Obesitas.docx

  • Uploaded by: rara pramei
  • 0
  • 0
  • May 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Obesitas.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 3,350
  • Pages: 13
Obesitas 1. Definisi Obesitas Obesitas didefinisikan sebagai kandungan lemak berlebih pada jaringan adiposa. Secara fisiologis, obesitas didefinisikan sebagai suatu keadaan dengan akumulasi lemak yang tidak normal atau berlebihan di jaringan adiposa sehingga dapat mengganggu kesehatan1. Obesitas terjadi jika dalam suatu periode waktu, lebih banyak kilokalori yang masuk melalui makanan daripada yang digunakan untuk menunjang kebutuhan energi tubuh, dengan kelebihan energi tersebut disimpan sebagai trigliserida di jaringan lemak2. Istilah obesitas sendiri menurut kamus kedokteran Dorland (2012), adalah peningkatan berat badan melampaui batas kebutuhan fisik dan skeletal, akibat penimbunan lemak tubuh yang berlebihan3. Sedangkan menurut World Health Organization (WHO), Obesitas didefinisikan sebagai akumulasi lemak abnormal atau berlebihan yang dapat mengganggu kesehatan8 National Institutes of Health (NIH) menjelaskan bahwa obesitas terjadi akibat asupan energi lebih tinggi daripada energi yang dikeluarkan. Asupan energi tinggi disebabkan oleh konsumsi makanan sumber energi dan lemak tinggi, sedangkan pengeluaran energi yang rendah disebabkan karena kurangnya aktivitas fisik dan sedentary life style8 2. Epidemiologi Obesitas1,4,8 Dalam sepuluh tahun terakhir, obesitas menjadi masalah global. Prevalensi obesitas didunia telah meningkat hampir dua kali lipat antara tahun 1980 dan 2008. Menurut data World Health Organization (WHO) tahun 2015, pada tahun 2014 terdapat lebih dari 1,9 milyar orang dewasa diatas 18 tahun mengalami kelebihan berat tubuh dan lebih dari 600 juta orang mengalami obesitas. Prevalensi kelebihan berat tubuh dan obesitas di negara-negara maju seperti Amerika, Eropa, dan Mediterania Timur telah mencapai tingkatan yang sangat tinggi. Kejadian ini tidak hanya terjadi di negara maju, kenaikan prevalensi kelebihan berat badan dan obesitas juga terjadi di negaranegara berkembang di Asia Tenggara dan Afrika. Prevalensi obesitas populasi dewasa di seluruh dunia pada tahun 2005 mencapai 400 juta jiwa (WHO, 2011). Prevalensi penduduk laki-laki dewasa obesitas pada tahun 2013 sebanyak 19,7%, lebih tinggi dari tahun 2007 (13,9%) dan tahun 2010 (7,8%). Pada tahun 2013, prevalensi obesitas

perempuan dewasa (>18 tahun) 32,9%, naik 18,1% dari tahun 2007 (13,9%) dan 17,5 % dari tahun 2010 (15,5%). Prevalensi nasional obesitas tipe pear shaped (usia >15 tahun) di Indonesia sebesar 19,1% (8,8% overweight dan 10,3% obesitas) dan prevalensi obesitas tipe apple shaped sebesar 26,6%, lebih tinggi dari prevalensi pada tahun 2007 (18,8%). Kelompok dengan karakteristik obesitas tipe apple shaped tertinggi di Indonesia berada dalam rentang umur 40-54 tahun sebanyak 27,4% . Prevalensi obesitas di negara-negara di wilayah Asia Tenggara bervariasi antara 1 – 6,5% pada laki-laki dan 1,3 - 26% pada perempuan. Prevalensi tertinggi baik pada laki-laki dan perempuan terdapat di Maldives (16%). Indonesia berada pada urutan ke-5 dengan prevalensi obesitas sebesar 4,7%. Pada umumnya, obesitas lebih sering ditemukan pada kelompok masyarakat strata sosial ekonomi lebih tinggi. Data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2013 menunjukkan prevalensi obesitas di Indonesia mengalami peningkatan dibandingkan tahun 2007 dan 2010 terutama untuk kelompok usia > 18 tahun. 3. Etiologi dan faktor risiko terjadinya obesitas Obesitas terjadi jika dalam suatu periode waktu, lebih banyak kilokalori yang masuk melalui makanan daripada yang digunakan untuk menunjang kebutuhan energi tubuh, dengan kelebihan energi tersebut disimpan sebagai trigliserida di jaringan lemak (Sherwood, 2012). Terdapat beberapa faktor yang bisa menyebabkan suatu obesitas. Berdasarkan penyebab, obesitas dapat dibedakan menjadi dua yaitu : 1) Obesitas primer Obesitas primer disebabkan terlebih karena asupan gizi yang terlalu berlebihan. Biasanya pada orang yang sulit mengatur konsumsi makanan dengan faktor genetik 2) Obesitas sekunder Obesitas sekunder tidak dihubungkan dengan konsumsi makanan. Obesiitas sekunder merupakan obesitas yang disebabkan oleh karena suatu kelainan atau penyakit seperti hipotiroid , hipogonadisme, hiperkortisolisme, dll.4 Penyebab obesitas sangatlah kompleks. Meskipun faktor genetik berperan penting dalam menentukan asupan makanan dan metabolisme energi, gaya hidup dan faktor lingkungan dapat

berperan dominan pada banyak orang dengan obesitas. Diduga bahwa sebagian besar obesitas disebabkan oleh karena interaksi antara faktor genetik dan faktor lingkungan, antara lain aktifitas, gaya hidup, sosial ekonomi dan nutrisional. Beberapa faktor berikut menjadi etiologi terjadinya obesitas sentral6,8: a. Faktor genetik Obesitas cenderung diturunkan, sehingga diduga memiliki penyebab genetik. Selain faktor genetik pada keluarga, gaya hidup dan kebiasaan mengkonsumsi makanan tertentu dapat mendorong terjadinya obesitas. Penelitian menunjukkan bahwa rerata faktor genetik memberikan pengaruh sebesar 33% terhadap berat badan seseorang. Banyak gen yang berkaitan dengan terjadinya obesitas, namun sangat jarang yang berkaitan dengan gen tunggal. Sebagian besar berkaitan dengan kelainan pada banyak gen. Pada penyebab gen tunggal, diantaranya yang sudah diketahui adalah

adanya

mutasi

pada

gen

leptin,

reseptor

leptin,

reseptor

melanocortin-4,

proopiomelanocortin dan pada gen PPAR-γ. Adanya mutasi pada multigen penyebab obesitas saat ini terus diteliti dan diketahui bahwa individu yang berasal dari keluarga yang obesitas, memiliki kemungkinan obesitas 2-8 kali lebih besar dibandingkan dengan keluarga yang tidak obesitas. Sangat besar kemungkinan bahwa penyebab obesitas tersebut bukan hanya pada suatu gen tunggal tapi adanya mutasi pada beberapa gen. b. Umur Umur merupakan faktor risiko obesitas sentral yang tidak dapat diubah. Seiring dengan bertambahnya umur, prevalensi obesitas sentral mengalami peningkatan.Prevalensi obesitas sentral ditemukan lebih tinggi pada umur lebih tua sebab terjadi penurunan massa otot dan perubahan beberapa jenis hormon yang memicu penumpukan lemak perut, selain itu terjadiperlambatan metabolisme, kurangnya aktivitas fisik, dan frekuensi konsumsi pangan yang lebih sering c. Jenis Kelamin Laki-laki dan perempuan memiliki perbedaan dalam distribusi lemak tubuh, yaitu pada akumulasi lemak pada laki-laki lebih sering terjadi di tubuh bagian atas (badan dan perut), sedangkan pada perempuan terjadi akumulasi lemak pada tubuh bagian bawah (pinggul danpaha). Kecenderungan

pada laki-laki untuk terjadinya akumulasi lemak viseral menjadi faktor yang menyebabkan obesitas pada laki-lakilebih berbahaya daripada perempuan d. Faktor lingkungan Lingkungan, termasuk perilaku atau gaya hidup juga memegang peranan yang cukup berarti terhadap kejadian obesitas. Perilaku hidup sehari hari dan budaya suatu masyarakat akan mempengaruhi kebiasaan makan dan aktivitas fisik tertentu. Lingkungan keluarga sangat berperan dalam pola makan dan kegiatan yang dikerjakan dalam sehari-hari. Hal ini juga berkaitan dengan pendidikan di sekitar lingkungannya. e. Faktor psikis Banyak orang yang memberikan reaksi terhadap emosinya dengan makan. Salah satu bentuk gangguan emosi adalah persepsi diri yang negatif. Ada dua pola makan abnormal yang dapat menjadi penyebab obesitas, yaitu makan dalam jumlah sangat banyak dan makan di malam hari. f. Faktor kesehatan Terdapat beberapa kelainan kongenital dan kelainan neuroendokrin yang dapat menyebabkan obesitas, diantaranya adalah Down Syndrome, Cushing Syndrome, kelainan hipotalamus, hipotiroid, dan polycystic ovary syndrome. g. Status sosial ekonomi Pendapatan dari seseorang juga berpengaruh dalam terjadinya obesitas. Seseorang dengan pendapatan yang besar dapat membeli makanan jenis apa pun, baik itu makanan bergizi, makanan sehat, makanan tinggi kalori seperti junk food, fast food, softdrink dan masih banyak lainnya. Seseorang dengan pendapatan yang rendah cenderung mengkonsumsi makanan yang kurang bergizi ataupun makanan kurang higienis yang dapat menyebabkan suatu kondisi tubuh yang buruk untuk mereka. h. Faktor obat-obatan Obat-obatan merupakan sumber penyebab signifikan dari terjadinya overweight dan obesitas. Obat-obat tersebut diantaranya adalah golongan steroid, antidiabetik, antihistamin, antihipertensi, protease inhibitor. Penggunaan obat antidiabetes (insulin, sulfonylurea, thiazolidinepines),

glukokortikoid, agen psikotropik, mood stabilizers (lithium), antidepresan (tricyclics, monoamine oxidase inibitors, paroxetine, mirtazapine) dapat menimbulkan penambahan berat badan. Selain itu, Insulinsecreting tumors juga dapat menimbulkan keinginan makan berlebihan sehingga menimbulkan obesitas. i. Aktivitas fisik Kurangnya aktivitas fisik kemungkinan merupakan salah satu penyebab utama dari meningkatnya angka kejadian obesitas pada masyarakat. Orang yang tidak aktif memerlukan lebih sedikit kalori. Seseorang yang cenderung mengonsumsi makanan kaya lemak dan tidak melakukan aktivitas fisik yang seimbang akan mengalami obesitas. 4. Patofisiologi4,8 Obesitas terjadi akibat ketidakseimbangan masukan dan keluaran kalori dari tubuh serta penurunan aktifitas fisik (sedentary life style) yang menyebabkan penumpukan lemak di sejumlah bagian tubuh (Rosen, 2008). Penelitian yang dilakukan menemukan bahwa pengontrolan nafsu makan dan tingkat kekenyangan seseorang diatur oleh mekanisme neural dan humoral (neurohumoral) yang dipengaruhi oleh genetik, nutrisi,lingkungan, dan sinyal psikologis. Pengaturan keseimbangan energi diperankan oleh hipotalamus melalui 3 proses fisiologis, yaitu pengendalian rasa lapar dan kenyang, mempengaruhi laju pengeluaran energi dan regulasi sekresi hormon. Proses dalam pengaturan penyimpanan energi ini terjadi melalui sinyal-sinyal eferen (yang berpusat di hipotalamus) setelah mendapatkan sinyal aferen dari perifer (jaringan adiposa, usus dan jaringan otot). Sinyal-sinyal tersebut bersifat anabolik (meningkatkan rasa lapar serta menurunkan pengeluaran energi) dan dapat pula bersifat katabolik (anoreksia, meningkatkan pengeluaran energi) dan dibagi menjadi 2 kategori, yaitu sinyal pendek dan sinyal panjang. Sinyal pendek mempengaruhi porsi makan dan waktu makan, serta berhubungan dengan faktor distensi lambung dan peptida gastrointestinal, yang diperankan oleh kolesistokinin (CCK) sebagai stimulator dalam peningkatan rasa lapar. Sinyal panjang diperankan oleh fat-derived hormon leptin dan insulin yang mengatur penyimpanan dan keseimbangan energi. Apabila asupan energi melebihi dari yang dibutuhkan, maka jaringan adiposa meningkat disertai dengan peningkatan kadar leptin dalam peredaran darah. Leptin kemudian merangsang anorexigenic center di hipotalamus agar menurunkan produksi Neuro Peptide –Y (NPY), sehingga

terjadi penurunan nafsu makan. Demikian pula sebaliknya bila kebutuhan energi lebih besar dari asupan energi, maka jaringan adiposa berkurang dan terjadi rangsangan pada orexigenic center di hipotalamus yang menyebabkan peningkatan nafsu makan. Pada sebagian besar penderita obesitas terjadi resistensi leptin, sehingga tingginya kadar leptin tidak menyebabkan penurunan nafsu makan. Penelitian yang dilakukan menemukan bahwa pengontrolan nafsu makan dan tingkat kekenyangan seseorang diatur oleh mekanisme neural dan humoral (neurohumoral) yang dipengaruhi oleh genetik, nutrisi, lingkungan, dan sinyal psikologis. Mekanisme ini dirangsang oleh respon metabolic yang berpusat pada hipotalamus. Mekanisme neurohumoral ini dapat dibagi menjadi 3 komponen. a. Sistem Perifer/Sistem Aferen Merupakan sistem yang menyalurkan sinyal dari berbagai tempat. Komponen utamanya adalah leptin dan adiponektin (dari jaringan adiposa), ghrelin (dari lambung), peptide YY (dari ileum dan colon), serta insulin (dari pankreas). b. Nukleus Arkuatus dalam hipotalamus Merupakan sistem yang memproses dan mengintegrasikan sinyal periferal dan menghasilkan sinyal eferen kepada 2 jenis neuron orde pertama, yaitu (a) POMC (proopiomelanocortin) dan CART (cocaine and amphetamine-regulated transcripts) neuron, (b) neuropeptida Y (NPY) dan AgRP (Agouli-relate peptide). Neuron orde pertama ini akan berkomunikasi dengan neuron orde kedua. c. Sistem Eferen Merupakan sistem yang menerima sinyal yang diberikan neuron orde pertama dari hipotalamus untuk mengontrol asupan makanan dan penggunaan energi. Hipotalamus juga berkomunikasi dengan otak depan dan otak tengah untuk mengontrol system saraf otonom.

Neuron POMC dan CART meningkatkan penggunaan energi dan penurunan berat badan dengan menghailkan MSH ( -Melanocyte Stimulating Hormone), serta mengaktifkan reseptor melanokortin nomor 3 dan 4 (MC3/4R) sebagai neuron orde ke-2 sebagai efek anoreksigenik. Sedangkan neuron NYP dan AgRP merangsang lapar (food intake) dan peningkatan berat badan dengan mengaktifkan reseptor Y1/5 pada neuron orde ke-2nya sebagai efek oreksigenik. 5. Klasifikasi

Obesitas erat hubungannya dengan profil lipid dan pendistribusiannya. Menurut pendistribusian lemak, obsesitas dapat dibedakan menjadi 2 antara lain : a) Obesitas tipe apple shaped Obesitas tipe apple shaped atau yang lebih dikenal sebagai “android obesity” atau obesitas ini disebut obesitas sentral merupakan obesitas dengan distribusi jaringan lemak lebih banyak dibagian atas (upper body obesity) yaitu pinggang dan rongga perut, sehingga tubuh cenderung menyerupai buah apel. Obesitas 20 tubuh bagian atas merupakan dominasi penimbunan lemak tubuh di trunkal. Terdapat beberapa kompartemen jaringan lemak pada trunkal, yaitu trunkal subkutaneus yang merupakan kompartemen paling umum, intraperitoneal (abdominal), dan retroperitoneal. Obesitas tubuh bagian atas lebih banyak didapatkan pada pria, oleh karena itu tipe obesitas ini disebut sebagai android obesity. Tipe obesitas ini berhubungan lebih kuat dengan diabetes, hipertensi, dan penyakit kardiovaskuler daripada obesitas tubuh bagian bawah. b) Obesitas tipe pear shaped Obesitas ini sering juga disebut obesitas perifer. Pada obesitas tipe ini, distribusi jaringan lemak lebih banyak dibagian panggul dan paha, sehingga tubuh menyerupai buah pir. Obesitas tubuh bagian bawah merupakan suatu keadaan tingginya akumulasi lemak tubuh pada regio gluteofemoral. Tipe obesitas ini lebih banyak terjadi pada wanita sehingga sering disebut “gynoid obesity”. Resiko terhadap penyakit pada tipe ini umumnya kecil. Pada obesitas tipe apple shaped, lemak banyak di simpan pada bagian pinggang dan rongga perut. Resiko kesehatan pada tipe ini lebih tinggi dibandingkan dengan tipe menyerupai buah pear karena sel-sel lemak di sekitar perut lebih siap melepaskan lemaknya ke dalam pembuluh darah dibandingkan dengan sel-sel lemak ditempat lain atau perifer .4,5

Terdapat klasifikasi obesitas berdasarkan kriteria obesitas untuk kawasan Asia Pasifik. Kriteria ini berdasarkan meta-analisis beberapa kelompok etnik yang berbeda, dengan konsentrasi lemak tubuh, usia, dan gender yang sama, menunjukkan etnis Amerika berkulit hitam memiliki IMT lebih tinggi 4,5 kg/m2 dibandingkan dengan etnis kaukasia. Sebaliknya, nilai IMT bangsa Cina, Ethiopia, Indonesia, dan Thailand masing-masing adalah 1.9, 4.6, 3.2, dan 2.9 kg/m2 lebih rendah daripada etnis Kaukasia. Hal ini memperlihatkan adanya nilai ambang batas IMT untuk obesitas yang spesifik untuk populasi tertentu1.

7. Dampak klinis obesitas4 Penimbunan lemak yang berlebihan dibawah diafragma dan di dalam dinding dada bisa menekan paru-paru, sehingga timbul gangguan pernafasan dan sesak nafas, meskipun penderita

hanya melakukan aktivitas yang ringan. Gangguan pernafasan bisa terjadi pada saat tidur dan menyebabkan terhentinya pernafasan untuk sementara waktu (tidur apneu), sehingga pada siang hari penderita sering merasa ngantuk. Obesitas bisa menyebabkan berbagai masalah ortopedik, termasuk nyeri punggung bawah dan memperburuk osteoartritis (terutama di daerah pinggul, lutut dan pergelangan kaki). Juga kadang sering ditemukan kelainan kulit. Seseorang yang menderita obesitas memiliki permukaan tubuh yang relatif lebih sempit dibandingkan dengan berat badannya, sehingga panas tubuh tidak dapat dibuang secara efisien dan mengeluarkan keringat yang lebih banyak. Sering ditemukan edema (pembengkakan akibat penimbunan sejumlah cairan) di daerah tungkai dan pergelangan kaki. Pertambahan massa lemak selalu disertai dengan perubahan fisiologis tubuh yang biasanya dampak klinisnya bergantung pada distribusi regional massa lemak tersebut. Penumpukan massa lemak di thorax menyebabkan gangguan fungsi respirasi, sedangkan obesitas intraabdomen, akan mendorong perkembangan hipertensi, peningkatan kadar insulin plasma, sindroma resistensi insulin, hipertrigliserid, dan hiperlipidemia. Obesitas merupakan faktor risiko utama penyakit kardiovaskuler. Menurut penelitian yang ada terdapat peningkatan penyakit kardiovaskuler pada orang dengan indeks massa tubuh yang berlebih. Resistensi insulin, dislipidemia, dan hipertensi yang muncul secara bersama sama merupakan ciri-ciri sindrom metabolik yang dikenal juga dengan istilah sindroma X. Beberapa mekanisme terkaitnya obesitas dengan hipertensi meliputi bertambahnya volume darah sebagai akibat peningkatan retensi garam. Peningkatan asupan energi, protein, dan karbohidrat akan meningkatkan katekolamin plasma dan aktivitas sistem saram simpatis. Manifestasi klinis obesitas secara umum, antara lain : - Wajah bulat dengan pipi tembem dan dagu rangkap - Leher relatif pendek - Dada membusung dengan payudara membesar - Perut membuncit (pendulous abdomen) dan striae abdomen - Pada anak laki-laki : Burried penis, gynaecomastia

- Pubertas dinigenu valgum (tungkai berbentuk X) dengan kedua pangkal paha bagian dalam saling menempel dan bergesekan yang dapat menyebabkan laserasi kulit1,6. 8. Diagnosis a. Secara klinis obesitas dapat dikenali dengan mudah mempunyai tanda dan gejala yang khas antara lain : - Wajah bulat dengan pipi tembem dan dagu rangkap - Leher relatif pendek - Dada membusung dengan payudara membesar - Perut membuncit (pendulous abdomen) dan striae abdomen atau dinding perut berlipatlipat - Pada anak laki-laki : Burried penis, gynaecomastia atau tampak kecil karena terkubur jaringan lemak - Pubertas dinigenu valgum (tungkai berbentuk X) dengan kedua pangkal paha bagian dalam saling menempel dan bergesekan yang dapat menyebabkan laserasi kulit1,6. b. Pengukuran Secara Antropometri4,8 Obesitas dapat dinilai dengan berbagai cara atau metode antara lain pengukuran IMT (Index Massa Tubuh), serta perbandingan lingkar pinggang dan panggul 1.

Body Mass Index (BMI) Indeks massa tubuh (IMT) adalah ukuran yang menyatakan komposisi tubuh, perimbangan antara berat badan dengan tinggi badan. Metode ini dilakukan dengan cara menghitung BB/TB2 dimana BB adalah berat badan dalam kilogram dan TB adalah tinggi badan dalam meter.

2. RLPP (rasio lingkar pinggang dan pinggul) Rasio Lingkar Pinggang (LiPi) dan Lingkar Panggul (LiPa) merupakan cara sederhana untuk membedakan obesitas bagian bawah tubuh (panggul) dan bagian atas tubuh (pinggang dan perut). Jika rasio antara lingkar pinggang dan lingkar panggul untuk perempuan diatas 0.85 dan untuk laki-laki diatas 0.95 maka berkaitan dengan obesitas sentral atau apple shapedd obesity dan memiliki faktor resiko stroke, DM, dan penyakit jantung koroner. Sebaliknya jika rasio lingkar pinggang dan lingkar panggul untuk perempuan dibawah 0,85 dan untuk laki-laki dibawah 0,95 maka disebut obesitas perifer atau pear shapedd obesity. Mengukur lingkar perut (LP), menurut kriteria Asia Pasifik (2000) pria dengan LP ≥ 90 cm dan wanita dengan LP ≥80 cm masuk kategori obesitas 3. Waist to height ratio (WHtR) dihitung dengan cara lingkar pinggangdibagi dengan tinggi badan. Rasio ini menjadi alternatif pengukuran antropometrik untuk menentukan obesitas sentral. Rasio ini secara umum lebih sensitif dibandingkan IMT untuk mendeteksi risiko penyakit akibat obesitas. Nilai rasio 0,5 dapat digunakan sebagai cut-off yang dapat digunakan pada kedua jenis kelamin dan juga etnis yang berbeda-beda 9. Penatalaksanaan1,4 a. Merubah gaya hidup Diawali dengan kesadaran pasien bahwa kondisi sekarang adalah obesitas, dengan berbagai risikonya dan berniat untuk menjalankan program penurunan berat badan yaitu merubah kebiasaan makan. Mengendalikan kebiasaan ngemil dan makan bukan karena lapar tetapi karena ingin

menikmati makanan dan meningkatkan aktifitas fisik pada kegiatan sehari-hari. Meluangkan waktu berolahraga secara teratur sehingga pengeluaran kalori akan meningkat dan jaringan lemak akan dioksidasi. b. Terapi Diet Mengatur asupan makanan agar tidak mengkonsumsi makanan dengan jumlah kalori yang berlebih, dapat dilakukan dengan diet yang terprogram secara benar. Diet rendah kalori dapat dilakukan dengan mengurangi nasi dan makanan berlemak, serta mengkonsumsi makanan yang cukup memberikan rasa kenyang tetapi tidak menggemukkan karena jumlah kalori sedikit, misalnya dengan menu yang mengandung serat tinggi seperti sayur dan buah yang tidak terlalu manis. c. Aktifitas Fisik Peningkatan aktifitas fisik merupakan komponen penting dari program penurunan berat badan, walaupun aktifitas fisik tidak menyebabkan penurunan berat badan lebih banyak dalam jangka waktu enam bulan. Untuk penderita obesitas, terapi harus dimulai secara perlahan, dan intensitas sebaiknya ditingkatkan secara bertahap. Penderita obesitas dapat memulai aktifitas fisik dengan berjalan selama 30 menit dengan jangka waktu 3 kali seminggu dan dapat ditingkatkan intensitasnya selama 45 menit dengan jangka waktu 3 kali seminggu dan dapat ditingkatkan intensitasnya selama 45 menit dengan jangka waktu 5 kali seminggu. d. Terapi perilaku Untuk mencapai penurunan berat badan dan mempertahankannya, diperlukan suatu strategi untuk mengatasi hambatan yang muncul pada saat terapi diet dan aktifitas fisik. Strategi yang spesifik meliputi pengawasan mandiri terhadap kebiasaan makan dan aktifitas fisik, manajemen stress, stimulus control, pemecahan masalah, contigency management, cognitive restructuring dan dukungan sosial. e. Farmakoterapi Farmakoterapi merupakan salah satu komponen penting dalam program manajemen berat badan. Sirbutramine dan orlistat merupakan obat-obatan penurun berat badan yang telah disetujui untuk penggunaan jangka panjang. Sirbutramine ditambah diet rendah kalori dan aktifitas fisik efektif menurunkan berat badan dan mempertahankannya. Orlistat menghambat absorpsi lemak sebanyak 30 persen. Dengan pemberian orlistat, dibutuhkan penggantian vitamin larut lemak karena terjadi malabsorpsi parsial. f. Pembedahan Tindakan pembedahan merupakan pilihan terakhir untuk mengatasi obesitas. Pembedahan dilakukan hanya kepada penderita obesitas dengan IMT ≥40 atau ≥35 kg/m2 dengan kondisi komorbid. Bedah gastrointestinal (restriksi gastrik/ banding vertical gastric) atau bypass gastric (Roux-en Y) adalah suatu intervensi penurunan berat badan dengan resiko operasi yang rendah. Konseling dan Edukasi

a. Perlu diingat bahwa penanganan obesitas dan kemungkinan besar seumur hidup. Adanya motivasi dari pasien dan keluarga untuk menurunkan berat badan hingga normoweight sangat membantu keberhasilan terapi. b. Menjaga agar berat badan tetap normal dan mengevaluasi adanya penyakit penyerta. 10. Komplikasi 8 Risiko kesehatan yang dapat terjadi akibat obesitas adalah Diabetes Mellitus tipe 2, Hipertensi, serangan jantung, kanker kolon, angina, penyakit empedu, kanker ovarium, osteoarthritis dan stroke. Sumber lain mengatakan bahwa hiperurisemia, gangguan fibrinolisis, tidak bisa bernafas, sleep apnoe, abnormalitas hormon reproduksi, sindroma polikistik ovarium, low back pain dan perlemakan hati dapat pula terjadi. Risiko absolut pada obesitas bila selain obesitas telah ditegakkan pula penyakit jantung koroner, DM tipe 2 dan gangguan tidur (sleep apnea). Sedangkan bila obesitas disertai dengan 3 atau lebih keadaan di bawah ini, maka dikelompokkan menjadi obesitas risiko tinggi. Keadaannya adalah hipertensi, perokok, kadar LDL tinggi, kadar HDL rendah, kadar gula darah puasa tidak stabil, riwayat keluarga serangan jantung usia muda, dan usia (laki-laki > 45 thn, atau perempuan > 55 thn).

DAPUS; 1. Sudoyo AW,dkk. Buku ajar Ilmu Penyakit Dalam, Dalam : Sidartawan Sugondo, Obesitas Edisi 5 Jilid 3. Jakarta : Interna Publishing ; hal 1973-1981. 2009. 2. Sherwood, Lauralee. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem.Edisi 6. Jakarta.EGC. 2012 3. Dorland, W.A. Newman. Kamus Kedokteran Dorland; Edisi 28. Jakarta: Buku Kedokteran EGC.2012 4. Daniel D. Ranggadwipa. Hubungan Aktivitas Fisik Dan Asupan Energi Terhadap Massa Lemak Tubuh Dan Lingkar Pinggang Pada Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro. Semarang. Jurnal Media Medika Muda.2014 5. Sjarif DR. Obesitas pada anak dan permasalahannya. Dalam: Trihono PP, Purnamawati S, Sjarif DR, Hegar B, Gunardi H, Oswari H, et al, ed. Hot topics in pediatrics II. Jakarta: FKUI. 2005 6. Arif Mansjoer, dkk. Kapita Selekta Kedokteran, Jakarta: Media Aesculapius FKUI.2000 7. Guyton, A.C., Hall, J.E. Reproductive and Hormonal Functions of The Male. Dalam Textbook of Medical Physiology. Elsevier Saunders. Philadelphia. Hal 1003-1008. 2010 8. Sutanto, Efelina . Analisis Kadar Estradiol Dan Testosteron Pada Laki-Laki Dengan Obesitas Sentral. Program Studi Ilmu Patologi Klinik Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin Makassar. Karya Akhir. 2018

More Documents from "rara pramei"