Oxygen Consumption Pada Manusia (mba Fifi).docx

  • Uploaded by: Ismail Satrio Wibowo
  • 0
  • 0
  • November 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Oxygen Consumption Pada Manusia (mba Fifi).docx as PDF for free.

More details

  • Words: 9,840
  • Pages: 54
OXYGEN CONSUMPTION PADA MANUSIA REFERAT KEDOKTERAN

Pembimbing: dr. Dudik Haryadi, Sp. An

Oleh : Rizky Takdir Ramadhan

1420221156

Lutfiani Azahra

1420221163

SMF ANESTESIOLOGI DAN TERAPI INTENSIF RSUD PROF. DR. MARGONO SOEKARJO PURWOKERTO

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL ‘VETERAN’ JAKARTA

2016

LEMBAR PENGESAHAN

REFERAT KEDOKTERAN

OXYGEN CONSUMPTION PADA MANUSIA

Oleh :

Rizky Takdir Ramadhan

1420221156

Lutfiani Azahra

1420221163

Diajukan untuk memenuhi syarat mengikuti Kepaniteraan Klinik di Bagian Anestesiologi dan Terapi Intensif RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo Purwokerto

Telah disetujui dan dipresentasikan Pada tanggal :

Mei 2016

Dokter Pembimbing :

dr. Dudik Haryadi, Sp. An

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan rahmat, karunia, serta taufik dan hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan referat tentang ‘Oxygen Consumption pada Manusia’ ini dengan baik meskipun banyak kekurangan didalamnya. Kami berterima kasih pada dr. Dudik Haryadi, Sp. An sebagai pembimbing yang telah memberikan tugas ini kepada kami, serta pihak yang telah membantu dalam menyusun referat ini. Kami sangat berharap referat ini dapat berguna dalam rangka menambah wawasan serta pengetahuan kami mengenai oxygen consumption, fisiologi pernafasan dan sirkulasi. Kami menyadari sepenuhnya bahwa di dalam referat ini terdapat kekurangan dan jauh dari kata sempurna. Oleh sebab itu, kami berharap adanya kritik, saran dan usulan demi perbaikan makalah yang telah kami buat di masa yang akan datang, mengingat tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa saran yang membangun. Semoga referat ini dapat bermanfaat kepada siapapun yang membaca pada umumnya serta untuk kami sendiri sebagai penyusun pada khususnya. Sebelumnya kami mohon maaf apabila terdapat kesalahan kata-kata yang kurang berkenan dan kami memohon kritik dan saran yang sifatnya membangun dari demi perbaikan referat ini di waktu yang akan datang.

Purwokerto, Mei 2016

Penyusun

DAFTAR ISI

Kata Pengantar ...................................................................................................... i Daftar Isi................................................................................................................ ii BAB I PENDAHULUAN ..................................................................................... 1 I.1 Latar Belakang ................................................................................................ 1 I.2 Rumusan Masalah ........................................................................................... 2 I.3 Tujuan Penulisan............................................................................................. 2 BAB II TINJUAN PUSTAKA ............................................................................. 3 II.1 Oksigen .......................................................................................................... 3 II.2 Sistem Respirasi ............................................................................................ 4 II.3 Sistem Sirkulasi dan Kardiovaskular ............................................................ 10 II.4 Delivery Oxygen ............................................................................................ 33 II.5 Oxygen Consumption..................................................................................... 37 II.6 Hipoksemia dan Terapi Oksigen ................................................................... 42 BAB III KESIMPULAN ....................................................................................... 48 DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 49

BAB I PENDAHULUAN

1. Latar Belakang Oksigen adalah gas tidak berwarna, tidak berbau dan tidak berasa yang mengisi 20% dari udara yang kita hirup (dan setidaknya setengah dari berat seluruh kerak bumi yang padat). Oksigen bergabung dengan sebagian besar unsur-unsur lain untuk membentuk oksida. Oksigen sangat penting untuk makhluk hidup baik manusia, hewan maupun tumbuhan. Oksigen yang digunakan oleh manusia berfungsi untuk proses metabolisme yang dapat menghasilkan ATP. Metabolisme aerobik terjadi ketika oksigen hadir. Hal ini terjadi dalam mitokondria sel dan bertanggung jawab untuk penyediaan 90% dari kebutuhan energi tubuh. Selama metabolisme aerobik, semua substrat dasar termasuk karbohidrat, lemak, dan protein dipecah dan digabungkan dengan molekul oksigen untuk menghasilkan energi sambil melepaskan karbon dioksida dan air sebagai produk akhir. Secara umum, metabolisme oksidatif menghasilkan hampir 15-300 ml air dalam waktu 24 jam dari waktu. Ada dua jalur yang terlibat dalam metabolisme aerobik; siklus asam sitrat; yang terjadi dalam matriks mitokondria, dan rantai transpor elektron; yang terjadi dalam sistem transpor elektron yang terletak pada membran mitokondria bagian dalam. Oksigen masuk melalui sistem respirasi. Begitupun darah yang beredar di dalam tubuh memiliki kabar oksigen yang diikat oleh hemoglobin. Oxygen delivery (DO2) adalah jumlah total oksigen yang dialirkan darah ke jaringan setiap menit. Kadar oxygen delivery tergantung dari cardiac output (CO) dan oxygen content of the arterial blood (CaO2). Komponen dari CaO2 adalah oksigen yang berikatan dalam serum (2-3%) yang dapat ditelusuri dengan kadar PaO2 dan oksigen yang berikatan dengan hemoglobin (97-98%) yang dapat ditelusuri dengan SaO2 (saturasi oksigen pada pembuluh darah arteri). Begitu pula jika tubuh tidak memiliki asupan oksigen yang memadai akan

terjadi hipoksia sehingga timbul gejala-gejala hipoksia dan sel tidak dapat berfungsi seperti normalnya. Dengan demikian oksigen sangat penting bagi kelangsungan hidup manusia, tidak salah jika dikatakan bahwa manusia tak dapat hidup tanpa oksigen. Dari pendahuluan diatas akan dibahas mengenai oksigen dan bagaimana oksigen dapat masuk ke dalam tubuh melalui sistem sirkulasi dan pernapasan. 2. Tujuan Penulisan a. Mendeskripsikan mengenai fisiologi sistem respirasi b. Mendeskripsikan mengenai fisiologi sistem kardiovaskular c. Mendeskripsikan mengenai delivery oxygen dan oxygen consumption d. Mendeskripsikan mengenai terapi oksigen

3. Manfaat Penulisan Secara teoritis referat ini bermanfaat untuk mengembangkan keilmuan mengenai fisiologi respirasi dan kardiovaskular serta pentingnya oksgien bagi tubuh.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

II.1 Oksigen Oksigen atau zat asam adalah salah satu bahan farmakologi, merupakan gas yang tidak berwarna, tidak berbau digunakan untuk proses pembakaran dan oksidasi. Oksigen merupakan unsur golongan kalkogen dan dapat dengan mudah bereaksi dengan hampir semua unsur lainnya (utamanya menjadi oksida). Pada Temperatur dan tekanan standar, dua atom unsur ini berikatan menjadi dioksigen, yaitu senyawa gas diatomic. Oksigen banyak dipakai untuk pasien dengan kelainan kardiopulmoner. Di udara terdiri dari 20.95 persen oksigen, 78,08 per nitrogen persen, 0,0314 persen karbon dioksida, 0,93 persen argon dan terdapat sejumlah 14 gas lainnya.1 Kebutuhan Oksigen orang dewasa sehat pada kondisi istirahat rata-rata 53 liter oksigen per jam, kalau sedang bernapas rata-rata sekitar 500 mL udara per napas. Hal ini disebut volume tidal normal, yaitu terdiri dari 150 mL udara akan masuk ke daerah yang tidak berfungsi di paru-paru, hal ini yang disebut "ruangmati." Tingkat napas rata-rata adalah 12 napas per menit. Jadi, jumlah udara yang menghirup oleh orang yang tersedia untuk digunakan adalah 12 x(500 ml -150 ml) = 4.200 mL/menit. Kalikan dengan 60 untuk mendapatkan 252.000 mL / jam. Artinya, setiap jam, orang akan bernapas dalam 252 liter udara. Indikasi primer terapi oksigen adalah pada kasus hipoksemia yang telah dibuktikan dengan pemeriksaan analisa gas darah. Indikasi lain adalah trauma berat, infark miokard akut, syok, sesak napas, keracunan CO, pasca anestesi dan keadaan-keadaan akut yang diduga terjadi hipoksemia. Adapun tujuan dari terapi oksigen adalah mempertahankan PaO2 > 60 mmHg atau SaO2 > 90 %, sehingga dapat mencegah terjadinya hipoksia sel dan jaringan, menurunkan kerja pernapasan dan menurunkan kerja otot jantung.

II.2 Sistem Respirasi A. Anatomi Sistem Respirasi2 -

Sistem Pernapasan pada Manusia terdiri atas: 1. Saluran Nafas Bagian Atas a. Hidung Hidung atau naso adalah saluran pernafasan yang pertama. Ketika proses pernafasan berlangsung, udara yang diinspirasi melalui rongga hidung akan menjalani tiga proses yaitu penyaringan (filtrasi), penghangatan, dan pelembaban. Hidung terdiri atas bagian- bagian sebagai berikut:

b. Faring Merupakan pipa berotot yang berjalan dari dasar tengkorak sampai persambungannya dengan oesopagus pada ketinggian tulang rawan krikoid. - Nasofaring(terdapat pharyngeal tonsildan Tuba Eustachius). Nasofaring terletak tepat di belakang cavum nasi , di bawah basis crania dan di depan vertebrae cervicalis I dan II. Nasofaring membuka bagian depan ke dalam cavum nasi dan ke bawah ke dalam orofaring. Tuba eusthacius membuka ke dalam didnding lateralnya pada setiap sisi. Pharyngeal tonsil (tonsil

nasofaring)

adalah

bantalan

jaringan

limfe

pada

dinding

posteriosuperior nasofaring. 2 –

Orofaring Merupakan pertemuan rongga mulut dengan faring,terdapat pangkal lidah). Orofaring adalah gabungan sistem respirasi dan pencernaan , makanan masuk dari mulut dan udara masuk dari nasofaring dan paru. 2



Laringofaring(terjadi persilangan antara aliran udara dan aliran makanan) Laringofaring merupakan bagian dari faring yang terletak tepat di belakang laring, dan dengan ujung atas esofagus. 2

c. Laring (tenggorok) Saluran udara dan bertindak sebagai pembentuk suara. Pada bagian pangkal ditutup oleh sebuanh empang tenggorok yang disebut epiglottis, yang terdiri dari tulang-tulanng rawan yang berfungsi ketika menelan makanan dengan menutup laring. 2

Terletak pada garis tengah bagian depan leher, sebelah dalam kulit, glandula tyroidea, dan beberapa otot kecila, dan didepan laringofaring dan bagian atas esopagus. 2. Saluran Nafas Bagian Bawah 2 a.Trachea atau Batang tenggorok Merupakan tabung fleksibel dengan panjang kira-kira 10 cm dengan lebar 2,5 cm. trachea berjalan dari cartilago cricoidea kebawah pada bagian depan leher dan dibelakang manubrium sterni, berakhir setinggi angulus sternalis (taut manubrium dengan corpus sterni) atau sampai kira-kira ketinggian vertebrata torakalis kelima dan di tempat ini bercabang mcnjadi dua bronckus (bronchi). Trachea tersusun atas 16 - 20 lingkaran tak- lengkap yang berupan cincin tulang rawan yang diikat bersama oleh jaringan fibrosa dan yang melengkapi lingkaran disebelah belakang trachea, selain itu juga membuat beberapa jaringan otot. 2 b. Bronchus Bronchus yang terbentuk dari belahan dua trachea pada ketinggian kira-kira vertebrata torakalis kelima, mempunyai struktur serupa dengan trachea dan dilapisi oleh.jenis sel yang sama. 2 Bronkus-bronkus itu berjalan ke bawah dan kesamping ke arah tampuk paru. Bronckus kanan lebih pendek dan lebih lebar, dan lebih vertikal daripada yang kiri, sedikit lebih tinggi darl arteri pulmonalis dan mengeluarkan sebuah cabang utama lewat di bawah arteri, disebut bronckus lobus bawah. Bronkus kiri lebih panjang dan lebih langsing dari yang kanan, dan berjalan di bawah arteri pulmonalis sebelurn di belah menjadi beberapa cabang yang berjalan kelobus atas dan bawah. Cabang utama bronchus kanan dan kiri bercabang lagi menjadi bronchus

lobaris dan kernudian menjadi lobus segmentalis.

Percabangan ini berjalan terus menjadi bronchus yang ukurannya semakin kecil, sampai akhirnya menjadi bronkhiolus terminalis, yaitu saluran udara terkecil yang tidak mengandung alveoli (kantong udara). Bronkhiolus terminalis memiliki garis tengah kurang lebih I mm. Bronkhiolus

tidak

diperkuat oleh cincin tulang rawan. Tetapi dikelilingi oleh otot polos sehingga ukurannya dapat berubah. Seluruh saluran udara ke bawah sampai tingkat

bronkbiolus terminalis disebut

saluran penghantar udara karena fungsi

utamanya adalah sebagai penghantar udara ke tempat pertukaran gas paru-paru. yaitu alveolus. 2 B. Fisiologi Respirasi3, 4, 5 Proses pernafasan terdiri dari 2 bagian, yaitu sebagai berikut : – Ventilasi pulmonal yaitu masuk dan keluarnya aliran udara antara atmosfir dan alveoli paru yang terjadi melalui proses bernafas (inspirasi dan ekspirasi) sehingga terjadi disfusi gas (oksigen dan karbondioksida) antara alveoli dan kapiler pulmonal serta ransport O2 & CO2 melalui darah ke dan dari sel jaringan. 4 – Mekanik pernafasan Masuk dan keluarnya udara dari atmosfir ke dalam paru-paru dimungkinkan olen peristiwa mekanik pernafasan yaitu inspirasi dan ekspirasi. Inspirasi (inhalasi) adalah masuknya O2 dari atmosfir & CO2 ke dlm jalan nafas. Dalam inspirasi pernafasan perut, otot difragma akan berkontraksi dan kubah difragma turun ( posisi diafragma datar ), selanjutnya ruang otot intercostalis externa menarik dinding dada agak keluar, sehingga volume paru-paru membesar, tekanan dalam paru-paru akan menurun dan lebih rendah dari lingkungan luar sehingga udara dari luar akan masuk ke dalam paru-paru. Ekspirasi (exhalasi) adalah keluarnya CO2 dari paru ke atmosfir melalui jalan nafas. Apabila terjadi pernafasan perut, otot difragma naik kembali ke posisi semula ( melengkung ) dan muskulus intercotalis interna relaksasi. Akibatnya tekanan dan ruang didalam dada mengecil sehingga dinding dada masuk ke dalam udara keluar dari paru-paru karena tekanan paruparu meningkat. 4 PARU3, 4, 5 Paru-paru merupakan organ elastis berbentuk kerucut dan terletak di dalam rongga dada atau toraks. Kedua paru-paru saling terpisah oleh mediastinum sentral yang berisi jantung dan beberapa pembuluh darah besar. Setiap paru-paru mempunyai apeks (bagian atas paru-paru) dan basis. Pembuluh darah paru-paru, bronkial, saraf dan pembuluh limfe memasuki tiap paru-paru pada bagian hilus

dan membentuk akar paru-paru. Paru-paru kanan lebih besar dari paru-paru kiri dan dibagi menjadi tiga lobus oleh fisura interlobaris, sedangkan paru-paru kiri dibagi menjadi dua lobus. Lobus-lobus tersebut dibagi lagi menjadi beberapa segmen sesuai dengan segmen bronkusnya. Paru-paru kanan dibagi menjadi 10 segmen sedangkan paru-paru kiri menjadi 9 segmen. Pleura merupakan lapisan tipis, kontinyu mengandung kolagen, dan jaringan elastis yang melapisi rongga dada (pleura parietalis) dan menyelubungi setiap paru-paru (pleura viseralis). Di antara pleura parietalis dan pleura viseralis terdapat suatu lapisan tipis berisi cairan pleura yang berfungsi untuk memudahkan kedua permukaan itu bergerak selama pernafasan dan untuk mencegah pemisahan toraks dan paru-paru. 3, 4, 5

Gambar 1. Pembagian lobus paru-paru

Mekanisme Ekspirasi eksternal (ventilasi-difusi-distribusi-perfusi) Terdapat beberapa mekanisme yang berperan memasukkan udara ke dalam paru-paru sehingga pertukaran gas dapat berlangsung, Fungsi mekanis pergerakan udara masuk dan keluar paru-paru disebut sebagai ventilasi. Yang mempunyai peranan penting adalah pompa resiprokatif yang disebut pipa penghembus nafas. Pipa ini mempunyai dua komponen volume-elastis: paru-paru itu sendiri dan dinding yang mengelilingi paru-paru. Dinding terdiri dari rangka dan jaringan dinding toraks, diafragma, isi abdomen dan dinding abdomen. Otot-otot pernafasan yang meripakan bagian dinding toraks merupakan sumber kekuatan

untuk menghembus pipa. Diafragma merupakan otot utama yang ikut berperan dalam peningkatan volume paru-parudan dinding toraks selama inspirasi, ekspirasi merupakan suatu proses pasif pada pernafasan tenang. 3, 4, 5

Transportasi gas pernafasan a. Ventilasi Selama inspirasi udara mengalir dari atmosfir ke alveoli. Selama ekspirasi sebaliknya yaitu udara keluar dari paru-paru. Udara yg masuk ke dalam alveoli mempunyai suhu dan kelembaban atmosfir. Udara yg dihembuskan jenuh dengan uap air dan mempunyai suhu sama dengan tubuh. 3, 4, 5

b. Difusi Yaitu proses dimana terjadi pertukaran O2 dan CO2 pada pertemuan udara dengan darah. Tempat difusi yg ideal yaitu di membran alveolar-kapilar karena permukaannya luas dan tipis. Pertukaran gas antara alveoli dan darah terjadi secara difusi. Tekanan parsial O2 (PaO2) dalam alveolus lebih tinggi dari pada dalam darah O2 dari alveolus ke dalam darah. 3, 4, 5 Sebaliknya (PaCO2) darah > (PaCO2) alveolus sehingga perpindahan gas tergantung pada luas permukaan dan ketebalan dinding alveolus. Transportasi gas dalam darah O2 perlu ditrasport dari paru-paru ke jaringan dan CO2 harus ditransport kembali dari jaringan ke paru-paru. Beberapa faktor yg mempengaruhi dari paru ke jaringan , yaitu: 

Cardiac out put.



Jumlah eritrosit.



Exercise



Hematokrit darah, akan meningkatkan vikositas darahmengurangi transport O2 menurunkan CO.

a. Perfusi pulmonal 3, 4, 5 Merupakan aliran darah aktual melalui sirkulasi pulmonal dimana O2 diangkut dalam darah membentuk ikatan (oksi Hb) / Oksihaemoglobin (98,5%) sedangkan dalam eritrosit bergabung dengan Hb

dalam plasma sebagai O2 yang larut dlm plasma (1,5%). CO2 dalam darah ditrasportasikan sebagai bikarbonat, alam eritosit sebagai natrium bikarbonat, dalam plasma sebagai kalium bikarbonat , dalam larutan bergabung dengan Hb dan protein plasma. C02 larut dalam plasma sebesar 5 – 7 % , HbNHCO3 Carbamoni Hb (carbamate) sebesar 15 – 20 % , Hb + CO2 HbC0 bikarbonat sebesar 60 – 80% . •

Pengukuran volume paru

Fungsi paru, yg mencerminkan mekanisme ventilasi disebut volume paru dan kapasitas paru. Volume paru dibagi menjadi : 3, 4, 5 ○

Volume tidal (TV) yaitu volume udara yang dihirup dan dihembuskan setiap kali bernafas.



Volume cadangan inspirasi (IRV) , yaitu volume udara maksimal yang dapat dihirup setelah inhalasi normal.



Volume Cadangan Ekspirasi (ERV), volume udara maksimal yang dapat dihembuskan dengan kuat setelah exhalasi normal.



Volume residual (RV) volume udara yg tersisa dalam paru-paru setelah ekhalasi maksimal. •

Kapasitas Paru



Kapasitas vital (VC), volume udara maksimal dari poin inspirasi maksimal.



Kapasitas inspirasi (IC) Volume udara maksimal yg dihirup setelah ekspirasi normal.



Kapasitas residual fungsiunal (FRC), volume udara yang tersisa dalam paru-paru setelah ekspirasi normal.



Kapasitas total paru (TLC) volume udara dalam paru setelah inspirasi maksimal.

II.3 Sistem Sirkulasi dan Kardiovaskular4,5

Gambar 2. Anatomi Jantung

Meskipun secara anatomis jantung hanya sebuah organ, tapi secara fungsional jantung dibagi menjadi dua bagian yaitu bagian kiri dan bagian kanan yang mana setiap bagian terdiri dari sebuah atrium dan sebuah ventrikel. Atrium merupakan saluran dan pompa pertama ke ventrikel, sementara ventrikel sendiri berfungsi sebagai pompa utama. Ventrikel kanan menerima darah dari vena sistemik (yang miskin oksigen) dan memompanya ke sirkulasi pulmonal, sementara ventrikel kiri menerima darah dari vena pulmonal (yang kaya oksigen) dan memompanya ke sirkulasi sistemik. Katup-katup jantung mengalirkan darah secara langsung ke tiap-tiap bagian jantung. Kerja dari pompa jantung adalah kesatuan kerja yang berlangsung secara elektrik dan mekanik. 3, 4, 5 Jantung terdiri dari otot-otot stria yang secara khusus dilindungi oleh jaringan konektif dan tulang. Otot-otot jantung dibagi menjadi atrium, ventrikel dan pacemaker serta sel-sel konduktif. Rangsangan secara alamiah dari otot-otot jantung itu sendiri serta struktur yang unik membuat jantung berfungsi sebagai pompa yang sangat efisien. Resistensi yang lambat terjadi berturut-turut (antar disk) antara sel-sel otot jantung itu sendiri yang kemudian menjadi cepat dan menghantarkan aktifitas listrik pada setiap bagian jantung. Aktifitas listrik jantung mulai dihantarkan dari sebuah atrium ke atrium yang lain dan dari satu ventrikel

ke ventrikel yang lain melalui sebuah jalur konduksi spesifik. Tidak adanya hubungan langsung antara atrium dan ventrikel kecuali melalui simpul Atrioventrikuler (AV) memperlambat konduksi dan membuat kontraksi atrium lebih dahulu terjadi daripada ventrikel.4

Gambar 3. Respirasi Eksternal

Gambar 4. Aliran darah jantung

Potensial Aksi Jantung Membran sel otot-otot jantung secara normal permeabel untuk K+ tapi relatif impermeabel untuk Na+. Sebuah membran mengandung Na+-K+ Adenosine Triphosphate (ATP) yang mengandung K+ dengan konsentrasi di dalam sel lebih tinggi dan melakukan pertukaran dengan Na+ yang lebih banyak berada di luar sel. Konsentrasi sodium dalam sel dijaga agar tetap rendah, sedang konsentrasi potassium di dalam sel dijaga agar tetap tinggi dibandingkan pada ruang ekstraseluler. Impermeabilitas relatif dari membran untuk kalsium juga dijaga agar tetap tinggi diruang ekstrasel untuk ke sitoplasma. Perpindahan K+ keluar sel dan penurunan konsentrasinya dalam sel membuat keadaan dalam sel menjadi kurang positif. Sebuah potensial aksi listrik terjadi melintasi membran, dimana keadaan dalam sel menjadi lebih negatif dibanding keadaan di luar sel, karena

keluarnya anion K+. Sehingga, potensial istirahat membran menggambarkan keseimbangan antara dua ruang tersebut dimana perpindahan K+ menurunkan konsentrasi K+ dalam sel dan aktifitas listrik yang negatif dari ruang intraseluler menjadi positif hanya dengan ion potassium. 3, 4, 5 Depolarisasi juga terjadi melalui penurunan yang cepat pada permeabilitas potassium. Dengan mengembalikan permeabilitas potassium pada keadaan normal dan menutup sodium serta kalsium channel maka hal tersebut dapat membuat keadaan potensial membran sel menjadi normal kembali. 3, 4, 5

Tabel 1 Potensial Aksi Jantung Fase Nama 0

Aktivasi

Peristiwa yang terjadi

Perpindahan ion sel

Aktivasi cepat (pembukaan) Na+ Na+ channel

masuk

dan

menurunkan permeabilitas

1

2

Awal

Inaktivasi dari Na+ channel dan K+ keluar (IT0)

repolarisasi

peningkatan permeabilitas dari

cepat

K+

Plateau

Aktivasi

lambat

pada

Ca2+ Ca2+ masuk

channel 3

4

Akhir

Inaktivasi dari Ca2+ channel dan K+ keluar

repolarisasi

peningkatan permeabilitas K+

Potensial

Permeabilitas menjadi normal K+ keluar, Na+ masuk ?

istirahat atau kembali repolarisasi

ventrikel).

diastolik

intrinsik

(sel-sel

atrium

Keluarnya dari

sodium

dan Ca2+ masuk ion secara

lambat atau mungkin juga Ca2+ kedalam sel sehingga terjadilah depolarisasi spontan

Setelah depolarisasi, sel-sel secara tipikal menjadi refrakter sehingga normal kembali lewat perangsangan depolarisasi sampai fase 4. Masa refrakter yang efektif adalah waktu minimum diantara 2 impuls depolarisasi yang terjadi pada

konduksi cepat otot-otot jantung, periode ini secara umum tidak berhubungan dengan lamanya aksi potensial. Sebaliknya, masa refrakter yang efektif pada konduksi lambat sel otot jantung dapat menyebabkan berakhirnya durasi dari potensial aksi. 3, 4, 5

Gambar 5. Aksi potensial jantung. A: Karakteristik aksi potensial dari bagian yang berbeda pada jantung B: Sel-sel pacemaker pada simpul SA dalam fase yang

sama pada atrium dan ventrikel dan tampak adanya penonjolan pada depolarisasi diastolik spontan. Lihat tabel 19-1. Untuk penjelasan tentang fase-fase pada potensial aksi. (Ganong WF: Review of Medical Physiology, 20th ed. McGraw-Hill, 2001.)

Inisiasi Dan Konduksi Dari Impuls Jantung Impuls jantung secara normal berasal dari simpul atrioventrikuler, sekelompok sel-sel pacemaker yang berada pada sulkus terminalis, di sebelah posterior dari saluran yang menghubungkan antara atrium kanan dan vena cava superior. Sel-sel ini mirip dengan lapisan luar membran yang rendah sodium (dan mungkin juga kalsium). Masuknya sodium secara lambat membuat keadaan menjadi lebih negatif, membran potensial istirahat

(-50 s/d -60 mV) mempunyai tiga

konsekuensi penting ; inaktivasi konstan dari sodium channel dengan cepat, pada aksi potensial dengan nilai ambang -40 mV secara primer dapat melintasi kalsium channel dengan lambat dan terjadi depolarisasi spontan yang teratur. Selama siklus ini, pengeluaran sodium dari membran sel secara progressif membuat keadaan menjadi negatif, ketika nilai ambang potensial telah dapat dicapai, kalsium channel akan terbuka, permeabilitas potassium menurun dan mulailah aksi potensial. Untuk mengembalikan permeabilitas potassium ke nilai normal pada simpul SA adalah membuat keadaan menjadi seperti pada membran potensial istirahat. 3, 4, 5 Rangsangan menyeluruh pada simpul SA secara normal berlangsung dengan cepat melintasi atrium dan menuju ke simpul AV. Serabut otot-otot atrium secara khusus berhubungan dengan cepat ke atrium kiri dan simpul AV. Simpul AV, berlokasi pada dinding septum , dari atrium kanan sebelah anterior menuju ke sinus koronaria yang terbuka dan berpindah ke septum dari katup trikuspid, yang terdiri dari 3 area yang berhubungan ; regio atas (AN), regio tengah (N) dan regio bawah (NH). Meskipun regio atas tidak mendapat aktifitas intrinsik secara spontan (otomatisitas) tapi regio lain mendapatkannya. Normalnya, nilai terendah dari depolarisasi spontan pada area simpul AV rata-rata 40-60 x/menit setelah kerja dari simpul SA untuk mengontrol denyut jantung. Banyak faktor yang dapat

menurunkan depolarisasi dari simpul SA atau meningkatkan otomatisitas dari area AV setelah area SA yang berfungsi sebagai pacemaker untuk jantung. Impuls-impuls yang berasal dari simpul SA pada keadaan normal berlanjut ke simpul AV setelah sekitar 0,04 detik kemudian berlanjut setelah 0,51 detik. Perlambatan ini menghasilkan konduksi yang lambat pada serabut-serabut kecil dari otot jantung pada simpul AV dimana hal ini bergantung pada terbukanya slow kalsium channel pada potensial aksi. Sebaliknya, konduksi dari impuls diantara sel-sel pada atrium dan ventrikel secara primer akan mengaktifkan atau menginaktifkan fast sodium channel. Serabut-serabut bawah dari simpul AV bergabung membentuk berkas HIS. Kelompok khusus dari serabut-serabut ini melintasi sekat antar ventrikel sebelum terbagi menjadi cabang kiri dan kanan membentuk kesatuan jaringan kerja yang disebut serabut Purkinje yang akan mendepolarisasi kedua ventrikel. Sebaliknya pada jaringan simpul AV, serabut HIS-Purkinje memiliki kecepatan konduksi yang cepat dari jantung, menghasilkan depolarisasi simultan yang berdekatan dari endokardium pada kedua ventrikel (secara normal sekitar 0,03 detik). Perjalanan impuls dari endokardium ke epikardium melalui otot-otot ventrikel berlangsung 0,03 detik. Walaupun demikian, impuls yang berasal dari simpul SA, normalnya kurang dari 0,2 detik untuk mendepolarisasi jantung. 3, 4, 5

Mekanisme Kontraksi Kontraksi dari sel-sel otot jantung adalah hasil interaksi dari dua overlapping protein kontraktil yang kaku, aktin dan miosin. Protein-protein ini terikat pada posisinya masing-masing dimana setiap sel berperan pada saat kontraksi maupun relaksasi. Sel-sel memendek terjadi ketika dua protein berinteraksi secara penuh dan menutupi satu sama lain. (Gambar 19-2) Interaksi ini secara normal dicegah oleh dua regulasi protein, troponin dan tropomiosin ; troponin terdiri dari 3 subunit, tropinin I, troponin C dan troponin T. Troponin mempengaruhi kerja aktin pada interval yang teratur, sedangkan tropomiosin mempengaruhi pusat dari struktur aktin. Peningkatan konsentrasi kalsium dalam sel (dari 10-7 menjadi 10-5 mol/L), meningkatkan kontraksi ion kalsium yang terikat pada troponin C. Hasil perubahan yang sesuai dalam regulasi protein ini

mengeluarkan bagian aktif dari aktin yang menyertai interaksi dari jembatan miosin (terjadi overlapping). Bagian aktif dari fungsi miosin sebagai magnesium yang bergantung pada ATP-ase dimana aktifitasnya meningkat melalui peningkatan konsentrasi kalsium dalam sel. Waktu terjadinya berlangsung secara berturut-turut dan terjadi pelepasan pada jembatan miosin melalui bagian aktif pada aktin. Adenosin Triphosphate (ATP) digunakan selama waktu tersebut. Relaksasi terjadi jika kalsium secara aktif dipompa kembali ke dalam Retikulum Sarkoplasma melalui Ca2+-Mg2+ ATPase, hasilnya akan menurunkan konsentrasi kalsium dalam sel bersamaan dengan kompleks Troponin-Tropomiosin untuk mencegah interaksi antara aktin dan miosin. 3,5

Rangkaian Eksitasi-Kontraksi Sejumlah kalsium dapat memicu kontraksi dimana kalsium masuk ke dalam sel melalui slow channel selama fase 2. Sejumlah kecil kalsium yang memasuki slow channel memicu pelepasan kalsium dalam jumlah yang besar dari tempat penyimpanannya dalam sel (Calcium dependent-calcium release) dalam sisterna Retikulum Sarkoplasma. 3,5 Aksi potensial dari depolarisasi sel-sel otot dari T system memperluas tubulus dari membran sel yang melintang pada sel dalam perkiraan yang sempit. Untuk serat-serat otot, melalui reseptor dihydropyridine (voltage-gated channel). Permulaan potensial aksi ini akan meningkatkan Ca2+ pada keadaan dimana sejumlah besar kalsium masuk melalui reseptor Tyanodine, sebuah kalsium channel yang tidak bergantung voltage, dalam retikulum sarkoplasma. Kekuatan kontraksi ini secara langsung bergantung pada besarnya masukan awal dari kalsium. Selama relaksasi, ketika slow channel menutup, sebuah membran yang terikat ATP mengaktifkan masuknya kembali kalsium ke dalam Retikulum Sarkoplasma. 3,5

Gambar 6. Rangkaian eksitasi-kontraksi dan interaksi antara aktin dan myosin. A : depolarisasi dari membran sel bersamaan dengan masuknya kalsium ke dalam sel dan pelepasan kalsium dari penyimpanannya dalam Retikulum Sarkoplasma. B : Struktur Kompleks Aktin-Miosin. C : Kalsium terikat troponin bersamaan dengan interaksi antara aktin dan myosin (Modified and reproduced, from Katz AM, Smith VE : Horp Pract 1969, and from Braunwald E : The Myocardium Failure and Infarction, HP Publishing, 1974)

Kalsium juga dikeluarkan dari ruang ekstraseluler melalui pertukaran kalsium intrasel ke ekstrasel yang mengandung banyak sodium melalui enzim ATPase pada membran sel. Jadi, relaksasi jantung juga bergantung pada ATP. Kuantitas

dari

kalsium

intrasel,

transport

dan

hal-hal

yang

mempengaruhi perpindahan ion kalsium, tekanan maksimum yang dihasilkan,

jumlah yang dapat menghasilkan kontraksi dan jumlah yang dapat menghasilkan relaksasi penting untuk diperhatikan. Stimulasi simpatis meningkatkan sejumlah kontraksi melalui peningkatan konsentrasi kalsium pada peningkatan konsentrasi di reseptor β-1 adrenergik dalam siklus adenosine Monophosphate (c AMP) dalam sel (lihat bab 12) melalui kerja dari perangsangan G-protein (lihat bab 18). Peningkatan cAMP dapat segera membuka kalsium channel. Terlebih lagi, agonis adrenergik meningkatkan relaksasi melalui peningkatan kalsium yang dibawa melalui Retikulum sarkoplasma. Penghambat phosphatesterase, seperti teofilin, amrinone, amilrinone, memproduksi efek yang serupa dengan jalan mencegah menurunnya cAMP dalam sel. Digitalis meningkatkan konsentrasi kalsium dalam sel dengan jalan menghambat ikatan membran dengan Na+-K+ ATPase ; hasilnya adalah peningkatan kecil Na+ intrasel bersama dengan masuknya Ca2+ melalui mekanisme pertukaran Na+-Ca2+. Glukagon meningkatkan kontraktilitas melalui peningkatan

level

cAMP

dengan

jalan

mengaktivasi

reseptor

spesifik

noradrenergik. Sebaliknya, pelepasan dari Acetylcholine diikuti oleh stimulasi vagal yang menekan kontraktilitas melalui peningkatan siklus guanosine Monophosphate (cGMP) dan menghambat adenylcyclase ; efek ini dimediasi oleh penghambat G-protein. Asidofil memblok slow calsium channel dan hal ini juga akan menurunkan kontraktilitas jantung dengan jalan mengubah kinetik dari kalsium transeluler.3, 5 Hasil studi menduga bahwa seluruh anestesi volatile dapat menekan kontraktilitas jantung dengan menekan masuknya ion Ca2+ ke dalam sel selama depolarisasi (lebih sering terjadi pada tipe T dan L pada kalsium channel), mempengaruhi pergerakan dari ion Ca2+ , kemudian membawanya ke Retikulum Sarkoplasma, juga dapat menekan sensitivitas dari protein kontraktil ke kalsium. Halothane dan enflurane menekan kontraktilitas lebih besar daripada isoflurane, sevoflurane dan desflurane. Induksi anestesi menekan potensiasi jantung dalam keadaan hipokalsemia ; menghambat β-1 adrenergik dan menghambat Ca channel. Dosis nitrous oksida juga bergantung pada penurunan kontraktilitas karena adanya penurunan Ca2+ intrasel pada saat kontraksi. Mekanisme kontraksi yang diperoleh dari anestesi intravena secara langsung belum dapat dibuktikan dengan baik. Cara kerjanya hampir mirip. Seluruh obat-

obat induksi intravena yang utama, seperti Ketamin secara langsung memberikan efek pada kontraktilitas. Obat-obat anestesi lokal juga menurunkan kontraktilitas jantung melalui masuknya ion kalsium dan pelepasan dosis biasa. Bupivacaine, tetracaine dan ropivacaine menyebabkan penekanan yang besar terhadap lidocaine dan chloroprocaine.

Innervasi Jantung Serabut saraf parasimpatis mempersarafi atrium dan jaringan konduksi. Acetylcholine bekerja pada reseptor spesifik pada jantung yaitu Reseptor Muskarinik (M2) untuk memproduksi efek kronotropik negatif, dromotropik dan inotropik. Sebaliknya, serat saraf simpatis berasal dari chorda spinalis Thoracic (T1-T4) dan berjalan ke jantung melalui ganglia cervicalis (stellata) kemudian berjalan

kembali

sebagai

saraf-saraf

jantung.

Pelepasan

norepinefrin

menyebabkan efek kronotropik positif, dromotropik dan inotropik secara primer melalui pengaktifan dari reseptor β1-adrenergik. Reseptor β1-adrenergik berada pada jumlah yang stabil dan sebagian besar ditemukan pada atrium, aktivasinya meningkatkan denyut jantung dan kontraktilitas. Reseptor β1-adrenergik mempunyai efek kronotropik positif.3,5 Sistem persarafan otonom memiliki sisi yang jelas karena simpatis kanan dan nervus vagus kanan secara primer mempengaruhi simpul SA sementara simpatis kiri dan nervus vagus mempengaruhi simpul AV. Refleks vagal sering terjadi karena onset dan resolusi yang sangat cepat, sementara simpatis mempengaruhi secara umum karena onset lebih cepat dan disipasi secara berangsur-angsur. Sinus aritmia adalah variasi siklik pada denyut jantung yang berhubungan dengan pernafasan (meningkat selama inspirasi dan menurun selama ekspirasi) berhubungan dengan perubahan secara siklik pada vagal.

Siklus Jantung Siklus jantung didefenisikan sebagai hasil kesatuan kerja elektrik dan mekanik. Sistole mengacu kepada kontraksi, sedang diastole mengacu kepada relaksasi. Pengisian terbesar pada masa diastolik terjadi secara pasif sebelum

kontraksi atrium. Kontraksi atrium secara normal hanya berperan 20-30 % pada pengisian ventrikel.

Gambar 7. Siklus Normal Jantung. Catatan bahwa terjadi korespondensi antara kerja elektrik dan mekanik. (Modified and reproduced, with permission, From Ganong WF ; Revie of Medical Phsiology, McGraw-Hill, 2001).

Hal-Hal yang Menentukan Keadaan Ventrikel Diskusi tentang fungsi ventrikel biasanya mengacu kepada ventrikel kiri, beberapa konsep digunakan juga untuk ventrikel kanan. Meskipun ventrikel kiri dan kanan fungsinya seringkali dibicarakan secara terpisah, namun keduanya tidak saling terpisah satu sama lain. Bagaimanapun, faktor-faktor yang mempengaruhi fungsi sistolik dan diastolik dapat dibedakan. Fungsi sistolik meliputi ejeksi ventrikel, sementara fungsi diastolik berhubungan dengan pengisian ventrikel. 3,4, 5 Fungsi sistolik ventrikel berhubungan erat dengan curah jantung yang dapat didefenisikan sebagai jumlah darah yang dipompakan oleh jantung per menit. Disamping fungsi kedua ventrikel secara berurutan, keluaran ventrikel secara normal juga seimbang. Curah jantung dapat digambarkan sebagai berikut :

Cardiac output

= Stroke Volume x Heart Rate

Dimana SV adalah stroke volume atau isi sekuncup (volume yang dipompakan oleh jantung pada saat kontraksi) dan HR adalah denyut jantung. Untuk mengkompensasi variasi ini menurut ukuran tubuh kita, curah jantung digambarkan dengan total permukaan tubuh :

CI = CO BSA

Dimana CI adalah Cardiac Indeks dan BSA adalah total dari permukaan tubuh. BSA biasanya digunakan berdasarkan BB dan TB. (Gambar 19-4) Normal CI adalah 2,5-4,2 liter/menit/m2. Karena Cardiac Indeks (CI) yang normal mempunyai range yang luas, maka hal ini secara relatif tidak sensitif untuk mengetahui ukuran ventrikel. Meski demikian kelainan pada CI sebagian besar menggambarkan kelainan pada ventrikel. 3,4, 5

Denyut Jantung Curah jantung secara umum berhubungan secara langsung dengan denyut jantung. Denyut jantung adalah fungsi intrinsik dari sinyal AV (depolarisasi spontan), dimodifikasi dari faktor otonom, humoral dan lokal. Nilai normal intrinsik dari simpul SA pada orang dewasa muda adalah 90-100 kali/menit, tapi menurun seiring dengan pertambahan usia mengikuti rumus :

Gambar 8. Hubungan antara denyut jantung dan Cardiac Indeks (Reproduced, with permission, from Wetsel RC : Critical Care : State of the Art 1981. Society of Critical Care Medicine, 1981)

Terjadinya aktifitas vagal memperlambat denyut jantung dengan jalan merangsang reseptor kolinergik M2, sementara aktifitas simpatis meningkatkan denyut jantung utamanya melalui aktivasi reseptor β-1 adrenergik dan reseptor β-2 adrenergik. (lihat diatas). Isi Sekuncup3,4, 5 Isi Sekuncup secara normal ditentukan oleh tiga faktor utama yaitu preload, afterload dan kontraktilitas. Analisa ini analog dengan hasil observasi laboratorium pada preparat otot skelet. Preload adalah panjang otot terutama pada saat kontraksi, sedangkan afterload adalah tekanan yang berlawanan dengan otot yang seharusnya berkontraksi . Kontraktilitas adalah suatu keadaan intrinsik pada otot yang berhubungan dengan kemampuan untuk berkontraksi tapi tidak bergantung pada keduanya baik preload maupun afterload. Sejak diketahui bahwa jantung terdiri dari tiga dimensi dengan banyak ruang untuk pompa, keduanya baik bentuk geometrik ventrikel dan disfungsi ventrikel juga dapat mempengaruhi isi sekuncup.

Tabel 2. Faktor-faktor utama yang mempengaruhi Isi Sekuncup Jantung Preload Afterload Kontraktilitas

Preload3,4, 5 Preload adalah volume akhir diastolik, dimana secara umum bergantung pada pengisian ventrikel. Hubungan antara curah jantung dan volume akhir diastolik ventrikel kiri dikenal dengan Hukum Starling pada Jantung. Sebagai catatan bahwa denyut jantung adalah konstan, maka curah jantung secara langsung proporsinya berhubungan dengan preload, dibawah volume akhir diastolik dimana jangkauannya terlalu luas. Sementara itu, curah jantung tidak mengalami perubahan-atau mungkin malah mengalami penurunan. Pemanjangan yang berlebihan dari ventrikel yang lain menyebabkan dilatasi berlebihan dan inkompetensi dari katup-katup AV.

Gambar 9. Hukum Starling Pada Jantung

Hal-Hal yang Berhubungan Dengan Pengisian Ventrikel Pengisian ventrikel dapat dipengaruhi oleh bermacam-macam faktor (tabel 19-4) dimana faktor yang paling penting adalah aliran balik vena. Karena sebagian besar faktor-faktor lain yang mempengaruhi aliran balik vena besarnya konstan, maka tekanan vena adalah faktor yang paling utama. Peningkatan aktifitas metabolik mempengaruhi tekanan vena, jadi aliran balik vena meningkatkan sebagian volume dari kapasitansi vena yang menurun. Perubahan dari volume darah dan aliran balik vena penting karena dalam operasi maupun setelah operasi terjadi perubahan dalam pengisian ventrikel dan curah jantung. Beberapa faktor yang dapat meningkatkan pengisian ventrikel dan curah jantung secara normal dapat menjamin gradient pada vena-vena kecil untuk memberikan aliran darah balik ke jantung yang mempengaruhi pengisian jantung. Beberapa faktor yang mengalami perubahan termasuk didalamnya adalah tekanan intrathorakal, postur (perubahan posisi selama operasi) dan tekanan pericardial (pada penyakit-penyakit perikardial). 3,4, 5

Tabel 3. Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi Preload ventrikel Aliran balik Vena Volume Darah Distribusi dari aliran darah Posisi Tubuh Tekanan intratorakal Tekanan Perikardial Irama Vena Ritme (Kontraksi atrium) Denyut Jantung

Hal-hal yang paling penting terutama yang berperan pada preload ventrikel kanan adalah aliran balik vena. Pada keadaan dimana aliran berkurang pada paru adalah disfungsi ventrikel kanan, aliran balik vena juga adalah faktor

utama yang berperan pada preload ventrikel. Secara normal, volume akhir diastolik yang dihasilkan dari kedua ventrikel hampir sama. Baik denyut jantung maupun irama jantung dapat mempengaruhi preload ventrikel. Peningkatan denyut jantung berhubungan dengan jumlah terbesar penurunan pada diastole atau sistole. Pengisian ventrikel disini secara progresif mengalami penurunan pada peningkatan denyut jantung ( lebih dari 120 kali/menit pada orang dewasa). Menurunnya pengisian ventrikel (atrial fibrillasi), tidak efektifnya kontraksi atrium (atrial flutter), lamanya kontraksi jantung (aritmia lambat atau irama konduksi) dapat juga menurunkan pengisian ventrikel sebanyak 20-30 %. Karena peranan atrium pada pengisian ventrikel adalah penting untuk menjaga tekanan diastolik ventrikel tetap rendah, pasien dengan komplians ventrikel yang menurun lebih banyak dipengaruhi oleh kehilangan waktu sistole yang normal. 3,4, 5

Fungsi Diastolik dan Komplians Ventrikel Volume akhir diastolik ventrikel sulit didefenisikan secara klinis. Beberapa

alat

dua

dimensi

Transesophageal

Echocardiography

(TEE),

Radionucleotide imaging dan contrast ventriculography hanya dapat mengukur taksiran dari volume. Left Ventriculer end-diastolic pressure (LVEDP) atau tekanan akhir diastolik ventrikel kiri dapat digunakan untuk pengukuran volume dan tekanan ventrikel (komplians ventrikel) yang konstan. Sayangnya, komplians ventrikel secara normal tidak berbentuk garis lurus (nonlinear). Walaupun demikian, karena peningkatan fungsi diastolik menurunkan komplians ventrikel, LVEDP yang sama menggambarkan penurunan preload. Beberapa faktor telah diketahui mempengaruhi fungsi diastolik ventrikel dan komplians. Sehingga, pengukuran LVEDP (seperti pada tekanan kapiler pulmonal) mengembalikan sebagian besar jumlah dari preload ventrikel (lihat bab 6). Tekanan vena sentral juga dapat digunakan sebagai indeks dari preload ventrikel kanan sebagaimana halnya preload ventrikel kiri pada sebagian besar individu yang normal.

Gambar 10. Komplians Ventrikel normal dan abnormal

Faktor-faktor yang mempengaruhi komplians ventrikel dapat dibagi berdasarkan hubungannya dengan relaksasi (komplians awal diastolik) dan kekakuan pasif dari ventrikel (komplians lambat diastolik). Hyperthrophy, iskemia dan penurunan komplians awal yang tidak sinkron, hipertrofi dan fibrosis menurunkan komplians lambat. Faktor-faktor ekstrinsik (seperti penyakitpenyakit perikardial, pemanjangan yang berlebihan dari ventrikel kontralateral, meningkatkan jalan nafas atau tekanan pleura, tumor dan kompressi bedah) dapat meurunkan komplians ventrikel. Karena secara normal dinding ventrikel kanan lebih tipis, maka komplians dari ventrikel kanan lebih besar dari ventrikel kiri. Afterload3,4, 5 Afterload untuk jantung yang intak pada keadaan biasa diseimbangkan oleh tekanan pada dinding ventrikel selama sistole. Tekanan pada dinding ventrikel dapat didefenisikan sebagai tekanan dari ventrikel yang didapat melalui penurunan kavitas. Jika ventrikel digambarkan menurut hukum laplace :

Sirkumferensial stress = P x R 2xH

Dimana P adalah tekanan dalam ventrikel, R adalah jari-jari ventrikel dan H adalah tebal dinding ventrikel. Meskipun normalnya ventrikel biasanya

berbentuk ellips, hubungan ini masih sering digunakan. Peningkatan jari-jari ventrikel, peningkatan tekanan pada dinding ventrikel dapat meningkatkan tekanan ventrikel. Jadi, penebalan dinding ventrikel menurunkan tekanan pada dinding ventrikel Tekanan sistolik dalam ventrikel bergantung pada sejumlah kontraksi ventrikel ; viskoelastisitas dari aorta, cabang-cabang proksimal dan darah (viskositas dan densitas) serta Systemic Vascular Resistance (SVR). Faktor arteriole adalah penentu utama pada SVR. Karena viskoelastisitas aorta secara umum adalah konstan pada beberapa pasien, afterload dari ventrikel biasanya diketahui secara klinis dengan SVR, yang dihitung dengan persamaan sebagai berikut : SVR = 80 x MAP – CVP CO

Dimana MAP adalah tekanan arteri rata-rata dalam milimeter merkuri, CVP adalah tekanan vena sentral dalam milimeter merkuri dan CO adalah curah jantung dalam liter per menit. Normal SVR adalah 900 – 1500 dynes.detik.cm-5. Tekanan darah systole dapat digunakan sebagai taksiran dari overload ventrikel kiri pada keadaan perubahan secara kronik dalam ukuran, bentuk atau penebalan dinding ventrikel atau perubahan secara akut pada resistensi vaskuler sistemik. Beberapa ahli klinik menggunakan CI. CO dihitung dalam Indeks Resistensi Vaskuler Sistemik (SVRI), jadi SVRI = SVR x BSA. Afterload ventrikel kanan sebagian besar bergantung pada resistensi pada pulmonum digambarkan dengan persamaan : PVR = 80 x PAP –LAP CO

Dimana PAP adalah tekanan rata-rata arteri pulmonal dan LAP adalah tekanan atrium kiri. Dalam prakteknya, PCWP biasanya digunakan untuk memperkirakan LAP (lihat bab 20). Normal PVR adalah 50-150 dyne.sec.cm-5.

Curah jantung berhubungan dengan afterload (gambar 19-7). Ventrikel kanan lebih sensitif mengalami perubahan pada keadaan afterload dibanding ventrikel kiri karena bentuk dindingnya lebih tipis. Curah jantung pada pasien dengan gagal ventrikel kanan atau kiri sensitif terhadap peningkatan curah jantung secara akut pada afterload. Hal tersebut secara khusus terlihat dari penurunan tekanan pada myocardium (sering terjadi pada pemberian anestesi).

Gambar 11. Hubungan antara curah jantung dan afterload. A : Efek dari peningkatan afterload pada Cardiac Index. B : Sebagai catatan bahwa disfungsi miocard dapat menyebabkan peningkatan yang lebih sensitif pada afterload. Kontraktilitas3,4, 5 Kontraktilitas jantung (efek inotropik) adalah aktifitas intrinsik myocardium pada keadaan-keadaan dimana terjadi perubahan pada preload atau afterload). Kontraktilitas berhubungan dengan pemendekan dari sejumlah otototot jantung dan hal tersebut bergantung pada konsentrasi kalsium dalam sel

selama sistole. Peningkatan dari denyut jantung dapat meningkatkan kontraktilitas pada beberapa kondisi, karena adanya peningkatan dari kalsium intrasel. Kontraktilitas dapat berubah dengan adanya faktor humoral, neural dan farmakologik. Aktifitas saraf-saraf simpatis secara normal memiliki efek yang sangat penting pada kontraktilitas. Serat saraf simpatis mempersarafi otot-otot atrium dalam ventrikel seperti simpai jaringan. Sebagai tambahan pada keadaan kronotropik positif, pengeluaran norepinefrin meningkatkan kontraktilitas melalui aktivasi reseptor β-1. Reseptor-reseptor adrenergik bukan hanya didapatkan pada myocardium tapi terdapat juga sejumlah kecil pengaruh inotropik positif atau pengaruh efek kronotropik. Obat-obat simpatomimetik dan sekresi epinefrin serta glandula adrenal cara kerjanya serupa yaitu untuk meningkatkan kontraktilitas melalui aktivasi reseptor β-1. Kontraktilitas jantung dapat ditekan pada keadaan anoksia, asidosis berkurangnya katekolamin dari tempat penyimpanan dari reseptor di jantung dan hilangnya fungsi dari massa otot yang menyebabkan terjadinya iskemia atau infark. Obat-obat anestesi dan obat-obat antibiotik kebanyakan berefek inotropik negatif (misalnya, dapat meningkatkan kontraktilitas). Sirkulasi Sistemik3,4, 5 Pembuluh darah dibagi secara fungsional ke dalam arteri, arteriole, kapiler dan vena. Arteri merupakan saluran yang memiliki tekanan yang tinggi yang menyuplai berbagai macam organ. Arteriole adalah pembuluh darah yang kecil yang secara langsung mengontrol aliran darah melalui Capillary bed. Kapiler adalah pembuluh darah yang berdinding tipis tempat terjadinya pertukaran nutrisi untuk darah dan jaringan. Vena mengembalikan darah dari Capillary bed kembali ke jantung. Aliran darah dari berbagai komponen dari sistem sirkulasi. Sebagai catatan bahwa sebagian besar volume darah berada dalam sistem sirkulasi sistemik secara spesifik dalam arteri-arteri sistemik. Perubahan vena sistemik disertai perubahan fungs ventrikel sebagai reservoir darah. Berdasarkan kehilangan darah atau cairan secara spesifik, sistem simpatis dalam vena menurunakan kaliber dari pembuluh darah ini yang membuat darah terdesak ke

bagian lain dari sistem pembuluh darah. Dengan demikian, dilatasi vena disertai pembuluh darah ini meningkatkan volume darah. Sistem simpatis pada pembuluh darah vena merupakan faktor yang penting dalam menentukan aliran balik ke jantung. Kehilangan volume ini pada induksi anestesi sering terjadi yang meneyebabkan terjadinya hipotensi. 3,4, 5

Tabel 3. Distribusi normal dari volume darah

Faktor-faktor yang multipel mempengarhi aliran darah pada sistem pembuluh darah. Hal ini meliputi mekanisme lokal dan metabolik, faktor derivat endothel, sistem saraf otonom dan sirkulasi hormonal. Tekanan Darah Arteri3,4, 5 Aliran darah sistemik adalah pulsatil pada arteri-arteri besar karena aktifitas siklik jantung. Hal ini akan meningkatkan kapiler seistemik, aliran yang kontinyu (laminar). Rata-rata tekanan pada arteri besar, normal adalah 95 mmHg, dapat jatuh hampir mendekati nol pada vena sistemik besar yang akan mengalirkan darah kembali ke jantung. Tekanan akan drop, mendekati 50 %, melalui arteriole-arteriole yang dihitung pada sebagian besar SVR. MAP adalah pengukuran yang dihasilkan dari SVR x CO. Hubungan ini berdasarkan analogi dari hukum ohm yang diaplikasikan pada sirkulasi : MAP-CVP  SVR x CO

Karena CVP secara normal lebih kecil dibandingkan dengan MAP, bentuknya biasanya tidak akurat. Dari hubungan ini, terjadinya hipotensi adalah hasil dari penurunan SVR, CO atau kedua-duanya. Dalam menjaga tekanan arteri, harus diturunkan salah satunya sebagai kompensasi melalui peningkatan yang lain. MAP dapat diukur sebagai integrasi rata-rata dari gelombang tekanan arteri. Sebagai alternatif, MAP dapat dihitung berdasarkan rumus berikut :

MAP = tekanan diastolic + tekanan nadi 3

Dimana tekanan nadi adalah perbedaan antara tekanan sistolik dan tekanan distolik. Tekanan nadi arteri secara langsung berhubungan dengan isi sekuncup tapi berlawanan secara proporsional

dengan

komplians dari

percabangan artery. Dengan demikian, penurunan tekanan nadi dapat juga mengacu pada penurunan volume sekuncup, peningkatan SVR atau keduanya. Transmisi gelombang arteri dari arteri besar ke arteri kecil di perifer lebih cepat daripada kecepatan aliran darah, perjalanan gelombang tersebut berkisar 15 x kecepatan darah pada aorta. Bagaimanpun, gambaran dari gelombang tekanan nadi yang dipancarkan pada dinding arteri yang luas sebelum gelombang pulsa secara lengkap mengecil pada arteri-arteri kecil. 3,4, 5

II.4 Delivery Oxygen Transportasi gas merupakan proses pendistribusian antara O2 kapiler ke jaringan tubuh dan CO2 jaringan tubuh ke kapiler. Pada proses transportasi, oksigen akan berikatan dengan Hb membentuk Oksihemoglobin (97%) dan larut dalam plasma (3%), sedangkan CO2 akan berikatan dengan Hb membentuk karbominohemoglobin (30%), dan larut dalam plasma (50%), dan sebagian menjadi HCO3 berada pada darah (65%) 6 Sementara konsumsi oksigen (VO2) didefinisikan sebagai volume oksigen yang dikonsumsi jaringan tubuh per menitnya. Pada kondisi aerob, oksigen dikonsumsi untuk diolah menjadi energi sehingga VO2 berkaitan erat dengan metabolic rate

8.

Konsumsi oksigen berhubungan dengan jumlah energi yang

dikonsumsi dari substrat (Karbohidrat, lipid, dan asam amino) selama proses pembentukan energi. Pada keadaan normal, konsumsi oksigen sejalan dengan suplai oksigen, hingga pada satu kritikal point suplai oksigen, konsumsi oksigen akan menetap seberapapun jumlah kenaikan suplai kosigen. Pada kondisi patologis, konsumsi oksigen akan mengikuti kenaikan dari suplai oksigen walaupun sudah melewati kritikal point. Hal ini diduga karena pada keadaan patologis, set point konsumsi oksigen meningkat 7

Gambar 11. Hubungan delivery oksigen dan konsumsi oksigen

Gambar 12. Faktor yang mempengaruhi delivery oksigen

Pada kondisi normal, sistem transport oksigen akan menjaga VO2 untuk menyeimbangkannya dengan DO2 yang cenderung tidak stabil. Jika distribusi oksigen ke seluruh tubuh menurun maka O2ER akan menyesuaikan untuk memastikan suplai oksigen tetap tercukupi. Namun jika DO2 terus berkurang, maka O2ER akan berada pada titik maksimal sehingga tidak dapat berubah lagi, kondisi ini dinamakan dengan Critical DO2 yang memiliki kadar kurang lebih 4 ml/kg/menit. Pada kondisi ini aktivitas produksi energi oleh sel akan sangat terbatas oleh karena minimalnya suplai oksigen ke sel tersebut dan jika semakin berkurang DO2 nya maka akan menyebabkan kondisi hipoksia, perubahan menjadi metabolisme anaerob dan meningkatkan kadar asam laktat dalam darah. 7 Transportasi gas merupakan proses pendistribusian antara O2 kapiler ke jaringan tubuh dan CO2 jaringan tubuh ke kapiler. Pada proses transportasi, oksigen akan berikatan dengan Hb membentuk Oksihemoglobin (97%) dan larut dalam plasma (3%), sedangkan CO2 akan berikatan dengan Hb membentuk karbominohemoglobin (30%), dan larut dalam plasma (50%), dan sebagian menjadi HCO3 berada pada darah (65%) (Law dan Bukwirwa, 1999). Sementara konsumsi oksigen (VO2) didefinisikan sebagai volume oksigen yang dikonsumsi jaringan tubuh per menitnya. Pada kondisi aerob, oksigen dikonsumsi untuk diolah menjadi energi sehingga VO2 berkaitan erat dengan metabolic rate. Konsumsi oksigen berhubungan dengan jumlah energi yang

dikonsumsi dari substrat (Karbohidrat, lipid, dan asam amino) selama proses pembentukan energi. Pada keadaan normal, konsumsi oksigen sejalan dengan suplai oksigen, hingga pada satu kritikal point suplai oksigen, konsumsi oksigen akan menetap seberapapun jumlah kenaikan suplai kosigen. Pada kondisi patologis, konsumsi oksigen akan mengikuti kenaikan dari suplai oksigen walaupun sudah melewati kritikal point. Hal ini disuga karena pada keadaan patologis, set point konsumsi oksigen meningkat7.

Gambar 12. Fase penurunan oksigen Respon Terhadap Deliveri Oksigen (DO2) Yang Inadekuat 1. Respon Sistemik Sistem sirkulasi tubuh akan selalu beradaptasi terhadap kondisikondisi yang mempengaruhi suplai oksigen ke seluruh jaringan. Hal ini dapat terkait dengan cardiac output seseorang, kadar hemoglobin dalam darah seseorang, maupun aliran darah yang menuju seluruh organ lainnya. Pada setiap jaringan, aliran darah dan juga DO2 tergantung dari kebutuhan metabolik jaringan tersebut. Sebagai contoh aliran darah ke sistem skeletal akan meningkat ketika aktivitas fisik, aliran gastrointestinal akan meningkat kebutuhan oksigennya saat ada makanan masuk, dan juga

sistem respirasi akan meningkat kebutuhannya saat ada usaha lebih untuk bernafas. Dan hal ini berbeda ambang/ kadarnya pada setiap organ. 8 Apabila DO2 menurun, maka akan ada mekanisme yang berbedabeda dari sistem neurohormonal tiap organ dalam mengkompensasi hal ini untuk mencapai kebutuhan oksigennya masing-masing. Mekanisme ini umumnya diatur oleh sistem saraf simpatik yang akan menyebabkan vasokonstriksi pada pembuluh darah, namun derajat vasokonstriksi nya berbeda pada setiap organ. Hal yang lebih menariknya, redistribusi aliran darah ini juga diatur oleh PO2 arteri, yang di beberapa vascular bed justru menyebabkan vasodilatasi.8 Redistribusi aliran darah pada organ-organ yang memiliki cadangan oksigen cukup seperti kulit, ginjal, dan sirkulasi splenikus akan diminimalisir untuk memfokuskan pada organ yang memiliki sedikit cadangan oksigen ataupun organ-organ vital seperti otak, jantung, dan paru-paru. Namun meskipun organ-organ dengan cadangan oksigen cukup masih mampu mengkompensasi kondisi hipoksia ini, tetap saja organorgan tersebut akan kehilangan beberapa fungsinya akibat kurangnya oksigen. Pada kulit yang kekurangan oksigen akan terganggu sistem termoregulasinya, pada ginjal laju filtrasi glomerolus akan berkurang, dan pada gastrointestinal akan mengurangi kemampuan untuk uptake nutrisi, dan kondisi ini akan muncul pada seseorang dengan DO2 yang rendah. 8 Aktivasi sistem simpatik memang menyebabkan vasokonstriksi, namun aktivasi simpatik ini juga akan menstimulasi medula adrenal untuk melepaskan norepinefrin dan epinefrin ke sirkulasi. Lalu akibat perfusi ke ginjal yang juga berkurang maka akan memicu pengeluaran renin dari ginjal yang mengkatalis pembentukan angiotensin II, yang merupakan vasokonstriktor poten. Aktif nya angiotensin II ini akan menstimulasi pelepasan aldosteron dari medula adrenal yang lalu akan menembus blood-brain barrier untuk menstimulasi arginin-vasopresin yang juga agen vasokonstriktor.

Stimulasi

aldosteron

dan

vasopresin

ini

akan

menstimulasi peningkatan natrium sehingga adanya retensi cairan di ginjal

untuk mempertahankan volume dalam tubuh, terutama saat cardiac output semakin berkurang.8 2. Respon Lokal Organ Pada setiap kondisi sirkulasi ke organ, secara normal setiap organ mampu meningkatkan ekstraksi O2 melalui redistribusi mikrosirkuler dari perfusi kapiler. Oksigen masuk ke kapiler melalui gradien PO2 dari darah ke sel jaringan dan juga mitokondria. Pada ujung setiap kapiler terdapat spingter prekapiler, yang mempertahankan kapiler baik itu dengan membuka atau menutup aliran kapiler. Ketika suplai oksigen berkurang, maka katup di kapiler yang tadinya tertutup akan terbuka, kemungkinan oleh dilatasi spingter yang dikendalikan oleh kontrol metabolik lokal. Mekanisme ini memungkinkan kapiler untuk meningkatkan perfusi dan juga densitas kapiler sehingga mampu mengambil oksigen lebih banyak. Hal ini sebenarnya dilakukan melalui 3 mekanisme yang bekerja secara sinergis/ bersamaan. Cara pertama yaitu dengan meningkatkan luas permukaan dari kapiler sehingga area untuk difusi lebih luas. Cara kedua yaitu dengan membuka katup yang ada pada kapiler sehingga memungkinkan untuk mengambil darah dari area sekitar kapiler tersebut dengan mengurangi jarak untuk difusinya. Lalu yang ketiga melalui peningkatan densitas kapiler yang dampaknya adalah laju aliran darah menjadi lebih lambat di setiap kapilernya. Aliran darah yang lambat ini akan memungkinkan kapiler untuk menyerap lebih banyak darah dan oksigen secara difusi (meningkatkan waktu transit) 8

II.5 Oxygen Consumption Kadar Hb merupakan faktor penting untuk pengiriman O2 ke jaringan. Pengiriman ditentukan oleh cardiac output dan kandungan O2 arterial (Ca O2). Sedangkan CaO2 berkaitan dengan saturasi O2 arterial (SaO2) dan Hb. CO2 (O2 uptake = demand = consumption) akan meningkat setelah peningkatan Ht pasca transfusi. DO2 akan meningkat bila cardiac output meningkat. Obat yang dipergunakan untuk meningkatkan cardiac output akan meningkatkan DO2.9 Cardiac output = heart rate x stroke volume

Stroke volume dipengaruhi oleh preload, contractility dan afterload. Transfusi sel darah merah merupakan standar terapi untuk meningkatkan DO2, dengan tujuan untuk mengoptimalkan VO2.9 Oxygen extraction ratio (O2 ER) = VO2/DO2 x 100 (n = 0.25 – 0.30) DO2 = CO x CaO2 = 640 -140 ml/min VO2 = CO x (CaO2 – CvO2) x 10 = 180 – 280 ml/min. SaO2 = 93 - 98% SvO2 = 65 – 75% Perhitungan konsumsi oksigen adalah relatif sederhana, proses ini melibatkan dengan cara mengurangkan jumlah oksigen yang dihembuskan dengan jumlah oksigen yang dihirup: 10 Konsumsi oksigen (VO2) = volume oksigen yang dihirup – volume oksigen yang dikeluarkan. Hubungan konsumsi oksigen dengan nadi 11

Gambar 13. Hubungan konsumsi oksigen dengan denyut nadi

Tabel 4. Konsumsi oksigen saat aktivitas

Pada saat istirahat, metabolisme basal memerlukan VO2 250-300 mL / menit, yaitu 3,5 mL / kg. Akan terjadi peningkatan (nyeri, kecemasan, sepsis, demam) atau penurunan VO2 (hipotermia, anestesi, hipotermia). 12

II.5.2 Oxygen Consumption saat Latihan Fisik Selama latihan, ventilasi mungkin akan meningkat daripada saat beristirahat, nilainya sekitar 5-6 liter/menit hingga > 100 liter/menit. Ventilasi meningkat linear dengan peningkatan tingkat kerja pada intensitas latihan submaksimal. Konsumsi oksigen juga meningkat secara linear dengan meningkatnya tingkat kerja pada intensitas submaksimal. Pada laki-laki muda, dalam keadaan beristirahat konsumsi oksigen adalah sekitar 250 ml/menit. Peningkatan ventilasi paru terjadi disebabkan kombinasi dari kenaikan volume tidal dan laju pernapasan dan sangat berhubungan dengan peningkatan penyerapan oksigen dan output karbon dioksida. 13 Perubahan gas darah arteri Perubahan yang terjadi pada pH arteri, PO2 dan nilai-nilai PCO2 selama latihan biasanya kecil. PO2 arteri

sering naik sedikit karena hiperventilasi.

Selama olahraga berat, ketika oksigen tidak mencukupi untuk metabolisme dan siklus

Krebs tidak tersedia, akan terjadi peningkatan ketergantungan hasil

glikolisis sehingga terjadi peningkatan akumulasi asam laktat, yang awalnya

mengarah ke peningkatan PaCO2. Namun, ini dapat dinetralisir oleh stimulasi ventilasi dan sebagai akibat PaCO2 yang menurun. Ini memberikan beberapa kompensasi pernapasan untuk mengurangi produksi laktat dan menaikkan pH. 13

Tabel. 5. Burton, DA, Stokes, K, Hall, GM, 2004, Continuing Education in Anaesthesia, Critical Care and Pain; Physiological effects of exercise. The Board of Management and Trustees of the British. 13

Tabel 6. Adaptasi kardiovaskular

Gas Darah 11

Gambar 15. Kandungan oksigen dalam darah Konsumsi oksigen 6

Gambar 16. Konsumsi oksigen saat latihan fisik

II.6 Hipoksemia dan Terapi Oksigen Hipoksemia adalah suatu keadaan terjadinya penurunan konsentrasi oksigen dalam darah arteri (PaO2) atau saturasi oksigen dalam arteri (SaO2). Nilai normal PaO2 85 – 100 mmHg dan SaO2 > 95%. Hipoksia adalah penurunan sejumlah oksigen yang terdapat dalam jaringan tanpa memperhatikan penyebab dan lokasi. Berdasarkan nilai PaO2 dan SaO2, hipoksemia dibedakan menjadi ringan (PaO2 60-79 mmHg dan SaO2 90-94%), sedang (PaO2 40-60 mmHg dan SaO2 75-89%) dan berat (PaO2 < 40 mmHg dan SaO2 <75%). Hipoksemia dapat disebabkan oleh gangguan ventilasi-perfusi, hipoventilasi, pirau, gangguan difusi dan berada di tempat yang tinggi.12 a. Hipoksemia dan Hipoksia Istilah hipoksemia menyatakan nilai PaO2 yang rendah dan seringkali ada hubungannya dengan hipoksia, atau oksigenasi jaringan yang tidak memadai. Hipoksemia tak selalu disertasi dengan hipoksia jaringan. Seseorang masih dapat mempunyai oksigenasi jaringan yang normal, tapi menderita hipoksemia; seperti juga seseorang masih dapat memiliki PaO2 normal tetapi menderita hipoksia jaringan (karena gangguan pengiriman oksigen dan penggunaan oksigen oleh selsel). Tetapi ada hubungan antara PaO2 dengan hipoksia jaringan, meskipun terdapat nilai PaO2 yang tepat pada jaringan yang menggunakan O2.Kalau semua dianggap sama, makin cepat timbulnya hipoksemia, semakin berat pula kelainan jaringan yang diderita. Pada umumnya nilai PaO2 yang terus menerus kurang dari 50 mmHg disertai hipoksia jaringan dan asidosis (yang disebabkan oleh metabolisme anaerobik). Hipoksia dapat terjadi pada nilai PaO2 normal maupun rendah sehingga evaluasi pengukuran gas darah harus selalu dikaitkan dengan pengamatan klinik dari pasien yang bersangkutan. Sianosis merupakan satu tanda yang tidak dapat diandalkan karena SaO2 harus kurang dari 75% pada orang dengan kadar Hb normal sebelum tanda itu dapat diketahui.

b. Hiperkapnia dan Hipokapnia Seperti halnya ventilasi, yang dianggap memadai bila suplai O2 seimbang dengan kebutuhan O2, pembuangan CO2 melalui paru baru dianggap memadai bila pembuangannya seimbang dengan pembentukan CO2. CO2 mudah sekali

mengalami difusi sehingga tekanan CO2 dalam udara alveolus sama dengan tekanan CO2 dalam darah arteri; sehingga PaCO2 merupakan gambaran ventilasi alveolus yang langsung dan segera yang berhubungan dengan kecepatan metabolisme. Dengan demikian PaCO2 digunakan untuk menilai kecukupan ventilasi alveolar karena pembuangan CO2 dari paru seimbang dengan sehingga PaCO2 langsung berkaitan dengan produksi CO2 ( CO2) dan sebaliknya berkaitan dengan ventilasi alveolar: PaCO2 α CO2/ . Ventilasi yang memadai akan mempertahankan kadar PaCO2 sebesar 40 mmHg. Hiperkapnia didefinisikan sebagai peningkatan PaCO2 sampai di atas 45 mmHg; sedangkan hipokapnia terjadi apabila PaCO2 kurang dari 35 mmHg. Penyebab langsung retensi CO2 adalah hipoventilasi alveolar (ventilasi kurang memadai, untuk mengimbangi pembentukan CO2). Hiperkapnia selalu disertai hipoksia dalam derajat tertentu apabila pasien bernapas dengan udara yang terdapat dalam ruangan. Penyebab utama hiperkapnia adalah penyakit obstruktif saluran napas, obat-obat yang menekan fungsi pernapasan, kelemahan atau paralisis otot pernapasan, trauma dada atau pembedahan abdominal yang mengakibatkan pernapasan menjadi dangkal, dan kehilangan jaringan paru. Tanda klinik yang dikaitkan dengan hiperkapnia adalah: kekacauan mental yang berkembang menjadi koma, sakit kepala (akibat vasodilatasi serebral), asteriksis atau tremor kasar pada tangan yang teregang (flapping tremor), dan volume denyut nadi yang penuh disertai tangan dan kaki yang terasa panas dan berkeringat (akibat vasodilatasi perifer karena hiperkapnia).

Hiperkapnia

kronik

akibat

penyakit

paru

kronik

dapat

mengakibatkan pasien sangat toleran terhadap PaCO2 yang tinggi, sehingga pernapasan terutama dikendalikan oleh hipoksia. Dalam keadaan ini, bila diberi oksigen kadar tinggi, pernapasan akan dihambat sehingga hiperkapnea bertambah berat. Kehilangan CO2 dari paru yang berlebihan (hipokapnia) akan terjadi apabila terjadi hiperventilasi (ventilasi dalam keadaan kebutuhan metabolisme meningkat untuk membuang CO2). Tanda dan gejala yang sering berkaitan dengan hipokapnia adalah sering mendesah dan menguap, pusing, palpitasi, tangan dan kaki kesemutan dan baal, serta kedutan otot. Hipokapnia hebat (PaCO2 < 25 mmHg) dapat menyebabkan kejang.

Patofisiologi hipoksemia Hipoksemia menyebabkan beberapa perubahan fisiologi yang bertujuan untuk mempertahankan agar oksigenasi ke jaringan memadai. Bila tekanan oksigen arterial (PaO2) di bawah 55 mmHg, kendali napas akan meningkat sehingga tekanan oksigen arterial juga meningkat dan sebaliknya tekanan karbondioksida arteri menurun. Pembuluh darah yang mensuplai darah di jaringan hipoksia mengalami vasodilatasi, selain itu juga terjadi takikardi yang akan meningkatkan volume sekuncup jantung sehingga oksigenasi jaringan dapat diperbaiki. Hipoksia alveoler menyebabkan kontraksi pembuluh darah pulmoner sebagai respons untuk memperbaiki rasio ventilasi perfusi di area paru yang terganggu, kemudian akan terjadi

peningkatan

eritrositosis dan

sekresi

eritropoetin

ginjal

sehingga

mengakibatkan

terjadi peningkatan kapasitas transfer oksigen. Kontraksi

pembuluh darah pulmoner, eritrositosis dan peningkatan volume sekuncup jantung akan menyebabkan hipertensi pulmoner, gagal jantung kanan bahkan dapat menyebabkan kematian.

Tujuan terapi oksigen Tujuan umum terapi oksigen adalah untuk mencegah dan memperbaiki hipoksia jaringan, sedangkan tujuan khususnya adalah untuk mendapatkan PaO2 lebih dari 90 mmHg atau SaO2 lebih dari 90%. Besarnya fraksi oksigen inspirasi (FiO2) yang didapatkan paru sesuai dengan volume oksigen yang diberikan pada pasien dapat dilihat pada tabel berikut.

Alat

Kanula nasal

Masker oksigen

Aliran

FiO2

(l/mnt)

(%)

1

0,24

2

0,28

3

0,32

4

0,36

5

0,40

6

0,44

5-6

0,40

Masker

dengan

kantong

6-7

0,50

7-8

0,60

6

0,60

7

0,70

8

0,80

9

≥ 0,80

10

≥ 0,80

udara

Tabel 7. Alat untuk membantu terapi oksigen

Tabel 8. Terapi oksigen berdasarkan saturasi

INDIKASI TERAPI OKSIGEN Beberapa kondisi harus dipenuhi sebelum melakukan terapi oksigen yaitu diagnosis yang tepat, pengobatan optimal dan indikasi, sehingga terapi oksigen akan dapat memperbaiki keadaan hipoksemia dan perbaikan klinik. Kriteria pemberian terapi oksigen dapat dilakukan sebagai berikut. 1. Pemberian terus menerus, dilakukan apabila hasil analisis gas darah saat istirahat didapatkan nilai: a. PaO2 < 55 mmHg atau saturasi < 88% b. PaO2 antara 56-59 mmHg atau saturasi 89% disertai kor pulmonale atau polisitemia (Ht > 56%) 2. Pemberian berselang, dilakukan apabila hasil analisis gas darah didapatkan nilai:

a. Saat latihan PaO2 < 55 mmHg atau saturasi < 88% b. Saat tidur PaO2 < 55 mmHg atau saturasi < 88% disertai komplikasi seperti hipertensi pulmoner, somnolen dan aritmia

Pasien dengan keadaan klinik tidak stabil yang mendapatkan terapi oksigen perlu dievaluasi analisis gas darah setelah terapi untuk menentukan perlu tidaknya terapi oksigen jangka panjang.

METODE PEMBERIAN OKSIGEN Oksigen diberikan dengan kanula nasal 2 l/mnt dapat meningkatkan fraksi oksigen inspirasi (FiO2) dari 21 menjadi 27%. Metode ini kurang efisien karena hanya oksigen yang mengalir pada awal inspirasi saja yang sampai di alveoli dan ikut proses pertukaran gas. Penggunaan kateter transtrakeal merupakan salah satu cara untuk mengurangi volume ruang rugi anatomik, sehingga oksigen yang diberikan bisa dosis kecil. Karena langsung melalui trakea maka akan mengurangi iritasi nasal, telinga dan fasial serta mencegah bergesernya alat tersebut saat tidur. Namun demikian perlu dipertimbangkan komplikasi yang mungkin terjadi yaitu emfisema subkutis, bronkospasme, batuk paroksismal, dislokasi kateter, infeksi di lubang trakea dan mucous ball yang bisa mengakibatkan keadaan menjadi fatal.

SISTEM PEMBERIAN OKSIGEN Sistem pemberian oksigen yang dipakai untuk aliran terus menerus ada 3 macam yaitu oksigen dimampatkan bertekanan tinggi, oksigen cair dan oksigen konsentrat. 1. Oksigen dimampatkan bertekanan tinggi. Oksigen disimpan dalam tabung metal bertekanan tinggi, aliran oksigen diatur dengan regulator. Macam-macam tabungnya adalah tabung H (244 cuft), tabung E (22 cuft) dan tabung D (13 cuft). Keuntungannya adalah murah, tersedia cukup banyak dan dapat disimpan lama. Kerugiannya adalah berat, kurang praktis dalam pengisian dan mudah meledak. 2. Oksigen cair. Oksigen cair tidak bertekanan tinggi dan dapat disimpan dalam tempat tertentu dilengkapi dengan alat HCFA untuk mengubah oksigen cair menjadi gas sehingga dapat dihirup. Tempat penyimpanan, disebut dewar, dapat

menyimpan oksigen cair sampai suhu – 273 oF. Umumnya dewar berisi 100 pound oksigen yang habis dalam seminggu bila dipakai terus menerus dengan aliran 2 l/mnt. Oksigen cair lebih disukai daripada oksigen bertekanan tinggi karena tempat penyimpanannya lebih kecil, ringan dan mudah dibawa pergi. Kerugiannya lebih mahal dan pengisian kembali di pabrik yang sama. 3. Oksigen

konsentrat.

Sistem

oksigen

konsentrat

didapat

dengan

mengekstraksiikan udara luar menggunakan metode molekuler sieve, oksigen diekstraksi sehingga dapat diberikan kepada pasien dan nitrogen dibuang kembali ke udara luar. Alat ini dioperasikan secara elektrik. Keuntungannya cukup murah, tidak perlu penyimpanan khusus, sedang kerugiannya kurang portabel, bersuara dan perlu perawatan yang teratur.

RISIKO TERAPI OKSIGEN Salah satu risiko terapi oksigen adalah keracunan oksigen. Hal ini dapat terjadi bila oksigen diberikan dengan fraksi lebih dari 50% terus menerus selama 1-2 hari. Kerusakan jaringan paru terjadi akibat terbentuknya metabolik oksigen yang merangsang sel PMN melepaskan enzim proteolitik dan enzim lisosom yang dapat merusak alveoli, risiko lainnya adalah retensi gas CO2 dan atelektasis.

BAB III KESIMPULAN

Tubuh manusia membutuhkan oksigen yang berfungsi untuk metabolisme dan kelangsungan hidup. Oksigen didapat melalui udara yang dihirup oleh sistem pernapasan melalui proses venilasi, difusi dan transpor serta di edarkan ke seluruh tubuh melalui sistem kardiovaskular. Tubuh akan berespons cepat terhadap terjadinya kekurangan oksigen di jaringan atau hipoksia dengan beberapa kompensasi. Delivery Oxygen (DO2) sangat bergantung pada beberapa faktor seperti salah satunya adalah cardiac output. Delivery oxygen ini sangat berpengaruh terhadap oxygen consumption (VO2). VO2 yang digunakan saat istirahat berbeda dengan VO2 yang digunakan saat beraktivitas baik ringan maupun berat. Keadaan-keadaan seperti gangguan sistem respirasi dan sistem kardiovaskular dapat mengganggu proses DO2 maupun VO2 kemudian jika tidak ditangani dengan segera dapat timbul hipoksia ataupun hipoksemia. Terapi oksigen dapat digunakan sebagai terapi simptomatis ketika tubuh kekurangan oksigen atau terjadinya penurunan kadar oksigen dalam darah arteri. Namun, harus dicari penyebab pasti terjadinya hipoksia tersebut. Penggunaan alat bantu napas untuk mengalirkan oksigen dilihat dari nilai saturasi oksigen, sehingga dapat ditentukan berapa fraksi oksigen yang dibutuhkan.

DAFTAR PUSTAKA

1. D J Brake1, Fellow and G P Bates, A Guide to Breathing Rates in Confined Environments: Criteria for the design of emergency refuge stations for an underground metal mine. United Kingdom. 2. Moore, KL, Agur, AM, 2002, Anatomi Klinis Dasar, Jakarta, Penerbit Buku Kedokteran EGC. p46-79 3. Guyton, A.C., dan Hall, J. E. 2007. Textbook of Medical Physiology, 11th Edition. Jakarta: EGC. 4. Sherwood, L. Brooks/Cole.

2010.

Human

Physiology,

7th

Edition.

Canada:

5. Ganong, WF, 2010, Review of Medical Physiology, 23th ed., McGrawHill, New York. 6. Law, R., dan Bukwirwa, H. 1999. “The Physiology of Oxygen Delivery”. Update in Anaesthesia, (10): 20-26. 7. Gutierrez, Juan A; Theodorou, Andreas A. 2012. “Oxygen Delivery and Oxygen Consumption in Pediatric Critical Care.” Pediatric Critical Care Study Guide Text and Review. (2): 19-38 8. Fahey, J. T., dan Lister, G. 1996. Chapter 22: Oxygen Demand, Delivery, And Consumption. 9. Soenarjo, Jatmiko, HD, 2013, Anestesiologi ed 2, Bagian Anestesiologi dan Terapi Intensif Fakultas Kedokteran Undip/RSUP Dr. Kariadi Semarang. 10. Calculation of Oxygen Uptake and Carbon Dioxide Production. 11. Saliterman, SS, 2014, Exercise Physiologi, Exercise Physiologi. Department of Biomedical Engineering, University of Minnesota. www.tc.umn.edu/~drsteve.

12. Conte, B, Joël L'hermite, Ripart J, Lefrant, J, 2010, Perioperative Optimization of Oxygen Delivery, www.medscape.com 13. Burton, DA, Stokes, K, Hall, GM, 2004, Continuing Education in Anaesthesia, Critical Care and Pain; Physiological effects of exercise. The Board of Management and Trustees of the British. p185- 188 14. Gomez, MN, 1998, Magnesium and cardiovascular disease. Anesthesiology, 89 : 222. 15. Morgan, EG, Mikhail, MS, Murray, MJ, 2006, Clinical Anesthesiology 4th edition, 27:413.

Related Documents


More Documents from "Sofia Setia"