BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kucing merupakan hewan yang banyak hidup disekitar manusia dan banyak dipelihara oleh masyarakat. Populasi kucing saat ini telah mengalami peningkatan yang cukup signifikan. Salah satu solusi untuk memecahkan permasalahan di atas adalah melakukan tindakan sterilisasi pada kucing baik jantan maupun betina. Sterilisasi orchiectomy dapat dilakukan untuk hewan jantan dan ovariohisterectomy untuk hewan betina. Sterilisasi pada hewan betina dapat dilakukan dengan hanya mengangkat ovariumnya saja (ovariectomy)
atau
mengangkat
ovarium
beserta
dengan
uterusnya
(ovariohisterectomy). Ovariohisterectomy dapat dilakukan untuk terapi pengobatan pada kasus-kasus reproduksi seperti pyometra, endometritis, tumor uterus, kista, hiperplasia, dan neoplasia kelenjar mammae. Selain itu, operasi juga dilakukan untuk memperkecil terjadinya kasus pyometra. Sterilisasi biasanya dilakukan saat hewan berumur masih muda. Pada kasus pyometra, sterilisasi dilakukan sebagai terapi karena ketidakseimbangan cairan sehingga melauli tindakan bedah ini dapat menyembuhkan penyakit tersebut. Ovariohisterectomy dapat dilakukan pada hampir semua fase siklus reproduksi, tetapi paling baik dilakukan sebelum pubertas dan selama fase anestrus (Saunders, 2003) Keuntungan dari ovariohisterectomy pada kucing usia muda adalah mencegah penyebaran kucing secara berlebihan dan mengurangi kemungkinan terkena kanker mammae. Usia yang masih sangat muda membutuhkan waktu bedah yang lebih singkat dan pendarahan yang lebih sedikit sehingga akan sembuh lebih cepat. Efek yang muncul dari dilakukannya ovariohisterektomi adalah akan munculnya kondisi ketidakseimbangan hormonal untuk sementara waktu. Hal tersebut dapat terjadi dikarenakan ovarium merupakan kelenjar yang juga berfungsi sebagai kelenjar endokrin.
1.2 Rumusan Masalah 1. Bagaimana prosedur pre-operasi pada operasi ovariohisterektomi ? 2. Bagaimana teknik operasi ovariohisterektomi pada kucing ? 3. Bagaimana manajemen penanganan post operasi ovariohisterektomi ?
1.3 Tujuan 1. Untuk mengetahui prosedur pre-operasi ovariohisterektomi 2. Untuk mengetahui teknik operasi ovariohisterektomi pada kucing 3. Untuk mengetahui manajemen penanganan post operasi ovariohisterektomi
1.4 Manfaat Manfaat dari koasistensi ovariohisterektomi pada kucing diantaranya adalah sebagai berikut : 1. Mahasiswa
PPDH
mampu
melakukan
persiapan
pre-operasi
ovariohisterektomi yang baik pada kucing 2. Mahasiswa PPDH mampu melakukan teknik operasi ovariohisterektomi yang baik pada kucing 3. Mahasiswa
PPDH
mampu
memberikan
ovariohisterektomi yang baik pada kucing
terapi
post
operasi
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian Ovariohisterectomy Ovariohisterectomy (OH) merupakan istilah kedokteran yang terdiri dari ovariectomy dan histerectomy. Ovariectomy adalah tindakan memotong, mengeluarkan, dan menghilangkan ovarium dari rongga abdomen. Sedangkan, histerectomy adalah tindakan memotong, mengeluarkan, dan menghilangkan uterus dari rongga abdomen. Jadi, pengertian ovariohisterectomy merupakan gabungan dari pengertian di atas yaitu tindakan pengambilan ovarium, corpus uteri, dan cornua uteri (Sardjana, 2011). Dalam istilah medis, desexing (kastrasi) kucing betina disebut “Spaying” dan pada jantan disebut “Neutering”. Keuntungan dari spaying anak kucing sejak usia 10-12 minggu adalah mencegah penyebaran kucing secara berlebihan dan mengurangi kemungkinan terkena penyakit kanker. Usia yang masih sangat muda membutuhkan waktu bedah yang lebih singkat dan pendarahan lebih sedikit sehingga akan sembuh lebih cepat, hingga pada akhirnya kucing dan pemiliknya akan mengalami stres yang lebih sedikit (Arya, 2014). Beberapa indikasi dilakukannya ovariohisterectomy adalah : 1. Terapi, yaitu tumor, cysta ovarium, tumor uterus, dan pyometra 2. Pengendalian tingkah laku, yaitu lebih mudah dikendalikan, lebih jinak, membatasi jumlah populasi 3. Penggemukan
2.2 Anatomi Organ Reproduksi Kucing Betina Sistem reproduksi kucing betina terdiri atas ovarium, saluran kelamin dan alat penggantungnya. Saluran kelamin terdiri dari: tuba fallopii (oviduk), tanduk rahim (cornua uteri), badan rahim (korpus uteri), leher rahim (servik uteri), vagina, dan vulva. Sistem reproduksi pada betina tidak hanya menerima sel-sel telur yang diovulasikan oleh ovarium dan membawa sel-sel telur
tersebut ke tempat implantasi yaitu rahim, tetapi juga menerima sperma dan membawanya ke tempat fertilisasi yaitu tuba fallopii. Ovarium dan bagian saluran kelamin dari sistem reproduksi tidak berhubungan satu dengan yang lain dan melekat pada dinding tubuh yang dipertautkan oleh alat penggantungnya. Ovarium menerima suplai darah dan suplai saraf melalui hilus yang juga melekat pada uterus. Tuba fallopii berada di dalam lipatan mesosalphing, sedangkan mesosalphing melekat pada ligamen ovarium. Ligamen ini melanjutkan diri ke ligamen inguinal, yang homolog dengan gubernakulum testis. Bagian lain ligamen ini membentuk ligamen bulat pada uterus yang kemudian melebarkan diri dari uterus ke daerah inguinal (McCurnin, 2006). 1. Ovarium Ovarium berfungsi ganda yaitu sebagai alat tubuh yang memproduksi sel kelamin betina yaitu ovum dan hormon-hormon kelamin betina yaitu estrogen dan progesteron. Pada kucing, ovarium berjumlah sepasang dan relatif sangat kecil dibandingkan dengan besar tubuh, serta jumlah sel telur yang dihasilkan dalam satu kali periode pemasakan lebih dari satu sel telur. Ovarium hewan dewasa dapat dibedakan dari ovarium hewan belum dewasa (muda), oleh karena gambaran histologisnya sangat berbeda. Letak ovarium kucing di daerah lumbal caudal (ke 3 – 4) dari ginjal dengan bentuk bulat/oval dengan permukaan tidak rata berukuran panjang 8 – 9 mm. Kedua ovarium bergantung pada bagian cranial peritoneum yaitu plika urogenitalis. Alat penggantung ovarium adalah mesovarium yang dilalui oleh pembuluh darah. Pembuluh limfe dan serabut-serabut saraf juga menuju ovarium. Usia dewasa kelamin kucing betina dicapai pada umur 5 – 9 bulan. Birahi terjadi selama 3 – 4 hari dan ovulasi terjadi bila ada rangsangan pada ujung serviks 24 - 54 jam setelah koitus. Bila tidak terjadi perkawinan yang menyebabkan tidak terjadinya ovulasi maka folikel yang berkembang menjadi folikel atresi dan estrus akan terjadi 2 – 3 minggu kemudian dan bila terjadi ovulasi tapi tidak terjadi kebuntingan (pseudopregnant) maka estrus akan terjadi 7 – 8 minggu kemudian (Mann, 2011).
2. Tuba Fallopii (oviduk) Tuba fallopii terdiri dari infundibulum berikut fimbre, ampula, dan ismus. Tuba fallopii digantung oleh alat penggantung yang disebut mesosalphing yang berasal dari mesovarium. Mesosalphing bersama-sama ligamentum ovarii dan ovarium membentuk bursa ovarii dan bentuknya meluas pada kucing sehingga menyebabkan ovarium tidak terlihat. Panjang tuba falopii pada kucing 5 – 9 cm berupa saluran kecil yang berkelok-kelok berwarna putih. Lumen tuba fallopii dilapisi oleh sel-sel epitel silindris atau kubis satu lapis dan bersilia. Arah pergerakan silia menuju ke rahim, dengan demikian membantu perpindahan sel telur. Tuba fallopii berfungsi sebagai alat dan tempat : memindahkan sel telur dan sperma ke tempat fertilisasi, pembuahan, kapasitasi sperma dan tempat pembelahan zigot. 3. Uterus Uterus merupakan bagian caudal tuba fallopii yang terdiri dari sepasang cornua uteri, corpus uteri, dan servik uteri. Tipe uterus kucing adalah bipartitus yang ditandai oleh satu leher rahim, korpus uteri satu dengan dua buah kornua. Letak uterus seluruhnya dalam cavum abdomen kecuali servik yang masih mencapai bagian peritoneal dari cavum pelvis. Pada bagian dorsal, uterus berhubungan dengan belitan colon (alat penggantung yang menyusup di antara colon). Alat penggantung adalah ligamentum lata uteri mesometrium yang merupakan otot-otot licin, berserat pipih yang berasal dari bagian dinding cavum pelvis dari daerah lumbal mencapai uterus. Panjang korpus uteri kucing 1,5-2 cm dan kornua terbentang memanjang dari vertebre 6-7 hingga ke ginjal (sepanjang 9-10 cm) dengan diameter 34 mm (McCurnin, 2006). Uterus berfungsi sebagai alat dan tempat untuk: transport sperma ke dalam tuba fallopii, memberi makan blastosis, pembentukan plasenta, perkembangan embrio/fetus, dan kelahiran anak.
4. Vagina Vagina merupakan bagian saluran kelamin betina yang terdiri dua bagian, yaitu vagina sebenarnya dan vestibulum. Kedua bagian tersebut dibatasi oleh orifisium uretra eksterna dan pada batas ini terdapat suatu lipatan selaput melintang, epitelnya banyak lapis, lipatan selaput tersebut adalah himen. Vagina berfungsi selain sebagai tempat penumpahan semen, juga untuk jalur keluar fetus dan plasenta pada saat partus. Dindingnya terdiri dari tiga bagian, yaitu selaput lendir, lapisan otot, dan serosa. 5. Vulva Vulva merupakan ujung akhir dari alat kopulasi pada hewan betina dan bersatunya kedua labia vulva membentuk comissura dorsalis dengan bentuk bulat dan ventral yang bentuknya meruncing. Labia vulva menyerupai menyerupai labia minora pada manusia dan labia major pada kucing tidak jelas. Comissura ventralis yang menggantung melalui ischium dan pada daerah tersebut ditemukan klitoris. Klitoris terletak di belahan ventral vestibulum yang pada masa embrional berasal dari penis. Klitoris mengandung jaringan erektil, epitelnya pipih banyak lapis dan kaya dengan ujung-ujung serabut saraf sensoris (McCurnin, 2006).
Gambar 2.1 Gambaran organ reproduksi kucing betina (Nelson, 2003)
2.3 Keuntungan dan Kerugian Ovariohisterectomy Sebagian besar kucing disterilisasi ketika berumur ± 5-8 bulan. Para ahli perilaku hewan menyarankan untuk melakukan sterilisasi pada kucing sebelum memasuki masa pubertas karena dapat mencegah munculnya sifat/perilaku kucing yang tidak diinginkan. Keuntungan dilakukan ovariohisterectomy antara lain: 1. Mencegah kelahiran anak kucing yang tidak diinginkan 2. Menjaga populasi kucing agar tetap terkendali 3. Mengurangi sifat kucing yang suka berkeliaran. Kucing betina yang sedang birahi akan mengeluarkan feromon yang dapat menyebar melalui udara. Feromon ini dapat mencapai daerah yang cukup jauh sehingga dapat merangsang kucing jantan untuk mendatanginya. 4. Mengurangi resiko terjadinya tumor ovary dan mammae.
Terdapat pula beberapa kerugian dari dilakukannya ovariohisterectomy antara lain: 1. Kegemukan atau obesitas. Rata – rata proses metabolisme makanan yang rendah menyebabkan asupan nutrisi tersebut akan disimpan menjadi lemak, sehingga menimbulkan kegemukan. 2. Kehilangan untuk memperoleh keturunan yang potensial terutama untuk para breeder. 3. Alopecia. 2.4 Obat – obat yang Digunakan Premedikasi Obat – obat premedikasi digunakan untuk mempersiapkan pasien sebelum pemberian obat anastesi. Tujuannya adalah untuk mengurangi sekresi kelenjar ludah, meningkatkan keamanan pada saat pemberian anastesi, memperlancar induksi anastesi, mencegah efek bradikardi dan vomit setelah atau selama pemberian anastesi, mengurangi rasa sakit dan gerakan yang tidak terkendali selama revovery.
Menurut Sardjana dan Kusumawati (2004), obat – obat premedikasi bersifat sinergis terhadap anastetik, namun penggunaannya harus disesuaikan dengan umur, kondisi dan temperamen hewan, ada atau tidaknya rasa nyeri, dan adanya antisipasi komplikasi yang ditimbulkan. Obat yang digunakan adalah atropine sulfat. Atropin sulfat merupakan obat premedikasi yang digolongkan sebagai antikolinergik atau parasimpatolik. Atropin sebagai prototip antimuskarinik mempunyai kerja menghambat efek asetilkolin pada syaraf postganglionic kolinergik dan otot polos. Hambatan ini bersifta reversible dan dapat diatasi dengan pemberian asetilkolin dalam jumlah berlebihan (Ganiswara, 2005). Atropin dapat menimbulkan beberapa efek, seperti pada susunan syaraf dapat merangsang medulla oblongata dan pusat lain di otak, menghilangkan tremor, perangsang respirasi akibat dilatasi bronkus, pada dosis yang tinggi menyebabkan depresi nafas, eksitasi, halusinasi, dan lebih lanjut dapat menimbulkan depresi dan paralisa medulla oblongata. Pada saluran pencernaan, atropin sebagai antispasmodik yaitu menghambat peristaltic usus dan lambung, sedangkan pada otot polos atropine mendilatasi pada saluran perkencingan sehingga menyebabkan retensi urin (Ganiswara, 2005). Anastesi Anastesi merupakan hilangnya kesadaran rasa sakit, namun obat anastesi umum tidak hanya menghilangkan rasa sakit tetapi juga menghilangkan kesadaran. Anastesi umum diperlukan untuk pembedahan karena dapat menyebabkan pasien mengalami analgesia dan tidak sadarkan diri, sedangkan otot – otot mengalami relaksasi dan penekanan reflek yang tidak dikehendaki (Mycek et al., 2011). Obat anastesi umum yang ideal mempunyai sifat – sifat antara lain: pada dosis yang aman mempunyai daya analgesik relaksasi otot yang cukup, cara pemberian mudah, mulai kerja obat yang cepat dan tidak mempunyai efek samping yang merugikan. Selain itu, obat tersebut harus tidak toksik, mudah dinetralkan, mempunyai batas keamanan yang luas, tidak dipengaruhi oleh umur dan kondisi hewan.
Obat yang digunakan sebagai anastesi umum adalah Ketamin dan Xylazine. Ketamin mempunyai sifat analgesik, anastetik dan kataleptik dengan kerja singkat. Sifat analgesiknya sangat kuat untuk sistem somatik, tetapi lemah untuk sistem visceral. Tidak menyebabkan relaksasi otot lurik, bahkan kadang-kadang tonusnya sedikit meninggi (Slatter, 2012). Dosis yang dianjurkan untuk anjing dan kucing adalah 10-20 mg/kg BB secara intramuskuler (Katzug, 2007). Ketika digunakan sebagai obat tunggal, ketamine tidak menghasilkan relaksasi muskulus skeletal yang baik, dan dapat mencapai recovery dengan segera dan biasanya dapat menyebabkan konvulsi pada anjing dan terkadang kucing. Untuk menghindari efek tersebut, banyak dokter hewan yang menggunakan ketamin bersama – sama dengan diazepam, acepromazin, xylazine thiobarbiturat atau anastesi inhalasi. Xylazine merupakan sedativa non narkotik yang poten dan analgesik serta merupakan relaksan muskulus yang baik. Efek sedativa dan analgesia bekerja mendepres sistem syaraf pusat dan relaksasi muskulus karena terhambatnya transmisi intraneural dari impuls pada sistem saraf pusat (Boden, 2005). Xylazine diklasifikasikan sebagai analgesika juga mirip sedativa, namun bukan neuroleptik atau transquilizer. Xylazine menghambat efek adrenergik dan kolinergik neuron sehingga terjadi analgesia dan sedasi, efek samping yang bisa terjadi pada kucing yaitu muntah. Dosis untuk kucing adalah 1-2 mg/kg BB diberikan secara intramuskuler (Boden, 2005). Kombinasi antara ketamin dan xylazine merupakan kombinasi terbaik bagi kedua agen ini untuk menghasilkan analgesia. Banyak hewan yang teranastesi secara baik dengan menggunakan kombinasi ini. Anastesi dengan ketamin-xylazine memiliki efek lebih pendek jika dibandingkan denga pemberian ketamin saja, tetapi kombinasi ini menghasilkan relaksasi muskulus yang baik tanpa konfulsi. Emesis sering terjadi pasca pemberian ketamin – xylazine, tetapi hal ini dapat diatasi dengan pemberian atropin 15 menit sebelum pemberian ketamin – xylazine. Efek anastesi akan timbul setelah 10-30 menit, dan kembalinya kesadaran timbul setelah 1-2 jam.
Antibibiotik Obat yang digunakan sebagai antibiotik adalah Amoxicillin. Amox diabsorbsi dengan baik pada saluran gastrointestinal. Pemberian peroral mencapai puncak konsentrasi serum dalam jangka waktu 2 jam. Didistribusikan keseluruh tubuh meskipun hanya sebagian kecil yang masuk kecairan cerebrospinal dan dalam konsentrasi tinggi terdapat dalam hati dan ginjal (Eldredge et al., 2008). Dosis pemberian amox secara peroral untuk kucing 10-22 mg/kg BB. Analgesik Obat yang digunakan sebagai analgesik adalah Ketoprofen. Ketoprofen merupakan senyawa obat antiinflamasi nonsteroid (NSAID) turunan asam fenilalkanoat yang bekerja sebagai antiinflamasi, antipiretik, analgesik, dan secara luas digunakan sebagai antireumatik. Ketoprofen digunakan untuk mengobati
gangguan
muskuloskeletal
dan
sendi
seperti
ankylosingspondylitis, osteoarthritis, rheumatoid arthritis, dan gangguan periarticular seperti bursitis dan tendonitis, serta digunakan untuk meredakan nyeri pasca operasi, kondisi yang menyakitkan dan inflamasi seperti gout akut atau gangguan jaringan lunak. Ketoprofen menguntungkan karena tidak memiliki potensi adiktif dan tidak mengakibatkan sedasi atau depresi pernapasan (Indrawati, 2013).
BAB III METODE KEGIATAN
3.1 Tempat dan Waktu Kegiatan PPDH rotasi klinik hewan kecil, bedah, dan radiologi dilakukan di Klinik Hewan Pendidikan Fakultas Kedokteran Hewan dan Rumah Sakit Hewan Pendidikan Universitas Brawijaya Malang pada tanggal 15 Januari – 24 Januari 2018. 3.2 Peserta Kegiatan Peserta kegiatan Koasistensi Pendidikan Profesi Dokter Hewan (PPDH) rotasi Interna Hewan Kecil, Bedah,dan Radiologi adalah mahasiswa Pendidikan Profesi Dokter Hewan Program Kedokteran Hewan Universitas Brawijaya dengan biodata sebagai berikut : Nama
: Dzunnuraini Syukri
NIM
: 160130100011023
Program
: Pendidikan Profesi Dokter Hewan
Universitas
: Universitas Brawijaya
Alamat Rumah
: Jl. Danatraha Sadia 1, Kota Bima, NTB
No. HP
: 087759751158
Email
:
[email protected]
3.3 Metode Kegiatan 3.3.1 Alat Alat
yang
digunakan
untuk
pelaksanaan
operasi
Ovariohisterektomi adalah instrumen bedah mayor, meja operasi, drape/duk, lampu operasi, stetoskop, termometer, stopwatch, silet, spuit 1 cc, IV cath, infus set, surgical dress, hand gloves, masker, under pad, dan lampu infra-red.
3.3.2 Bahan Bahan yang digunakan pada saat operasi Ovariohisterektomi adalah kapas, tisu, atropin, ketamin, xylazin, antibiotik, analgesik, antiinflamasi, infus NS, sabun, multivitamin, chlorhexidin, alkohol 70%, sterile water, Hypafix®, bonti, gentamicin, tampon bulat, tampon kotak, benang chromic 3.0, dan benang silk 3.0. 3.4 Pelaksanaan Operasi Salah satu komplikasi pada tindakan bedah adalah adanya infeksi yang disebabkan oleh adanya kontaminasi mikroorganisme. Komplikasi ini harus dicegah sebagai upaya untuk mengurangi angka morbidita dan mortalitas serta mempercepat kesembuhan luka. Salah satu tindakan yang mencegah terjadinya hal tersebut adalah dengan melakukan tindakan aseptis. Tindakan aseptis merupakan cara untuk memperoleh kondisi bebas dari mikroorganisme yang dapat menyebabkan infeksi melalui berbagai cara antara lain dengan kontak lingkungan, petughas kesehatan, atau alat-alat medis. 3.4.1 Persiapan Ruang, Alat, dan Bahan Sterilisasi medan operasi dilakukan dengan cara memasang duk steril berlubang pada area operasi dan melapisi meja yang digunakan untuk meletakkan alat-alat yang akan digunakan untuk operasi dengan duk steril pula. Hanya benda-benda steril yang boleh berada di sekitar medan operasi, jangan sampai mengotori alat operasi pada saat membuka dari bungkusan steril, ganti alat yang terkontaminasi, medan steril tidak boleh dekat dengan pintu atau jendela, jika ragu apakah alat tersebut sudah terkontaminasi atau masih steril maka dianggap sudah terkontaminasi. Sterilisasi ruang operasi dapat dijaga dengan cara-cara berikut : -
Membatasi jumlah orang di dalam ruang operasi
-
Menutup pintu ruang operasi
-
Membatasi orang yang keluar masuk ruang operasi, yang diijinkan masuk hanyalah orang yang berkepentingan dalam jalannya operasi
-
Setiap petugas yang masuk harus mengenakan penutup kepala, alas kaki, masker, dan baju khusus ruang operasi
-
Menjaga kelembaban ruang operasi
-
Membersihkan lingkungan dan peralatan di ruang operasi menggunakan desinfektan yang adekuat (contohnya klorin) dan dengan frekuensi pembersihan yang tepat
-
Menjaga sirkulasi udara tetap baik di ruang operasi Metode sterilisasi alat yang terdapat pada klinik yaitu metode fisik.
Metode ini menggunakan pemanasan dengan panas kering menggunakan oven dengan suhu sebesar 121oC selama ± 30 menit. 3.4.2 Persiapan Hewan dan Anastesi Sebelum melakukan operasi, persiapan hewan yang pertama kali adalah melakukan pemeriksaan fisik. Pemeriksaan ini penting dikarenakan menentukan boleh atau tidaknya hewan untuk dilakukan oeprasi. Syarat yang paling utama adalah hewan harus sehat, kemudian yang kedua adalah cukup umur (minimal umur 7 bulan). Setelah dipastikan hewan tersebut sehat, maka diperbolehkan untuk dilakukan operasi. Hewan harus dipuasakan selama 4-6 jam dengan tujuan mengosongkan lambung untuk
menghindari
terjadinya
aspirasi
(masuknya cairan lambung ke paru-paru) dan menghindari kontaminasi feses ke area pembedahan sehiungga menghindarkan terjadinya infeksi pasca pembedahan. Persiapan hewan dilanjutkan dengan pencukuran di area yang akan diinsisi yaitu dimulai dari 1-2 cm dari atas umbilikus hingga ke caudal serta di area yang akan di pasangkan kateter intravena. Pencukuran dilakukan dengan tujuan menghindari terjadinya infeksi pada daerah yang dilakukan pembedahan karena rambut yang tidak dicukur dapat menjadi tempat persembunyian kuman dan mengganggu/menghambat proses persembuhan dan perawatan luka. Pecukuran ini dilakukan dengan menggunakan air sabun dan silet yang tajam. Setelah hewan
dicukur bersih, pemasangan kateter intravena pun dimulai sebagai sarana untuk memasukkan cairan maintenance berupa infus NS. Antibiotik yang diberikan saat pre-operasi penting untuk mencegah adanya infeksi bakterial selama operasi berlangsung. Antibiotik yang dipilih adalah Amoxicillin injeksi dengan dosis 10 mg/kg BB. Setelah diberikan antibiotik, hewan siap untuk diberi premedikasi. Pemberian obat premedikasi dapat menggunakan atropin dengan dosis 0,02 mg/kg BB secara subkutan. Premedikasi ini bertujuan untuk mencegah terjadinya bradikardi. Setelah diberikan premedikasi, dilanjutkan dengan pemberian anastesi menggunakan ketamin dengan dosis 10 mg/kg BB yang dikombinasikan dengan xylazine dengan dosis 2 mg/kg BB secara intravena (Adams, 2001) Berikut adalah resep obat yang diberikan saat sebelum dilakukan operasi : R/ Amoxicillin 0,135 ml S pro inj IM R/Atropin 0,216 ml S pro inj IM R/ Ketamin 0,2 ml S pro inj IV R/ Xylazine 0,2 ml S pro inj IV Hewan direbahkan pada posisi rebah dorsal (dorsal recumbency) pada meja operasi yang telah dialasi menggunakan underpad dan masingmasing keempat kakinya diikat ke kaki meja operasi. Area pembedahan didisinfeksi dengan menggunakan tampon bulat yang telah dibasahi dengan
chlorhexidine.
Kemudian
dilakukan
sterilisasi
dengan
menggunakan povidone iodine dengan pola melingkar keluar. Setelah itu tubuh hewan ditutup dengan menggunakan drape steril kecuali sekitar area yang akan dilakukan pembedahan. Hewan telah siap untuk di operasi.
3.4.3 Persiapan Operator dan Asistem Operator Operator dan asisten operator operasi diharuskan melakukan tindakan sebagai berikut untuk mencapai keadaan aseptis: 1. Mencuci tangan Meskipun operator telah menggunakan sarung tangan steril, tetapi dengan mencuci dan menggosok tangan akan mengurangi resiko infeksi karena kontaminasi mikroorganisme dari tangan, hal ini disebabkan oleh keadaan sarung tangan yang hangat dan lembab akan menyebabkan bakteri mudah tumbuh. Mencuci tangan harus disertai dengan menyikat dengan sikat yang lembut agar tidak mengiritasi kulit. Syarat surgical soap adalah sebagai berikut : -
Tidak bersifat iritatif pada kulit
-
Efektif
-
Mempunyai masa antibakteri yang panjang
-
Dapat larut dan berbusa dalam air dingin maupun air panas
-
Jumlah yang dibutuhkan sedikit setiap kali mencuci tangan Mencuci tangan pun memiliki teknik tersendiri. Teknik tersebut
adalah sebagai berikut: -
Lepaskan seluruh perhiasan dari jari dan pergelangan tangan
-
Atur temperatur dan aliran air
-
Siapkan sikat pada tempat cuci
-
Basahi tangan dan lengan, tuang ± 8 ml sabun ke telapak tangan
-
Gosok lengan dengan sabun sampai kurang lebih 3 cm di atas siku
-
Bilas tangan dan lengan, air mengalir dari tangan ke lengan dan terakhir ke siku
-
Bersihkan jari-jari, sela jari, dan kuku kemudian bilas dengan air mengalir
-
Sikat ujung jari tangan dan kuku, ketika menyikat usahakan tangan di atas siku dan jauhkan dari badan
-
Beri sabun daerah jari-jari, gosok secara melingkar pada masingmasing jari
-
Beri sabun daerah palmar, punggung tangan, sela ibu jari dan jari, gosok masing-masing permukaan
-
Beri sabun dan sikat lengan hingga 3 cm diatas siku, bilas tangan kembali , biarkan air mengalir ke bawah melalui siku sebelum memasuki ruang operasi
-
Ambil handuk steril dengan hati-hati dan jaga jarak dengan meja jangan sampai handuk menyentuh barang yang tidak steril, pertahankan tangan dan lengan lebih tinggi daripada siku dan jauhkan dari badan
-
Keringkan tangan dengan handuk steril dari arah tangan ke siku menggunakan 1 sisi kain lap untuk setiap tangan
2. Pemakaian masker dan penutup kepala (head cap) Penggunaam masker adalah dengan tujuan menghindari terjadinya penyebaran bakteri dari operator kepada penderita pada saat operator berbicara, bersin, batuk, atau saat bernapas.penutup kepala digunakan untuk mencegah kotoran atau bakteri dari kepala operator mengontaminasi area operasi. 3. Pemakaian jubah operasi Teknik memakai jubah operasi adalah sebagai berikut : -
Dengan satu tangan ambil jubah operasi (dalam kondisi terlipat) secara hati-hati hanya menyentuh lapisan paling luar, jangan sampai menyentuh tubuh dan benda non steril.
-
Tarik lengan bagian dalam dan buka dengan lubang lengan menghadap tubuh kita
-
Masukkan lengan pada lengan jubah operasi, dengan bantuan asisten masukkan lengan lebih dalam, perhatikan jangan sampai ujung jari menyentuh bagian luar ujuang jubah operasi
-
Asisten akan membantu merapikan jubah operasi, asisten hanya boleh menyentuh permukaan bagian dalam
4. Pemakaian sarung tangan (gloves) Sarung tangan harus diganti apabila tangan menyentuh bagian luar dari sarung tangan, sarung tangan menyentuh benda yang tidak
steril, sarung tangan bocor, sobek, atau tertusuk. Tangan pertama harus dipasang dengan memegang lipatannya saja sedangkan sarung tangan kedua harus dipegang menggunakan sarung tangan pertama. 3.4.4 Tahapan Operasi a. Prosedur Pre Ovariohisterectomy Perlakuan pre ovariohisterektomi diantaranya adalah : -
Dilakukan pembersihan tubuh kucing
-
Dilakukan pemeriksaan fisik dan pemeriksaan kondisi hewan secara umum
-
Dipuasakan 6 – 8 jam sebelum operasi
-
Dilakukan pencukuran rambut pada daerah yang akan diinsisi
-
Lokasi yang akan diinsisi dibersihkan dengan menggunakan dengan menggunakan air sabun, alkohol 70% dan povidone iodine
b. Prosedur Operasi Ovariohisterectomy Perlakuan ovariohisterectomy terdiri dari pemberian anastesi, pembedahan/ laparotomi, pengikatan/ ligasi ovarium, dan penutupan rongga abdomen dengan rincian sebagai berikut a. Pemberian anestesi -
Injeksi atropine sulfat secara subkutan (SC) sebanyak 0,4 ml sebagai premedikasi
-
Selang waktu 15 menit diberikan anastesi kombinasi ketamin sebanyak 0,2 ml dan xylazine sebanyak 0,2 ml
-
Pada saat hewan sudah tidak sadarkan diri, hewan diposisikan rebah dorsal (dorsal recumbency)
-
Keempat kaki hewan diikat dengan tali kekang ke meja operasi
-
Pada kondisi ini dilakukan penataan posisi jalan nafas dengan cara menjulurkan lidah kucing dan diberi pengganjal menggunakan tampon bulat
b. Pembedahan/ laparotomi -
Daerah
yang
telah
dicukur
rambutnya
dibersihkan
menggunakan antiseptik (alkohol 70% dan povidone iodine) dengan arah sirkuler (dari dalam keluar) -
Dilakukan pemasangan kain drape dan dikuatkan dengan towel clamp
-
Insisi dilakukan di daerah jarak dua jari dari bawah umbilical.insisi dilakukan sepanjang 3 – 5 cm, setelah insisi kulit selesai, dilanjutkan insisi pada subcutan
-
Preparir cutan dan subcutan menggunakan gunting tajam tumpul hingga terlihat linea alba
-
Pada saat terlihat linea alba, dilakukan insisi sepanjang cm menggunakan blade. Insisi diteruskan dengan menggunakan pinset anatomis dan gunting tajam tumpul dengan bagian tajam di dalam. Untuk mencegah terjadinya kerusakan jaringan digunakan groove director.
-
Setelah terbuka rongga abdomen, bagian insisi dexter dan sinister
dipertahankan
tetap
dalam
kondisi
terbuka
menggunakan retractor. -
Selanjutnta dilakukan pencarian ovarium menggunakan spayhook atau jari tangan. Pada umumnya ovarium terletak di dorsal vesika urinaria
c. Ligasi Ovarium -
Apabila ovarium sudah ditemukan, dilakukan pembendungan arteri ovarica menggunakan hemostatic forceps
-
Selanjutnya dilakukan ligasi antara dua hemostatic forceps menggunakan benang catgut chromic 3.0 dengan simpul 2-12
-
Dilakukan pengecekan kebocoran arteri pada ujung hemostatic forceps. Apabila tidak ditemukan kebocoran/ pendarahan dilakukan pemotongan jaringan pada bagian caudal forceps
-
Hal yang sama dilakukan pada cornua uteri yang lainnya
-
Kemudian dilakukan pencarian bifurcatio uteri, dilakukan pembendungan arteri menggunakan hemostatic forceps
-
Dilakukan ligasi pada arteri uterine menggunakan benang catgut chromic dan jarum ditembuskan ke bagian tengah bifurcatio. Selanjutnya ligasi juga dilakukan pada setengah bagian bifurcatio dan ligasi bifurcatio secara keseluruhan. Keseluruhan ligasi diakhiri dengan simpul 2-1-2
-
Dipastikan tidak ada kebocoran pada arteri. Setelah itu dilakukan pemotongan uterus di cranial simpul
-
Cek secara keseluruhan untuk memastikan tidak adanya kebocoran pada arteri. Selanjutnya dilepaskan semua hemostatic forceps yang digunakan pada bifurcatio dan kedua ovarium.
d. Penutupan rongga abdomen -
Setelah dipastikan tidak terjadi kebocoran, isi rongga abdomen diirigasi menggunakan larutan normal saline (NS).
-
Dilakukan penjahitan muskulus abdominus menggunakan jahitan terputus sederhana dengan benang catgut chromic 3.0
-
Selanjutnya penjahitan subcutan dilakukan menggunakan jahitan menerus sederhana dengan benang catgut chromic 3.0
-
Kemudian
dilanjutkan
dengan
penjahitan
intradermal
menggunakan tipe jahitan matras continous dengan benang catgut chromic 3.0 -
Terakhir yaitu penjahitan kulit menggunakan tipe jahitan terputus sederhana dengan benang silk 3.0
-
Hasil jahitan dibersihkan dengan povidone iodine dan dioleskan bonti kemudian ditutup dengan perban dan kucing dikenakan gurita.
4.5 Tindakan Post-Operasi Perawatan setelah operasi akan mempengaruhi kecepatan kesembuhan hewan. Hewan yang telah selesai dioperasi dicek kembali suhu,pulsus, dan respirasinya. Apabila hewan mengalami penurunan suhu yang banyak
(hipotermi), hewan tersebut akan dihangatkan dengan menggunakan sinar infra-red atau dipasangkan lampu dop pada kandangnya.pemantauan kondisi hewan terus dilakukan hingga suhu mencapai normalnya. Recovery setelah anastesi yang baik dapat dinyatakan saat a mencapai normalnya. Recovery setelah anastesi yang baik dapat dinyatakan saat kucing mencapau suhu normal, sadar, dan mulai merespon makanan atau minumannya. Proses penyatuan jaringan dapat berlangsung sampai 10 hari setelah oeprasi. Apabila jaringan telah menyatu, benang silk yang ada pada kulit akan dipotong untuk diambil agar penyatuan jaringan kulit tidak mengalami infeksi akibta benang yang terjahit terlalu lama dan menjadi tempat agen patogen. Perawatan post-operasi meliputi pengobatan, perawatan, dan observasi yang dilakukan antara lain: 1. Ketoprofen untuk analgesik yang diberikan 1x1 dengan dosis 1 mg/kg BB secara PO selama 3 hari 2. Claneksi sebagai antibiotik yang diberikan 1x1 sebanyak 1 ml secara PO selama 7 hari 3. Imboost sebagai suplemen yang diberikan 1x1 sebanyak 1 ml per hari 4. Biolysin sebagai suplemen multivitamin yang diberikan 1x1 sebanyak 1 ml per hari 5. Steril water sebagai pembersih area insisi 6. Terapi daerah luka menggunakan nebacetin dan bonti 7. Sofratul, kasa steril dan Hypafix® sebagai penutup jahitan hingga bekas luka dinyatakan sembuh dan menutup 8. Pengamatan/ observasi kembali terhadap frekuensi jantung, nafas, temperatur, nafsu makan dan luka jahitan. Komplikasi yang sering terjadi setelah dilakukan operasi dimulai dari derajat sedang hingga parah, bergantung pada keahlian dan pengalaman dari operator.umumnya, komplikasi yang tampak adalah inflamasi pada area insisi atau gangguan padan gastrointestinal. Komlikasi pada luka post operasi biasa terjadi pada hewan besar atau pada hewan dengan waktu operasi dan anastesi
yang lama. Pendarahan umumnya terjadi pada penggantung ovarium bagian kanan, namun tidak menutup kemungkinan pada penggantung bagian kiri dan rteri-arteri yang berada disekitar uteri (DeTora, 2011).
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Pemeriksaan Fisik 4.1.1 Signalement Nama
: Pupu
Jenis hewan
: Kucing
Ras
: Domestic Short Hair
Jenis Kelamin
: Betina
Umur
: 2 Tahun
Warna
: Cokelat Tua
Berat Badan
: 2,7 kg
Gambar 4.1 Kucing Pupu (Dokumentasi Pribadi, 2018) 4.1.2
Anamnesa Seekor kucing dibawa ke Rumah Sakit Hewan Pendidikan (RSHP)
Universitas
Brawijaya
untuk
dilakukan
ovariohisterectomy. 4.1.3
Gejala Klinis Kucing tidak menunjukkan gejala klinis apapun.
operasi
4.1.4
Pemeriksaan Klinis 1. Keadaan Umum Perawatan
: Baik
Habitus/ Tingkah Laku
: Jinak
Gixi
: Baik
Pertumbuhan badan
: Baik
Sikap berdiri
: Berdiri dengan keempat kaki
Ekspresi wajah
: Ceria
Adaptasi lingkungan
: Sikap bereaksi, respon menurut
Suhu tubuh
: 38 oC
Frekuensi nadi
: 140x/menit
Frekuensi napas
: 52x/menit
Capillary refill time (CRT)
: < 2 detik
Berat Badan
: 2,7 kg
2. Kulit dan Rambut Aspek rambut
: bersih, kering, dan lembut
Kerontokan
: tidak ada kerontokan
Kebotakan
: tidak ditemukan kebotakan
Turgor kulit
: Bagus
Permukaan kulit
: pigmentasi normal
Bau kulit
: bau khas kucing
3. Kepala dan Leher a. Inspeksi Ekspresi wajah
: Ceria
Pertulangan wajah
: Kompak
Posisi tegak telinga
: Telinga tegak keduanya
Posisi kepala
: Simetris
Mata orbita kiri Palpebrae
: membuka dan menutup dengan sempurna
Cilia
: melengkung keluar
Konjunctiva
: rose, basah, tidak ada
kerusakan Membran nictitans
: tidak terlihat
Mata orbita kanan Palpebrae
: membuka dan menutup dengan sempurna
Cilia
: melengkung keluar
Konjunctiva
: rose, basah, tidak ada kerusakan
Membran nictitans
: tidak terlihat
Bola mata kiri Sclera
: putih
Kornea
: jernih, bening
Iris
: kuning
Pupil
: dapat membesar dan mengecil
Limbus
: rata, tidak ada kelainan
Refleks pupil
: ada, pupil dapat membesar dan mengecil
Lensa
: tidak ada kelainan
Vasa Injection
: Tidak ada
Bola Mata Kanan Sclera
: putih
Kornea
: jernih, bening
Iris
: kuning
Pupil
: dapat membesar dan mengecil
Limbus
: rata, tidak ada kelainan
Refleks pupil
: ada, pupil dapat membesar dan mengecil
Lensa
: tidak ada kelainan
Vasa Injection
: Tidak ada
Hidung dan Sinus
Bentuk Pertulangan
: Simetris
Aliran Udara
: aliran udara lancar pada kedua cavum nasal
Cermin Hidung
: basah
Mulut dan Rongga Mulut Defek Bibir
: tidak ada
Mukosa
: Rose, basah, tidak ada kerusakan
Lidah
: Rose, basah, kasar, tidak ada kerusakan
Telinga Posisi
: Tegak keduanya
Bau
: Bau khas kucing
Permukaan daun telinga
: kedua telinga nya bersih
Krepitasi
: tidak ada
Reflek panggilan
: tidak ada reflek panggilan
Leher Perototan
: Kompak
Trakea
: Teraba, tidak ada refleks batuk
Esofagus
: Tidak teraba
Kelenjar Pertahanan Ln. Mandibularis
: Teraba
Lobulasi
: Jelas
Konsistensi
: Kenyal
Kesimetrisan
: Simestris
Ln. Retropharingeal
: Teraba
Ln. Axillaris
: Teraba
Ln. Prefemoralis
: Teraba
Ln. Poplitea
: Teraba
Lobulasi
: Jelas
Konsistensi
: Kenyal
Kesimetrisan
: Simestris
4. Thoraks a. Sistem Pernapasan Inspeksi Bentuk Rongga Thoraks
: Simetris
Tipe pernapasan
: Abdominalis
Ritme Pernapasan
: Kuat
Intensitas
: Cepat
Frekuensi
: 52x/menit
Trakea
: Teraba
Batuk
: Tidak ada reflek batuk
Palpasi Penekanan rongga thoraks
: tidak ada reksi kesakitan
Penekanan intercostal
: tidak ada reaksi kesakitan
Auskultasi Suara Pernapasan
: Lama inspirasi sama dengan lama ekspirasi
Suara ikutan
: tidak ada
b. Sistem Peredaran Darah Inspeksi Ictus cordis
: Tidak teraba
Auskultasi Frekuensi
: 140x/menit
Intensitas
: Kuat
Ritme
: Ritmis
5. Abdomen dan Organ Pencernaan Inspeksi Ukuran Rongga Abdomen
: Tidak ada pembesaran
Bentuk Rongga Abdomen
: Simetris
Palpasi Epigastrikus
: Tidak ada reaksi kesakitan
Mesogastricus
: Tidak ada reaksi kesakitan
Hipogastricus
: Tidak ada reaksi kesakitan
Auskultasi Suara peristaltik usus
: terdengar
Anus Daerah sekitar anus
: bersih
Refleks sphincter ani
: ada reflek
Kebersihan perineal
: bersih
6. Sistem Urogenital Inspeksi dan Palpasi Ginjal
: Terletak di epigastrikus dorsal
Vesica Urinaria
: Terletak di antara mesogastrikus dan hipogastrikus dorsal
Alat Kelamin Betina Vulva
: Pale, licin, basah, tidak ada luka, tidak ada discharge
7. Alat gerak Inspeksi Perototan kaki depan
: Simetris
Perototan kaki belakang
: Simetris
Spasmus/ tremor otot
: Tidak ada
Kuku kaki
: ada
Cara berjalan
: koordinatif
Bentuk pertulangan
: tidak ada penonjolan
Tuber coxee dan tuber ischii
: simetris
Palpasi Struktur pertulangan Kaki depan kiri dan kanan
: Kompak
Kaki belakang kiri dan kanan
: Kompak
Konsistensi pertulangan
: Keras
Reaksi saat palpasi
: Tidak ada reaksi kesakitan
4.1.5
Pemeriksaan Lanjutan Pemeriksaan lanjutan yang dilakukan untuk menentukan keadaan bunting atau tidaknya kucing adalah dengan melakukan pemeriksaan USG. Dari hasil USG tidak ditemukan adanya fetus di dalam uterus yaitu ditandai dengan tidak ditemukannya detak jantung dan bentukan tulang maupun badan dari fetus.
4.1.6
Diagnosa Dari hasil pemeriksaan keseluruhan, maka diputuskan Kucing Pupu
tersebut diperbolehkan untuk dilakukan operasi ovariohisterektomi. 4.2
Teknik Pembedahan Ovariohisterectomy Hewan dianastesi dan dibaringkan pada posisi dorsal recumbency kemudian difiksasi keempat kakinya menggunakan tali. Lokasi penyayatan dilakukan pada 1-2 cm dari caudal umbilicus ke arah caudal tubuh, batas sayatan paling panjang adalah jangan sampai melewati puting terakhir. Insisi terlalu ke cranial akan menyulitkan untuk mencari uterus sedangkan jika terlalu ke caudal akan menyulitkan untuk mengangkat ovarium. Penyayatan dilakukan pada kulit, subcutan, dan linea alba serta peritoneum. Setelah rongga abdomen terbuka, dilakukan eksplorasi pada uterus menggunakan spay hook atau jari tangan kemudian diangkat kornua uterus menggunakan Spay Hook atau jari tangan kemudian diangkat kornua uteri dari ruang abdomen.
Gambar 4.2 Eksplorasi Ovarium menggunakan Spay Hook
Kornua uterus ditelusuri pada salah satu sisi hingga menemukan ovarium dan dilakukan pemotongan pada ligamentum suspensory. Mesovarium di jepit dengan dua arteri klem yaitu kelly forceps. Arteri klem yang pertama terletak dekat dengan mesovarium, sedangkan arteri klem yang kedua dekat dnegan ovarium. Dilakukan ligasi dibawah arteri klem yang dekat dengan mesovarium menggunakan catgut chromic. Ligasi dilakukan
hingga 2 kali agar tidak mudah lepas. Selanjutnya dilakukan pemotongan pada pertengahan antara arteri klm dan dipastikan tidak ada pendarahan kemudian arteri klem dilepaskan. Bagian uterus ditelusuri hingga mencapai bifurcatio untuk menemukan ovarium yang kedua. Dilakukan hal yang sama pada ovarium kedua seperti langkah sebelumnya. Setelah kedua mesovarium dan pembuluh darah dipotong, ditarik bifurcatio hingga menemukan corpus uteri. Diangkat kedua kornua uteri yang telah dipotong, sampai didapatkan corpus uteri.
Gambar 4.3 Ligasi pada korpus uteri Bagian corpus uteri diklem dengan 2 arteri klem. Arteri klem yang pertama dekat dengan bifurkasio dan arteri klem yang kedua tepat pada corpus uteri. Dilakukan ligasi pada korpus uteri tepat dibawah arteri klem kedua dan disimpulkan dengan kuat. Selanjutnya dipotong uterus diantara kedua arteri klem dan dipastikan tidak ada pendarahan kemudian arteri klem dilepas. Penjahitan dilakukan menggunakan catgut chromic 3.0 pada peritoneum dan muskulus abdominis eksternus dan internus dengan tipe jahitan terputus sederhana. Gambar 4.4 Penjahitan pada Linea Alba dengan tipe jahitan terputus sederhana Penjahitan dilanjutkan pada bagian subcutan menggunakan catgut chromic 3.0 dengan tipe jahitan menerus sederhana. Penjahitan intradermal dilakukan menggunakan catgut chromic 3.0 dan dilanjutkan dengan penjahitan pada kulit dengan silk tipe jahitan terputus sederhana. Gambar 4.5 Tampilan luka setelah dijahit dengan Silk Luka bekas jahitan dibersihkan terlebih dahulu dengan menggunakan cairan normal saline (NS) lalu dioleskan dengan bonti dan dibalut dengansofratul, kasa steril, dan Hypafix® kemudian dipasangkan grito agar hewan tidak menggigit area luka operasi. Penggantian perban dilakukan setiap hari.
Gambar 4.6 Penutupan Luka menggunakan Sofratul, Kassa Steril dan Hypafix® 4.3
Pembahasan Tindakann post operasi yang dilakukan adalah pemberian obat-obatan melalui peroral dan mengganti perban setiap hari. Obat-obatan yang dimaksud adalah antibiotik Claneksi® sebanyak 1 ml yang diberikan 1 kali sehari selama 7 hari sesudah makan, analgesik berupa ketoprofen sebanyak 1 mg yang diberikan 1 kali sehari selama 3 hari, Imboost® sebagai suplemen sebanyak 1 ml yang diberikan 1 kali sehari, dan suplemen multivitamin berupa biolysin® sebanyak 1 ml yang diberikan 1 kali sehari. Penggantian perban dilakukan setiap hari dengan cara membersihkan luka menggunakan NS, lalu diberikan nebacetin dan bonti, pada bagian luka insisi, diberi sofratul, dan ditutup menggunakan kassa steril dan Hypafix®.
Claneksi adalah antibiotik yang digunakan untuk mengobati infeksi saluran pernafasan, infeksi saluran kemih, saluran cerna, kulit dan jaringan lunak. Obat Claneksi mengandung kombinasi antara Amoxicillin (antibiotik golongan ßlaktam) dan asam klavulanat (penghambat enzim ß-laktamase). Kombinasi keduanya disebut dengan nama coamoxiclav. Penggunaan antibiotik amoxicillin dalam terapi post operasi didasarkan pada pendapat Smaill (2010) yang menyatakan agen antibiotik profilaksis yang sering digunakan dalam tindakan bedah laparotomi yaitu golongan penisilin dan golongan profilaksis generasi I. Antibiotik tersebut telah terbukti efektif sebagai antibiotik profilaksis pada bedah laparotomi. Amoxicillin merupakan antibiotik golongan penisilin yang memiliki keunggulan yaitu memiliki aktivitas yang tinggi melawan bakteri gram positif dan gram negatif baik aerob dan anaerob (Plumb, 2008). Luka pada tindakan bedah operasi rentan terhadap infeksi dari bakteri aerob endogen seperti golongan bakteri staphilococcus dan streptococcus. Ketoprofen merupakan senyawa obat antiinflamasi nonsteroid (NSAID) turunan asam fenilalkanoat yang bekerja sebagai antiinflamasi, antipiretik,
analgesik, dan secara luas digunakan sebagai antireumatik. Ketoprofen digunakan untuk mengobati gangguan muskuloskeletal dan sendi seperti ankylosingspondylitis, osteoarthritis, rheumatoid arthritis, dan gangguan periarticular seperti bursitis dan tendonitis, serta digunakan untuk meredakan nyeri pasca operasi, kondisi yang menyakitkan dan inflamasi seperti gout akut atau gangguan jaringan lunak. Ketoprofen menguntungkan karena tidak memiliki potensi adiktif dan tidak mengakibatkan sedasi atau depresi pernapasan (Indrawati, 2013). Salep bonti digunakan untuk membantu penyembuhan luka. Salep bonti terdiri dari peru balsam, minyak ikan dan antibiotik (Pratiwi, 2012). Peru balsam merupakan campuran beberapa substansi, seperti cinnamon, vanilla dan lainnya. Indikasi penggunaan peru balsam untuk menghindari alergi pada kulit. Penelitian menunjukkan asam lemak omega 3 pada minyak ikan berperan mengurangi peradangan dan mencegah penyakit kronis. Sedangkan antibiotik berfungsi untuk mengurangi kontaminasi bakteri. Gambar 4.7 Proses kesembuhan Luka. A= H+ operasi; B = H+ operasi; C = H+ operasi Pada hari ke 8 setelah operasi benang silk yang terdapat pada kulit dilepas karena luka sudah dirasa menutup. Kesembuhan luka setelah benang dibuka bergantung pada sterilitas perlakuan pada area insisi, jika tidak maka akan menimbulkan infeksi dan menyebabkan adanya seroma yang disertai dengan hambatnya penyembuhan luka Gambar 4.8 Keadaan luka setelah benang silk dilepas Setelah benang silk dilepas dan dikulit sudah tidak menutup sempurna, maka kucing tersebut diperbolehkan untuk dilepas ke alam liar atau dikembalikan kepada pemiliknya. Kecepatan kesembuhan luka diperngaruhi oleh faktor usia, nutrisi, infeksi, keadaan lingkungan, dan kondisi aseptis yang terjaga. Proses penyembuhan luka juga dipengaruhi oleh sirkulasi dan asupan oksigen ke dalam tubuh, semakin banyak oksigen yang masuk ke epidermis maka semakin cepat luka untuk sembuh. Seringkali darah pada luka (berupa
hematoma) secara bertahap akan diabsorpsi oleh tubuh dan masuk ke dalam sirkulasi, namun jika hematoma tersebut besar maka tubuh memerlukan waktu lebih lama untuk menyerapnya sehingga menghambat proses persembuhan luka.
BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan Pelaksanaan bedah ovariohisterectomy (OH) yang dilakukan pada Kucing Pupu berjalan dengan baik yaitu dimulai dari injeksi premedikasi, anastesi, insisi abdomen (laparotomi), pencarian ovarium dan bifurcatio uteri, pemotongan ovarium dan uterus, ligasi arteri dan penjahitan muskulus, subkutan, intradermal, serta kulit. Monitoring harian post operasi OH kucing Pupu tidak ada kendala yang berat, luka menutup sempurna, namun Pupu tetap dalam perawatan dan monitoring guna memastikan luka jahitan benar-benar dalam kondisi baik dan kering. Perawatan post OH yanh diberikan berupa antibiotik, antiinflamasi, dan suplemen vitamin terbukti efektif membantu proses recovery kucing Pupu.
DAFTAR PUSTAKA Adams HR. 2001. Veterinary Pharmacology and Therapeutics. Ed ke-8. United. State of America: Iowa State University Press. Arya, Putu Oka, dkk. 2014. Fluktuasi Bedah Sterilisasi pada Anjing Di Rumah Sakit Hewan Pendidikan Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Udayana Tahun 2008-2012. Indonesia Medicus Veterinus Vol 3 (1) 2014. Boden, E. 2005. Black’s Veterinarian Dictionary 21st Edition. London: Black Publisher. Detora, M., dan R.J. McCarthy. 2011. Ovariohysterectomy Versus Ovariectomy for Elective Sterilization of Female Dog and Cats is Removal of The Uterus Necessary. Javma. Eldredge, D.M., Carlson, D.G., Carlson, L.D., and Giffin, J.M. 2008. Cat Owner’s Home Veterinary Handbook. 3th Edition. New Jersey: Wiley Publishing. Ganiswara. 2005. Farmakologi dan Terapi Edisi 4. Jakarta: Gaya Baru. Indrawati, S. N. Rohmah, Y. Rahmawati., dan Sumarno. 2013. Penggunaan Karbondioksida Superkritis dalam Pembentukan Kompleks Inklusi Ketoprofen. Jurnal Teknik Pomits 2 (1): 2337-3539 Katzug, B.G. 2007. Farmakologi Dasar dan Klinik. Jakarta: Salemba Medika. Mann, F. A., et all. 2011. Fundamentals of Small Animal Surgery. Iowa : Wiley – Blackwell. McCurnin, DM and JM Bassert. 2006. Clinical Textbook for Veterinary Technicians. Philadelphia : Elsevier Inc. Mycek, M.J., Harvey, R.A., Champe, P.C. 2011. Farmakologi Ulasan Bergambar (Edisi 2) (Penerjemah: Agus, A.). Jakarta: Widya Medika. Nelson RW, Couto CG. 2003. Small Animal Internal Medicine. Ed-3. Missouri : Mosby. Plumb D.C. 2008. Veterinary Drug Handbook 6th Edition. Wisconsin: PharmaVetInc Pratiwi, D. K. dan U. Pratiwi. 2012. Laporan Kegiatan Magang Kerumahsakitan PPDH PDHB 24 Jam drh. Cucu Kartini dkk dan Direktorat Polisi Satwa 28 Nopember – 24 Desember 2011. Program Pendidikan Profesi Dokter Hewan
Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor. Bogor. Sardjana, I., W. Komang dan D. Kusumawati. 2004. Anastesi Veteriner Jilid 1. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. Sardjana, I Komang Wiarsa dan Kusumawati, Diah. 2011. Bedah Veteriner. Surabaya : Pusat Penerbitan dan Percetakan Unair (AUP). Saunders. 2003. Text Book of Small Animal Surgery. The Curtis Center Independence Square West. Philadelpia Slatter, D. 2012. Textbook of Small Animal Surgery. USA: Elsevier Science. Smaill, G.M.L. and Gyte F.M. 2010. Antibiotic Prophylaxis versus No Prophylaxis for Preventing Infection After Cesarean Section (review). John Wiley & Sons, Ltd.