Pendahuluan Otitis media adalah salah satu infeksi tersering pada anak-anak. Pada beberapa penelitian infeksi ini diperkirakan terjadi pada 25 persen anak. Lebih sering pada anak-anak Indian Amerika dan Eskimo dibandingkan dengan anak kulit putih, dan paling jarang pada anak kulit hitam. Infeksi pada umumnya terjadi pada dua tahun pertama kehidupan, sedangakn insidens puncak kedua terjadi pada tahun pertama masa sekolah.1 Suatu penelitian oleh Howie menunjukkan bahawa suatu episode infeksi S. Pneumoniae dalam tahun pertama kehidupan telah dihubungkan dengan berlanjutnya insidens episode otitis media akut berulang. Delapan serotipe S. Pneumoniae bertanggungjawab atas lebih dari 75 persen episode otitis.1 Otitis media akut didefinisikan sebagai peradangan di bagian telinga tengah yang menghasilkan effusi dan berhubungan dengan gejala awal yang akut seperti otalgia (nyeri telinga), demam, irritabilitas, anorexia atau muntah. Panduan 2004 dari American Academy of Pediatrics dan American Academy of Family Physicians telah menspesifikkan tiga kriteria yang mana harus ada.2 Di antara faktor-faktor yang menyebabkan otitis media akut sering terjadi pada ank-anak berbanding dengan dewasa termasuklah kolonosasi bakteria di nasofaringeal tanpa adanya antibodi, infeksi saluran nafas atas yang sering terjaid, terdedahnya kepada asap rokok, fungsi tuba Eustachean yang tidak berapa baik, dan allergi.2
Anamnesis Pasien yang menderita adalah anak yang berusia 2 tahun. Oleh karena itu yang dilakukan adalah alloanamnesis di antara pasien dan penjaga pasien. Keluhan yang didapati pada pasien adalah tiba-tiba terbangun di tengah malam sambil menangis dan memegangi telinga kanannya. Pasien mempunyai roiwayat penyakit sebelumnya yaitu demam, batuk dan pilek sejak 3 minggu yang lalu.
Pemeriksaan fisik
Secara umumnya kondisi anak baik, namun didapati suhu badannya naik yaitu 39,80C.
Pemeriksaan penunjang (i)
Pemeriksaan otoskopik Pemeriksaan membran timpani dan kanalis telinga adalah bagian dari rutinitas
dalam mengekalkan kesehatan. Membran timpani harus divisualisasikan dengan keluhan nyeri telinga, infeksi saluran nafas atas, atu demam. Keluhan hilangnya pendengaran harus dilakukan dengan hati-hati pada pemeriksaan otoskopik.3 Alat yang digunakan adalah otoskop dengan insufflator attachment, curette telinga, dan hidrogen peroksida dilusi 1:1 air suam.3 Prosedur:3 1. Dengan menggunakan otoskop, periksa kanalis telinga dan buang sebarang serumen yang menyumbat. 2. Pilih saiz tip telinga yang sesuai untuk kanalis telinag pasien dan lekatkannya pada otoskop. 3. Masukkan speculum tip ke dalam tempat masuk kanalis telinga untuk melihat membran timpani. 4. Pompa udara kecil diperlukan apabila melakukan pneumatik otoskopi (pemeriksaan telinga dengan otoskop untuk melihat gendang telinga yang dilengkapi dengan pompa udara kecil untuk menilai respon gendang telinga terhadap perubahan tekanan udara). 5. Untuk menginsufflasi, picit bulba untuk memberikan tekanan yang positif melawan membran timpani ketika mengobservasi mobilitas. Juga perhatikan gerakan ketika melepaskan bulba dan ketika memberikan tekanan yang negative.
Interpretasi yang didapat adalah cairan di belakang membran timpani tanpa menunjukkan tanda-tanda tonjolan atau mobilitas yang berkurang tidak menunjukkan atau tidak mengindikasikan otitis media akut.3
Onset yang akut dan adanya satu tonjolan atau immobilitas membran timpani yang jelas dengan disertai adanya tanda-tanda eritema yang disertai dengan rasa sakitatau demam adalah diagnosa bagi otitis media akut.3 Cairan di belakang telinga dengan atau tanpa immobilitas tanpa eritema atau tanpa tanda-tanda lain bagi inflamasi akut adalah indikasi bagi otitis media dengan effusi, yang mana secara umumnya tidak diobati dengan antibiotik.3
(ii)
Timpanometri Pemeriksaan ini diperlukan untuk menilai kondisi telinga tengah. Gambaran
timpanometri yang abnormal (adanya cairan atau tekanan negatif di telinga tengah) merupakan petunjuk adanya gangguan pendengaran konduktif. 4 Melalui probe tone (sumbat liang telinga) yang dipasang pada liang telinga dapat diketahui besarnya tekanan di liang telinga berdasarkan energi suara yang dipantulkan kembali (ke arah luar) oleh gegendang telinga. Pada orang dewasa atau bayi berusia di atas 7 bulan digunakan probe tone frekuensi 226 Hz. Khusus untuk bayi di bawah usia 6 bulan tidak digunakan probe tone 226 Hz karena akan terjadi resonansi pada liang telinga sehingga harus digunakan probe tone frekuensi tinggi (668, 678 atau 1000 Hz).4 Studi menunjukkan timpanometri pada bayi 0-7 bulan adalah tidak akurat disebabkan oleh melalui lubang atau kompliance yang tinggi pada kanalis terlinga pasien ini.5 Terdapat 4 jenis timpanogram yaitu :4 1. Tipe A (normal) 2. Tipe AD (diskontuinitas tulang-tuloang pendengaran) 3. Tipe AS (kekakuan rangkaian tulang pendengaran) 4. Tipe B (cairan di dalam telinga tengah) 5. Tipe C (gangguan fungsi tuba Eustachius)
Working diagnosis
Diagnosis otitis didasarkan pada visualisasi membrana timpani. Pada beberapa anak yang mempunyai saluran telinga tengah kecil atau sejumlah besar serumen atau yang amat tidak kooperatif, pemeriksaan ini mungkin sukar dilakukan. Bagian luar saluran telinga mempunyai bantalan jaringan lunak, kartilago, dan struktur adneksa kulit meliputi kelenjar keringat yang dimodifikasi yang menghasilakn serumen. Kulit setengah bagian dalam saluran telinga adalah epitel skuamosa yang sangat tipis yang menututpi periosteum dan tulang sangat peka terhadap sentuhan. Epitel saluran telinga mempunyai fungsi migrasi yang unik, tumbuh dari membrana timpani dan saluran telinga eksterna ke lateral sehingga ada fungsi pembersihan alamiah, yang terpasang tetap. Walaupun penting untuk mendapat pandangan membrana timpani yang tidak terhalang, penggunaan usapan kapas rumah atau instrumen seperti peniti akan sering mendorong serumen lebih jauh ke dalam saluran telinga, dengan berpotensio mencederai saluran atau kendangan itu sendiri. Dokter yang memeriksa telinga harus mencoba memanipulasi hanya bagian luar saluran telinga yang kurang sensitif, jika mungkin. Serumen harus dengan lembut dibersihkan dengan menggunakan lengkungan melalui lubang atau kawat halus kepala otoskop yang dipasang. Irigasi lembut dengan semprit saluran telinga dan penggunaan produk-produk pelunak serumen komersial dapat membantu. Produk-produk komersial untuk mengambil serumen tidak boleh digunakan jika ada masalah perforasi membrana timpani dan tidak boleh ditinggalkan dalam telinga ank kecil lebih lama dari beberpaa menit sebelum telinga diirigasi. Bila diagnosis otitis media akut diragui atau identifikasi agen penyebab diinginkan, harus dilakukan aspirasi telinga tengah.6 Panduan 2004 dari American Academy of Pediatrics dan American Academy of Family Physicians telah menspesifikkan tiga kriteria yang mana harus ada pada otitis media akut. Diagnosis otitis media akut memerlukan (1) riwayat tanda-tanda gejala onset yang akut dan simptom-simptom, (2) adanya efusi telinga tengah, dan (3) tanda-tanda dan simptom-simptom radang telinga tengah.2
Elemen-elemen bagi definisi untuk otitis media akut adalah seperti yang berikut:2
1. Baru terjadi, biasanya secara tiba-tiba, tanda-tanda onset dan simptom peradangan telinga tengah dan efusi telinga tengah. Penyakitnya muncul mendadak.
2. Ditemukan adanya tanda efusi telinga tengah. (efusi: pengumpulan cairan di suatu rongga tubuh) di telinga tengah. Efusi dibuktikan dengan adanya salah satu di antara tanda berikut:
a. Bulging (tonjolan/mengembungnya) membrana timpani. b. Terhad atau terbatas atau tidak adanya gerakan membrana timpani. c. Adanya bayangan cairan di belakang membrana timpani d. Ottorheae (cairan yang keluar dari telinga)
3. Adanya tanda atau gejala peradangan telinga tengah yang dibuktikan dengan adanya salah satu dari tanda yang berikut :
a. Eritema atau kemerahan yang jelas pada membrana timpani atau b. Otalgia (nyeri telinga) yang jelas yang menyebabkan gangguan aktivitas normal atau aktivitas tidur.
Anak dengan OMA dapat mengalami nyeri telinga atau riwayat menarik-narik daun telinga pada bayi, keluarnya cairan dari telinga, berkurangnya pendengaran, demam, sulit makan, mual dan muntah, serta rewel. Namun gejala-gejala ini (kecuali keluarnya cairan dari telinga) tidak spesifik untuk OMA sehingga diagnosis OMA tidak dapat didasarkan pada riwayat semata.7 Efusi telinga tengah diperiksa dengan otoskop (alat untuk memeriksa liang dan gendang telinga dengan jelas). Dengan otoskop dapat dilihat adanya gendang telinga yang menggembung, perubahan warna gendang telinga menjadi kemerahan atau agak kuning dan suram, serta cairan di liang telinga.7
Jika konfirmasi diperlukan, umumnya dilakukan dengan otoskopi pneumatik (pemeriksaan telinga dengan otoskop untuk melihat gendang telinga yang dilengkapi dengan pompa udara kecil untuk menilai respon gendang telinga terhadap perubahan tekanan udara). Gerakan gendang telinga yang berkurang atau tidak ada sama sekali dapat dilihat dengan pemeriksaan ini.7 Pemeriksaan ini meningkatkan sensitivitas diagnosis OMA. Namun umumnya diagnosis OMA dapat ditegakkan dengan otoskop biasa. Efusi telinga tengah juga dapat dibuktikan dengan timpanosentesis (penusukan terhadap gendang telinga). Namun timpanosentesis tidak dilakukan pada sembarang anak. Indikasi perlunya timpanosentesis antara lain adalah OMA pada bayi di bawah usia enam minggu dengan riwayat perawatan intensif di rumah sakit, anak dengan gangguan kekebalan tubuh, anak yang tidak memberi respon pada beberapa pemberian antibiotik, atau dengan gejala sangat berat dan komplikasi.7 Pada bayi dan anak kecil gejala khas otitis media akut ialah suhu tubuh tinggi dapat sampai 39,50C (pada stadium supurasi), anak gelisah dan sukar tidur, tiba-tiba anak menjerit waktu tidur, diare, kejang-kejang dan kadang-kadang anak memegang telinga yang sakit.8
Diagnosis banding / Differential diagnosa Otitis Media dengan Efusi Otitis media akut harus dibedakan dari otitis media dengan efusi yang dapat menyerupai otitis media akut. Untuk membedakan antara otitis media akut daripada otitis media dengan efusi, tanda-tanda inflmasi pada membrana timpani dan simptom infeksi akut harus ada. Penemuan otoskopik spesifik pada otitis media akut adalah pengembungan atau benjolan (bulging) membran timpani, gangguan penglihatan pada tan-tanda ossicular, berwarna kuning, putih, atau merah terang, opaq pada gegendang telinga. Sedangkan otitis media dengan efusi berhubungan dengan gegendang telinga yang tidak mengembung, mana ada retraksi dan neutral, tetapi selalu mempunyai mobilitas yang berkurang, bisa ada opaq, dan bisa saja ada warna putih atau tiada warna.8
Untuk membedakannya harus diperhatikan hal-hal yang berikut.:7 Tabel 1. Gejala dan tanda
OMA
Otitis media dengan efusi
Nyeri telinga, demam, rewel
+
-
Efusi telinga tengah
+
+
Gendang telinga suram
+
+/-
Gendang yang
+/-
-
Gerakan gendang berkurang
+
+
Berkurangnya pendengaran
+
+
menggembung
Etiologi Dikatakan, bahwa pencetus terjadinya OMA ialah infeksi saluran nafas atas. Kuman penyebab utama pada OMA ialah bakteri piogenik, seperti Streptokokkus hemolitikus, Stafilokokus aureus, Penumokokkus. Selain itu ditemukan juga Haemolitikus influenza, Escherichia colli, Streptokokus anhemolitikus, Proteus vulgaris dan Pseudomonas aurugenosa.8 Hemofilus influenza sering ditemukan pada anak yang berusia di bawah 5 tahun.8 Organisme penginfeksi yang paling lazim pada otitis media akut adalah Streptococcus pneumoniae . Dua patogen utama berikutnya adalah Haemophillus inflenzae tetapi tidak dapat ditipe dan Moraxella catharralis. Berbagai bakteria lain menyebabkan sebagian kecil sisa infeksi. Ini dapat meliputi bakteria gram-positif maupun gram-negatif. Pada neonatus umur di atas 2 minggu, S. pneumoniae dan H. Influanzae terus merupakan organisme penginfeksi yang paling lazim. Namun, pada bayi umur kurang dari 2 minggu atau mereka yang masih dirawat inap, bakteri gram-negatif, Staphylococcus aureus , dan Streptococcus grup B menjadi lebih lazim.9
Gejala klinik Gejala klinik otitis media akut bergantung pada stadium penyakit serta umur pasien. Pada anak yang sudah dapat berbicara keluhan utama adalah rasa nyeri di dalam telinga, keluhan di samping suhu tubuh yang tinggi. Biasanya terdapat riwayat batuk pilek sebelumnya.8 Pada anak yang lebih besar atau pada orang dewasa, selain rasa nyeri terdapat pula gangguan pendengaran berupa rasa penuh di telinga atau rasa kurang dengar.8 Pada bayi dan anak kecil gejala khas otitis media akut ialah suhu tubuh tinggi dapat sampai 39,50C (pada stadium supurasi), anak gelisah dan sukar tidur, tiba-tiba anak menjerit waktu tidur, diare, kejang-kejang dan kadang-kadang anak memegang telinga yang sakit.8 Bila terjadi rupture membrane timpani, maka sekret mengalir ke liang telinga, suhu tubuh turun dan anak tertidur tenang.8
Patofisiologi Telinga tengah biasanya steril, meskipun terdapat mikroba di nasofaring dan faring. Secara fisiologik terdapat mekanisme pencegahan masuknya mikroba ke dalam telinga tengah oleh silia mukosa tuba Eustachius, enzim dan antibodi.8 Otitis media akut (OMA) terjadi karena factor pertahanan tubuh ini terganggu. Sumbatan tuba Eustachius merupakan factor penyebab utama dari otitis media. Karena fungsi tuba Eustachius terganggu, pencegahan invasi kuman ke dalam telinga tengah juga terganggu, sehingga kuman masuk ke dalam teliga tengah dan terjadi peradangan.8 Dikatakan juga, bahwa pencetus terjadinya OMA ialah infeksi saluran nafas atas.8 Pada anak, makin sering anak terserang infeksi saluran nafas, makin besar kemungkinan terjadinya OMA. Pada bayi terjadinya OMA dipermudah oleh karena tuba Eustachiusnya pendek, lebar, dan letaknya agak horizontal.8
Kuman penyebab utama pada OMA ialah bakteri piogenik, seperti Streptokokkus hemolitikus, Stafilokokus aureus, Penumokokkus. Selain itu ditemukan juga Haemolitikus influenza, Escherichia colli, Streptokokus anhemolitikus, Proteus vulgaris dan Pseudomonas aurugenosa.8 Hemofilus influenza sering ditemukan pada anak yang berusia di bawah 5 tahun.8 Anak kecil menderita kenaikan frekuensi infeksi virus saluran pernafasan atas. Infeksi ini mungkin menyebabkan edema mukosa tuba Eustachius sehingga menyebabkan penambahan disfungsi tuba Eustachius. Pembesaran reaktif jaringan limfoid, seperti adenoid atau jaringan pada orifisium tuba Eustachii, dapat juga secara mekanik menyekat fungsi tuba dan memberikan tempat radang. Adanya infeksi virus terbukti menambah adhesi bakteri pada jaringan nasofaring. Ada kenaikan bermakna pada jumlah anak di pusat perawat anak di Amerika Serikat pada 2 dekade terakhir, dan anak pada pusat ini cenderung untuk bertambah infeksi saluran pernafasan atas. Ini dapat merupakan bagian pada penambahan yang paralel pada masalah telinga tengah yang ditemukan selama waktu ini.9 Kenaikan kadar kotinin, metabolit nikotin, juga telah dikorelasikan dengan kenaikan insiden otitis media dengan efusi dan otitis media akut pada anak, menunjukkan bahwa pemajanan pasif terhadap asap rokok menaikkan masalah telinga, mungkin karena berperan sebagai iritan terhadap epitel saluran nafas dan mempunyai pengaruh yang merugikan pada gerakan silia dan pembersihan mukosiliare.9 Anak dengan alergi yang terdokumentasi dengan baik tampak mempunyai insiden masalah telinga berulang yang kira-kira sama, seperti mereka yang tanpa alergi. Namun atas dasar individu, faktor alergi mungkin memainkan sebagian peran pada sekurang-kurangnya beberapa anak dengan infeksi telinga berulang.9 Anak kecil mempunyai perkembangan sistem imun imatur, yang mungkin merupakan faktor lain yang menyebabkan insidens tinggi otitis pada kelompok umur ini; namun, penelitian pemeriksaan kadar imunoglobulin kuantitatif dan subkelas IgG telah menunjukkan tidak ada perbedaan antara anak dengan dan tanpa infeksi telinga berulang.9
Stadium OMA Perubahan mukosa telinga tengah sebagai akibat infeksi dapat dibagi atas 5 stadium: (1) stadium oklusi tuba Eustachius, (2) stadium hiperemis, (3) stadium supurasi, (4) stadium perforasi, (5) stadium resolusi. Keadaan ini berdasarkan pada gambaran membrane timpani yang diamati melalui liang telinga luar.8 Stadium Oklusi Tuba Eustachius Tanda adanya oklusi tuba Eustachius ialah gambaran retraksi membrane timpani akibat terjadi tekanan negative di dalam telinga tengah, akibat absorpsi udara. Kadang-kadang membrane timpani tampak normal (tidak ada kelainan) atau berwarna keruh pucat. Efusi mungkin telah terjadi, tetapi tidak dapat dideteksi. Stadium ini sukar dibedakan dengan otitis media serosa yang disebabkan oleh virus dan alergi.8 Stadium Hiperemis (Stadium Pre-Supurasi) Pada stadium hiperemis, tampak pembuluh darah yang melebar di membrane timpani atau seluruh membrane timpani tampak hiperemis serta edem. Secret yang telah terbentuk mungkin masih bersifat eksudat yang serosa sehingga sukar terlihat.8
Stadium supurasi Edema yang hebat pada mukosa telinga tengah dan hancurnya sel epitel superficial, serta terbentuknya eksudat yang purulen di kavum timpani, menyebabkan membrane timpani menonjol (bulging) ke arah liang telinga luar.8 Pada keadaan ini pasien tampak sangat sakit, nadi dan suhu meningkat, serta rasa nyeri di telinga bertambah hebat.8 Apabila tekanan nanah di kavum timpani tidak berkurang, maka terjadi iskemia, akibat tekanan-tekanan pada kapiler-kapiler, serta timbul tromboflebitis pada vena-vena kecil dan nekrosis mukosa dan submukosa. Nekrosis ini pada membrane timpani terlihat sebagai daerah yang lebih lembek dan berwarna kekuningan. Di tempat ini akan terjadi rupture.8
Bila tidak dilakukan insisi membrane timpani (miringotomi) pada stadium ini, maka kemungkinan besar membrane trimpani akan rupture dan nanah akan keluar ke liang telinga luar.8 Dengan melakukan miringotomi, luka insisi akan menutup kembali, sedangkan apabila terjadi rupture, maka lubang tempat rupture (perforasi) tidak mudah menutup kembali.8
Stadium Perforasi Karena beberapa sebab seperti terlambatnya pemberian antibiotika atau virulensi kuman yang tinggi, maka dapat terjadi rupture membrane timpani dan nanah keluar mengalir dari telinga tengah ke liang telinga luar. Anak yang tadinya gelisah sekarang menjadi tenang, suhu badan turun dan anak dapat tertidur nyenyak. Keadaan ini disebut dengan otitis media akut stadium perforasi.8
Stadium Resolusi Bila membrane timpani tetap utuh, maka keadaan membrane timpani perlahan-lahan akan normal kembali. Bila sudah terjadi perforasi, maka secret akan berkurang dan akhirnya kering. Bila daya tahan tubuh baik atau virulensi kuman rendah, maka resolusi dapat terjadi walaupun tanpa pengobatan. OMA berubah menjadi OMSK bila perforasi menetap dengan secret yang keluar terus-menerus atau hilang timbul. OMA dapat menimbulkan gejala sisa (sequele) berupa otitis media serosa bila secret menetap di kavum timpani tanpa terjadinya perforasi.8
Epidemiologi Hampir 85 persen anak mempunyai paling sedikit satu episode otitis media akut pada umur 3 tahun, dan 50 persen anak akan mempunyai dua episode atau lebih. Bayi dan anak kecil berisiko paling tinggi untuk otitis media, frekuensi insidens adalah 15-20 persen dengan puncak terjadi dari umur 6-36 bulan dan 4-6 tahun. Anak yang menderita otitis media pada umur tahun pertama mempunyai kenaikan risiko penyakit akut kumat atau kronis. Sesudah episode pertama, sekitar 40 persen anak menderita efusi telinga tengah yang menetap selama 4 minggu dan 10 persen menderita efusi yang masih ada pada 3 bulan. Insiden penyakit cenderung menurun sebagai fungsi dari umur sesudah umur 6 tahun. Insiden tingi pada laki-laki, kelompok sosioekonomi yang lebih rendah, suku asli Alaska, suku asli Amerika, dan lebih tinggi pada orang kulit putih daripada orang kulit hitam. Insidens juga bertambah pada musim dingin (winter) dan awal musim semi.10
Penatalaksanaan Terapi tergantung pada penyebab bakteria penyakit dan pada hasil uji kerentanan antibakteria. Organisme penginfeksi yang paling lazim pada otitis media akut adalah Streptococcus pneumoniae . Dua patogen utama berikutnya adalah Haemophillus inflenzae tetapi tidak dapat ditipe dan Moraxella catharralis. Berbagai bakteria lain menyebabkan sebagian kecil sisa infeksi. Ini dapat meliputi bakteria gram-positif maupun gram-negatif. Pada neonatus umur di atas 2 minggu, S. pneumoniae dan H. Influanzae terus merupakan organisme penginfeksi yang paling lazim. Namun, pada bayi umur kurang dari 2 minggu atau mereka yang masih dirawat inap, bakteri gram-negatif, Staphylococcus aureus , dan Streptococcus grup B menjadi lebih lazim.11 Amoksisilin oral adalah pilihan awal bila organisme penyebab belum diketahui karena biasanya efektif terhadap bakteri yang paling lazim ditemukan. Obat ini diberikan 40 mg/kg/24 jam tiga kali sehari selama 10 hari. Namun, hampir semua M. Catharralis dan 25% H.influenzae resisten terhadap amoksisilin. Lagipula, makin bertambahnya insiden resisten penisilin telah ditemukan pada S.pneumoniae, dan S.pneumoniae resisten yang bermuktiplikasi telah diidentifikasi di seluruh dunia. Ada juga kekhawatiran karena semakin bertambahnya insiden
S.pneumoniae resisten bermiltiplikasi akibat sering mneggunakan antibiotik pada anak berkontak fisik dekat,s eperti pada pusat perawatan anak. Karenanya pada peda penderita yang baru minum amoksisilin atau byang hidup di daerah dengan insiden resisten yang ditengahi β-laktamase tinggi, ada berbagai antibiotik lain yang tersedia untuk mengobati otitis media akut pada anak. Agen ini bervariasi dalam kemanjuran untuk setiap bakteri juga dalam rasa maupun harga.11 Jika otitis media tidak tampak berespons terhadap antibiotik, adalah beralasan untuk memindah ke kelas obat yang lain. Jika ada penjelekan klinis atau jika ada kemungkinan organisme persisten (penderita imunosupresi, berkali – kali mendapat antibiotik sebelumnya) harus dilakukan timpanosentesis unruk mengidentifikasi organisme penginfeksi. Bila organisme yang resisten dibiakkan dari aspirat telinga tengah atau dari otorea, atau bila penderita gagal membaik secara klinis sesudah pengobatan amoksisilin awal (mungkin karena bakteri resisten ampisilin) dan jika timpanosentesisi atau miringotomi tidak dilakukan, agen antibiotik awal hatus diganti. Pilihan yang tepat dapat berupa eritromisin (50 mg/kg/24 jam) bersama dengan sulfonamid (100 mg/kg/24 jam trisulfa atau 150 mg/kg/24 jam sulfisoksazol) empat kali sehari. 9 Trimetoprim-sulfametoksazol (8 dan 40 mg/kg/24 jam) dua kali sehari sefaklor (40 mg/kg/24 jam) tiga kali sehari, amoksisilin-klavulanat (40 mg/kg/24 jam) tiga kali sehari, sefuroksim aksetil (125-250 mg/kg/24 jam) dua kali sehari, atau sefiksim (8 mg/kg/24 jam) sekali atau dua kali sehari.11 Jika penderita alergi terhadap penisilin, kombinasi eritromisin oral dan tripel sulfonamid atau sulfisoksazol merupakan alternatif. Gabungan trimetoprim-sulfametoksazol merupakan dapat juga diberikan pada mulanya pada individu sensitif penisilin, tetapi keefektifannya dalam mengobati potitis media kaut yang disebabkan oleh Staphylococcus pyogenes dan strain resisten S.pneumoniae adalah belum pasti. Kombinasi sulfonamid mempunyai angka efek samping yang amat merugikan, yang pada kesempatan yang jarang adalahserius dan bahkan mematikan. Pemberian sefaktor telah mengakibatkan reaksi tipe penyakit serum.11 Terapi suportif tambahan, termasuk analgesik, antipiretik, dan panas lokal, biasanya membantu. Meperidin hidroklorida dapat juga diperlukan sedasi. Dekongestan oral, misalnya pseudoefedrin hidrolorida, dapat melegakan kongesti hidung dan antihistamin dapat membantu penderita dengan alergi hidung yang diketahui atau yang dicurigai. Namun kemanjuran antihistamin dan dekongestan pada pengobatan otitis media akut belum ditegakkan.11
Pada penderita dengan nyeri telinga berat yang luar biasa, miringotomi dapat dilakukan pada mulanya utnuk memberi kelegaam segera. Bila drainase terapeutik diperlukan, pisau miringotomi harus digunakan dan insisi dibuat cukup besar untuk memungkinakan drainase telinga tengah yang cukup.11 Jika manifestasi klini sinfeksi akut penderita bertambah selama 24 jam pertama meskipun dengan terapi antibiotik harus dicurigai infeksi bersama seperti meningitis atau komplikasi otitis media supuratifa. Anak harus diperiksa ulang dan timpanosentetis serta miringotommi dilakukan.s ama halnya jika penderita berlanjut menderita nyeri, demam, atau keduanya yang lumayan sesudah 24-48 jam, timpanosentesis dan miringotomi harus dilakukan sebagai prosedur diagnostik dan terapeutik ; identifikasi organisme yang sering resisten dalam masyarakat harus diberikan.11 Semua penderita harus dievaluasi ulang sekitar 2 minggu sesudah pemberian pengobatan, pada saat ini harus ada bukti penyembuhan otoskopik, seperti pengurangan radang dan pengembalian mobilitas membrana timpani. Pemantauan periodik terindikasi pada penderita yang telah mengalami episode kumat.11
Miringotomi Miringotomi ialah tindakan insisi pada pars tensa membrana timpani, agar terjadi drenase sekret dari telinga tengah ke liang telinga luar.12 Istilah miringotomi sering dikacaukan dengan parasentesis. Timpanosintesis sebetulnya bererti pungsi pada membran timpani untuk mendapatkan sekret guna pemeriksaan mikrobiologik (dengan semprit dan jarum khusus).12 Miringotomi merupakan tindakan pembedahan kecil yang dilakukan dengan syarat tindakan ini harus dilakukan secara a-vue (dilihat langsung), anak harus tenang dan dapat dikuasai, (sehingga membran timpani dapat dilihat dengan baik). Lokasi miringotomi ialah posterior-inferior. Untuk tindakan ini haruslah memakai lampu lampu kepala yang mempunyai sinar cukup terang, memakai corong telinga yang sesuai dengan besar liang telinga, dan pisau khusus (miringotom) yang digunakan berukuran kecil dan steril.12
Komplikasi miringotomi Komplikasi miringotomi yang mungkin terjadi ialah perdarahan akibat trauma pada liang telinga luar, dislokasi tulang pendengaran, trauma pada fenestra rotundum, trauma pada N. Fasialis, trauma pada bulbus jugulare (bila ada anomali letak).12 Mengingat kemungkinan komplikasi itu, maka dianjurkan untuk melakukan miringotomi dengan narkosis umum dan memaki mikroskop. Tindakan miringotmi dengan memakai mikroskop selain aman, dapat juga mengisap sekret dari telinga tengah sebanyakbanyaknya. Hanya dengan cara ini biayanya lebih mahal.12 Bila terapi yang diberukan sudah adekuat, sebetulnya miringotomi tidak perlu dilakukan, kecuali bila jelas tampak adanya nanah di telinga tengah. Dewasa ini sebahagian ahli berpendapat bahwa miringotomi tidak perlu dilakukan, apabila terapi yang adekuat sudah dapat diberikan (antibiotika yang tepat dan dosis yang cukup). komplikasi timpanosintesis kurang lebih sama dengan komplikasi miringotomi.12
Komplikasi Otitis media supuratif, baik yang akut maupun yang kronis, mempuunyai potensi untuk menjadi serius karena komplikasinya yang dapat mengancam kesehatan dan dapat menyebabkan kematian. Bentuk komplikasi ini tergantung pada kelainan patologik yang menyebabkan otorea (keluar cairan dari telinga tengah).13 Komplikasi otitis media terjadi apabila sawar (barrier) pertahanan telinga tengah yang normal dilewati, sehingga memungkinkan infeksi menjalar ke struktur di sekitarnya. Pertahanan pertama ini ialah mukosa kavum timpani yang juga seperti mukosa saluran nafas, mampu melokalisasi infeksi. Bila sawar ini runtuh, masih ada sawar kedua yaitu dinding tulang kavum timpani dan sel mastoid. Bila sawar ini runtuh, maka struktur lunak di sekitarnya akan terkena.13 Runtuhnya periosteum akan menyebabkan terjadinya abses subperiosteal, suatu komplikasi yang relatif tidak berbahaya. Apabila infeksi mengarah ke dalam, ke tulang temporal,
maka akan menyebabkan paresis N. Fasialis atau labirintis. Bila ke arah kranial, akan menyebabkan abses ekstradural, tromboflebitis sinus lateralis, meningitis dan abses otak.13 Bila sawar tulang terlampaui, suatu dinding pertahanan ketiga yaitu jaringan granulatif akan terbentuk. Pada otitis media supuratif akut atau suatu eksaserbasi akut penyebaran biasanya melalui osteotromboflebitis (hematogen). Sedangkan pada kasus yang kronis, penyebaran terjadi melalui erosi tulang. Cara penyebaran lainnya adalah toksin masuk melalui jalan yang sudah ada, misalnya melalui fenestra rotundum, meatus akustikus internus, duktus perilimfatik dan duktus endolimfatik.13 Penyebaran hematogen Penyebran melalui osteotromboflebitis dapat diketahui dengan adanya (1) komplikasi terjadi pada awal suatu infeksi atau eksaserbasi akutdapat terjadi pada hari pertama atau kedua sampai hari ke sepuluh, (2) gejala prodromal tidak jelas seperti didapatkan pada gejala meningitis lokal. (3) Pada operasi, didapatkan dinding tulang telinga tengah utuh, dan tulang serta lapisan mukoperiosteal meradang dan mudah berdarah, sehingga disebut juga mastoiditis hemoragika.13
Pencegahan Modifikasi gaya hidup untuk mencegah otitis media akut. Edukasi dan penyuluhan pendidikan kepada para penjaga dan ibu bapa memainkan peranan penting dalam menurunkan insidensi otitis media akut, dan The National Association of Daycare Providers telah menyediakan bahan-bahan edukasi berbentuk material kepada pusatnya dan juga kepada para ibu bapa.14
Beberapa hal yang tampaknya dapat mengurangi risiko OMA antaranya ialah: 1. Pencegahan ISPA (infeksi saluran pernafasan atas) pada bayi dan anak-anak.
2. Pemberian ASI minimal selama 6 bulan. 3. Penghindaran pemberian susu di botol saat anak berbaring. 4. Dan penghindaran pajanan terhadap asap rokok.7
Prognosis Dubia ad bonam.
Penutup Kesimpulannya, telinga tengah terdiri dari membran timpani, kavum timpani, prosesus mastoideus, dan tuba Eustachius. Otitis media akut adalah peradangan sebagian atau seluruh mukosa telinga tengah, tuba Eustachius, antrum mastoid, dan sel-sel mastoid. Penyebab otitis media akut dapat merupakan virus maupun bakteri. Bakteri penyebab otitis media tersering adalah Streptokokkus pneumoniae, diikuti oleh Haemophilus influenzae dan Moraxella catarrhalis. Anak lebih mudah terserang otitis media dibanding orang dewasa oleh karena tuba Eustaciusnya pendek, lebar, dan letaknya agak horizontal. Gejala klinis otitis media akut tergantung pada stadium penyakit dan umur pasien. Terapi bergantung pada pada stadium penyakitnya. Jika diputuskan untuk memberikan antibiotik, pilihan pertama untuk sebagian besar anak adalah amoxicillin dan pemberian antibiotik adalah 3-7 hari atau 5 hari.
Daftar pustaka 1. Adams, Boies, Higler. BOIES Buku Ajar Penyakit THT. Anak-Anak yang Cenderung Mengalami Otitis. Edisi 6. Penerbit Buku Kedokteran ECG, 1997, p 97.
2. Hay WW. Levin MJ. Sondheimer JM. Deterding RR. Current Diagnosis & Treatment in Pediatrics. Acute Otitis Media. 18th edition. Lange Medical Books/Mc Graw Hill. 2007; p460.
3. Goodman DM. Green TP. Unti SM. Powell EC. Current Procedures Pediatrics. Otoscopic Examination. Lange Medical Books/ Mc Graw Hill. 2007; p 177-9.
4. Soepardi EA. Iskandar N. Bashiruddin J. Restuti RD. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorokan Kepala & Leher. Pemeriksaan Pendengaran Pada Bayi dan Anak, Timpanometri. Edisi 6. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta , 2007; p 35.
5. Goodman DM. Green TP. Unti SM. Powell EC. Current Procedures Pediatrics. Tympanometry. Lange Medical Books/ Mc Graw Hill. 2007; p 181.
6. Behrman, Kliegman, Arvin. Nelson Ilmu Kesehatan Anak. Diagnosis Otitis Media Akut. Edisi 15, Vol 3, Penerbit Buku Kedokteran, 2002, p 2209.
7. Diunduh dari http://medlinux.blogspot.com/2009/02/otitis-media-akut.html
8. Soepardi EA. Iskandar N. Bashiruddin J. Restuti RD. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorokan Kepala & Leher. Otitis Media Akut. Edisi 6. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta, 2007; p 66-7.
9. Behrman, Kliegman, Arvin. Nelson Ilmu Kesehatan Anak. Otitis Media dan Komplikasinya; Patogenesis. Edisi 15, Vol 3, Penerbit Buku Kedokteran, 2002, p 2208-9.
10. Behrman, Kliegman, Arvin. Nelson Ilmu Kesehatan Anak. Otitis Media dan Komplikasinya; Epidemiologi. Edisi 15, Vol 3, Penerbit Buku Kedokteran, 2002, p 2208.
11. Behrman, Kliegman, Arvin. Nelson Ilmu Kesehatan Anak. Diagnosis Otitis Media Akut. Edisi 15, Vol 3, Penerbit Buku Kedokteran, 2002, p 2210-1.
12. Soepardi EA. Iskandar N. Bashiruddin J. Restuti RD. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorokan Kepala & Leher. Miringotomi. Edisi 6. Falkultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta, 2007; p 68-9.
13. Soepardi EA. Iskandar N. Bashiruddin J. Restuti RD. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorokan Kepala & Leher. Komplikasi Otitis Media Supuratif. Edisi 6. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta, 2007; p 78-9.
14. Hay WW. Levin MJ. Sondheimer JM. Deterding RR. Current Diagnosis & Treatment in Pediatrics. Prevention of Acute Otitis Media. 18th edition. Lange Medical Books/Mc Graw Hill. 2007; p 468.