungan data RBP. 2.17.1 Biaya Langsung Biaya langsung adalah biaya yang diperhitungkan untuk keperluan yang terkait langsung dengan proses dan terbentuknya progres fisik, yang meliputi (Syah, 2004: 156) : 1.
Biaya bahan/material.
2.
Biaya upah butuh/tenaga kerja.
3.
Biaya peralatan.
4.
Biaya sub kontraktor.
Biaya langsung seperti biaya bahan, upah, alat dan sub kontraktor harus dihitung dengan memperhatikan beberapa hal, seperti : 1.
`
Untuk menghitung biaya bahan/material bangunan perlu di perhatikan. a.
Bahan sisa.
b.
Harga franco.
c.
Cari harga terbaik yang masih memenuhi syarat bestek.
d.
Cara pembayaran kepada penjualan/leveransir/supplier.
Biaya bahan per jenis pekerjaan dapat dihitung dengan rumus : Biaya bahan (i) = jumlah bahan (i) yang dipakai × Harga satuan bahan (i) 2.
(2.18)
Untuk menghitung biaya upah tenaga kerja perlu di perhatikan : a.
Untuk menghitung upah buruh dibedakan upah harian, borongan, per unit volume, atau borongan keseluruhan untuk daerah-daerah tertentu.
b.
Selain upah tarif perlu diperhatikan faktor-faktor kemampuan dan kapasitas kerjanya.
c.
Perlu diketahui apakah tenaga dapat diperoleh dari daerah sekitar lokasi proyek atau tidak.
d.
Undang-undang perburuhan yang berlaku.
Biaya upah perjenis pekerjaan dapat dihitung dengan rumus: Biaya upah (i) = jumlah tenaga (i) yang dipakai × Harga satuan tenaga kerja (i) 3.
(2.19)
Untuk menghitung biaya alat kerja perlu diperhatikan: a.
Untuk peralatan yang disewakan diperhatikan mengenai: i.
Ongkos keluar masuk garage/sewa/asuransi.
ii. Biaya operasi dan perawatan (bahan bakar, minyak pelumas, minyak hydraulis, grease, operator, mekanik). iii. Biaya perbaikan (Repair Cost). b.
Untuk peralatan yang tak disewa diperhatikan mengenai biaya pemilikan (Owning Cost) yang terdiri dari penyusutan, bunga pajak, biaya gudang dan asuransi.
4.
Untuk menghitung biaya sub kontraktor perlu disesuaikan dengan jenis pekerjaan yang akan disubkan dan dalam memilih sub kontraktor harus diperhatikan keahlian dari para sub kontraktor tersebut.
2.17.2 Biaya Tidak Langsung Biaya tidak langsung adalah semua biaya yang diperhitungkan untuk keperluan yang tidak terkait langsung dengan proses terbentuknya progres fisik,
`
tetapi masih berhubungan dengan sarana dan prasarana proyek yang bersangkutan meliputi yaitu (Syah, 2004: 157) : 1.
2.
A.
Biaya tidak langsung di proyek, yang terdiri dari: a.
Biaya persiapan dan penyelesaian.
b.
Biaya umum proyek.
Biaya tidak langsung diperusahaan, yang terdiri dari: a.
Biaya umum kantor.
b.
Biaya pemasaran.
Biaya Persiapan dan Penyelesaian Biaya persiapan dan penyelesaian adalah biaya-biaya yang diperuntuhkan
untuk keperluan seperti (Asiyanto, 2010: 102) :
B.
1.
Biaya mobilisasi dan demobilisasi tenaga kerja dan alat.
2.
Biaya gudang, kantor, penerangan, pagar, dll.
3.
Biaya perlengkapan keselamatan dan keamanan kerja (K3).
4.
Biaya kontrol kualitas, seperti tes kubus dan lain-lain.
5.
Biaya ijin bangunan.
6.
Biaya upacara peresmian.
Biaya Umum Proyek Biaya umum proyek adalah biaya-biaya yang diperuntukan untuk
keperluanseperti (Asiyanto, 2010: 102) : 1.
Biaya operasional kantor proyek.
2.
Biaya personil (gaji karyawan) proyek.
3.
Biaya rapat-rapat lapangan dan jamuan tamu.
4.
Biaya kendaraan umum proyek dan lain-lain.
5.
Asuransi.
6.
Biaya bank.
7.
Biaya foto dan gambar jadi (As-Built Drawing).
8.
Biaya pajak dan sebagainya.
9.
Biaya peralatan kecil-kecil yang umumnya habis dipakai dibuang.
`
C.
Biaya Umum Kantor Biaya umum kantor adalah biaya untuk menjalankan suatu usaha. Biaya
umum kantor adalah biaya-biaya yang diperuntukan untuk keperluan antara lain seperti :
D.
1.
Biaya operasional kantor (Adm, listrik, telepon, air).
2.
Biaya personil (gaji karyawan) kantor.
3.
Biaya sewa kantor dan fasilitasnya (biaya investasi).
4.
Biaya rapat-rapat lapangan dan jamuan tamu.
5.
Biaya kendaraan umum kantor dan lain-lain.
6.
Biaya ijin usaha dan frakwalifikasi.
7.
Biaya feferensi bank.
8.
Biaya anggota asosiasi.
9.
Biaya pajak.
Biaya Pemasaran Biaya pemasaran adalah biaya yang muncul berkaitan dengan kegiatan
mencari proyek atau dalam rangka mencari pasar, sehingga kelangsungan perusahaan tetap berjalan (Asiyanto, 2010: 102). 2.18
Rencana Anggaran Biaya (RAB) Proyek Konstruksi Rencana Anggaran Biaya adalah merencanakan bentuk bangunan yang
memenuhi syarat, menentukan biaya dan menyusun tata cara pelaksanaan teknik dan administrasi, dengan tujuan untuk memberikan gambaran yang pasti mengenai, bentuk/konstruksi bangunan, biaya-biaya, lama waktu pelaksanaan, dan tata cara (metode) pelaksanaannya. Kegiatan estimasi dalam proyek konstruksi dilakukan dengan tujuan tertentu tergantung dari siapa/pihak yang membuatnya. Pihak owner membuat estimasi dengan tujuan untuk mendapatkan informasi sejelas-jelasnya tentang biaya yang harus disediakan untuk merealisasikan proyeknya, hasil estimasi disebut OE (owner estimate) atau EE (engineer estimate). Pihak kontraktor membuat estimasi dengan tujuan untuk kegiatan penawaran terhadap proyek konstruksi (Ervianto, 2007: 141). Kontraktor akan memenangkan lelang jika penawaran yang diajukan mendekati owner estimate (OE) atau engineer estimate (EE). Dalam menentukan
`
harga penawaran kontraktor harus memasukkan aspek-aspek lain yang sekiranya berpengaruh terhadap biaya proyek nantinya. Tahap-tahap yang sebaiknya dilakukan untuk menyusun anggaran biaya adalah sebagai berikut (Ervianto, 2007: 142) : 1.
Melakukan pengumpulan data tentang jenis, harga serta kemampuan pasar menyediakan bahan/material konstruksi secara kontinu.
2.
Melakukan pengumpulan data tentang upah pekerja yang berlaku di daerah lokasi proyek dan upah pada umumnya jika pekerja didatangkan dari luar daerah lokasi proyek.
3.
Melakukan perhitungan analisa bahan dan upah dengan menggunakan analisa yang diyakini baik oleh si pembuat anggaran. Dalam tulisan ini, digunakan perhitungan berdasarkan analisa BOW (burgelijke opebare werken).
4.
Melakukan perhitungan harga satuan pekerjaan dengan memanfaatkan hasil analisa satuan pekerjaan dan daftar kuantitas pekerjaan.
5.
Membuat rekapitulasi.
2.18.1 Sistematika Menyusun Rencana Anggaran Biaya (RAB) Adapun tahap-tahap penyusunan rencana anggaran biaya (RAB) adalah sebagai berikut (Ervianto, 2007: 143) :
Gambar 2. 16 Sistematika Menyusun Rencana Anggaran Biaya (RAB) (Sumber : Ervianto, 2007: 143)
`
2.18.2 Perhitungan Biaya Bahan, Upah dan Alat Biaya bahan, upah, dan alat yang diperlukan berdasarkan WBS dan perencanaan kebutuhan sumber daya serta daftar analisa, yang telah diuraikan diatas, maka dapat dihitung : 1.
Biaya Bahan Biaya bahan suatu pekerjaan adalah menghitung banyaknya masingmasing bahan yang diperlukan, serta besarnya biaya yang diperlukan untuk pekerjaan tersebut. Biaya bahan perjenis pekerjaan dalam menghitung Rencana Anggaran Biaya (RAB) adalah jumlah dari masing-masing perkalian koefisien bahan dengan harga satuan bahan yang sudah ada dalam daftar analisa setiap jenis pekerjaan dapat dihitung dengan rumus (Ibrahim, 2001: 134) : Biaya bahan pekerjaan = Koef. bahan yang dipakai × Harga satuan bahan
2.
(2.20)
Biaya Upah Biaya upah suatu pekerjaan adalah menghitung banyaknya tenaga yang diperlukan, serta besarnya biaya yang diperlukan untuk pekerjaan tersebut. Biaya upah perjenis pekerjaan dalam menghitung Rencana Anggaran Biaya (RAB) adalah jumlah dari masing-masing perkalian koefisien upah dengan harga satuan upah yang sudah ada dalam daftar analisa setiap jenis pekerjaan (Ibrahim, 2001: 136), dan dapat dihitung dengan rumus: Biaya upah pekerjaan = Koef. tenaga yang dipakai × Harga satuan upah (2.21)
3.
Biaya Alat Biaya alat perjenis pekerjaan dalam menghitung Rencana Anggaran Biaya (RAB), dihitung sesuai kebutuhan dilapangan.
Dalam perhitungan harga satuan pekerjaan didapatkan dari menjumlah biaya bahan, biaya upah dan biaya alat, yang didapat dari daftar analisa. Setiap daftar analisa disesuaikan dengan masing-masing jenis pekerjaan yang telah dihitung besar volumenya yang dapat dihitung dengan rumus (Ibrahim, 2001: 138).
`
Harga Satuan pekerjaan = Biaya bahan + Biaya upah + Biaya alat
(2.22)
2.18.3 Perhitungan Rencana Anggaran Biaya Dalam menyusun Rencana Anggaran Biaya (RAB) hendaknya diperhatikan seperti harga satuan upah, bahan, alat, daftar analisa, perhitungan volume sebelum nilai bangunan dipastikan. Untuk menghitung Rencana Anggaran Biaya (RAB), dapat dihitung dengan langkah-langkah sebagai berikut : 1.
Menghitung masing-masing jumlah harga pekerjaan dengan rumus : Jumlah harga pekerjaan = Volume × Harga satuan pekerjaan
2.
Menjumlahkan masing-masing jumlah harga pekerjaan dengan rumus : Jumlah harga pekerjaan = ∑ Jumlah harga Pekerjaan
3.
(2.25)
Menghitung nilai penawaran (RAB) dengan rumus : RAB = Nilai PPN 10 % + Jumlah harga Pekerjaan
2.19
(2.24)
Menghitung nilai pajak (PPN) sebesar 10 % dengan rumus : Nilai PPN 10 % x Jumlah harga pekerjaan
4.
(2.23)
(2.26)
Kurva S Kurva S adalah sebuah grafik yang dikembangkan oleh Warren T. Hanumm
atas dasar pengamatan terhadap sejumlah besar proyek sejak awal hingga akhir proyek. Kurva S dapat menunjukan kemajuan proyek berdasarkan kegiatan, waktu dan bobot pekerjaan yang dipresentasikan sebagai presentase kumulatif dari seluruh kegiatan proyek. Visualisasi kurva S dapat menunjukan kemajuan proyek dengan membandingkannya terhadap jadwal rencana. Dari sinilah diketahui apakah ada keterlambatan atau percepatan jadwal proyek (Husen, 2011: 152). Untuk memonitoring proyek dengan menggunakan kurva S, diperlukan satu unit satuan pekerjaan yang seragam agar dapat dihitung secara mudah karena unit masing-masing pekerjaan berbeda-beda seperti: m3, m2 atau m, maka semua satuan tersebut disatukan dalam bobot % dengan satuan seragam dalam bentuk biaya, sehingga (Husen, 2011: 154) : Bobot (%) =
`
Jumlah biaya setiap pekerjaan Nilai Proyek
× 100%
(2.27)
Penggunaan Bar chart dikombinasikan dengan kurva S rencana : 1.
Pada Bar chart setelah semua bobot didapatkan, kemudian dicari bobot setiap kurun waktu tertentu dengan cara bobot dibagi berapa kurun waktu durasi pekerjaan.
2.
Setiap minggu bobot tiap-tiap pekerjaan pada bar chart di jumlahkan kebawah sehingga didapat bobot rencana perkurun waktu yang ditentukan.
3.
Kemudian dihitung pula bobot rencana kumulatif tiap minggunya dengan menjumlahkan bobot minggu ke-0 dengan minggu pertama, lalu bobot minggu pertama dan kedua dan seterusnya. Tabel 2. 2 Kurva S Rencana dan Kombinasi Bar chart
(Sumber : Husen, 2011: 155)
4. Untuk membuat kurva S rencana dilakukan plotting bobot rencana kumulatif pada sb-y, sedangkan sb-x menunjukan durasi untuk semua pekerjaan. Kemudian setelah bobot rencana kumulatif di plotting tarik garis menghubungkan masing-masing titik bobot tersebut sehingga membentuk Kurva S Seperti tabel diatas.
`
BAB III METODE PERENCANAAN 3.1
Lokasi Perencanaan Gedung Satlantas Polres Badung terletak di Jl. I Gusti Ngurah Rai No.1,
Kecamatan Mengwi, Kabupaten Badung, Provinsi Bali. Bangunan ini memiliki luas 744,21 m2 dengan tinggi bangunan kurang lebih 20 m, terdiri dari 4 lantai dan basement.
Gambar 3.1 Lokasi Proyek Pembangunan Satlantas Polres Badung (Sumber : PT Tunas Jaya Sanur) 3.2
Metode Pengumpulan Data Dalam mengumpulkan data, metode yang digunakan dalam perencanaan
proyek ini adalah : 1.
Metode Observasi Metode observasi dilakukan untuk survei langsung ke lapangan guna melihat situasi dan kondisi dari lokasi perencanaan pelaksanaan proyek konstruksi pada pembangunan gedung Satlantas Polres Badung.
`
2.
Metode Kepustakaan Metode pustaka adalah metode pengumpulan data dengan mencari literatur yang terkait dalam perencanaan pelaksanaan proyek konstruksi pada pembangunan gedung gedung Satlantas Polres Badung.
3.
Metode Dokumentasi Metode dokumentasi dilakukan dengan mengumpulkan data dari instansi-instansi yang terkait dengan perencanaan dan pelaksanaan proyek pembangunan gedung gedung Satlantas Polres Badung, seperti data yang berupa Dokumen Pengadaan (Gambar dan RKS), beserta kelengkapan lainnya yang diperoleh dari kontraktor PT. Tunas Jaya Sanur.
3.3
Jenis Data Perencanaan pelaksanaan proyek yang baik, diperlukan data pendukung
yang baik juga, agar hasil perencanaan relevan. Data yang didapat harus memiliki kejelasan jenis dan sumbernya untuk mempermudah dalam proses perencanaan pelaksanaan. Jenis data dan sumber data yang dipergunakan dalam proses perencanaan antara lain sebagai berikut : 1.
Data Primer Data primer adalah data yang diperoleh dari lokasi rencana pembangunan maupun hasil survey yang dapat langsung dipergunakan sebagai sumber dalam perencanaan pelaksanaan. Pengamatan langsung dilapangan mencakup : a.
Letak lokasi perencanaan pelaksanaan proyek konstruksi pada pembangunan gedung gedung Satlantas Polres Badung.
b.
Kondisi lokasi perencanaan pelaksanaan proyek konstruksi pada pembangunan gedung gedung Satlantas Polres Badung.
2.
Data Sekunder Data sekunder adalah data yang diperoleh dari instansi terkait atau pihak yang berkaitan dengan obyek yang diangkat sebagai topik pembahasan. Data sekunder dalam perencanaan pelaksanaan proyek ini antara lain :
`
a.
Dokumen Pengadaan (Gambar dan RKS) data di dapat dari kontraktor PT. Tunas Jaya Sanur.
b.
Data daftar Analisa didapat dari AHSP Bidang Cipta Karya PUPR Kabupaten Badung 2017.
c.
Data harga upah, material dan alat didapat dari Standarisasi Harga Barang dan Jasa Pemerintah Kabupaten Badung tahun 2017.
3.4
Analisis Perencanaan Adapun tahapan dalam analisis perencanaan pelaksanaan pembangunan
gedung Satlantas Polres Badung ini adalah sebai berikut : 1.
2.
Melakukan pengumpulan data antara lain: a.
Dokumen pengadaan yang berisi gambar rencana dan RKS.
b.
Ketersediaan sumber daya tenaga, bahan, dan alat.
c.
Daftar analisa upah, bahan, dan alat.
d.
Harga satuan upah, bahan, dan alat.
Melihat medan/lokasi pelaksanaan proyek dan menentukan jenis pekerjaan.
3.
Menentukan WBS untuk membagi seluruh level proyek menjadi elemen-elemen kerja, menjelaskan proyek dalam format struktur level, fasilitas dan mencakup seluruh item pekerjaan hingga selesai.
4.
Menentukan OAT untuk mempermudah pengelolaan dan alokasi SDM sesuai dengan tanggung jawab organisasi proyek.
5.
Membuat SOP perpekerjaan sesuai dengan penanggung jawab dari jenis pekerjaannya.
6.
Menentukan metode
pelaksanaan konstruksi
yang merupakan
penjabaran tata cara dan teknis pelaksanaan pekerjaan. 7.
Menentukan tabel kebutuhan komposisi SDM persatuan volume pekerjaan yaitu koefisien yang digunakan berdasarkan satuan volume yang didapat dari daftar analisa AHSP Bidang Cipta Karya PUPR Kabupaten Badung 2017.
8.
Perhitungan volume masing-masing pekerjaan sesuai dengan gambar rencana yang di dapat.
9.
`
Menentukan durasi pekerjaan dihitung dengan persamaan (2.1), (2.2),
dan (2.3). 10. Perencanan sumber daya : a.
Menghitung perencanaan sumber daya manusia dihitung dengan menggunakan persamaan (2.4) dan (2.5).
b.
Menghitung perencanaan sumber daya bahan dihitung dengan menggunakan persamaan (2.6).
c.
Menghitung perencanaan sumber daya alat dihitung dengan menggunakan persamaan (2.7), (2.8) dan (2.9).
11. Perencanaan waktu pelaksanaan sesuai dengan logika ketergantungan yang telah ditetapkan sehingga menghasilkan barchart dan diagram network planning. 12. Jika waktu tidak sesuai dengan yang ditetapkan pada dokumen pengadaan, maka kembali pada perhitungan durasi dengan melakukan distribusi float terlebih dahulu dengan menggunakan persamaan (2.17) sehingga didapatkan durasi baru yang digunakan untuk mengubah K2/komposisi SDM yang tersedia agar waktu pelaksanaan tercapai sesuai dengan yang ditentukan. 13. Perencanaan jadwal sumber daya tenaga kerja sesuai kebutuhan yang dibutuhkan. 14. Ketika SDM tidak ideal dilakukan perataan sumber daya dengan menggeser jalur non kritis, yang biasanya kebutuhan sumber daya rendah pada awal, tinggi pada pertengahan, dan menurun di akhir kegiatan, hal inilah yang disebut resources yang ideal. 15. Perhitungan Rencana Biaya Pelaksanaan (RBP) dimana pada RBP terdapat biaya langsung dan biaya tidak langsung. Adapun biaya langsung yang dihitung antara lain : a.
Biaya bahan dengan menggunakan persamaan (2.18).
b.
Biaya upah dengan menggunakan persamaan (2.19).
c.
Biaya alat yang disesuaikan pada alat yang dibutuhkan dilapangan.
d.
Biaya subkontraktor disesuaikan pada jenis pekerjaan dan sesuai keahlian kontraktor.
Adapun biaya tidak langsung yang dihitung antara lain :
`
a.
Biaya persiapan dan penyelesaian
b.
Biaya umum proyek
c.
Biaya umum kantor
d.
Biaya pemasaran.
16. Perhitungan Rencana Anggara Biaya (RAB) dilakukan untuk memberikan gambaran pasti mengenai bentuk konstruksi bangunan, biaya-biaya, tata cara pelaksanaan. Tujuan dari pembuatan RAB untuk kegiatan penawaran dari sisi kontraktor. Adapun perhitungan RAB antara lain : a.
Biaya bahan dihitung dengan menggunakan persamaan (2.20).
b.
Biaya upah dihitung dengan menggunakan persamaan (2.21).
c.
Biaya alat disesuaikan perjenis pekerjaan.
d.
Harga satuan pekerjaan dihitung dengan menggunakan persamaan (2.22).
e.
Jumlah
harga
masing-masing
pekerjaan
dihitung
dengan
menggunakan persamaan (2.23). f.
Jumlah harga pekerjaan seluruhnya dihitung dengan menggunakan persamaan (2.24).
g.
Nilai PPN 10% dihitung dengan menggunakan persamaan (2.25).
h.
RAB dihitung dengan menggunakan persamaan (2.26).
17. Rencana jadwal prestasi dibuat sebagai dasar pengamatan terhadap proyek sejak awal hingga akhir proyek, kurva s dibuat berdasarkan waktu dan bobot pekerjaan yang dikomulatifkan dari seluruh kegiatan proyek. Adapun perhitung bobot per pekerjaan dihitung dengan menggunakan persamaan (2.27).
`
3.5
Skema Perencanaan Mulai
Pengumpulan Data
Ketersediaan Sumber Daya Tenaga, Bahan dan Alat
Dokumen Pengadaan
Medan/Lokasi
Menentukan Work Breakdown Structure (WBS)
Daftar Analisa Upah, Bahan, dan Alat
Jenis Pekerjaan
Menentukan Organization Analysis Table (OAT)
Pembuatan SOP dan Menentukan Metode Kerja
Menentukan Kebutuhan Komposisi SDM Sesuai Keahlian Per Satuan Vol. Pekerjaan
Perhitungan Volume Pekerjaan
Menentukan Durasi
Perencanaan Sumber Daya
Logika Ketergantungan
Perencanaan Waktu Pelaksanaan yang Didapat ≤ 63 hari
Tidak
Distribusi Float
Ya Perencanaan Jadwal Sumber Daya
Perencanaan Sumber Daya Normal
Tidak
Perataan Sumber Daya
Ya Rencana Biaya Pelaksanaan (RBP)
Rencana Anggaran Biaya (RAB)
Rencana Jadwal Prestasi
Selesai
Gambar 3.2 Skema Perencanaan
`
Harga Satuan Upah, Bahan, dan Alat
BAB IV PEMBAHASAN 4.1
Data Perencanaan Perencanaan pelaksanaan proyek konstruksi perlu didukung dengan adanya
data perencanaan yang akurat berdasarkan data perencanaan yang ada. Data perencanaan yang digunakan dalam perencanaan pelaksanaan proyek konstruksi ini meliputi : 4.1.1
Data Gambar Data gambar rencana pada proyek pembangunan Gedung Satlantas Polres
Badung ini diperoleh dari kontraktor PT. Tunas Jaya Sanur. Dalam tahap perencanaan pelaksanaan proyek konstruksi ini data gambar sangat diperlukan untuk memulai tahap perencanaan seperti perencanaan metode kerja, menentukan jenis pekerjaan, dan perhitungan volume pekerjaan. Untuk gambar dapat dilihat salah satu gambar rencana berikut ini :
`