Ok Sige Nasi

  • Uploaded by: Endang Lestari
  • 0
  • 0
  • October 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Ok Sige Nasi as PDF for free.

More details

  • Words: 3,641
  • Pages: 20
BAB I PENDAHULUAN A.

Latar Belakang Oksigenasi adalah pemenuhan akan kebutuhan oksigen (O2). Kebutuhan fisiologis oksigenasi merupakan kebutuhan dasar manusia yang digunakan untuk kelangsungan metabolisme sel tubuh, untuk mempertahankan hidupnya, dan untuk aktivitas berbagai organ atau sel. Apabila lebih dari 4 menit orang tidak mendapatkan oksigen maka akan berakibat pada kerusakan otak yang tidak dapat diperbaiki dan biasanya pasien akan meninggal. B. Rumusan Masalah 1. Proses Oksigenasi 2. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kebutuhan Oksigenasi 3. Jenis Pernapasan

C.

Tujuan Tujuan umum penyusunan makalah ini adalah agar mahasiswa mengetahui tentang pengkajian keperawatan pada pasien dengan gangguan pemenuhan kebutuhan oksigen.

BAB II PEMBAHASAN A.

Pengertian Oksigenasi Kebutuhan oksigenasi merupakan kebutuhan dasar manusia yang di gunakan untuk kelangsungan metabolism sel tubuh mempertahankan hidup dan aktivitas berbagai organ atau sel.

a.

B. Proses Oksigenasi Ventilasi.

b.

c.

Merupakan proses keluar masuknya oksigen dari atmosfer ke dalam alveoli atau dari alveoli ke atmosfer.Proses ventilasi di pengaruhi oleh beberapa hal, yaitu adanya perbedaan tekanan antara atmosfer dengan paru, semakin tinggi tempat maka tekanan udara semakin rendah, demikian sebaliknya, semakin rendah tempat tekanan udara semakin tinggi. Pengaruh proses ventilasi selanjutnya adalah complienci dan recoil. Complience merupakan kemampuan paru untuk mengembang. sedangkan recoil adalah kemampua CO2 atau kontraksi menyempitnya paru. Difusi Gas Difusi gas merupakan pertukaran antara oksigen dialveoli dengan kapiler paru dan co2 di kapiler dengan alveoli.Proses pertukaran ini dipengaruhi oleh beberapa paktor, yaiti luasnya permukaan paru, tebal membran respirasi / permeabilitas yang terdiri atas epitel alveoli dan interstisial( keduanya dapat mempengaruhi proses difusi apabila terjadi proses penebalan).Perbedaan tekanan dan konsentrasi O2 (hal ini sebagai mana o2 dari alveoli masuk kedalam darah oleh karena tekanan O2 dalam rongga alveoli lebih tinggi dari tekanan O2 dalam darah vena pulmonalis, masuk dalam darah secara difusi). Transfortasi Gas Transfortasi gas merupakan proses pendistribusian O2 kapiler ke jaringan tubuh dan Co2 jaringan tubuh ke kaviler.Transfortasi gas dapat dipengaruhi olehy beberapa factor, yaitu curah jantung (kardiak output), kondisi pembuluh darah,latihan (exercise), perbandingan sel darah dengan darah secara keseluruhan (hematokrit), serta elitrosit dan kadar Hb C. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kebutuhan Oksigenasi a. Saraf Otonomik Rangsangan simpatis dan parasimpatis dari saraf otonomik dapat mempengaruhi kemampuan untuk dilatasi dan konstriksi, hal ini dapat terlihat simpatis maupun parasimpatis. Ketika terjadi rangsangan, ujung saraf dapat mengeluarkan neurotsransmiter (untuk simpatis dapat

mengeluarkan norodrenalin yang berpengaruh pada bronkodilatasi dan untuk parasimpatis mengeluarkan asetilkolin yang berpengaruh pada bronkhokonstriksi) karena pada saluran pernapasan terdapat reseptor adrenergenik dan reseptor kolinergik. Semua hormon termasuk derivate catecholamine dapat melebarkan saluran pernapasan. b. Alergi pada Saluran Napas Banyak faktor yang dapat menimbulkan alergi, antara lain debu yang terdapat dalam hawa pernapasan , bulu binatang, serbuk benang sari bunga, kapuk, makanan, dan lain-lain. c. Perkembangan Tahap perkembangan anak dapat memengaruhi jumlah kebutuhan oksigenasi, karena usia organ dalam tubuh berkembang seiring usia perkembangan.

d.

Lingkungan Kondisi lingkungan dapat memengaruhi kebutuhan oksigenasi, seperti faktor alergi, ketinggian tanah, dan suhu.kondisi tersebut memengaruhi kemampuan adaptasi. e. Perilaku Factor perilaku yang dapat memengaruhi kebutuhan oksigenasi adalah perilaku dalam mengkonsumsi makanan (status nutrisi). D. Jenis Pernapasan a. Pernapasan Eksternal Pernapasan eksternal merupakan proses masuknya O2 dan keluarnya CO2 dari tubuh, sering disebut sebagai pernapasan biasa.Proses pernapasan ini dimulai dari masuknya oksigen melalui hidung dan mulut pada waktu bernapas, kemudian oksigen masuk melalui trakea dan pipa bronchial ke alveoli, lalu oksigen akan menembus membrane yang akan diikat oleh Hb sel darah merah dan dibawa ke jantung. Setelah itu, sel darah merah dipompa oleh arteri ke

seluruh tubuh untuk kemudian meninggalkan paru dengan tekanan oksigen 100 mmHg. b. Pernapasan Internal Pernapasan internal merupakan proses terjadinya pertukaran gas antar sel jaringan dengan cairan sekitarnya yang sering melibatkan proses Semua hormon termasuk derivate catecholamine dapat melebarkan saluran pernapasan.

1. 2. 3.

4. 5.

6.

E. Masalah Kebutuhan Oksigen a. Hipoksia Hipoksia merupakan kondisi tidak tercukupinya pemenuhan kebutuhan oksigen dalam tubuh akibat difisiensi oksigen atau peningkatan penggunaan oksigen dalam tingkat sel, di tandai dengan adanya warna kebiruan pada kulit (sianosis). b. Perubahan pola pernapasan Tachipnea, merupakan pernafasan yang memiliki frekuensi lebih dari 24 kali per menit. B radypne a, merupakan pola pernapasan yang lambat dan kurang dari 10 kali per menit. H ipervent ilas i, merupakan cara tubuh dalam mengompensasi peningkatan jumlah oksigen dalam paru agar pernapasan lebih cepat dan dalam. Kus maul, merupakan pola pernapasan cepat dan dangkal yang dapat Nditemukan pada orang dalam keadaan asidosis metabolic. H ipovont ilas i, merupakan upaya tubuh untuk mengeluarkan karbondioksida dengan cukup yang dilakukan pada saat ventilasi alveolar serta tidak cukupnya penggunaan oksigen yang ditandai dengan adanya nyeri kepala, penurunan kesadaran disorientasi, atau ketidakseimbangan elektrolit yang dapat terjadi akibat atelektasis,*lumpuhnya otot-otot pernafasan, defresi pusat pernafasan, peningkatan tahanan jalan udara, penurunan tahanan jaringan paru, dan toraks, sertta penurunan compliance paru dan toraks. Dis pne a, merupakan perasaan sesal dan berat saat pernafasan

7.

Orthopne a, merupakan kesulitan bernafas kecuali dalam posisi duduk atau berdiri dan pola ini sering ditemukan pada seseorang yang mengalami kongestif paru. 8. Cheyne stokes, merupakan siklus pernafasan yang amplitudonya mula-mula naik, turun, berhenti, kemudian mulai dari siklus baru. 9. Pernapasan paradoksial, merupakan pernapasan yang ditandai dengan pergerakan dinding paru yang berlawanan atah dari keadaan normal, seriong ditemukan pada keadaan atelektasis. 10. Bi ot, merupakan pernapasan dengan irama yang mirip dengan cheyne stokes, tetapi amplitudonya tidak teratur. 11. Esteridor, merupakan pernapasan bising yang terjadi karena penyempitan pada saluran pernapasan BAB III PENUTUP A.

Kesimpulan Kebutuhan oksigenasi merupakan kebutuhan dasar manusia yang di gunakan untuk kelangsungan metabolism sel tubuh mempertahankan hidup dan aktivitas berbagai organ atau sel. Proses Oksigenasi : • TransfortasiGas • Ventilasi • DifusiGas Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kebutuhan Oksigenasi • Saraf Otonomik • Alergi pada SaluranNapas • Perkembangan • Perilaku • Li ngku ngan Jenis Pernapasan • Pernapasan Eksternal • Pernapasan Internal

B. Saran • Dengan selesainya makalah ini disarankan kepada para pembaca agar dapat lebih memperdalam lagi pengetahuan tentang pemenuhan kebutuhan oksigeni pada Rumah Sakit serta dapat mengaplikasikannya dalam dunia keperawatan. • Diharapkan perawat serta tenaga kesehatan lainnya mampu memahami dan mendalami Kebutuhan fisiologis oksigenasi yang merupakan kebutuhan dasar manusia yang sangat mendasar DAFTAR PUSTAKA Allen, CarolVestal, 1998,MemahamiProses Keperawatan DenganPendekatan Latihan,, alih A.Aziz Alimul H.Pengantar Kebutuhan DasarManusia. SalembaMedika. 2006 . Jakarta. Greven, Ruth, 1999, fundamental of nursing: human health and function, Philadelphia: lippincott. bahasa Cristantie Effendy, Jakarta: EGC 1.1 Definisi Tuberculosis (TB) adalah penyakit akibat infeksi Mycobacterium Tuberculosis secara sistemis sehingga dapat mengenai hampir semua organ tubuh, dengan lokasi terbanyak di parenkim paru yang biasanya merupakan lokasi infeksi primer (Mansjoer. A, 2000:459). Bakteri ini dapt masuk melalui saluran pernapasan dan saluran pencernaan (GI) dan luka terbuka pada kulit. Tetapi paling babyak ditemukan melalui inhalasi droplet yang berasal dari orang yang terinfeksi bakteri tersebut (Sylvia A, Price). Menurut Somantri (2009:67) tuberculosis pada manusia ditemukan dalam dua bentuk, yaitu : a. Tuberculosis primer, jika terjadi pada infeksi yang pertama kali. b. Tuberculosis skunder, kuman yang dorman pada TB primerakan aktif setelah bertahun-tahun kemudian sebagai infeksi endogen menjadi TB dewasa. Mayoritas terjadi karena adanya penurunan imunitas, misalnya

karena malnutrisi, penggunaan alcohol, penyakit maligna, diabetes, AIDS, dan gagal ginjal. Klasifikasi TB menurut WHO tahun 1991 dibagi dalam 4 kategori, yaitu :   



Kategori 1: ditujukan terhadap kasus baru dengan sputum positif dan bentuk TB berat. Kategori 2: ditujukan terhadap kasus kambuh, dan kasusgagal dengan sputum BTA positif. Kategori 3: ditujukan terhadap kasus BTA negatif dengan kelainan paru yang luas, dan kasusu TB ekstra paru selain yang disebut dalam kategori. Kategori 4: ditujukan terhadap TB kronik.

Klasifikasi TB menurut American Thoracic Society : 







Kategori 0: tidak pernah terpajan dan tidak terinfeksi riwayat kontak negative, dan tes tuberculin negative. Kategori 1: terpajan TB, tapi tidak terbukti ada infeksi. Disini riwayat kontak positive dan tes tuberculin negative. Kategori 2: terinfeksi TB, tetapi tidak sakit. Tes tuberculin positive, radiologis dan sputum negative. Kategori 3: terinfeksi TB dan sakit.

(Sudoyo Aru) Komplikasi yang terjadi pada TB: a. Hemoptisis masif (perdarahan dari saluran napas bawah) yang dapat mengakibatkan kematian karena sumbatan jalan napas, atau syok hipovolemik. b. Kolaps lobus akibat sumbatan bronkus. c. Bronkietasis (pelebaran bronkus setempat) dan fibrosis (pembentukan jaringan ikat pada proses pemulihan atau reaktif) pada paru.

d. Pneumotoraks spontan: kolaps spontan karena bula/blep yang pecah. e. Penyebaran infeksi ke organ lain seperti otak, tulang, sendi, ginjal dan sebagainya. f.

Insufisiensi kardio pulmoner (cardio pulmonary insufficiency).

1.2 Etilogi Disebabkan oleh mikroorganisme Mycobacterium Tuberculosis yang berbentuk batang, ukurannya 1-4µm x 0,3-0,6µm yang berupa lipid, sehingga mikroorganisme ini tahan terhadap asam dan lebih tahan terhadap kimia atau fisik. Basil ini berspora sehingga mudah dibasmi dengan pemanasan, sinar matahari dan UV, namun masih bertahan hidup beberapa jam di tempat gelapdan lembab. Kuman berkembang pada suhu 30-400C dan mati pada suhu 600C selama 15-20 menit (Assagaf, 2001:42). Power of Hydrogen (pH) optimal untuk pertumbuhan kuman TB adalah antara 6,8-8,0 (Misnadiarly, 2006:23). Ada dua macam Mycobacterium Tuberculosis, yaitu tipe Human yang bisa berada pasa droplet dan udara yang berasal dari penderita TBC dan orang yang terkena rentan terinfeksi bila menghirupnya. Dan tipe Bovin yang berada pada susu sapi yang menderita mastitis dan TB usus (Wim De Jong). Selain itu mikroorganisme ini juga bersifat aerob yang menyukai daerah yang lebih banyak oksigen, yaitu terutama terdapat pada apikal/apeks paru (Somantri, 2009:67). Menurut Wim de Jong dalam perjalanan penyakitnya TB terdapat 4 fase, yaitu : 1. Fase 1 (Fase Tuberkuosis Primer), masuk dalam paru dan berkembang biak tanpa menimbulkan reaksi pertahanan tubuh. 2. Fase 2 3. Fase 3 (Fase Laten), fase dengan kuman yang dorman dan reaktif jika terjadi perubahahn keseimbangan imunintas, dan bisa terdapat pada

tulang panjang, vertebra, tuba falopi, otak, kelenjar limf hilus, leher dan ginjal. 4. Fase 4, dapat sembuh tanpa cacat atau sebaliknya, juga dapat menyebar ke oergan lain.

1.3 Patofisiologi Seseorang yang menghirup basil Mycobacterium tuberculosis akan menjadi terinfeksi. Baktrei akan menyebar melalui salurannapas ke alveoli, terakumulasi dan berkembang biak. Penyebaran bakteri ini juga dapat melalui sistem limfe dan aliraan darah ke bagian tubuh lain (ginjal, tulang, korteks serebri) dan area lain di luar paruparu. Sistem kekbalan tubuh berespon dengan melalukakn reaksi inflamasi, Neutrofil dan makrofag memfagositosis bakteriLimfosit yang spesifik terhadap TB menghancurkan basil dan jaringan normal sehingga terakumulasinya eksudat dalam alveoli. Ifeksi awal timjbul dalam 2-10 minggu setelah terpapar (Mansjoer. A, 2000:459). Masa jaringan baru disebut Granuloma yang berisi gumpalan basil yang hidup dan yang sudah mati, dikelilingi oleh makrofag yang membentuk dinding. Granuloma berubah bentuk menjadi massa jaringan fibrosa. Bagian tengahnya disebut Ghon Turbekle atau kompleks Ghon.materi yang terdiri atas makrofag dan bakteri menjadi nekrotik, membentuk perkijuan (necrotizing caseosa). Setelah itu akan terbentuk kalsifikasi, membentuk jaringan kolagen. Bakteri menjadi nonaktif . Penyakit akan menjadi aktif setelah infeksi awal, karena respon sistem imun yang tidak adekuat maupun infeksi ulang atau aktifnya kembali bakteri yang inaktif sehingga terjadi ulserasi pada Ghon Turbekle dan menjadi perkijuan,

apabila telah mengalami proses penyembuhan terbentuk jaringan parut. Paru yang terinfeksi menjadi radang dan mennyebabkab bronkopnemoni, pembentukan turbekel dan seterusnya. Daerah yang mengalami nekrosis serta jaringan granulasi yang dikelilingi sel epiteloid dan fibroblast akank menimbulkan respon yang berbeda dan akirnya membentuk suatu kapsul yang dike

1.4 Manifestasi Klinis Tanda dan gejala nonspesifik Tuberkulosis adalah : a. Ada batuk/batuk darah. b. Suara khas pada perkusu dada, bunyi dada. c. Peningkatan SDP dewngan dominasi Limfosit. d. Berat badan turun tanpa sebab yang jelas atau tidak naik dalam 1 bulan dengan penanganan gizi. e. Anoreksia dengan gagal tumbuh dan berat badan tidak naik secara adekuat (failure to thrife). f.

Demam lama dan berulang tanpa sebab yang jelas (bukan tifus, malaria atau ISPA), dapat disertai keringat malam dan malaise.

g. Pembesaran kelenjar limfe superfisialis yang tidak sakit dan biasanya multiple. h. Batuk lama lebih dari 30 hari. i.

Diare persisten yang tidak sembuh dengan pengobatan diare. Gejala spesifik sesuai organ yang terkena: TB kulit/skrofuloderma; TB tulang dan sendi (gibbus, pincang); TB otak dan saraf/meningitis dengan gejala iritabel, kaku kuduk, muntah dan kesadaran menurun; TB mata (konjungtivitis fliktenularis, turbekel koroid), dll.

1.5 Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan diagnostic pada mklien TB paru, yaitu: a.

Laboratorium darah rutin : LED normal/meningkat, limfositosis.

b.

Pemeriksaan sputum BTA: untuk memastikan diagnostic TB paru, namun pemeriksaan ini tidak spesifik karena hanya 30-70% pasien yang dapat di diagnosis berdasarkan pemeriksaan ini.

c.

Tes PAP (Peroksidase Anti Peroksidase), merupakan uji serologi imunoperoksidase untuk menentukan adanya IgG spesifik terhadap basil TB.

d.

Tes Mantoux/Tuberkulin, pembacaannya dilakukan setelah 48-72 jam, dengan hasil positif bila terdapat indurasi diameter >10mm, meragukan bila 5-9mm. uji tuberculin dapat diulang setelah 1-2minggu. Pada anak yang telah mendapat BCG, diameter indurasi >15mm baru dinyatakan positif. Sedangkan pada anak yang kontak aktif dengan penderita TB aktif, diameter indurasi ≥ 5mm harus dinilai positif. Anergi disebabkan oleh keadaan infeksi berat, pemberian imunosupresan, penyakit keganasan (leukemia), dapat pula oleh gizi buruk, morbili, varisela, dan penyakit infeksi lain.

e.

Tehnik polymerase chain reaction, deteksi DNA kuman secara spesifik melalui amplifikasi dalam meskipun hanya satu mikroorganisme dalam specimen juga dapat mendeteksi adanay resistensi.

f.

Becton Dickinson Diagnostic Instrument System (BACTEC), deteksi growth index berdasarakan CO2 yang dihasilkan dari metabolisme asam lemak oleh mikrobakterium TB.

g.

MYCODOT, deteksi antibody dengan antigen liporabinomannan yang direkatkan pada suatu alat yang berbentuk seperti sisir plastic, kemudian dicelupkan dalam jumlah memeadai maka warna sisir akan berubah.

h.

Gambaran Radiologis thorax foto PA dan lateral, yang dicurigai TB adalah bayangan lesi yang terletak pada lapang apru atas/segmen apical

lobus bawah, bayangan berwarna (patchy) atau bercak (nodular), adanya kavitas tunggal atau ganda, kelainan bilateral terutama di lapang paru atas, adanya kalsifikasi, bayagan menetap pada foto ulang beberapa minggu kemudian terdapat bayangan milier. (Mansjoer. A, 1999:472) 1.6 Penatalaksanaan Penatalaksanaan yang dapat dilakukan dengan mengadakan penyuluhan, pencegahan, fisioterapi dan rehabilitasi, pemberian obatobatab dan konsultasi secara teratur. Sedangkan dalam pengobatan TB dibagi menjadi 2 fase, yaitu fase intensif (2-3 bulan) dan fase lanjutan (4 atau 7 bulan). Paduan obat yang digunakan terdiri dari paduan obat utama dan tambahan. Obat Anti TB (OAT) a. Jenis obat utama yang digunakan (Lini I) adalah: - Rifampisin, dosis 10 mg/kgBB/oral. Efek samping: hepatitis, reaksi demam, purpura, nausea dan vomiting. - Isoniazid (INH), dosis 5 mg/kgBB/oral. Efek samping: pheripheral neuritis, hepatitis, dan hipersensitivitas. - Pirazinamid, dosis 15-30 mg/kgBB/oral. Efek samping: hiperurisemia, skin rash,hepatotoxicity, arthralgia, distress gastrointestinal. - Streptomisin, dosis 15 mg/kgBB. Efek samping tuli, gangguan keseimbangan. - Etambutol, dosis untuk anak (6-12 tahun) 10-15 mg/kgBB/oral. Untuk dewasa15 mg/kgBB/oral untuk pengobatan ulang mulai dengan 25 mg/kgBB/hari selama 60 hari, kemudian diturunkan hingga 15 mg/kgBB/hari. Efek samping: optic neuritis (yang terburuk ialah kebutaan) dan skin rash. b. Kombinasi dosis tetap (fixed dose combination), terdiri dari: - 4 OAT dalalm 1 tablet (rifampisin 150 mg, INH 75 mg, pirazinamid 400mg, etambutol 275mg).

- 3 OAT dalam 1 tablet (rifampisin 150 mg, INH 75 mg, pirazinamid 400mg). - Kombinasi dosisi tetap rekomendasi WHO 1999 untuk kombinasi dosis tetap, klien hanya minum obat 3-4 tablet sehari selama fase intensif, sedangkan pada fase lanjutan dapat menggunakan kombinasi dosis 2 OAT seperti yang selama ini sudah digunakan sesuai pedoman pengobatan. Tahap Awal (intensif) •

Pada tahap intensif(awal) pasien mendapat obat setiap hari dan perlu diawasi secara langsung untuk mencegah terjadinya kekebalan obat.



Bila pengobatan tahap intensif tersebut diberikan secara tepat, biasanya pasien menular menjadi tidak menular dalam kurun waktu 2 minggu.



Sebagian besar pasien TB BTA positif menjadi BTA negatif (konversi) dalam 2 bulan. Tahap Lanjutan



Pada tahap lanjutan pasien mendapat jenis obat lebih sedikit, namun dalam jangka waktu yang lebih lama.



Tahap lanjutan penting untuk membunuh kuman persister sehingga mencegah terjadinya kekambuhan. c.

Jenis obat tambahan lainnya (Lini II) - Kanamisin - Kuinolon

- Obat lain yang masih dalam penelitiain: makrolid, amoksilin + asam kluvanat. - Derivat rifsampisin dan INH.

Paduan Obat Anti Tuberkulosis Pengobatan TB dibagi menjadi : a.

TB paru (kasus baru), BTA positif atau lesi luas Paduan obat yang diberikan : 2 RHZE/4RH

Alternatif : 2 RHZE /4 R3H3 atau (program P2TB) 2RHZE / 6HE Paduan ini ditujukakn untuk: - TB paru BTA (+), kasus baru. - TB paru BTA (-), dengan gambaran radiologic lesi luas. - TB di luar paru kasus berat Pengobatan fase lanjutan, bila diperlukan dapat dilakukakn sel;ama 7 bulan, dengan panduan 2RHZE / 7RH, dan alternative 2RHZE / 7R3H3, seperti pada keadaan: - TB dengan lesi luas - disertai penyalit obat imunosupresif (kortikosteroud) TB kasus berat (milier, dll) Bila ada fasilitas biakakn uji resistensi, pengobatan disesuaikan dengan hasi uji resistensi.

b.

TB paru (kasus baru), BTA negatif Paduann pengobatan yang diberikan : 2RHZ / 4RH Paduan ini duanjurkan untuk: - TB paru BTA (-) dengan gambaran radiologic lesi minimal - TB di luar paru kasus ringan

- TB parukasus kambuh Pada TB paru kasus kambuh minimal menggunakan 4 macam OAT pada fase intensif selama 3 bulan (bila ada hasil uji resistensi dapat diberikan obat sesuai dengan hasil uji resistensi). Lama pengobatan fase lanjutan 6 bulan atau lebih lalma dari pengobatan sebelumnya, sehingga paduan obat : 3 RHZE / 6 RH. Bila tidak ada atau tidak dilakukan uji resistensi, maka alternative diberikan paduan obat : 2 RHZES / 1 RHZE/SR3H3E3 (program P2TB).

c.

TB paru kasus gagal pengobatan Pengobatan sebaiknya berdasarkan hasil uji resistensi, dengan minimal menggunakan 4-5 OAT dengan minimal 2 OAT yang masih sensitive (seandainya H resiten, tetap diberikan). Dengan lama pengobatan minimal selama 1-2 tahun.

d.

TB paru kasus lalai berobat Penderita TB paru kasus lalai berobat, akan dimulai pengobatan kembali sesuai dengan kriteria sebagai berikut: - Penderrita yang menghentikan pengobatannya <2minggu, pengobatan OAT dilanjutkan sesuai jadwal. - Penderita menghentikan pengobatannya ≥2 minggu. - Berobat ≥ 4 minggu, BTA (-) dan klinik, radiologic (-) pengobatan OAT berhenti > 4 bulan, BTA (+) pengobatan dimulai dari awal dengan panduan obat yuang lebih kuat dan jangka waktu pengobatan yang lebih lama. - Berobat < 4 bulan BTA (+), pengobatan dimulai dari awal dengan panduan obat yang sama.

- Berobat < 4 bulan, berhenti berobat > 1 bulan BTA (-) akan tetapi klinik dana atau radiologik (+) pengobatan dimulai dari awal denga panduan obat yang sama. - Berobat < 4 bulan , BTA (-), berhenti berobat 2-4 minggu pengobatan diteruskan kembali sesuai jadwal.

e.

TB paru kasus kronik - Pengobatan TB paru kasus kronik, jika belum ada hasil uji resistensi, berikan RHZES. Jika telah ada hasil uji resistensi, sesuaikan dengan hasi uji resistensi (minimal terdapat 2 macam OAT yang masih sensitive dengan H tetap diberikan walaupun resisten) ditambah dengan obat lain seperti quinolone, betalaktam, makrolit. - Jika tidak mampu dapat diberikan INH seumur hidup. Pertimbangkan pembedahan untuk meningkatkan kemungkinan penyembuhan. - Kasus TB paru kronik perlu dirujuk ke ahli paru.

1. Pengobatan Suportif/simtomatis Pengobatan yang diberikan kepada penderita TB perlu diperhatikan keadaan klinisnya. Bila keadaan klinis baik dan tidak ada indikasi rawat, dapat rawat jalan. Selain OAT kadang perlu pengobatan tambahan atau suportif/ simtomatis untuk meningkatkan daya tahan tubuh atau mengatasi gejala atau keluhan. a.

Penderita rawat jalan

- Makanan yang bergizi, bila dianggap perlu dapat diberikan vitamin tambahan (pada prinsipnya tidak ada larangan makanan untuk penderita TB, kecuali untukpenyakit komorbidnya) - Bila demam dapat diberikan obat penurunn panas/demam. - Bila perlu dapat diberikan obat untuk mengatasi gejala batuk, sesak napas, atau keluhan lain.

b.

Penderita rawat inap

- TB paru disertai keadaan/komplikasi sebagai berikut : batuk darah (profus), penurunan keadaan umum, pneumothorax, empisema, efusi pleura massif/bilateral, sesak napas berat (bukan karena efusi pleura). - TB diluar paru yang mengqancam jiwa: TB paru milier, meningitis TB. 2. Terapi pembedahan a.

Indikasi mutlak

- Semua penderita yang mendapatkan pepngobatan OAT adekuat tetap dahak tetap positif. - Penderita batuk darah yang massif tidak dapat diatasi dengan cara konservatif. b. Indikasi Relatif - Penderita dengan dahak negatif dengan batuk darah berulang. - Kerusakan satu paru atau lobus dengan keluhan. - Sisa kavit yang menetap. 3. Tindakana infasif selain pembedahan - Bronkoskopi - Punksi pleura - Pemasangan WSD (water sealed drainage) 4. Kriteria sembuh a. BTA mikroskopik negatif pada dua kali (pada akir fase intensif dan akir pengobatan) dan telah mendapatkan pengobatan yang adekuat. b. Pada thorax foto gambaran radiologikserial tetap sama natau membaik. c.

Bila ada fasilitas biakan, maka kriteria ditambahibiakan negatif.

Klasifikasi riwayat pengobatan sebelumnya dibagi menjadi beberapa tipe penderita (DepKes RI, 2011:21): 1.

Kasus baru, pasien belum pernah diobati dg Obat Anti TB (OAT)/sudah pernah menelan OAT kurang dari 1 bulan (4 minggu).

2.

Kasus kambuh (relaps), pasien TB sebelumnya pernah mendapat pengobatan TB &telah dinyatakan sembuh/pengobatan lengkap, didiagnosis kembali dg BTA (+)(apusan/kultur).

3.

Kasus setelah putus berobat (default), pasien berobat & putus berobat 2 bulan/lebihdg BTA (+).

4.

Kasus setelah gagal (failure), pasien yang hasil pemeriksaan dahaknya tetap(+)/kembali menjadi (+) pada bulan 5/lebih selama pengobatan.

5. 6.

Kasus pindahan (transfer in) Kasus lain, semua kasus yg tdk memenuhi ketentuan di atas. Dalam kelompok ini termasuk kasus kronik, yaitu pasien dg hasil pemeriksaan masih BTA (+) setelah selesai pengobatan ulangan. Upaya pencegahan penyakkit TB, yaitu:

a. Mengobati pasien tuberkulosis paru BTA positif sampai sembuh b. Menganjurkan kepada pasien agar menutup mulut dengan saputangan bila batuk atau bersin, dan tidak meludah di lantai atau di sembarang tempat c. Peningkatan sosial ekonomi d. Meningkatkan gizi e. Memberikan imunisasi BCG pada bayi, dapat menurunkan kejadian (insidensi) TB berat pada anak (misalnya meningitis tuberkulosa). Namun tidak dapat mencegah terjadinya TB postprimer jika infeksi

dengan kuman TB tersebut sudah terjadi sebelum imunisasi BCG dan tidak dapat menurunkan insidensi TB BTA positif. f.

Memberikan pengobatan pencegahan pada anak balita tanpa gejala TB tapi berkontak/serumah dengan pasien TB paru BTA positif

g. Pemeriksaan kontak dari pasien TB paru BTA positif, bertujuan untuk menemukan pasien lain sedini mungkin, supaya dapat mencegah perkembangan dan penularan penyakit. h. Kuman akan mati dengan sinar matahari langsung dalam waktu 5 mnt dan larutan sodium hipoklorit (1%) untuk campuran tempat pembuangan dahak. i.

Bila menggunakan tisue harus dibakar (melakukakn etika batuk) selekas mungkin setelah menggunakan dan menjemur di udara dan di bawah sinar matahari semua bahan-bahan spt selimut, bantal dsb.

DAFTAR PUSTAKA

DepKes RI. 2011. Pedoman Penanggulangan TB di Indonesia. Jakarta. Mansjoer, A. 2000. Kapita Selekta Kedokteran, Jilid 2. Jakarta: Media Aesculapius. Nurarif, A.H. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis dan Nanda Nic-Noc, Edisi Revisi Jilid 3. Jogjakarta: Medication Jogja. Somantri, I. 2009. Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Gangguan Sistem Pernapasan, Edisi 2. Jakarta: Salemba Medika.

Related Documents

Ok Sige Nasi
October 2019 34
Ok Ok Ok Ok Ok.pdf
June 2020 59
Nasi Tulis.docx
November 2019 40
Nasi Jepun
October 2019 32
Nasi Briyani.docx
October 2019 35
Nasi Goreng
October 2019 34

More Documents from ""

Kep Kel Remaja.docx
May 2020 24
Ok Sige Nasi
October 2019 34
Tumbang Anak.rtf
May 2020 22
Ca Paru.rtf
December 2019 19
Trarns.pdf
April 2020 8
Sap Dm 26 Ipd
October 2019 30