OBAT-OBATAN EPILEPSY 1. Terapi medikamentosa Merupakan terapi lini pertama yang dipilih dalam menangani penderita epilepsi yang baru terdiagnosa. Jenis obat anti epilepsi (OAE) baku yang biasa diberikan di Indonesia adalah obat golongan fenitoin, karbamazepin, fenobarbital, dan asam valproat. Obat-obat tersebut harus diminum secara teratur agar dapat mencegah serangan epilepsi secara efektif. Walaupun serangan epilepsi sudah teratasi, penggunaan OAE harus tetap diteruskan kecuali ditemukan tanda-tanda efek samping yang berat maupun tanda-tanda keracunan obat. Prinsip pemberian obat dimulai dengan obat tunggal dan menggunakan dosis terendah yang dapat mengatasi kejang 1. Hidantoin Fenitoin merupakan obat pilihan pertama untuk kejang umum, kejang tonik-klonik, dan pencegahan kejang pada pasien trauma kepala/bedah saraf Mekanisme aksi fenitoin adalah dengan menghambat kanal sodium (Na+) yang mengakibatkan influk (pemasukan) ion Na+ kedalam membran sel berkurang, dan menghambat terjadinya potensial aksi oleh depolarisasi terus-menerus pada neuron Efek samping: pada penggunaan fenitoin adalah depresi pada SSP,sehingga mengakibatkan lemah, kelelahan, gangguan penglihatan (penglihatan berganda), disfungsi korteks dan mengantuk. Pemberian fenitoin dosis tinggi = menyebabkan gangguan keseimbangan tubuh dan nystagmus Dosis : Dewasa : 300-600mg/hari , Anak : max 300mg/hari 2. Barbiturat Fenobarbital merupakan obat yang efektif untuk kejang parsial dan kejang tonik-klonik. Efikasi, toksisitas yang rendah, serta harga yang murah menjadikan fenobarbital obat yang penting utnuk tipe-tipe epilepsi ini. Namun, efek sedasinya serta kecenderungannya menimbulkan gangguan perilaku pada anak-anak. Aksi utama fenobarbital terletak pada kemampuannya untuk menurunkan konduktan Na dan K. Fenobarbital menurunkan influks kalsium dan mempunyai efek langsung terhadap reseptor GABA. Dosis awal penggunaan fenobarbital 1-3 mg/kg/hari dan dosis pemeliharaan 10-20 mg/kg 1kali sehari
Efek samping SSP merupakan hal yang umum terjadi pada penggunaan fenobarbital. Terjadi kelelahan, mengantuk, sedasi, dan depresi. Penggunaan fenobarbital pada anak-anak dapat menyebabkan hiperaktivitas 3. Deoksibarbiturat Primidon digunakan untuk terapi kejang parsial dan kejang tonik-klonik. Primidon mempunyai efek penurunan pada neuron eksitatori. Efek anti kejang primidon hampir sama dengan fenobarbital, namun kurang poten. Efek samping yang sering terjadi antara lain adalah pusing, mengantuk, kehilangan keseimbangan, perubahan perilaku, kemerahan dikulit, dan impotensi 4. Iminostilben Karbamazepin secara kimia merupakan golongan antidepresan trisiklik (4). Karbamazepin digunakan sebagai pilihan pertama pada terapi kejang parsial dan tonik-klonik (11). Karbamazepin menghambat kanal Na+ (7), yang mengakibatkan influk (pemasukan) ion Na+ kedalam membran sel berkurang (11) dan menghambat terjadinya potensial aksi oleh depolarisasi terus-menerus pada neuron Dosis : <6 tahun 10-20 mg/kg 3 kali sehari, 6-12 tahun dosis awal 200 mg 2 kali sehari dan dosis pemeliharaan 400-800 mg. >12 tahun dan dewasa 400 mg 2 kali sehari Efek samping yang sering terjadi pada penggunaan karbamazepin : gangguan penglihatan (penglihatan berganda), pusing, lemah, mengantuk, mual, goyah (tidak dapat berdiri tegak) dan Hyponatremia. Resiko terjadinya efek samping tersebut akan meningkat seiring dengan peningkatan usia 5. Suksinimid Etosuksinimid digunakan pada terapi kejang absens (11). Kanal kalsium merupakan target dari beberapa obat antiepilepsi. Etosuksimid menghambat pada kanal Ca2+ tipe T. Talamus berperan dalam pembentukan ritme sentakan yang diperantarai oleh ion Ca2+ tipe T pada kejang absens, sehingga penghambatan pada kanal tersebut akan mengurangi sentakan pada kejang absens. Dosis usia 3-6 tahun 250 mg/hari untuk dosis awal dan 20 mg/kg/hari untuk dosis pemeliharaan. Sedangkan dosis pada anak dengan usia lebih dari 6 tahun dan dewasa 500 mg/hari . Efek samping penggunaan etosuksimid adalah mual dan muntah, efek samping penggunaan etosuksimid yang lain adalah ketidakseimbangan tubuh, mengantuk, gangguan pencernaan, goyah (tidak dapat berdiri tegak), pusing dan cegukan.
6. Asam valproat Asam valproat merupakan pilihan pertama untuk terapi kejang parsial, kejang absens, kejang mioklonik, dan kejang tonik-klonik. Asam valproat dapat meningkatkan GABA dengan menghambat degradasi nya atau mengaktivasi sintesis GABA. Asam valproat juga berpotensi terhadap respon GABA post sinaptik yang langsung menstabilkan membran serta mempengaruhi kanal kalium Dosis penggunaan asam valproat 10-15 mg/kg/hari . Efek samping yang sering terjadi adalah gangguan pencernaan (>20%), termasuk mual, muntah, anorexia, dan peningkatan berat badan. Efek samping lain yang mungkin ditimbulkan adalah pusing, gangguan keseimbangan tubuh, tremor, dan kebotakan. Asam valproat mempunyai efek gangguan kognitif yang ringan. Penggunaan fenitoin dan valproat secara bersamaan dapat meningkatkan kadar fenobarbital dan dapat memperparah efek sedasi yang dihasilkan. Valproat sendiri juga dapat menghambat metabolisme lamotrigin, fenitoin, dan karbamazepin 7. Benzodiazepin Benzodiazepin digunakan dalam terapi kejang. Benzodiazepin merupakan agonis GABAA, sehingga aktivasi reseptor benzodiazepin akan meningkatkan frekuensi pembukaan reseptor GABAA. Dosis benzodiazepin untuk anak usia 2-5 tahun 0,5 mg/kg, anak usia 6-11 tahun 0,3 mg/kg, anak usia 12 tahun atau lebih 0,2 mg/kg, dan dewasa 440 mg/hari . Efek samping yang mungkin terjadi pada penggunaan benzodiazepin adalah cemas, kehilangan kesadaran, pusing, depresi, mengantuk, kemerahan dikulit, konstipasi, dan mual 8. Terapi Bedah a. Pembedahan diindikasikan ketika epilepsy disebabkan oleh tumor, abses, atau kista b. pengangkatan tons epileptolik secara bedah dilakukan untuk kejang yang berasal dari dalam area otak yang dapat dieksisi tanpa menimbulkan defek neurologis yang signifikan