Oksiuriasis Sp

  • Uploaded by: Elwiz Hutapea
  • 0
  • 0
  • October 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Oksiuriasis Sp as PDF for free.

More details

  • Words: 1,884
  • Pages: 12
Oksiuriasis

Nama : Edwinda Desy Ratu* NIM : 10.2010.229 Kelompok : C9

Alamat Korespondesi *Edwinda Desy Ratu UKRIDA 201, Jl. Arjuna Utara Nomor 6, Jakarta Barat, 11510, E-mail : [email protected]

Pendahuluan Oksiuriasis adalah penyakit yang disebabkan oleh suatu parasit cacing yang bernama Oxuirasis vermicularis. Penyakit ini sangat sering diderita oleh anak-anak karena beberapa penyebab tertentu.

Anamnesis[1] Dalam hal ini kita dapat menanyakan beberapa hal: 1. Identities pasien yang meliputi nama, umur(3tahun), jenis kelamin(laki-laki). 2. Keluhan utama yang dirasakan pasien tersebut: adalah kalau malam tidur gelisah, salalu mengaruk daerah anus. 3. Riwayat penyakit sekarang: sudah terjadi 5 hari yang lalu 4. Riwayat penyakit masa lalu 5. Riwayat penyakit dalam keluarga, adakah kakak atau adik dalam 1 keluarga yang menderita penyakit yang sama. 6. Latar belakang social dan pekerjaan Setelah kita melakukan anamnesis dengan lengkap, maka selanjutnya kita lakukan pemeriksaan fisik dan kemudian kita lakukan pemeriksaan penunjang.

Pemeriksaan Penunjang[2] Pemeriksaan penunjang yang sangat membantu menegakan diagnostic adalah pemeriksaan menggunakan alat anal swab. Yaitu menemukan cacing atau telur cacing eneterobius vermicularis. Sering tanda-tanda infeksi awal adalah ditemukan cacing dewasa dalam tinja setelah enema atau disekitar anus. Telur jarang ditemukan di dalam tinja, hanya 5 % saja telur ditemukan dalam tinja pada orang yang menderita infeksi ini. Telur paling mudah

ditemukan dengan menghapus daerah sekitar anus dengan scotch adhesive tape swab menurut graham. Tes ini memberi hasil positif yang tinggi serta dapat meneukan telur cacing dalam jumlah besar. Dengan cara ini sepotong scoth tape ditempelkan pada daerah sekitar anus, diambil dan diratakan diatas kaca sediaan

dan dibubuhi sedikit dengan toluol untuk

pemeriksaan mikroskop. Pemeriksaan harus dilakukan beberapa kali. Sekali Pemeriksaan dengan swab hanya menemukan kira-kira 50 % dari hasil pemeriksaan, tiga kali pemeriksaan kira-kira keberhasilannya 90%, dan pemeriksaan 7 hari berturut-turut diperlukan untuk menyatakan seseorang bebas infeksi cacing kremi. Swab untuk menemukan telur sebaiknya dibuat pada pagi hari sebelum mandi atau defekasi. Kira-kira sepertiga anak yang terinfeksi parasit ini, dapat ditemukan telurnya dikuku jari. Telur dapat dikenal karena bentuknya asimetris dan isinya berupa embrio dalam stadium lanjut.

Diagnosis Kerja Pasien menderita Oksiuriasis. Rasa gatal disekitar anus yang terjadi malam hari, diagnosis dibuat dengan menemukan telur dan cacing dewasa dengan menggunakan anal swab.

Diagnosis Banding

Nama spesies

Penyakit

Gejala Klinis

Diagnosis

Trichuris trichiura

triikuriasis

Peradangan mukosa

Telur dalam tinja

usus,diare,anemia,prolapsus Strongyloides stercoralis

strongilodiasis

rektum,BB turun Creeping eruption,nyeri

Larva rabditiform pada

epigastrium tidak menjalar

tinja,biakan,atapun aspirasi duodenum

Etiologi Infeksi Cacing Kremi (Oksiuriasis, Enterobiasis) adalah suatu infeksi parasit yang terutama menyerang anak-anak, dimana cacing Enterobius vermicularis tumbuh dan berkembangbiak di dalam usus. Klasifikasi -

Kelas : nematode Subkelas : phasmidia Ordo: rhabditida Superfamilia : oxyuroidea Famili : oxyuridae Genus : oxyuris Spesies : Enterobius vermicularis oxyuris vermicularis (cacing kremi)

Morfologi -

Telur Enterobius vermicularis stadium telur, berukuran 55 x 25 mikron, bentuknya lonjong, dan lebih datar pada satu sisi (tidak simetirs). Dinding telur bening dan rangkap, agak tebal dari

dinding telur cacing tambang. Telur menjadi matang dalam waktu 6 jam dan berisi larva, dalam keadaan lembab telur dapat hidup sampai 13 hari, serta telur resisten terhadap desinfektan dan udara dingin.

-

-

Cacing Betina berukuran 8-13mm x 0,4 mm, terdapat alae (kultikulum seperti sayap) pada ujung anterior, bulbul esofagus jelas sekali, ekor panjang dan runcing, uterus melebar dan penuh telur. Cacing Jantan Berukuran 2-5mm, mempunyai sayap dan ekornya melingkar (berbentuk seperti tanda tanya), spikulim pada ekor jarang ditemukan

Habitat : cacing dewasa biasanya di rongga sekum, usus besar, dan di usus halus

Gambar . Epidemiologi

Penyebaran cacing kremi lebih luas dari cacing lain, penularan dapat terjadi antar kelompok keluarga, melalui lingkungan hidup yang tidak sehat, interaksi tangan ke tangan, debu, bulu anjing dan kucing yang tertempel telur.

Patofisiologi Daur hidup Cacing dewasa terdapat di dalam sekum, apendiks, dan bagian yang berdekatan dengan ileum dan kolon askenden. Cacing ini meletakkan diri dengan kepalanya pada mukosa. Umurnya pendek, yaitu maksimum dua setengah bulan. Cacing betina yang mengandung telur terbawa secara pasif, keluar, dan bertelur di kulit perional. Setelah bertelur, cacing betina mati. Jumlah telur seekor cacing betina kira-kira 11.000 butir. Telur yang keluar ini telah berisi larva (infektif). Sewaktu cacing betina merangkak dan bertelur di prianal menyebabkan gatal-gatal, dan bila digaruk telur berisi larva akan menempel di kuku dan bila termakan akan menyebabkan infeksi baru. Cara penularan demikian disebut autoinfeksi. Selain itu, tangan yang mengandung telur tersebut juga bisa manularkan kepada orang lain melalui mkanan, minuman, dan alas tempat tidur.

Manifestasi Klinis 1. Rasa gatal hebat di sekitar anus

2. Rewel (karena rasa gatal dan tidurnya pada malam hari terganggu) 3. Kurang tidur (biasanya karena rasa gatal yang timbul pada malam hari ketika cacing

betina dewasa bergerak ke daerah anus dan menyimpan telurnya di sana) 4. Nafsu makan berkurang, berat badan menurun (jarang terjadi, tetapi bisa terjadi pada

infeksi yang berat) 5. Rasa gatal atau iritasi vagina (pada anak perempuan, jika cacing dewasa masuk ke dalam

vagina) 6. Kulit di sekitar anus menjadi lecet, kasar, atau terjadi infeksi (akibat penggarukan).

Tata Laksana Medika Mentosa Pengobatan untuk infeksi yang disebabkan oleh enterobius vermicularis, sebaiknya diobati seluruh anggota kelurga jika ditemukan satu dari anggota keluarga tersebut yang terinfeksi parasit ini. Obat-obat tersebut antara lain:

1. Piperazin Obat ini efektif sekali terhadap A. lumbricoides dan E. vermicularis. Efek Antelmintik, menyebabkan blockade respons otot cacing terhadap aseticolin sehingga terjadi paralisis dan cacing mudah dikeluarkan oleh peristaltic usus. Dalam waktu 1-3 hari cacingnya keluar setelah pengobatan dan tidak perlu pencahar. Diduga cara kerja piperazin pada otot cacing dengan mengganggu permeabilitas membrane sel terhadap ion-ion yang berperan dalam

mempertahankan potensi istirahat, sehingga menyebabkan hiperpolarisasi dan supresi impuls spontan, disertai paralisis. Farmakokinetik, penyerapan piperazin melalui saluran cerna, baik. Sebagai obat yang diserap mengalami metabolism, sisanya diekskresi melalui urin. Batas keamaan obat ini luas. Kadang-kadang dapat menyebabkan nausea, vomitus, diare, dan elergi. Tidak dianjurkan pada pemberian orang dengan menderita epilepsy dan gangguan faal hati dan ginjal. Sediaan dan pengobatan untuk untuk cacing kremi, dosis dewasa dan anak-anak adalah 65mg/kgBB(maksimum 2,5 g) sekali sehari selama 7 hari. Terapi hendaknya diulangi sesudah 1-2minggu. 2. Pirantel pamoat Digunakan untuk memberantas cacing kremi, cacing gelang, cacing tambang pada hewan. Efek antelmeintik, menimbulkan depolarisasi pada otot cacing dan meningkatkan frekuensi impuls, sehingga cacing mati dalam keadaan spastis. Juga berefek menghambat enzim kolinesterase. Farmakokinetik, absorbsi melalui usus tidak baik. Ekskresi melalui tinja, kurang dari 15 % dieksresikan lewat urin dan metabolitnya. Tidak dianjurkan pada pemberian pada wanita hamil dan anak kurang dari 2 tahun, juga hati-hati pada pemberian dengan gangguan faal hati karena dapat meningkatkan SGOT pada beberapa penderita. Dosis tungga untuk pengobatan Enterobius vermicularis 10 mg/kgBB(maksimum 1g) 3. Mebendazol Merupakan antelmintik yang paling luas spektrumnya. Mebendasol berupa bibuk putih kekuningan, tidak larut dalam air, tidak bersifat higroskopis sehingga stabil dalam keadaan terbuka dan rasanya enak. Efek antelmintik, mebendasol sangat efektif untuk mengobati infestasi cacing gelang, cacing kremi, cacing tambang, T.trichiura, maka berguna untuk mengobati infestasi campuran cacing-cacing tersebut. Mebendasol menyebabkan kerusakan struktur subseluser dan menghambat sekresi asetikolinesterase cacing, obat ini juga mengambil glukosa secara ireversibel sehingga terjadi

pengosongan(deplesi) glikogen pada cacing. Cacing akan mati secara perlahan, dan hasil terapi memuaskan baru tampak setelah 3 hari pengobatan. Obat ini juga menyebabkan sterillitas pada telur cacing T.trichiura, cacing tambang, dan askaris sehingga tidak berkembang menjadi larva. Tetapi larva yang sudah matang tidak dapat di pengaruhi oleh mebendazol. Farmakokinetik, obat ini hampir tidak larut dalam air dan rasanya enak. Pada pemberian oral, absorbsinya buruk, obat ini memiliki bioavalabilitas yang rendah pada sistemik, disebabkan karena absorbsinya buruk, juga karena mengalami metabolism pertama kali di hepar. Dieksresi terutama lewat urin dalam bentuk utuh dan metabolit sebagai hasil derkaboksilasi dalam tempo 48 jam. Absorbsinya meningkat jika diberikan bersama makanan berlemak. Efek nonterapi dan kontraindikasi, mebendasol tidak menyebabkan efek toksik sistemik mungkin karena absorbsinya buruk sehingga aman diberikan pada orang penderita anemia maupun malnutrisi. Efek samping kadang menimbulkan diare dan sakit perut ringan yang bersifat sementara. Obat ini memiliki batas keamanan yang tinggi. Mebendazol tidak dianjurkan pada pemberian pada wanita hamil trimester pertama dan juga penderita yang alergi terhadap mebendazol. Indikasi, obat pilihan untuk enterobiasis dan trichuriasis dan angka kesembuhan mencapai 90-100% untuk enterobiasis. Dosis tunggal untuk pengobatan Enterobius vermicularis 100mg. 4. Albendazol Obat ini memiliki spectrum yang luas. Dosis tungga efektif terhadap cacing kremi, cacing gelang cacing trikuris, cacing S. stercoralis, dan cacing tembang. Farmakokinetik, pemberian oral diserap cepat diusus, waktu paruhnya 8-9jam. Metabolitnya dikeluarkan lewat urin dan sedikit saja lewat feses. Farmakodinamika, bekerja dengan cara memblokir pengambilan glukosa oleh larva maupun maupun cacing dewasa, sehingga persediaan glikogen menurun dan pembentukan ATP berkurang , akibatnya cacing tersebut mati. Efek samping berupa nyeri uluhati, diare, sakit kepala,mual, lemah, dizziness, insomnia frakuensinya sebanyak 6%.

Non-Medika Mentosa Meskipun telah diobati, sering terjadi infeksi ulang karena telur yang masih hidup terus dibuang ke dalam tinja selama seminggu setelah pengobatan. Pakaian, seprei dan mainan anak sebaiknya sering dicuci untuk memusnahkan telur cacing yang tersisa. Langkah-langkah umum yang dapat dilakukan untuk mengendalikan infeksi cacing kremi adalah: 1. Mencuci tangan sebelum makan dan setelah buang air besar 2. Memotong kuku dan menjaga kebersihan kuku

3. Mencuci seprei minimal 2 kali/minggu 4. Mencuci jamban setiap hari 5. Menghindari penggarukan daerah anus karena bisa mencemari jari-jari tangan dan

setiap benda yang dipegang/disentuhnya 6. Menjauhkan tangan dan jari tangan dari hidung dan mulut.

Komplikasi a. Salpingitis (peradangan saluran indung telur) b. Vaginitis (peradangan vagina) c. Infeksi ulang Prognosis Baik dan biasanya tidak menimbulkan bahaya, tertutama dengan pengobatan yang baik.

Pencegahan Cara Mencegah Cacingan Datang Lagi

Menjaga kebersihan diri adalah salah satu kunci untuk mencegah timbulnya cacingan kembali. Berikut beberapa hal yang dapat dilakukan, yaitu : 1. Pastikan untuk selalu mencuci tangan dengan sabun sebelum makan/setiap habis dari toilet. 2. Jagalah selalu jari kuku untuk selalu bersih & terawat. 3. Hindari kebiasaan menggigit kuku/menggaruk bagian anus (terutama untuk infeksi cacing kremi). 4. Biasakan untuk selalu mandi di pagi hari (terlebih apabila mengalami infeksi cacing kremi). 5. Biasakan untuk membuka jendela kamar sepanjang hari, karena telur cacing sensitif terhadap sinar matahari (terutama untuk cacing kremi). 6. Jagalah selalu kebersihan makanan yang dikonsumsi. Biasakan untuk selalu mengkonsumsi daging yang telah dimasak dengan sempurna.

Kesimpulan Enterobiasis/oksiuriasis disebabkan oleh cacing Enterobius vermicularis. hospes cacing ini hanya manusia. Penularan cacing ini dapat melalui 3 cara, yaitu autoinfeksi, retroinfeksi dan melalui debu. Gejala klinik yang khas yang disebabkab oleh cacing ini adalah pruritus di daerah anus pada malam hari dan membuat anak menjadi gelisah. Pada pemeriksaan dengan anal swab dapat ditemukan telur cacing dengan betuk yang khas, yaitu telurnya tidak simetris dan berisi larva infektif. Cacing jantang ukurannya lebih kecil dari cacing betina dan ekornya melengkung serta mati setelah kopulasi sedangkan cacing betina ukuran lebih besar dan ekornya runcing serta mati setelah bertelur. Cacing ini lebih banyak menginfeksi anak-anak disbanding orang tua dan di Indonesia prevalensinya tinggi. Pengobatan yang baik akan

memberi hasil yang memuaskan. Pencegahan di tujukan pada keberseihan perorangan. Penyakit ini tidak berbahaya dan tidak menimbulakan komplikasi yang berat, oleh karena itu prognisisnya baik.

Daftar Pustaka 1. Staff Pegajar Departemen Parasitologi FKUI. Helmitologi. Dala Parasitoogi Kedokteran. Jakarta : Badan Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.2009. h.5-28 2. Abdurahman N, Daldiyono H, Markum, dkk. Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik. Jakarta: Balai penerbit FKUI 2003. Hal 7-19 3. Departemen Parasitologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Parasitologi kedokteran edisi 4. Jakarta : Balai Penerbit FKUI 2009. Hal 25-326 4. Hadijaja P, Mrgono SS. Penyakit yang Disebabkan Helmint. Dalam : Dasar Parasitologi Klinik.Jakarta : Badan Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2011.h.155-9 5. Departemen farmakologi dan terapeutik. Farmakologi dan terapi. Jakarta :Balai penerbit FKUI 2007.h.541-50

Related Documents

Oksiuriasis Sp
October 2019 30
Sp
November 2019 73
Sp
June 2020 48
Sp
June 2020 44
Sp
October 2019 66
Sp
November 2019 79

More Documents from ""

Gangguan Fungsi Hati.docx
October 2019 21
Brinkitis.docx
October 2019 26
Demam+tifoid
October 2019 31
Gangguan Fungsi Hati
October 2019 43
Oksiuriasis Sp
October 2019 30