RESPONSI
OSTEOATHRITIS
Pembimbing : Dr. dr. Erwien Isparnadi, Sp.OT
Oleh : Aulia Akbar
201720401011139
Alfien Rusdiana
201720401011149
SMF ILMU BEDAH RSU HAJI SURABAYA FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG 2017
i
LEMBAR PENGESAHAN RESPONSI OSTEOARTRITIS
Responsi dengan judul “Osteoartritis” telah diperiksa dan disetujui sebagai salah satu tugas dalam rangka menyelesaikan studi kepaniteraan Dokter Muda di bagian Ilmu Bedah.
Surabaya,
Januari 2017
Pembimbing
Dr. dr. Erwien Isparnadi, Sp.OT
ii
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Wr. Wb. Alhamdulillahirabbil’alamin, puji syukur penulis panjatkan kehadiran Allah SWT karena atas rahmat dan hidayah-Nya, penulisan referat ini dapat diselesaikan dengan baik. Shalawat serta salam selalu tercurahkan kepada Rasulullah SAW, keluarga, para sahabat dan pengikut beliau hingga akhir zaman. Responsi ini berjudul “OSTEOATHRITIS”. Responsi ini diajukan untuk memenuhi salah satu syarat kelulusan program pendidikan profesi dokter pada Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Malang yang dilakukan di RSU Haji Surabaya. Pada kesempatan ini, penulis menyampaikan terima kasih sebesar-besarnya kepada Dr. dr. Erwien Isparnadi, Sp.OT, yang selalu membimbing dan memberikan saran pada penulisan responsi ini. Penulis menyadari sepenuhnya bahwa tidak ada sesuatu yang sempurna di dunia ini sehingga penulis sangat mengharapkan masukan dari berbagai pihak. Semoga responsi ini sebagai suatu karya tulis ilmiah dapat bermanfaat bagi semua pihak. Wassalamu’alaikum Wr. Wb.
Surabaya, Juni 2016
Penulis
iii
DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL ......................................................................................................................... I KATA PENGANTAR .................................................................................................................... III DAFTAR ISI ...................................................................................................................................IV PENDAHULUAN............................................................................................................................. 1 TINJAUAN PUSTAKA .................................................................................................................... 3 2.1.
Definisi ........................................................................................................................ 3
2.2.
Anatomi dan Fisiologi Sendi Sinovial ......................................................................... 4
2.3.
Faktor Risiko ............................................................................................................... 8
2.4.
Patogenesis .................................................................................................................. 9
2.5.
Klasifikasi.................................................................................................................. 12
2.6.
Manifestasi klinis ...................................................................................................... 14
2.7.
Diagnosis ................................................................................................................... 17
2.8.
Pemeriksaan Penunjang ............................................................................................. 19
2.9.
Penatalaksanaan ........................................................................................................ 25
2.10.
Prognosis ................................................................................................................... 33
2.11.
Komplikasi ................................................................................................................ 33
LAPORAN KASUS ........................................................................................................................ 35 DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................................................... 41
iv
DAFTAR GAMBAR Gambar-1 Struktur Sendi Sinovial .......................................................................... 4 Gambar-2 Faktor yang mempengaruhi OA .......................................................... 10 Gambar 3 Biomelekular kartilago ......................................................................... 11 Gambar-4 Gejala OA, di adaptasi dari Moore, 2014 ............................................ 17 Gambar-5 Kellgren-Lawrence grading scale ........................................................ 19 Gambar-6 Pencitraan radiologis sinar-x pada osteoarthritis lutut ......................... 20 Gambar-7 Pencitraan radiologis sinar-x osteoarthritis pada jari kaki ................... 21 Gambar-8 Pencitraan radiologis sinar-x osteoarthritis pada lutut ......................... 21 Gambar-9 Pencitraan radiologis sinar-x osteoarthritis pada pinggul .................... 22 Gambar 10 Gambar Terapi operatif. ..................................................................... 31
v
DAFTAR TABEL
Tabel-1 Faktor Resiko Kejadian OA, Rasjad C., Reksoprodjo S., et al, 2010........ 8 Tabel-2 Klasifikasi OA berdasarkan lokasi, Sellam J dkk., 209........................... 13 Tabel-3 Differential Diagnosis OA, Sellam J dkk., 245 ....................................... 23
vi
BAB I PENDAHULUAN Osteoarthritis merupakan gangguan pada satu sendi atau lebih, bersifat lokal, progresif dan degeneratif yang ditandai dengan perubahan patologis pada struktur sendi tersebut yaitu berupa degenerasi tulang rawan/ kartilago hialin.1 Penyakit ini memiliki prevalensi yang cukup tinggi, terutama pada orang tua. Prevalensinya meningkat seiring bertambahnya usia. Di Amerika Serikat, prevalensi Osteoarthritis pada populasi dengan usia di atas 65 tahun mencapai 1,2
80% dan diperkirakan akan meningkat pada tahun 2020.
OA terjadi pada
11,9% orang dewasa berusia lebih dari 25 tahun dan 11,6% dari mereka yang berusia lebih dari 65 tahun. Prevalensi sendi yang terkena OA menurut temuan radiologis adalah pada tangan 3,1%, kaki 2,1%, lutut 0,9%, dan panggul 1,5%. Prevalensi OA menurut gejala yang ditemui yaitu pada tangan 8%, kaki 2%, lutut 12,1% pada orang dewasa berusia lebih dari 60 tahun dan 16% pada orang dewasa berusi 45 – 60 tahun, dan panggul 4,4%. 2 Angka kematian yang diakibatkan osteoarthritis adalah sekitar 0,2 hingga 0,1 kematian per 100.000 (1939-1988). Angka kematian akibat OA sekitar 6% dari semua kematian akibat arthritis. Hampir 500 kematian per tahun disebabkan OA dan angka tersebut meningkat selama 10 tahun terakhir.2 Penyebab dari Osteoarthritis yang paling sering adalah usia, jenis kelamin, kelainan struktur anatomis dan obesitas. Semakin tinggi harapan hidup manusia saat ini membuat manusia menghadapi berbagai jenis masalah kesehatan terutama yang berhubungan dengan kerusakan organ karena bertambahnya usia. Di Indonesia sendiri penderita OA mencapai 8,1 % dari jumlah penduduk. Sebanyak
1
29% diantaranya melakukan pemeriksaan dokter, dan sisanya atau 71% mengkonsumsi obat bebas pereda nyeri. Penduduk dengan obesitas semakin meningkat setiap tahunnya sehingga merupakan faktor resiko terhadap terjadinya Osteoarthritis.3
2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Definisi Osteoartritis berasal dari bahasa Yunani yaitu osteo yang berarti tulang, arthro yang berarti sendi, dan itis yang berarti inflamasi meskipun sebenarnya penderita osteoartritis tidak mengalami inflamasi atau hanya mengalami inflamasi ringan. Osteoarthritis (OA) adalah gangguan sendi kronik yang disebabkan oleh ketidakseimbangan antara degradasi dan sintesis rawan sendi serta matriks ekstraseluler, kondrosit dan tulang subkondral pada usia tua (Rasjad C., Reksoprodjo S., et al, 2010). Osteoartritis (OA) adalah gangguan sendi yang bersifat kronis, disertai kerusakan tulang rawan sendi berupa disintegrasi dan perlunakan progresif, diikuti pertambahan pertumbuhan pada tepi tulang dan tulang rawan sendi yang disebut osteofit, diikuti dengan fibrosis pada kapsul sendi. Kelainan ini timbul akibat mekanisme abnormal pada proses penuaan, trauma, atau kelainan lain yang menyebabkan kerusakan tulang rawan sendi. Keadaan ini tidak berkaitan dengan faktor sistemik ataupun infeksi (Rasjad C, 2007). Osteoartritis biasanya mengenai sendi penopang berat badan (weight bearing) misalnya pada panggul, lutut, vertebra, tetapi dapat juga mengenai bahu, sendi-sendi jari tangan, dan pergelangan kaki. Osteoartritis (OA) merupakan bentuk artritis yang paling sering ditemukan di masyarakat, bersifat kronis, berdampak besar dalam masalah kesehatan masyarakat. Osteoartritis dapat terjadi dengan etiologi yang berbeda-beda, namun mengakibatkan kelainan biologis, morfologis dan keluaran klinis yang sama. Proses penyakitnya tidak hanya
3
mengenai rawan sendi namun juga mengenai seluruh sendi, termasuk tulang subkondral, ligamentum, kapsul dan jaringan sinovial serta jaringan ikat periartikular. Pada stadium lanjut rawan sendi mengalami kerusakan yang ditandai dengan adanya fibrilasi, fissura dan ulserasi yang dalam pada permukaan sendi (IRA, 2014). 2.2. Anatomi dan Fisiologi Sendi Sinovial Sendi atau artikulasi adalah hubungan antara dua atau lebih tulang atau bagian rigid dari kerangka. Sendi memiliki berbagai variasi bentuk dan fungsi. Klasifikasinya terbagi menjadi tiga dan salah satunya adalah sendi sinovial. Artikulasi tulang pada sendi sinovial digabungkan oleh suatu kapsul sendi yang membungkus kavitas artikuler (Moore, 2014).
Gambar-1 Struktur Sendi Sinovial Di adaptasi dari Moore, 2014
4
2.2.1. Kartilago Artikuler
Kartilago hialin adalah suatu tulang rawan yang melingkupi tepi tulang pada setiap sendi diarthrosis, yang dapat sangat beradaptasi untuk memindahkan beban dan gerakan dari satu segmen skeletal ke lainnya. Kartilago hialin meningkatkan luas permukaan artikuler dan membantu meningkatkan kemampuan adaptasi dan stabilitas; bentuknya berubah saat mendapat beban dan menyebarkan tekanannya secara luas ke tulang subartikuler, dan dilapisi oleh suatu lapisan cairan sinovial sehingga dapat meminimalkan terjadinya gesekan (Solomon, 2010). Jaringan ikat khusus ini memiliki matriks menyerupai gel yang terdiri atas substansi dasar proteoglikan yang terendam dalam struktur jaringan kolagen dan sel terspesialisasi yang tersebar yaitu sel kondrosit, yang bertanggung jawab untuk memproduksi seluruh struktur komponen dari jaringan. Memiliki kandungan air yang tinggi (60-80 persen), yang sebagian besar bertukar dengan cairan synovial (Solomon, 2010). Penggunaan normal harian aktivitas sendi tidak menyebabkan degradasi dari permukaan artikuler dikarenakan mekanisme lubrikasi yang sangat efektif oleh cairan sinovial. Proteoglikan terutama berada dalam bentuk aggrecan, molekul agregasi besar dengan inti protein. Ratusan molekul aggrecan terhubung kepaa rantai hialuronat tak bercabang untuk membentuk molekul yang lebih besar. Makromolekul ini bertanggung jawab atau kekakuan dan daya lenting dari kartilago artikuler (Solomon, 2010).
5
Fungsi utama dari aggrecan adalah untuk menyerap perubahan beban dan mengurangi deformitas, sedangkan jaringan kolagen mengatasi regangan. Terdapat interaksi yang luas antara molekul tiap komponen dan antara molekul dari komponen kartilago yang berbeda, jika hubungan ini terdegradasi atau rusak, kartilago cenderung akan terurai. Hal ini terjadi hingga derajat tertentu pada penuaan, tapi lebih lagi dalam keadaan patologis yang menyebabkan osteoarthritis (Solomon, 2010). Proteoglikan memiliki afinitas kuat untuk air, mengakibatkan jaringan kolagen terpapar regangan yang banyak. Dengan pembebanan, kartilago berubah bentuk dan air perlahan terperas ke permukaan dimana air membantu membentuk lapisan lubrikasi. Ketika beban berkurang, cairan permukaan meresap lagi ke dalam kartilago hingga titik dimana tekanandi kartilago diseimbangkan dengan daya regang jaringan kolagen. Selama jaringan kolagen dan proteoglikan tetap utuh, kemampuan untuk menahan tekanan dan elastisitas kartilago dipertahankan (Solomon, 2010). 2.2.2. Kapsul dan Ligamen
Sendi terbungkus oleh jaringan ikat yang terdiri atas kapsul fibrosa dengan kondensasi keras di permukaannya, yaitu ligamen, yang bersama dengan otot yang melingkupi, membantu stabilitas. Ligamen yang memanjang dari satu tulang ke lainnya bersifat tidak elastis dan memiliki panjang yang tetap, sehingga ligamen akan mengalami perbedaan tegangan pada posisi sendi yang berbeda. Jika sendi berada dalam posisi yang menyebabkan ligamen terkontraksi secara maksimal, ligamen akan menyediakan stabilitas maksimal dan dapat menjaga sendi ‘terkunci’ walau
6
tanpa bantuan otot. Jika tegangan melebihi batas maksimal ligamen atau robek, sendi menjadi tidak stabil (Solomon, 2010). 2.2.3. Sinovium dan Cairan Sinovial
Permukaan dalam pada kapsul dilapisi oleh suatu membran tipis, sinovium, yang disuplai oleh banyak pembuluh darah, pembuluh limfe dan saraf. Sinovium ini melapisi permukaan sendi dan memproduksi cairan sinovial. Cairan ini memberi nutrisi pada kartilago artikuler yang avaskuler, berperan penting dalam mengurangi gesekan selama pergerakan dan memiliki sedikit fungsi adhesif yang membantu dalam mempertahankan stabilitas sendi (Solomon, 2010). Volume cairan sinovial dalam sendi normalnya tetap konstan, walaupun bergerak. Ketika sendi cedera, jumlah cairan bertambah dan hal ini muncul sebagai efusi sendi. Sinovium merupakan jaringan yang terkena pada infeksi sendi dan penyakit autoimun seperti rheumatoid artritis (Solomon, 2010). 2.2.4. Lubrikasi Sendi
Permukaan tulang rawan hialin sangat licin karena produksi kombinasi efisiensi tinggi dari sistem lubrikasi, yaitu (Solomon, 2010) :
Boundary layer lubrication Terletak pada permukaan yang berisi glikoprotein yang terlarut air pada cairan sinovial.
Fluid film lubrication Merupakan mekanisme hidrodinamik. Ketika terjadi pergerakan dan cairan keluar dari kartilago yang kaya akan proteoglikan dan
7
membentuk bantalan kecil yang tidak rata dan akan meresap kembali ke kartilago jika pergerakan berhenti.
Lubrikasi antara lipatan sinovial disediakan oleh molekul hyaluronat pada cairan sinovial.
2.3. Faktor Risiko Terjadinya osteoarthritis sangat dipengaruhi oleh banyak faktor. Faktorfaktor yang mempengaruhi terjadinya osteoarthritis dapat dibagi menjadi dua yaitu, faktor yang tidak dapat diubah dan faktor yang dapat diubah. Faktor yang tidak dapat diubah meliputi riwayat keluarga, jenis kelamin, suku, dan usia. Sedangkan, faktor yang dapat diubah meliputi obesitas, aktivitas fisik yang berlebihan, kelemahan otot, trauma, hormonal, rokok, hipertensi, hiperurisemia, dan diet (Rasjad C., Reksoprodjo S., et al, 2010). Tabel-1 Faktor Resiko Kejadian OA, Rasjad C., Reksoprodjo S., et al, 2010
8
2.4. Patogenesis Selama ini OA sering dipandang sebagai akibat dari proses penuaan dan tidak dapat dihindari. Namun telah diketahui bahwa OA merupakan gangguan keseimbangan dari metabolisme kartilago dengan kerusakan struktur yang penyebabnya masih belum jelas diketahui (Soeroso, 2006). Kerusakan tersebut diawali oleh kegagalan mekanisme perlindungan sendi serta diikuti oleh beberapa mekanisme lain sehingga pada akhirnya menimbulkan cedera (Felson, 2008). Mekanisme pertahanan sendi diperankan oleh pelindung sendi yaitu : Kapsula dan ligamen sendi, otot-otot, saraf sensori aferen dan tulang di dasarnya. Kapsula dan ligamen-ligamen sendi memberikan batasan pada rentang gerak (Range of motion) sendi. Cairan sendi (sinovial) mengurangi gesekan antar kartilago pada permukaan sendi sehingga mencegah terjadinya keletihan kartilago akibat gesekan. Protein yang disebut dengan lubricin merupakan protein pada cairan sendi yang berfungsi sebagai pelumas. Protein ini akan berhenti disekresikan apabila terjadi cedera dan peradangan pada sendi (Felson, 2008). Ligamen, bersama dengan kulit dan tendon, mengandung suatu mekanoreseptor yang tersebar di sepanjang rentang gerak sendi. Umpan balik yang dikirimkannya memungkinkan otot dan tendon mampu untuk memberikan tegangan yang cukup pada titik-titik tertentu ketika sendi bergerak. Otot-otot dan tendon yang menghubungkan sendi adalah inti dari pelindung sendi. Kontraksi otot yang terjadi ketika pergerakan sendi memberikan tenaga dan akselerasi yang cukup pada anggota gerak untuk menyelesaikan tugasnya. Kontraksi otot tersebut turut meringankan stres yang terjadi pada sendi dengan cara melakukan deselerasi sebelum terjadi tumbukan (impact). Tumbukan yang diterima akan didistribusikan
9
ke seluruh permukaan sendi sehingga meringankan dampak yang diterima. Tulang di balik kartilago memiliki fungsi untuk menyerap goncangan yang diterima (Felson, 2008).
Gambar-2 Faktor yang mempengaruhi OA Di adaptasi dari Moore, 2014
Kartilago berfungsi sebagai pelindung sendi. Kartilago dilumasi oleh cairan sendi sehingga mampu menghilangkan gesekan antar tulang yang terjadi ketika bergerak. Kekakuan kartilago yang dapat dimampatkan berfungsi sebagai penyerap tumbukan yang diterima sendi. Perubahan pada sendi sebelum timbulnya OA dapat terlihat pada kartilago sehingga penting untuk mengetahui lebih lanjut tentang kartilago (Felson, 2008). Terdapat dua jenis makromolekul utama pada kartilago, yaitu Kolagen tipe dua dan Aggrekan. Kolagen tipe dua terjalin dengan ketat, membatasi molekul – molekul aggrekan di antara jalinan-jalinan kolagen. Aggrekan adalah molekul proteoglikan yang berikatan dengan asam hialuronat dan memberikan kepadatan pada kartilago (Felson, 2008). Ada dua tipe agrekanase yaitu agrekanase 1 (ADAMTs-4) dan agrekanase 2 (ADAMTs-11) (Klippel J, Dieppe P, 1994).
10
Gambar 3 Biomelekular kartilago Di adaptasi dari Moore, 2014
Kondrosit, sel yang terdapat di jaringan avaskular, mensintesis seluruh elemen yang terdapat pada matriks kartilago. Kondrosit menghasilkan enzim pemecah matriks, sitokin {Interleukin-1 (IL-1), Tumor Necrosis Factor (TNF)}, dan faktor pertumbuhan. Umpan balik yang diberikan enzim tersebut akan merangsang kondrosit untuk melakukan sintesis dan membentuk molekulmolekul matriks yang baru. Pembentukan dan pemecahan ini dijaga keseimbangannya oleh sitokin faktor pertumbuhan, dan faktor lingkungan (Felson, 2008). Kondrosit mensintesis metaloproteinase matriks (MPM) untuk memecah kolagen tipe dua dan aggrekan. MPM memiliki tempat kerja di matriks yang dikelilingi oleh kondrosit. Namun, pada fase awal OA, aktivitas serta efek dari MPM menyebar hingga ke bagian permukaan (superficial) dari kartilago. Stimulasi dari sitokin terhadap cedera matriks adalah menstimulasi pergantian matriks, namun stimulasi IL-1 yang berlebih malah memicu proses degradasi matriks. TNF menginduksi kondrosit untuk mensintesis prostaglandin (PG), oksida nitrit (NO), dan protein lainnya yang memiliki efek terhadap sintesis dan degradasi matriks. TNF yang berlebihan mempercepat proses pembentukan
11
tersebut. NO yang dihasilkan akan menghambat sintesis aggrekan dan meningkatkan proses pemecahan protein pada jaringan. Hal ini berlangsung pada proses awal timbulnya OA (Felson, 2008). Kartilago memiliki metabolisme yang lamban, dengan pergantian matriks yang lambat dan keseimbangan yang teratur antara sintesis dengan degradasi. Namun, pada fase awal perkembangan OA kartilago sendi memiliki metabolisme yang sangat aktif. Pada proses timbulnya OA, kondrosit yang terstimulasi akan melepaskan aggrekan dan kolagen tipe dua yang tidak adekuat ke kartilago dan cairan sendi. Aggrekan pada kartilago akan sering habis serta jalinan-jalinan kolagen akan mudah mengendur. Kegagalan dari mekanisme pertahanan oleh komponen pertahanan sendi akan meningkatkan kemungkinan timbulnya OA pada sendi (Felson, 2008). 2.5. Klasifikasi Osteoartritis menurut etiologinya dapat diklasifikasikan menjadi dua, yaitu OA primer dan OA sekunder. OA primer adalah osteoarthritis
yang tidak
diketahui penyebabnya dan dapat mengenai satu atau beberapa sendi, sedangkan OA sekunder adalah osteoarthritis yang disebabkan oleh penyakit yang menyebabkan kerusakan pada synovial (Rasjad C., Reksoprodjo S., et al, 2010). 2.5.1. OA Primer OA primer tidak diketahui dengan jelas penyebabnya, dapat mengenai satu atau beberapa sendi. OA jenis ini terutama ditemukan pada wanita kulit putih, usia pertengahan, dan umunya berisfat poli-artikuler dengan nyeri yang yang akut disertai rasa panas pada bagian distal interfalangeal yang selanjutnya terjadi pembengkakan tulang yang disebut nodus heberden.
12
2.5.2. OA Sekunder OA sekunder dapat disebabkan oleh penyakit yang menyebabkan kerusakan pada sinovia sehingga menimbulkan OA sekunder. Beberapa keadaan yang dapat menimbulkan OA sekunder adalah: a. Trauma/instabilitas OA sekunder terutama terjadi akibat fraktur pada daerah sendi, setelah menisektomi, tungkai bawah yang tidak sama panjang, adanya hipermobilitas
dan
instabilitas
sendi,
ketidaksejajaran
dan
ketidakserasian permukaan sendi. b. Faktor genetik/perkembangan Adanya kelainan genetik dan kelainan perkembangan tubuh seperti dysplasia epifisial, dysplasia asetabuler, penyakit Legg-CalvePerthes, dislokasi sendi panggul bawaan dan tergeincirnya epifisis (slipped epiphysis). c. Penyakit metabolik/endokrin OA sekunder dapat pula disebabkan oleh penyakit metabolik/endokrin seperti penyakit okronosis, akromegali, mukopolisakaridosis, deposisi Kristal atau setelah suatu inflamasi pada sendi, misalnya arthritis rheumatoid atau artropati oleh inflamasi. d. Osteonekrosis OA dapat berkembang akibat osteonekrosis kaput femoris oleh bermacam-macam sebab, mislanya penyakit Caisson, penyakit sickle cell. Tabel-2 Klasifikasi OA berdasarkan lokasi, Sellam J dkk., 209
13
OA Tangan
OA Lutut
OA Kaki
OA Koksa (panggul)
Nodus Heberden dan Bouchard (nodal)
Arthritis erosif interfalang
Karpal-metakarpal I
Bony enlargement
Genu valgus
Genu varus
Hallux vagus
Hallux rigidus
Jari kontraktur (hammer / cock-up toes)
Talonavikulare
Eksentrik (superior)
Konsentrik (aksial, medial)
Difus (koksa senilis)
Sendi apofiseal
Sendi intervertebral
Spondilosis (osteofit)
Ligamentum (hiperostosis, penyakit Forestier, diffuse
OA Vertebra
idiopathic skeletal hyperostosis / DISH) OA di tempat
Glenohumeral
lainnya
Akromioklavikular
Tibiotalar
Sakroiliaka
Temporomandibular
Meliputi 3 atau lebih daerah yang tersebut di atas
OA generalisata
2.6. Manifestasi klinis 2.6.1.
Gejala
Keluhan pada pasien muncul setelah usia pertengahan. Keterlibatan sendi mengikuti beberapa pola yang berbeda : gejala berpusat pada satu atau dua sendi
14
penyangga berat badan (panggul atau lutut). Pada sendi interphalang (terutama pada wanita) atau pada beberapa sendi yang mengalami sesuatu kelainan sebelumnya
(seperti
displasia
kongenital,
osteonekrosis
atau
fraktur
intraartikular). Adanya riwayat keluarga dengan osteortritis adalah umum terjadi pada pasien dengan OA poliartikular. Nyeri merupakan gejala yang sering dijumpai. Sering kali cukup luas atau dapat menjalar ke temapt yang jauh, misalnya, nyeri pada lutu dari OA panggul. Hal ini pada mulanya tidak terasa nyeri namun secara perlahan nyeri dirasakan bertambah selama berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun. Hal ini diperburuk saat melakukan gerakan dan akan berkurang bila penderita istirahat, walaupun seiring berjalannya waktu nyeri tersebut tidak hilang sepenuhnya. Pada pasien dengan stadium lanjut nyeri terasa pada saat tidur malam. Ada beberapa kemungkinan penyebab nyeri : inflamasi sinovial yang ringan, fibrosis kapsuler dengan nyeri pada peregangan jarinagn yang mengkerut dan kelelahan otot dan yang paling penting dari semuanya, terdapat penekanan tulang karena kelainan pembuluh darah dan hipertensi intraosseous. Kaku sendi sering juga terjadi ; munculny khas setelah inaktivitas, tapi seiring berjalannya waktu menjadi konstan dan progresif. Pembengkakan muncul intermiten (adanya efusi) atau terus menerus ( dengan penebalan kapsul atau pembesaran ostefit). Deformitas akibat dari kontraktur kapsular atau instabilitas sendi, namun perlu diwaspadai bahwa deformitas mungkin sebenarnya lebih dulu dan berkontribusi pada onset OA.
15
Hilangnya fungsi yang bisasanya berupa lemas, kesulitan menaiki tangga, jarak berjalan kaki menjadi terbatas atau ketidakmapuan untuk melakukan kegiatan sehari hari. Biasanya, gejala OA berjalan intermiten dan kadang-kadang dapat membaik selama bebulan-bulan (Solomon, 2010). 2.6.2.
Tanda
Pembengkakan sendi pertama kali terlihat pada sendi-sendi perifer ( terutama jari, pergelangan tangan, lutut dan jari kaki). Ini mungkin disebabkan oleh efusi, tapi tonjolan keras (knobbly) di sekitar tepi dital interpalang, metatarsopalang pertama atau sedi lutut akan tampak jelas. Tell-tale scar menunjukkan abnormalitas sebelumnya dan kelemahan otot menunjukkan disfungsi longstanding. Deformitas mudah terlihat pada sendi yang mengalamai kelainan (lulut atau sendi metatarsopalangeal ), tetapi deformitas ainggul da[pat ditutupi oleh penyesuaian postural dari panggul dan tulang belakang. Nyeri tekan biasanya pada cairan sendi superfisial, penebalan sinovial atau osteofit. Gerakan terbatas di beberapa arah dan kadang-kadang dikaitkan dengan sakit ketika pergerakan yang berlebihan. Krepitasi mungkin dirasakn lebih terasa pada sendi lutut selama pergerakan pasif (Solomon, 2010). Instabilitas seing terjadi pada tahap lanjut dari destruksi artikular, tapi dapat dideteksi lebih awal dengan pemeriksaan khusus. Instabilitas dapat disebabkan oleh hilangnya tulang rawan dan tulang, kontraktur kapsular asimetris dan atau
16
kelemahan otot. Sendi lain harus selalu diperiksa, hal itu mungkin akan menunjukkan tanda-tannda gangguang yang lebih umum. Fungsi dalam kegiatan sehari-hari harus dinilai. Gambaran x-ray tidak selalu berhubungan dengan tingkat nyeri atau kapasitas fungsional pasien yang sesungguhnya
Gambar-4 Gejala OA, di adaptasi dari Moore, 2014 2.7. Diagnosis Diagnosis osteoarthritis lutut berdasarkan klinis, klinis dan radiologis, serta klinis dan laboratorium : 2.7.1. Klinis Nyeri sendi lutut dan 1 dari kriteria di bawah ini:
17
1.
umur > 50 tahun
2.
kaku sendi < 10 menit
3.
krepitus
4.
nyeri tekan tepi tulang
5.
pembesaran tulang sendi lutut
6.
tidak teraba hangat pada sendi
2.7.2. Klinis dan Radiologis Nyeri sendi dan paling sedikit 1 dari 1 kriteria di bawah ini: 1.
umur > 50 tahun
2.
kaku sendi <10 menit
3.
krepitus disertai osteofit
2.7.3. Klinis dan Laboratorik Nyeri sendi ditambah adanya 5 dari kriteria di bawah ini: 1.
usia >50 tahun
2.
kaku sendi <10 menit
3.
Krepitus
4.
nyeri tekan tepi tulang
5.
pembesaran tulang
6.
tidak teraba hangat pada sendi terkena
7.
LED<40 mm/jam
8.
RF <1:40
9.
analisis cairan sinovium sesuai osteoarthritis
18
2.8. Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan Radiologi Diagnosis OA selain dari gambaran klinis, juga dapat ditegakkan dengan gambaran radiologis, yaitu menyempitnya celah antar sendi, terbentuknya osteofit, terbentuknya kista, dan sklerosis subchondral. Pemeriksaan radiologi juga dapat untuk menentukan grading dari OA Genu, yang dilihat adalah ada atau tidaknya osteofit, synovial space dan bone sclerotic. Grading ini disebut Kellgen-lawrence grading scale.
Gambar-5 Kellgren-Lawrence grading scale Di adaptasi dari Kohn, et al, 2016
19
Gambar-6 Pencitraan radiologis sinar-x pada osteoarthritis lutut Di adaptasi dari Deborah Hellinger, 2001 Keterangan : a. Gambar atas kiri : pandangan anteroposterior menunjukkan menyempitnya celah sendi (tanda panah) b. Gambar bawah kiri : pandangan lateral menunjukkan sklerosis yang ditandai terbentuknya osteofit (tanda panah) c. Gambar atas kanan : menyempitnya celah sendi (tanda panah putih) menyebabkan destruksi padapada kartilago dan sunchondral (tanda panah terbuka) d. Gambar bawah kanan : ditemukan kista subchondral (tanda panah)
20
Gambar-7 Pencitraan radiologis sinar-x osteoarthritis pada jari kaki Di adaptasi dari Jacobson, JA, et al. 2008 Keterangan
:gambaran radiologis anteroposterior kaki menunjukkan menyempitnya celah sendi metatarsophalangeal pertama, sklerosis, dan pembentukan osteofit (panah)
Gambar-8 Pencitraan radiologis sinar-x osteoarthritis pada lutut Di adaptasi dari Jacobson, JA, et al. 2008
Keterangan: Gambaran radiologis anteroposterior lutut menunjukkan penyempitan ruang sendi, sklerosis, dan pembentukan osteofit (panah).
21
Gambar-9 Pencitraan radiologis sinar-x osteoarthritis pada pinggul Di adaptasi dari Jacobson, JA, et al. 2008
Keterangan : Kedua gambar di atas menunjukkan penyempitan ruang superolateral sendi, sklerosis, kista subkondral, dan pembentukan osteofit (panah)
Pemeriksaan Laboratorium dan MRI Hasil pemeriksaan laboratorium pada OA biasanya tidak banyak berguna. Pemeriksaan darah tepi masih dalam batas – batas normal. Pemeriksaan imunologi masih dalam batas – batas normal. Pada OA yang disertai peradangan sendi dapat dijumpai peningkatan ringan sel peradangan ( < 8000 / m ) dan peningkatan nilai protein. 10 Pemeriksaan tambahan lain yang dapat dilakukan adalah MRI yaitu untuk mengetahui derajat patologisnya, namun pemeriksaan ini jarang dilakukan sebagai penunjang diagnostik dalam osteoarthritis, karena sebagian
besar
gambaran penyakit ini sudah bisa dinilai berdasarkan pemeriksaan sinar-x.
22
2.9. Differential Diagnosis Tabel-3 Differential Diagnosis OA (Lozada, 2017) Osteoarthritis
Anamnesis
Rheumatoid arthritis
Nyeri sendi, Malaise, penurunan hambatan gerak berat badan, sendi, kaku pagi capek, sedikit <30 menit, demam, nyeri krepitasi, pada sendi, pembengkakan bengkak pada sendi, susdah sendi, berjalan. gangguan gerak pada sendi. Gejala cenderung pada pagi hari, kaku dipagi hari berlangsung >60 menit
Gout arthritis
Septic arthritis
Kemerahan di sekitar sendi yang meradang. Terjadi peradangan secara maksimal dalam satu hari. Jumlah sendi yang meradang kurang dari 4. Pembengkakan sendi secara asimetris (satu sisi tubuh saja)
Bayi sangat rewel, tidak mau menetek, demam tinggi, iritabel dan hambatan gerak sendi yang terkena. Anak-anak demam ringan, nyeri, cenderung rewel dan tidak mau menggerakkan sendi yang terkena. Dewasa nyeri, pembengkakan serta gejala-gejala inflamasi sendi yang bersangkutan, gerakan sendi menjadi terbatas dan terdapat nyeri tekan Sendi lutut adalah yang paling sering terkena, disusul sendi panggul dan pergelangan kaki. Sendi siku, bahu, pergelangan tangan dan sendi kecil juga dapat terkena.
Predileksi
Sendi - sendi besar : Vertebra,panggul, lutut, dan pergelangan kaki. Cenderung sendi bagian distal.Simetris
Sendi-sendi kecil : Cenderung sendi bagian proksimal. PIP (Proximal Kronik Interphalangeal), terbentuk tofus di MCP cuping telinga, (Metacarpophalan MTP-1, olekranon, geal), tendon achiles, dan MTP (Metatarsop jaritangan. halangeal). Asimetris Simetris (menyerang pada membran sinovial
Pemeriksaan Fisik
Deformitas, krepitasi, edema sendi, gangguan pergerakan pada sendi, nodus heberden dan Bouchard
Tenosinovitis Kemerahan dan juga teraba panas pada daerah pada sendi. ekstensor Dilihat pada sendi pergelangan metatarsal tangan dan fleksor phalanges I jari-jari, terdapat pembengkakan pembengkakan sendi yang yang simetris atau tidak, terasa nyeri simetris, efusi atau tidak untuk 23
Pada sendi gejalanya eritema, panas pada perabaan, bengkak dan sangat nyeri dapat menyebabkan pseudoparalisis
sendi. Stadium mengonfomasi adanya podagra. lanjut Pada pasien dengan deformitas stadium gout permanen (deviasi menahun akan ulnar jari-jari, teraba tophus deviasi terutama di cuping radial/volar telinga, metatarsal pergelangan phalanges I, olecranon, tendon tangan serta Achilles dan jari valgus lutut dan tangan. kaki). Radiologis
Terdapat osteofit Tahap awal penyakit dan celah sendi tidak menyempit sesuai emnunjukkan klasifikasi kelainan yang Radiologis mencolok. (Kellgren Tahap Lawrence) selanjutnya Grade 1-4. rarefaksi korteks sendi yang difus dan disertai trabekulasi tulang, obliterasi ruang sendi yang memberikan gambaran perubahanperubahan degenerative berupa densitas, irregularitas, permukaan sendi serta marginal spurring. Selanjutnya jika terjadi destruksi tulang rawan terlihat penyempitan ruang sendi dengan erosi beberapa tempat.
24
Cenderung sendi bagian proksimal. Pada fase awal asimetris,pembeng kakan di sekitar sendiyang terkena dan edema jaringanlunak sekitar sendi. Fase lanjut perubahan tulangpada MTP 1. Gout kronis tophi interoseus banyak
Selama 2 minggu pertama, kapsul sendi akan tampak distended, penebalan soft tissue, dan jaringan lemak tidak terlihat. Pada neonatus, terjadi peningkatan tekanan intraartikuler dari efusi yang menyebabkan pelebaran celah sendi pada gambaran radiologik. Demineralisasi tulang subkondral dan meluas ke proksimal dan distal sendi. Destruksi dari kartilago dicerminkan dari penyempitan dari celah sendi sampai tulang subkondral tidak berada di tempatnya.
2.10. Penatalaksanaan a. Medikamentosa Analgetik
Non narkotik: parasetamol
Opioid (kodein, tramadol)
Antiinflamasi nonsteroid (NSAIDs)
Oral
injeksi
suppositoria
Chondroprotective Yang dimaksud dengan chondoprotectie agent adalah obatobatan yang dapat menjaga dan merangsang perbaikan (repair) tuamg rawan sendi pada pasien OA, sebagian peneliti menggolongkan obatobatan tersebut dalam Slow Acting Anti Osteoarthritis Drugs (SAAODs) atau Disease Modifying Anti Osteoarthritis Drugs (DMAODs). Sampai saat ini yang termasuk dalam kelompok obat ini adalah:
tetrasiklin,
asam
hialuronat,
kondrotin
sulfat,
glikosaminoglikan, vitamin-C, superoxide desmutase dan sebagainya. Tetrasiklin dan derivatnya mempunyai efek menghambat kerja enzime MMP. Salah satu contohnya doxycycline. Sayangnya obat ini baru dipakai oleh hewan belum dipakai pada manusia.
25
Glikosaminoglikan, dapat menghambat sejumlah enzim yang berperan dalam degradasi tulang rawan, antara lain: hialuronidase, protease, elastase dan cathepsin B1 in vitro dan juga merangsang sintesis proteoglikan dan asam hialuronat pada kultur tulang rawan sendi. Pada penelitian Rejholec tahun 1983, pemakaian GAG selama 5 tahun dapat memberikan perbaikan dalam rasa sakit pada lutut, naik tangga, kehilangan jam kerja (mangkir), yang secara statistik bermakna. Vitamin C, dalam penelitian ternyata dapat menghambat aktivitas enzim lisozim dan bermanfaat dalam terapi OA Superoxide Dismutase, dapat diumpai pada setiap sel mamalia dam mempunyai kemampuan untuk menghilangkan superoxide dan hydroxyl radicals. Secara in vitro, radikal superoxide mampu merusak asam hialuronat, kolagen dan proteoglikan sedang hydrogen peroxyde dapat merusak kondroitin secara langsung. Dalam percobaan klinis dilaporkan bahwa pemberian superoxide dismutase dapat mengurangi keluhan-keluhan pada pasien OA b. Non Medikamentosa Beberapa cara yang dilakukan untuk mengurangi pembebanan sendi antara lain : 1.
Menghindari/mengurangi aktivitas yang menyebabkan kerja berlebihan pada sendi.
26
2.
Meningkatkan kekuatan otot penunjang kerja sendi untuk mengoptimalkan
fungsinya
sebagai
faktor
protektif
sendi.
Mengurangi beban yang diperoleh sendi dengan menggunakan alat bantu seperti memasang splint pada sendi yang sakit, menggunakan tongkat untuk berjalan pada pasien OA lutut, dan sebagainya. c. Terapi Fisik 1. Latihan fisik Pada tahap awal, program diarahkan pada latihan untuk mengatasi keluhan yang menimbulkan masalah fungsional seperti nyeri, keterbatasan ruang gerak sendi atau kelemahan otot. Segera setelah
keluhan
mulai
membaik,
program
kebugaran
untuk
memperbaiki kesehatan dan kapasitas fungsional dapat segera dimulai.( Ambardini, RL. 2008). Jenis latihan fisik : a. Terapi manual terapi manual adalah gerakan pasif yang dilakukan Tleh fisioterapis dengan tujuan meningkatkan gerakan sendi dan mengurangi kekakuan sendi. Teknik yang dipakai adalah melatih ROM secara pasif, melatih jaringan-jaringan sekitar sendi secara pasif, meregangkan otot atau mobilisasi jaringan lunak, dan massage.( Ambardini, RL. 2008) b. Latihan fleksibilitas (ROM) Latihan fleksibilitas dapat dimulai dari latihan peregangan tiap kelompok otot, setidaknya tiga kali seminggu. Apabila sudah terbiasa, latihan ditingkatkan repetisinya per kelompok otot secara
27
bertahap. Latihan harus melibatkan kelompok otot dan tendon utama pada ekstremitas atas dan bawah. ( Ambardini, RL. 2008) c. Latihan kekuatan Latihan kekuatan mempunyai efek sama dengan latihan aerobic dalam memperbaiki disabilitas, nyeri dan kinerja. Latihan kekuatan ada 3 macam, yaitu : latihan isometric, latihan isotonic dan isokinetik. ( Ambardini, RL. 2008). Latihan kekuatan otot secara isometric, isotonic maupun isokinetik dapat mengurangi nyeri dan disabilitas serta memperbaiki kecepatan berjalan pada pasien osteoarthritis. Latihan isotonic memberikan perbaikan lebih besar dalam menghilangkan nyeri. Latihan ini dianjurkan untuk latihan kekuatan awal pada pasien osteoarthritis dengan nyeri lutut saat latihan. Latihan isokinetik menghasilkan peningkatan kecepatan berjalan paling besar dan pengurangan disabilitas sesudah terapi dan saat evaluasi, sehingga latihan ini disarankan untuk memperbaiki stabilitas sendi atau ketahanan berjalan. ( Ambardini, RL. 2008)
Quadriceps strengthening: isometrics
Latihan isometric diindikasikan apabila sendi mengalami peradangan akut atau sendi tidak stabil. Kontraksi isometric
28
memberikan tekanan ringan pada sendi dan ditoleransi baik oleh penderita osteoarthritis dengan pembengkakan dan nyeri sendi. (Ambardini, RL. 2008) Kontraksi isotonic digunakan untuk aktivitas sehari-hari. Latihan kekuatan isotonic memperlihatkan efek positif pada metabolism energy, kerja insulin, kepadatan tulang dan status fungsional pada orang sehat. Jika tidak terdapat peradangan akut meupun instabilitas sendi, bentuk latihan ini ditoleransi baik oleh pasien osteoarthritis. (Ambardini, RL. 2008) d. Latihan aerobic Latihan aerobic (berjalan, bersepeda, berenang, senam aerobic dan latihan aerobic di kolam renang) dapat meningkatkan kapasitas aerobic, memperkuat otot, meningkatkan ketahanan, mengurangi berat badan dan mengurangi konsumsi obat pada pasien osteoarthritis. (Ambardini, RL. 2008) d. Operatif Debridemen sendi (membuang bagian yang longgar, kepingan kartilago, osteofit yang mengganggu atau sobekan asetabuler) bisa memberikan perbaikan. Hal ini dapat dilakukan baik dengan arthroscopy atau dengan operasi terbuka (Solomon, 2010). Jika gambaran radiologi menunjukkan bahwa gejala diakibatkan pembebanan berlebih artikuler yang terlokalisir dari malalignment sendi (deformitas varus pada lutut) atau ketidakcocokan sendi (displasia
29
asetabuler dan kepala femur), perbaikan osteotomi dapat mencegah atau menunda progresi dari kerusakan kartilago (Solomon, 2010). Penanganan pada fase lanjut, yaitu destruksi sendi progresif, dengan nyeri yang bertambah parah, instabililtas dan deformitas (terutama pada sendi penyangga berat badan), biasanya membutuhkan bedah rekonstruksi. Penanganan ini biasanya terdapat pada stadium III dan IV. Ada tiga tipe operasi : realignment osteotomy, arthroplasty, dan arthrodesis (Solomon, 2010). 1. Realignment osteotomy Hingga berkembangnya bedah penggantian sendi sekitar tahun 1970, realignment osteotomy banyak digunakan. Keahlian teknik, alat fixasi, dan instrumen mengarah pada hasil yang baik dari operasi panggul dan lutut. Operasi ini harus dilakukan ketika sendi masih stabil dan mobile dan foto x-ray menunjukkan ada sebagian besar dari permukaan artikuler yang dapat diselamatkan. Peredaan nyeri seringkali drastis dan diperkirakan karena : 1.
Dekompresi vaskuler pada tulang subkondral.
2.
Redistribusi tekanan beban ke arah bagian sendi yang lebih baik (Solomon, 2010).
Setelah redistribusi beban, fibrokartilago dapat tumbuh menutup tulang yang terekspos (Solomon, 2010). 2. Joint replacement Saat ini merupakan prosedur pilihan untuk OA pada pasien dengan gejala yang tidak tertoleransi, hilangnya fungsi dan
30
keterbatasan berat pada kegiatan sehari-hari. Untuk OA panggul dan lutut pada usia pertengahan dan lebih tua, penggantian sendi total menggunakan teknologi moderen menjanjikan perbaikan yang bertahan untuk 15 tahun atau lebih lama. Operasi penggantian sendi sangat tergantung pada keterampilan teknik, desain implan, instrumen yang sesuai dan perawatan post-operasi (Solomon, 2010). 3. Arthrodesis Merupakan pilihan yang dipertimbangkan jika kekauan masih dapat ditoleransi dan sendi yang dekat tidak dicurigai sakit.hal ini paling sering digunakan pada sendi-sendi kecil yang cenderung OA, seperti sendi karpal dan tarsal dan sendi metatarsofalangeal besar (Solomon, 2010).
Gambar 10 Gambar Terapi operatif. a) osteotomy, b) arthroplasty, c) arthrodesis di adaptasi dari Jacobson, JA, et al. 2008
31
Macam-macam operasi sendi lutut untuk osteoarthritis : 1.
Partial replacement/unicompartemental
2.
High tibial osteotmy : orang muda
3.
Patella &condyle resurfacing
4.
Minimally constrained total replacement : stabilitas sendi dilakukan sebagian oleh ligament asli dan sebagian oelh sendi buatan.
5.
Cinstrained joint : fixed hinges : dipakai bila ada tulang hilang&severe instability.
Indikasi total knee replacement : 1.
Nyeri
2.
Deformitas
3.
Instability
4.
Akibat dari Rheumatoid atau osteoarthritis
Kontraindikasi : 1.
Non fungsi otot ektensor
2.
Neuromuscular dysfunction
3.
Infection
4.
Neuropathic Joint
5.
Prior Surgical fusion
Komplikasi : 1.
Deep vein thrombosis
2.
Infeksi
3.
Loosening
32
4.
Problem patella ; rekuren sublukssasi/dislokasi, loosening prostetic component, fraktur, catching soft tissue.
5.
Tibial tray wear
6.
Peroneal palsy
7.
Fraktur supracondyl femur
Keuntungan total knee replacement ; 1.
Mengurangi nyeri
2.
Meningkatkan mobilitas dan gerakan
3.
Koreksi deformitas
4.
Menambah kekuatan kaki (dengan latihan)
5.
Meningkatkan kualitas hidup
2.11. Prognosis Prognosis osteoartritis pada umumnya baik sebagian besar nyeri dapat diatasi dengan obat-obat konservatif. Namun jika terjadi pada ekstremitas bawah seperti lutut prognosis relatif buruk dalam periode sekitar sepuluh tahun karena sendi ini sering digunakan untik berjalan sedangkan yang paling baik prognosis nya adalah OA tangan. 2.12. Komplikasi
Herniasi kapsuslar. Osteoartritis lutut seringkali dihubungkan dengan efusi dan herniasi kapsul posterior.
Rotator cuff dysfunction. Oateoartritis sendi akromioklavikular menyebabkan tubrukannya rotator cuff, tendinitis atau cuff tears.
33
Spinal stenosis. Longstanding hipertrofi OA pada sendi lumbal apofiseal menimbulkan spinal stenosis. Abnormalitas dapat ditunjukkan melalui CT dan MRI
Spondilolistesis .Pada pasien berusia lenih dari 60 tahun, OA destruktif pada sendi apofiseal menyebabkan instabilitas segmental yang berat dan spondilolistesis (yang mana disebut juga spondilolistesis degeneratif). (Solomon, 2010)
34
BAB III LAPORAN KASUS 3.1.
IDENTITAS Nama
: Ny. W
Umur
: 57 th
Jenis Kelamin
: Perempuan
Agama
: Islam
Alamat
: Medokan Semampir
Suku
: Jawa
Pekerjaan
: Jualan nasi
Status Perkawinan
: Menikah
Tanggal pemeriksaan : 17 Januari 2018 No RM
3.2.
: 820401
Anamnesis
Keluhan Utama: Nyeri pada kedua lutut Riwayat Penyakit Sekarang Pasien datang ke Poliklinik RSU Haji Surabaya mengeluh nyeri di kedua lutut. Nyeri pada kedua lutut dirasakan sejak 2 tahun yang lalu. Nyeri lutut sampai pergelangan kaki, namu tidak menjalar ke punggung, nyeri terasa cekot-cekot. Nyeri timbul ketika pasien berjalan terlalu lama dan nyeri sekali saat menaiki tangga. Nyeri semakin bertambah tiap hari. Kakinya tidak kuat untuk berdiri terlalu lama.
Riwayat Penyakit Dahulu Riwayat hipertensi : disangkal Riwayat diabetes: disangkal Riwayat jantung : disangkal Riwayat trauma : disangkal Riwayat operasi : disangkal
35
Riwayat Keluarga Riwayat serupa : kakak pasien Riwayat hipertensi: disangkal Riwayat diabetes : disangkal Riwayat jantung : disangkal Riwayat alergi : disangkal
Riwayat Pengobatan Pasien pernah berobat ke dokter dan diberikan obat piroksikam dan asam mefenamat namun pasien mengaku keluhan muncul kembali saat obat habis.
Riwayat Sosial Pasien bekerja sebagai penjual nasi di rumah. Pasien makan tiga kali sehari sering makan tahu dan tempe, kadang-kadang makan kacang-kacangan, dan sering minum susu Anlene.
3.3.
Pemeriksaan fisik
Status Present Keadaan umum
: kesan sakit ringan (skala nyeri VAS 2)
Kesadaran
: Compos mentis (GCS 4-5-6)
Tekanan darah : 120/70 mmHg Nadi
: 80
kali/menit, reguler
Respirasi
: 20
kali/menit, reguler
Suhu aksila
: 36,5
ºC
Tinggi badan
: 150
cm
Berat badan
: 75
kg
BMI
: 33.3
kg/m2
Status Gizi
: Obesitas
(menurut WHO 1998)
36
Status General Pemeriksaan Umum Mata
: kesan anemis -/-, ikterus -/-, reflek pupil +/+ isokor, edema palpebra -/-
THT
: Telinga : sekret -/-, hiperemis -/-, reflex cahaya membrane timpani +/+ Hidung : sekret (-), mukosa nasalis intak/intak Tenggorokan : Tonsil T1/T1, faring hiperemis (-) Lidah
: papil atrofi (-)
Thorax : Simetris (+), retraksi (-) Cor : Inspeksi
: Tidak tampak pulsasi iktus cordis
Palpasi
: Iktus kordis tidak teraba
Perkusi
: Batas kanan jantung ICS V PSL kanan Batas kiri jantung ICS V MCL kiri
Auskultasi
: S1S2 reguler
Pulmo : Inspeksi
: Simetris, normochest
Palpasi
: Vocal fremitus raba N/N
Perkusi
: Sonor/sonor
Auskultasi
: Vesikuler +/+, Ronki -/-, Wheezing -/-
Abdomen : Inspeksi
: distensi (-), pelebaran pembuluh darah (-), penonjolan massa (-)
Auskultasi : bising usus (+) normal Palpasi
: hepar/lien tidak teraba, nyeri tekan (-)
Perkusi
: Timpani,
Ekstremitas
:
+ +
Hangat
+ +
edema
- - -
37
CRT<2 detik
Pemeriksaan Lokal Sendi Sendi
Inspeksi
Palpasi
Gerakan
Auskultasi
Sekitar sendi
Elbow (S)
Swelling (-)
swelling (-)
Fleksi 150°
redness (-)
warm (-)
Ekstensi 0°
vulnus (-)
tenderness (-)
Krepitasi (-)
Muscular pain (-)
deformity (-) Siku (D)
Swelling (-)
swelling (-)
Fleksi 150°
redness (-)
warm (-)
Ekstensi 0°
vulnus (-)
tenderness (-)
Krepitasi (-)
Muscular pain (-)
deformity (-) Pergelangan
Swelling (-)
swelling (-)
Ekstensi 80°
tangan (S)
redness (-)
warm (-)
Fleksi 80°
vulnus (-)
tenderness (-)
Deviasi radial
deformity (-)
Krepitasi (-)
Muscular pain (-)
20° Deviasi ulnar 10°
Pergelangan
Swelling (-)
swelling (-)
Ekstensi 80°
tangan (D)
redness (-)
warm (-)
Fleksi 80°
vulnus (-)
tenderness (-)
Diviasi radial
deformity (-)
Krepitasi (-)
Muscular pain (-)
20° Deviasi ulnar 10°
Lutut (S)
Swelling (+)
swelling (+)
Fleksi 80°
redness (-)
warm (-)
Ekstensi 0°
vulnus (-)
tenderness (-)
Krepitasi (-)
Muscular pain (-)
deformity (-) Lutut (D)
Swollen (+)
swellen (+)
Fleksi 80°
redness (+)
warm (-)
Ekstensi 0°
vulnus (-)
tenderness (-)
38
Krepitasi (-)
Muscular pain (-)
deformity (-) Pergelangan
Swelling (-)
swelling (-)
Fleksi plantar Krepitasi (-)
Muscular
kaki (S)
redness (-)
warm (-)
20°
pain (-)
vulnus (-)
tenderness (-)
Fleksi
deformity (-)
dorsal
10° Inversi<15° Eversi<10°
Pergelangan
Swelling (-)
swelling (-)
Fleksi plantar Krepitasi (-)
Muscular
kaki (D)
redness (-)
warm (-)
20°
pain (-)
vulnus (-)
tenderness (-)
Fleksi
deformity (-)
dorsal
10° Inversi<15° Eversi<10°
Status lokalis : LOOK
: Merah -, Bengkak +, Deformitas -
FEEL
: Teraba hangat -, nyeri tekan -
MOVE
: ROM berkurang
LISTEN
: Krepitasi -
AVN
: a. Dorsalis pedis + adekuat
3.4.
Pemeriksaan Penunjang
Rontgen Genu AP/Lat D S (16 Januari 2018)
39
Hasil :
Osteofit pada tibia (condilus lat, med, intercondiler), femur (epicondilus medial, lateral) Celah sendi femur tibia medial menyempit
Kesan : Osteoarthritis Genu D S
3.5.
Assesment
Osteoarthritis (genu Dextra et Sinistra) grade IV
3.6.
Penatalaksanaan Joint replacement
3.7.
Diagnosis Cek Darah lengkap, PTT, aPTT dan Fungsi ginjal GDP, GD2JPP, Hba1c Foto Rontgen genu AP/Lat (D S)
40
DAFTAR PUSTAKA Ambardini, RL. 2008. Peran latihan fisik dalam manajemen terpadu osteoarthritis. Diakses tanggal 11 Juni 2016. http://staff.uny.ac.id/sites/default/files/132256204/Latihan%20FisikManajemen%20Osteoartritis.pdf. Felson, D.T., 2006. Osteoarthritis of the knee. Massachusetts Medical Society. Didapat dari : http://content.nejm.org/cgi/content/short/354/8/841. Diakses pada tanggal 11 Juni 2016. Felson, D.T., 2008. Osteoarthritis. Dalam : Fauci, A., Hauser, L.S., Jameson, J.L., Ed. HARRISON's Principles of Internal Medicine Seventeenth Edition. New York, United States of America. McGraw-Hill Companies Inc. : 2158-2165. IRA (Indonesian Rheumatism Association). Diagnosis dan Penatalaksanaan Osteoartritis. 2014. Diunduh dari http://reumatologi.or.id/var/rekomendasi/Rekomendasi_IRA_Osteoarthrit is_2014.pdf. Diakses tanggal 11 Juni 2016. Klippel John H., Dieppe Paul A., Brooks Peter, et al. Osteoarthritis. In : Rheumatology. United Kingdom : Mosby – Year Book Europe Limited, 1994 : pp 21 – 36. Kohn Mark, Sassoon A., Fernando, N. Classifications in Brief: Kellgren-Lawrence Classification of Osteoarthritis. Journal of Clinical Orthopaedics and Related Reasearch, 2016: 474 pp 1886-1893 Lozada, Carlos. Osteoarthritis Differential Diagnoses. Journal of Drugs and Diseases. 2017: pp 31-48 Rasjad Chairuddin, Reksoprodjo Soelarto, et al. Sistem Muskuloskeletal. Dalam : Sjamsuhidajat R., de Jong Wim. Buku Ajar Ilmu Bedah. Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2010.p. 1006-1008. Rasjad Chairuddin. Kelainan Degeneratif Tulang dan Sendi. Dalam : Pengantar Ilmu Bedah Ortopedi. Jakarta : Yarsif Watampone, 2007 : 196-204. Sinusas K. 2012. Osteoarthritis: Diagnosis and Treatment. www.aafp.org/afp. Diakses tanggal 11 Juni 2016.
41
Diunduh dari
Solomon L. Osteoarthritis. Dalam : Solomon L, Warwick D, Nayagam S. Apley’s System of Orthopaedics and Fractures. Hodder Arnold, an Hachette UK Company ; 2010. Chap. 5. p. 85-96.
Price, Sylvia A., Wilson, Lorraine M. 2006. Patofisiologi Konsep Klinis ProsesProses Penyakit (Pathophysiology. Clinical Concecpt of Disease Processes). EGC, Jakarta. Sudoyo, A.W., Setiyohadi, B., Alwi, I., Simadibrata, M., Setiati, S. 2006. Ilmu Penyakit Dalam Edisi 4. Balai Penerbit FK UI, Jakarta.
42