1
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Air berdifusi melintasi membran dari wilayah yang berkonsentrasi zat terlarut lebih rendah ke wilayah yang berkonsentrasi zat terlarut lebih tinggi sampai konsentrasi zat terlarut pada kedua sisi membran permeabel selektif disebut osmosis. Pergerakan air melintasi membran sel dan keseimbangan air antara sel dan lingkungannya bersifat krusial bagi organisme (Campbell, 2010: 143). Osmosis merupakan pergerakan molekul air melalui membran semipermeabel (selektif permiabel) dari larutan kerkonsentrasi rendah menuju larutan berkonsentrasi tinggi hingga konsentrasinya sama. Peristiwa osmosis memainkan peranan yang sangat penting pada tubuh makhuk hidup manusia dan hewan misalnya pada sel darah merah (Suma dan Suartha, 2011: 29-30). Di antara tiga tipe sel darah (sel darah merah, sel darah putih dan trombosit), sel darah merah yang paling banyak jumlahnya dalam tubuh. Sel darah merah memanfaatkan peristiwa osmosis yaitu untuk mengedarkan darah ke seluruh tubuh. Darah mengandung banyak air dan air yang terdapat dalam sel darah merah tersebut akan ditarik ke luar dari dalam sel jika terlarut dalam larutan berkonsentrasi tinggi sehingga mengerut dan merusak. Sebaliknya jika diletakkan sel darah merah dalam suatu larutan yang lebih encer maka sel darah merah akan mengembang dan akhirnya pecah (Hartadi, 2004: 1). Hal tersebut terjadi karena adanya perbedaan konsentrasi anara darah dengan pelarut. Larutan yang berkonsentrasi tinggi disebut hipertonik sedangkan larutan yang berkonsentrasi rendah disebut dengan hipotonik. Jika darah memiliki konsentrasi
1
2
yang sama dengan pelarut maka dapat dikatakan larutan tersebut isotonik terhadap darah. Perbedaan konsentrasi ini yang menyebabkan dapat terjadinya peristiwa osmosis (Rumanta, 2009: 1). Berdasarkan uraian tersebut maka dilakukan percobaan tentang osmosis untuk mengetahui proses osmosis pada sel darah merah. B. Rumusan Masalah Rumusan masalah dari percobaan ini adalah bagaimana mengamati proses osmosis pada sel darah merah? C. Tujuan Tujuan pada percobaan ini adalah untuk mengetahui proses osmosis pada sel darah merah.
3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Osmosis Osmosis berkaitan dengan pemisahan sel dengan lingkungannya. Membran sel secara umum berfungsi sebagai barrier yang memisahkan sel dengan lingkungannya. Tidak harus mengisolasi sel dari lingkungannya melainkan dapat berfungsi mengatur keluar masuk zat yang diperlukan atau tidak diperlukan oleh sel itu sendiri. Dengan demikian membran sel berperan dalam transport zat-zat keluar masuk yang erat kaitannya dengan transport pasif, osmosis dan difusi (Rumanta, 2009: 19-20). Osmosis adalah bergeraknya molekul air melalui membran semipermeabel (selektif permeabel) dari larutan berkonsentrasi rendah menuju larutan berkonsentrasi tinggi hingga konsentrasinya sama. Seluruh membran sel dan kapiler permeabel terhadap air sehingga tekanan osmotik cairan tubuh di seluruh bagian tubuh sama. Membran semipermeabel adalah membran yang dapat dilalui air namun tidak dapat dilalui oleh zat terlarut seperti protein. Tekanan yang diperlukan untuk menghentikan proses osmosis disebut tekanan osmosis (Anthara dan Suartha, 2011: 30). Osmosis adalah difusi air melalui membrane semipermeable. Dalam sebuah sel yang banyak mengandung organel dan molekul-molekul besar, air dari lingkungan pada akan bergerak masuk ke dalam sel. Dalam hal ini air termasuk larutan yang hipotonis. Selain larutan hipotonis ada juga dikenal larutan hiperntonik dan larutan isotonik (Rumanta, 2009: 21).
3
4
Tampaknya logis jika lrutan dengan konsentrasi zat terlarut yang lebih tinggi akan memiliki konsentrasi zat yang lebih rendah. Akan tetapi untuk larutan encer seperti sebagian besar cairan biologis zat terlarut tidak terlalu mempengaruhi konsentrasi air. Sebagai gantinya, pengumpulan rapat molekul air di sekeliling molekul zat terlarut ang hidrofilik menjadikan sebagian air tidak mampu melintasi membran. Perbedaan konsentrasi air bebas lah yang penting. Pada akhirnya, efeknya sama saja (Campbell dan Reece, 2010: 143). Air berdifusi melintasi membran dari wilayah yang berkonsentrasi zat terlarut lebih rendah ke wilayah yang berkonsentrasi zat terlarut lebih tinggi hingga konsentrasi zat terlarut padat kedua sisi membran setara. Ketika mempelajari perilaku sel dalam larutan, konsenteasi zat telarut dan permeabilitas membran harus samasama diperhitungkan (Campbell dan Reece, 2010: 143). Kedua faktor ini diperhitungkan dalam konsep tonositas yaitu kemampuan larutan untuk menyebabkan sel atau kehilangan air. Tenositisas larutan bergantung sebagian pada konsentrasi zat terlarut tidak dapat melintasi membran relatif terhadap yang terdapat dalam sel. Jika terdapat konsentrasi zat terlatut bukan penembus yang lebih tinggi di larutan di sekeliling, air akan cenderung meninggalkan sel dan demikian sebaliknya (Campbell dan Reece, 2010: 143). B. Darah Jumlah sel darah merah dapat diukur dengan cara konvensional. Tetapi bila sel darah merah yang diukur cukup bahyak maka akan memakan waktu. Hal ini menyebabkan pengukuran secara konvensional tidak efisien selain itu perhitungan secara ionvensional terkadang kurang akurat ketik diakukan dengan pengamatan langsung. Hal ini disebabkan pengamatan pada sel darah merah ssangat dipengaruhi
5
oeh tingkat ketelitian dokter yang menganalisis. Dengan semakin majunya imu pengetahuan maka pengukuran akan lebih akurat dengan melakukan pengukuran dan perhitungan melalui bantuan citra digital (Hartadi, dkk. 2004: 1). Diantara tiga tipe darah (sel darah merah, sel darah puth dan trombsit) sel darah merah lah yang palng banyak jumahnya. Sel-sel darah merah mempunyai bentuk cakra dengan diameter 7,5 µm dengan ketebalan tepi 2 µm. Tengah-tengah cakra tersebut lebih tipis dengan ketebalan 1 µm. bentuk bionkaf yang menarik ini mempercepat pertukaran gas-gas antara sel-sel dan plasma darah. Sel darah memiliki bentuk umum menyerupai cakram dengan tengah yang cekung. Efek pencahayaan menyebabkan beberapa sel darah merah terlihat terang pada bagian tengahnya seperti donat (Hartadi, dkk. 2004: 1-3). Beberapa sel bagian tengahnya (yang terang) terlihat sangat luas dan melingkupi sebagian besar sel bahkan terlihst pecah. Hal ini dapat menimbulkan kesulitan dalam pengolahan. Oleh karena itu perlu dilakukan rekonstruksi citra sel darah menjadi bentuk yang diinginkan yaitu bentuk cakram dengan bagian terang yang tidak terlalu luas atau bentuk cakram yang benar-benar penuh. Proses pengolahan citra digital berakhir dengan tampilan deskripsi atas hasil pengolahan dalam bentuk tekstual. Karena program simulasi ini dibuat untuk menghitung jumlah sel darah merah maka analisis yang diambil adalah jumlah sel darah merah (Hartadi, dkk., 2004: 3). Darah adalah cairan tersusun atas plasma cair (55 %) yang komponen utamanya adalah air dan sel-sel yang mengambang di dalamnya (45%). Plasma kaya akan protein-protein terlarut, lipid dan karbohidrat. Bagian-bagian selular penyususn darah biasanya dikenal sebagai unsur bentukan terdiri atas tiga tipe yaitu sel-sel darah
6
merah atau eritrosit, sel-sel darah putih atau leukosit dan platelet atau trombosit. Kekentalan darah cukup besar 4,5 kali lebih besar daripada air terdestilasi. Kekentalan yang tinggi tersebut akibat adanya protein-protein, sel-sel darah dan berbagai makromolekul dalam darah merupakan salah satu faktor penyebab lambatnya aliran darah dalam bantalan-bantalan kapiler (Fried dan Hademenos, 2006: 213). pH darah dijaga dalam kisaran sempit pada individu yang sehat yaitu 7,3 hingga 7,5. Jika pH kurang dari 7,3 terjadi asidosis dan nyawa orang tersebut mengalami ancaman serius. Kelaparan dan diabetes yang parah sekali menyebabkan kondisi tersebut. Pada pH lebih dari 7,5 terjadi alkalosis. Hiangnya sama lambung secara berlebih akibat muntah-muntah dapat menyebabkan alkalosis yang juga merupakan ancaman serius bagi nyawa seseorang. Penjagaan pH yang konstan tergantung pada kerja sistem-sistemdapar yang terdapat dalam plasma dan dalam selsel darah merah (Fried dan Hademenos, 2006: 213). C. Sifat Larutan Konsentrasi zat terlarut dan permeabelitas membran harus sama-sama diperhitungkan. Kedua faktor ini diperhitungkan dalam konsep tonisitas yaitu kemampuan larutan untuk menyebabkan sel memperoleh atau kehilangan air. Tonisitas larutan bergantung sebagian pada konsentrasi zat terlarut yang tidak dapat melintasi membran, relatif terhadap yang terdapat dalam sel. Jika terdapat konsentrasi zat terlarut bukan penembus yang lebih tinggi di larutan di sekeliling, air akan cenderung meninggakan sel dan demikian sebaliknya, jika terdapat konsentrasi zat terlarut penembus yang lebih tinggi di larutan di sekeliling, air akan cenderung meninggalkan sel (Campbell dan Reece, 2010: 143).
7
Suatu sel yang tidak memiliki dinding direndam dalam lingkungan yang isotonik (isotonic) terhadap sel (iso berarti sama), tidak akan ada pergerakan netto air melintasi membran plasma. Air mengalir melintasi membran namun dengan laju yang sama dalam kedua arah. Volume sel hewan dalam lingkungan isotonik stabil. Selanjutnya memindahkan sel tersebut ke lingkungan hipertonik terhadap sel (hyper berarti lebih banyak). Sel akan kehilangan air ke lingkungan, mengerut dan mungkin mati. Inilah salah satu alasan mengapa peningkatan salinitas danau dapat membunuh hewan-hewan yang hidup di danau tersebut (Campbell dan Reece, 2010: 144). Sel mungkin mengerut dan mati jika larutan menjadi hipertonik. Akan tetapi bagi sel hewan, mengambil terlalu banyak air dapat sama berbahayanya dengan kehilangan air. Air akan memasuki sel lebih cepat jika ditempatkan sel dalam larutan hipotonik (hypotonic) terhadap sel (hypo berarti lebih sedikit) daripada keluar dari sel dan sel akan membengkak serta lisis (meletus) seperti balon air yang kepenuhan. Sel tanpa dinding kaku tidak dapat menoleransi pengambilan maupun kehilangan air yang berlebih (Campbell dan Reece, 2010: 144). Hewan dan organisme lain yang tidak memiliki dinding sel kaku yang hidup dalam lingkungan hipertonik atau hipotonik harus memiliki adaptasi khusus untuk osmoregulasi yaitu kontrol keseimbangan air. Paramecium hidup dalam kolam yang hipotonik terhadap sel. Paramecium memiliki membrane plasma yang sangat kurang peremeabel terhadap air daripada membrane pada sebagian besar sel lainnya tetapi hal ini hanya memperlambat pengambilan air yang secara terus menerus memasuki sel. Sel paramecium tidak meletus karena dilengkapi dengan vakuola kontraktil yang merupakan organel yang berfungsi sebagai pompa untuk mendorong air keluar dari sel secepat air masuk ke sel melalui osmosis (Campbell dan Reece, 2010: 144).
8
Sel tumbuhan juga seperti sel hewan yang mengembung ketika air masuk melalui osmosis. Akan tetapi dinding yang relatif tak elastis akan mengembang hanya sampai batas tertentu sebelum memberikan tekanan balik pada sel yang melawan pengambilan air lebih lanjut. Pada titik ini sel bersifat turgid (amat kaku) yang merupakan kondisi sehat bagi sebagian besar sel tumbuhan. Tumbuhan yang tidak berkayu memperoleh sokongan mekanis dengan bergantung pada sel-sel yang dijaga tetap turgid oleh larutan hipotonik di sekelilingnya (Campbell dan Reece, 2010: 144). Sel tumbuhan dan sekelilingnya bersifat isotonik maka tidak ada kecenderungan air untuk masuk dan sel menjadi lembek (flaccid). Akan tetapi dinding yang tidak memberikan keuntungan jika sel direndam dalam lingkungan hipertonik. Pada kasus ini sel tumbuhan akan kehilangan air ke lingkungan dan menyusut. Ketika sel tumbuhan mengerut maka membran plasmanya terlepas dari dinding. Fenomena ini disebut plasmolisis yang menyebabkan tumbuhan menjadi layu dan dapat menyebabkan tumbuhan mati (Campbell dan Reece, 2010: 144-145). Sel berdinding milik fungi dan bakteri juga mengalami plasmolisis dalam lingkungan hipertonik. Mengenai zat-zat dan air terlarut hidrofilik tertentu menyeberangi membran, banyak molekul polar dan ion yang dihalangi oleh lapisan ganda lipid pada membran yang bisa berdifusi secara pasif berkat bantuan protein transport yang membentang ke dua sisi membran. Fenomena ini dikenal sebagai difusi terfasilitasi atau difusi dipermudah (facilitated diffusion) (Campbell dan Reece, 2010: 145).
9
BAB III METODE PENELITIAN
A. Waktu dan Tempat Percobaan ini telah dilaksanakan pada Jumat, 16 November 2018 pukul 13.00-16.00 Wita bertempat di Laboratorium Biokimia Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar. B. Alat dan Bahan 1. Alat Alat-alat yang digunakan pada percobaan ini di antaranya gelas kimia 100 ml, gelas arloji, pipet tetes 5 mL dan pen lancet. 2. Bahan Bahan-bahan yang digunakan pada percobaan ini diantaranya aquades (H2O), darah, larutan ringer (C3H6O3), larutan sukrosa (C12H22O11) dan tissu. C. Prosedur Kerja Menyiapkan tiga buah gelas arloji. Kemudian menetesi darah ke masingmasing gelas arloji. Selanjutnya menetesi larutan ringer pada gelas arloji I, larutan sukrosa pada gelas arloji II dan aquades pada gelas arloji III. Mengamati perubahan yang terjadi pada darah apakah termasuk larutan isotonik, hipotonik dan hipertonik kemudian mencatat hasilnya.
9
10
BAB IV HASIL PENGAMATAN
A. Hasil Pengamatan Hasil pengamatan dari percobaan ini yaitu: Tabel 4.1. Hasil Pengamatan Osmosis pada Darah No
Perlakuan
Sifat Larutan
1.
Darah + Aquades (H2O)
Hipotonik
Keterangan Konsentrasi
zat
terlarut
lebih
rendah
lebih
tinggi
daripada konsentrasi aquades. 2.
Darah + Larutan Ringer
Hipertonik
Konsentrasi
zat
terlarut
dibandingkan dengan konsentrasi larutan ringer. 3.
Darah + Larutan Sukrosa
Isotonik
Konsentrasi
zat
terlarut
sama
dengan
konsentrasi larutan sukrosa.
B. Pembahasan Osmosis adalah bergeraknya molekul air melalui membran semipermeabel (selektif permiabel) dari larutan kerkonsentrasi rendah menuju larutan berkonsentrasi tinggi hingga konsentrasinya sama (Suma dan Suartha, 2011: 29-30). Pernyataan tersebut berkaitan dengan pengamatan yang telah dilakukan pada percobaan osmosis. Percobaan osmosis dilakukan dengan cara menggunakan lanset untuk menusuk salah satu jari agar darah dapat keluar sehingga dapat diteteskan pada gelas arloji. Meneteskan darah dengan cara menempelkan jari yang berdarah langsung pada tiap gelas arloji. Hal ini dilakukan untuk menjaga kesterilan darah sehingga tidak
10
11
digunakan alat perantara untuk meneteskan darah pada gelas arloji selain itu juga mempermudah proses pengamatan dan dapat mengefisienkan waktu. Menggoyanggoyangkan gelas arloji dilakukan dengan tujuan untuk menghomogenkan darah dengan larutan yang ada pada tiap gelas arloji agar dapat diamati apa yang terjadi pada sel darah yang ditetesi aquadest, larutan ringer dan larutan sukrosa. Hasil pengamatan yang telah dilakukan yaitu pada tiap gelas arloji memiliki sifat larutan yang berbeda-beda. Gelas arloji berisi darah yang ditetesi larutan sukrosa bersifat isotonik. Hal ini menunjukkan bahwa darah dan larutan sukrosa memiliki konsentrasi yang sama sehingga tidak ada pergerakan maka dari itu terlihat darah dan aquades tidak menyatu. Gelas arloji berisi darah yang ditetesi larutan ringer bersifat hipertonik. Hal ini menujukkan bahwa darah sebagai zat terlarut memiliki konsentrasi yang lebih tinggi dibandingkan dengan larutan ringer sehingga sel darah bergerak keluar dari larutan ringer maka dari itu pada pengamatan terlihat darah menyatu dengan larutan ringer karena disebabkan oleh terjadinya proses difusi pada darah. Gelas arloji berisi darah yang ditetesi aquades bersifat hipotonik. Hal ini menunjukkan bahwa darah sebagai zat terlarut memiliki konsentrasi yang lebih rendah dibandingkan dengan aquadest sehingga terjadi osmosis yaitu sel darah bergerak ke dalam aquades maka dari itu pada pengamatan darah dan aquades terlihat menyatu.
12
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan Berdasarkan percobaan yang dilakukan, maka dapat disimpulkan bahwa proses osmosis pada sel darah merah yaitu terjadi isotonik pada penambahan larutan sukrosa, hipotonik pada penambahan aquadest dan hipertonik pada penambahan larutan ringer. B. Saran Saran pada percobaan selanjutnya sebaiknya menggunakan sirup dan buah-buahan untuk mengamatai proses osmosis yang terjadi agar dapat dibandingkan dengan proses osmosis pada sel darah merah.
12
13
DAFTAR PUSTAKA Anthara, I Made Suma dan I Nyoman Suartha. Homeostatis Cairan Tubuh pada Anjing dan Kucing. Denpasar: Buletin Veteriner Udayana. 2011. Campbell dan Reece. Biology Eight Edition. Terjemahan. Biologi Edisi 8 Jilid 1. Jakarta: Erlangga. 2010. Fried, George H. dan George J. Hademenos. Schaum’s Outlines of Theory and Problems of Biology Second Edition. Terjemahan. Schaum’s Outlines Biologi Edisi Kedua. Jakarta: Erlangga. 2006. Hartadi, Diaz, dkk. “Simulasi Penghitungan Jumlah Sel Darah Merah”. Transmisi, 8, no. 2 (2004): h.1-6. Rumanta, Maman. PengantarFisiologi Hewan. Jakarta: Universitas Terbuka. 2009.