LAPORAN PRAKTIKUM TEKNOLOGI PENCELUPAN 2 “PENCELUPAN POLIAMIDA DENGAN ZAT WARNA ASAM JENIS LEVELLING, MILLING DAN SUPER MILLING”
Nama
: Wahyu Robi’ah N. (16020009) Ririn Anjasni S. D. (16020015) Hasna Azizatul A.
(16020027)
Fauziah Hally M.
(16020028)
Grup /Kelompok
: 3K1 / 1
Dosen
: Ika Natalia M., S.ST., MT.
Asisten
: Hj. Hanny H. K., S.Teks. Anna S.
POLITEKNIK STTT BANDUNG 2018
I.
JUDUL 1.1 Pencelupan poliamida dengan zat warna asam jenis levelling variasi pH 1.2 Pencelupan poliamida dengan zat warna asam jenis milling variasi pH dan penggunaan NaCl 1.3 Pencelupan poliamida dengan zat warna asam jenis super milling variasi pH dan penggunaan retarder anionik
II.
MAKSUD DAN TUJUAN 2.1. Mengetahui pengaruh variasi konsentrasi pH dalam pencelupan poliamida dengan zat warna asam jenis levelling 2.2. Mengetahui pengaruh variasi pH dan penggunaan NaCl dalam pencelupan poliamida dengan zat warna asam jenis milling 2.3. Mengetahui pengaruh variasi pH dan penggunaan retarder anionik dalam pencelupan poliamida dengan zat warna asam jenis super milling
III. DASAR TEORI 3.1. Serat Poliamida Poliamida dikenal pula dengan sebutan nilon yang merupakan serat sintetik yang cukup banyak digunakan baik untuk tekstil sandang maupun non sandang. Poliamida untuk keperluan industry mempunyai kekuatan sangat tinggi dengan mulur kecil, sedangkan yang ditujukan untuk pakaiaan mempunyai kekuatan yang lebih rendah dengan mulur lebih tinggi. Sifat kimia yang dimiliki poliamida adalah tahan terhadap asam-asam encer dan sangat tahan terhadap basa.Poliamida dapat dicelup dengan zat warna dispersi, zat warna asam dan zat warna reaktif.Poliamida yang banyak diproduksi biasanya nylon 6 dan nylon 66. Nylon 6 banyak digunakan untuk benang lusi, tali pancing , tali temali, kaos kaik, karpet, kain penyaring dan kain untuk pakaiaan. Kelebihan yang dimiliki oleh nylon 6 dibandingkan dengan nylon 66 adalah nylon 6 lebih sederhana, tahan sinar, memiliki afinitas yang tinggi terhadap zat warna, daya celup serat elastisitas dan stabilitas terhadap panas yang lebih baik. Nylon 66 memiliki kekuatan yang lebih besar (high tenacity) dibandingkan nylon 6 sehingga banyak digunakan untuk industry non sandang, memiliki tahan gosok dan elastisitas yang baik, perbedaan proses manufaktur pada nylon berpengaruh terhadap hasil pencelupannya (leaflet dyeing of wool/synthetic blends, 2002). Perkembangan terbaru dari serat poliamida adalah digunakan sebagai serat penguat untuk komposit karena memiliki fleksibelitas yang baik dan ketahanan abrasi yang tinggi ( Judawisastra, H,2010). Poliamida memiliki gugus fungsi –N-H,-C-O-,. Dibawah ini adalah struktur nylon 6 dan nylon 66
Struktur serat Nylon 6 dan Nylon 66 3.1.1. Sifat Poliamida Serat Nilon dikenal karena kekuatan kering (8,8gram/denir – 4,3gram/denir) kekuatan basah (80-90% dari kekuatan kering), elastisitas (22%) dengan ditarik sebesar 8% nilai elastisitasnya tidak berubah, mulur yang tinggi (18-45%), tidak mudah rusak terhadap asam encer panas, pelarut-pelarut dalam dryclean, sangat tahan terhadap basa. Serta ketahanannya terhadap minyak dan lemak.Nilon tahan terhadap abrasi, dan tidak menyusut atau meregang saat dicuci. Kain nilon memiliki tingkat daya serap yang rendah (MR=4,2%), karenanya kain ini sering digunakan untuk pakaian renang, olah raga, dan juga pakaian pengantin. Salah satu kelemahannya adalah bahan ini dapat terdegradasi oleh sinar ultraviolet, kurang tahan panas (dapat menugning pada suhu diatas 150oC selama 5 jam dan dapat memnyebebkan kain lengket pada suhu 180oC) serta akan rusak pada suhu 230oC. Sedangkan kelebihan lainnya adalah:
Tidak mudah rusak, terkoyak atau lecet
Tahan gosok dan teukan tingggi
Tidak meneruskan pembakaran
Kilau yang tinggi
Tahan terhadap air dan panas
Tidak mendukung perkembangan jamur dan kerusakan kimia.
3.2.
Zat Warna Asam Zat warna asam termasuk zat warna yang larut dalam air karena memiliki gugus pelarut sulfonat atau karboksilat dalam struktur molekulnya, Gugus tersebut juga berfungsi untuk mengadakan ikatan ionic dengan tempat-tempat positif dalam serat wol atau sutera dan poliamida. Zat warna asam adalah zat warna yang dalam pemakaiannya memerlukan bantuan asam mineral atau asam organik untuk membantu penyerapan, atauzat warna yang merupakan garam natrium asam organik dimana anionnya merupakan komponen yang berwarna.Zat warna asam banyak digunakan untuk mencelup serat protein dan poliamida.Beberapa di antaranya mempunyai susunan kimia seperti zat warna direk sehingga dapat mewarnaiserat selulosa.Zat warna ini merupakan garam natrium dari asam-asam organik misalnya asam sulfonat atau asam karboksilat.Zat warna ini dipergunakan dalam suasana asam dan memiliki daya tembus langsung terhadap serat-serat protein atau poliamida. Zat warna asam mempunyai satu gugus sulfonat dalam struktur molekulnya disebut zat warna asam monobasik, sedangkan zat warna asam yang mempunyai 2 gugus sulfonat disebut zat warna dibasik, begitu seterusnya.Karena gugus pelarut zat warna asam dibasik kelarutannya makin tinggi, akibatnya menjadi lebih mudah rata, namun tahan luntur hasil celupan terhadap pencuciannya akan berkurang. Selain itu, dibandingkan zat warna asam monobasik, jumlah maksimum zat warna asam dibasik yang dapat terserap oleh serat wol atau sutera menjadi lebih kecil, terutama bila suasana larutan celup kurang bagitu asam, karena pada kondisi seperti itu, tempat-tempat positif pada bahan terbatas.Jadi untuk pencelupan warna tua dan kondisi tersebut digunakan zat warna asam monobasic. Keunggulan lain dari zat warna asal warnannya yang lebh cerah, hal tersebut karena ukuran partikelnya relatif kecil (lebih kecil dari zat warna direk). Table 1. Golongan zat warna asam Sifat-sifat Tahan luntur
Leveling dyes
Milling dyes
Supermilling dyes
warna pada
Kurang
baik
Sangat baik
pengerjaan basah
Cara pencelupan pH pencelupan 3.2.1 Sifat-sifat
Asam sulfat 3-5
Asam asetat 4-6
Amonium asetat 5-7
Zat warna asam termasuk golongan zat warna yang larut dalam air.Padaumumnya zat warna asam mempunyai ketahanan cuci dan ketahanan sinar yang baik.Sifat ketahanan tersebut sangat dipengaruhi oleh berat molekul dan konfigurasinya. 3.2.2
Golongan zat warna asam Berdasarkan cara pamakaiannya zat warna asam digolongkan menjadi 3 golongan, yaitu : a. Golongan 1 Zat warna yang termasuk golongan ini dalam pemakaiannya memerlukan asam kuat pH 2-3 sebagai asam dapat dipakai asam sulfat atau asam formiat.Zat warna asam golongan ini sering juga disebut zat warna asam celupan rata (leveldying) atau zat warna asam terdispersi molekul (moleculerly dispersid).Pada umumnya mempunyai ketahanan sinar yang baik tetapi ketahanan cucinya kurang. b. Golongan 2 Zat warna asam yang termasuk golongan ini dalam pemakaiannya memerlukan asam lemah pH 5,2-6,2 sebagai asam dapat dipakai asam asetat. Pada pemakaiannya tidak memerlukan penambahan elektrolit, karena pH lebih besar dari pada 4,7 penambahan elektrolit akan mempercepat penyerapan. Ketahanan sinar dan ketahanan cucinya baik. c. Golongan 3 Zat warna asam yang termasuk golongan ini dalam pemakaiannya tidak memerlukan penambahan asam, sehingga cukup pada pH netral.Pada suhu rendah terdispersi secara koloidal sedang pada suhu mendidih terdispersi secara molekuler.Zat warna asam golongan ini sering disebut zat warna asam milling.Sifat kerataannya sangat kurang, sehingga di dalam pemakaiannya memerlukan pengamatan yang teliti.Ketahanan sinar dan ketahanan cucinya paling baik dibanding dengan kedua golongan zat warna asam lainnya.
3.3.
Zat Warna Asam Levelling
Zat warna asam levelling (levelling acid dyes) atau disebut juga zat warna asam celupan rata karena pencelupannya mudah rata akibat dari ukuran molekul zat warnanya yang relatif sangat kecil sehingga substantifitasnya terhadap serat relatif kecil, sangat mudah larut dan warnanya sangat cerah tetapi tahan luntur waranya rendah.Untuk pencelupan warna tua biasanya diperlukan sedikit kondisi larutan celup yang sangat asam pada pH 3=4, tapi untuk warna sedang dan muda dapat dilakukan pada pH 4-5. Pemakaian NaCl pada larutan celup pH nya rendah akan berfungsi sebagai perata, tetapi pada pH > 4 akan berperan sebagai pendorong penyerapan zat warna. Berikut ini contoh zat warna levelling produk dari bayer seperti supracen Yellow B-WP, Supracen Red B-WP, Supracen Blue B-WP 125%, Supracen Brown 3G. Zat pembantu yang dapat digunakan seperto sodium sulphate 1-2 g/l dan Acetic acid 2.0 (leaftlet of wool/synthetic blends,2002). 3.4.
Zat Warna Asam Milling Ukuran molekul zat warna asam milling agak lebih besar dibadingkan zat warna asam levelling, sehingga afinitas dan ketahanan luntur warna hasil celupan poliamida dengan zat warna asam milling lebih besar. Karena ukuran molekulnya yang lebih besar dan ikatan antara zat warna dengan poliamida berupa ikatan ionik (yang merupakan gaya antar aksi jangka panjang) maka migrasi zat warna di dalam serat relative lebih sukar, sehingga untuk menda[atkan kerataan hasil celupnya perlu memperlambat penyerapan zat warna pada tahap awal dengan cara memperlambat penyerapan zat warna pada tahap awal dengan cara memperlambat kenaikan suhu atau dengan menambahkan perata jenis retarder. Selain itu, mengingat stuktur serat poliamida yang rapat perlu dipilih zat warna asam milling yang struktur molekulnya relative langsing untuk memudahlan difusi zat warna ke dalam serat. Untuk warna sedang dan muda sebaiknya dilakukan pada pH 5-6 agar zat warna dapat berikatan ionic dengan gugus amina dari serat.Sedangkan untuk mencelup warna tua umumnya diperlukan kondisi larutan celup antara pH 4-5 agar zat warna asam dapat berikatan ionic dengan gugus amina dan amida dari serat. Penambahan NaCl dalam larutan celup akan berfungsi sebagai pendorong penyerapan zat warna, agar hasil celupnya lebih rata, penambahan NaCl sebaiknya dimasukkan secara bertahap.
3.5.
Zat Warna Asam Super Milling Di antara seluruh jenis zat warna asam, ukuran molekul zat warna asam super miling paling besar (tapi masih lebih kecil dari ukuran molekul zat warna direk) sehingga afinitas terhadap serat relatif besar dan sukar bermigrasi, akibatnya sukar mendapatkan kerataan hasil celupnya, tetapi tahan luntur warnanya tinggi. Tahan luntur warna yang tinggi diperoleh dari adanya ikatan antara serat dan zat warna yang berupa ikatan ionik yang didukung oleh ikatan fisika gaya Van Der waals serta kemungkinan terjadinya ikatan Hidrogen. Untuk pencelupan warna tua dapat dilakukan pada pH 6-7. Agar resiko belang menjadi lebih kecil biasanya tidak dilakukan penambahan NaCl (atau jumlahnya dikurangi), karena NaCl dalam suasana larutan celup yang kurang asam akan berfungsi sebagai pendorong penyerapan zat warna. Dalam pencelupan dengan zat warna asam supermilling seringkali untuk menghindarkan terjadinya ketidakrataan. Untuk itu pada proses pencelupan dapat ditambahkan perata ionik (retarder). Berikut ini reaksi yang terjadi pada pencelupan zat warna asam pada poliamida : HOOC-----Poliamida-----CONH-----NH2 H+ (pH 5-6)
↓
HOOC-----Poliamida-----CONH-----NH3+ ↓
H+ (pH 3-4)
HOOCH-----Poliamida-----CON+H2-----NH3+ Sehingga zat warna asam dapat masuk ke gugus amida dan amina. 3.6.
Mekanisme Pencelupan Mekanisme pencelupan zat warna asam pada poliamida berdasarkan ikatan ionic antara molekul zat warna dengan gugus amina dan gugus amida dari serat poliamida. Pada pH yang tidak terlalu rendah akan terjadi penyerapan ion H + oleh gugus amina sehingga menjadi bermuatan positif yang selanjutnya dapat berikatan ionic dengan anion zat warna asam. Karena jumlah gugus amida pada serat poliamida terbatas, pada kondisi tersebut hanya cocok untuk pencelupan warna muda. Untuk pencelupan warna sedang dan tua pH larutan pencelupan harus diturunkan lebih lanjut sehingga akan terjadi penyerapan ion H+ pada gugus amida
yang jumlahnya sangat banyak. Oleh karena itu makin rendah pH larutan pencelupan penyerapan zat warna akan semakin besar. Ikatan zat warna dengan serat berupa ikatan ionik yang merupakan gaya antaraksi jangka panjang maka migrasi zat warna asam relative kurang baik. Oleh karena itu untuk mendapatkan kerataan hasil pencelupan penyerapan zat warna diawal proses pencelupan harus diperlambat dengan cara memperlambat kenaikan suhu dan menambahkan perata jenis retarder kedalam larutan celupnya. 3.7.
Zat Warna Dispersi Zat warna disperse adalah zat warna organik yang dibuat secara sintesis, memiliki sifat kelarutan yang kecil dalam air dan merupakan larutan disperse. Zat warna ini bersifat hidrofob sehingga dapat digunakan untuk mewarnai serat-serat hidrofob seperti serat poliamida, poliester dan poliakrilat. Zat warna dispers mempunyai berat molekul yang kecil dan tidak mengandung gugus pelarut. Dalam pemakaiannya memerlukan zat pembantu yang berfungsi untuk mendispersikan zat warna dan mendistribusikan secara merata di dalam larutan yang disebut zat pendispersi. Untuk
pencelupan
poliamida
dengan
zat
warna
disperse
biasanya
menggunakan golongan C (tipe SE) dan D (tipe S) pada suhu 130⁰C. Namun untuk poliamida yang elastisitasnya relatif tinggi dapat digunakan tipe B (tipe E) dengan suhu pencelupan 120⁰C. 3.8.
Pencelupan Pencelupan adalah suatu proses pemberian warna pada bahan tekstil secara merata dan baik, sesuai dengan warna yang diinginkan. Sebelum pencelupan dilakukan maka harus dipilih zat warna yang sesuai dengan serat. Tahap-tahap pencelupan Migrasi Pada tahap ini, zat warna dilarutkan dan diusahakan agar larutan zat warna bergerak menempel pada bahan.Zat warna dalam larutan mempunyai muatan listrik sehingga dapat bergerak.Gerakan tersebut menimbulkan tekanan osmosis yang berusaha untuk mencapai keseimbangan konsentrasi, sehingga terjadi difusi dari bagian larutan dengan konsentrasi tinggi meuju konsentrasi rendah.Bagian dengan konsentrasi rendah terletak di permukaan serat, yaitu pada kapiler serat. Jadi zat warna akan bergerak mendekati permukaan serat.
Adsorpsi Peristiwa absorpsi menyebabkan zat warna berkumpul pada permukaan serat. Daya adsorpsi akan terpusat pada permukaan serat, sehingga zat warna akan terserap menempel pada bahan. Difusi Peristiwa ini terjadi karena adanya perbedaan konsentrasi zat warna di permukaan serat dengan konsentrasi zat warna di dalam serat. Karena konsentrasi di permukaan lebih tinggi, maka zat warna akan terserap masuk ke dalam serat. Fiksasi Fiksasi terjadi karena adanya ikatan antara molekul zat warna dengan serat, yaitu ikatan antara gugus ausokrom dengan serat. Faktor-faktor yang mempengaruhi pencelupan Pengaruh elektrolit Pada intinya penambahan elektrolit kedalam larutan celup adalah memperbesar penyerapan zat warna kedalam serat, meskipun beraneka zat warna akan mempunyai kesepakatan yang berbeda. Pengaruh Suhu Pada umumnya peristiwa pencelupan adalah eksotermis. Maka dalam keadaan setimbang penyerapan zat warna pada suhu yang tinggi akan lebih sedikit bila dibandingkan penyerapan pada suhu yang rendah. Akan tetapi dalam praktek keadaan setimbang tersebut sukar dapat dicapai hingga pada umumnya dalam pencelupan memerlukan pemanasan untuk mempercepat reaksi. Pengaruh perbandingan larutan Perbandingan larutan celup artinya perbandingan antara besarnya larutan terhadap berat bahan tekstil yang diproses. Dalam kurva isotherm dapat dilihat bahwa kenaikan konsentrasi zat warna dalam larutan akan menambah besarnya penyerapan. Maka untuk mencelup warna-warna tua diusahakan untuk memakai perbandingan larutan celup yang kecil, sehingga zat warna yang terbuang atau hilang hanya sedikit. Untuk mengurangi pemborosan dalam pemakian zat warna dapat mempergunakan larutan simpan bekas (standing bath) celupan. Dengan menambahkan zat warna baru pada larutan bekas tadi maka dapat diperoleh larutan celup dengan konsentrasi seperti semula. Pengaruh pH Penambahan asam mempunyai pengaruh menambah penyerapan pada pencelupan poliamida dengan zat warna asam.
Pengaruh bentuk dan usuur molekul zat warna Bentuk dan usuran suatu molekul zat warna mempunyai pengaruh yang penting terhadap sifat-sifat dalam pencelupan, misalnya : daya serap, molekul zat warna yan datar memberkan daya serap pada serat, tetapi setiap perubahan gugusan kimia yang merusak sifat datar molekul tersebut akan mengakibatkan daya serap zat warna berkurang; kecepatan celup, besar serta kelangsungan atau perubahan suatu zat warna akan mempengaruhi kecepatan celup, molekul zat warna yang memanjang mempunyai daya lebih baik untuk melewati poripori serat dari pada molekul yang melebar ; ketahanan, gugus pelarut yang sama jumlahnya, maka ketahanan cucinya sebagian besar ditentukan oleh berat molekul atau ukuran besar molekul zat warna tersebut, molekul yang besar akan mempunyai ketahanan cuci lebih baik Syarat-syarat proses pencelupan Bahan, zat warna dan zat pembantu tekstil dapat dipegunakan pada pencelupan harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut: Agar hasil celupan rata, bahan harus bersih dari zat pengotor yang mengganggu penyerapan zat warna. Untuk itu terhadap kain grey biasanya dilakukan proses persiapan penyempurnaan terlebih dahulu meliputi proses pembakaran bulu, penghilangan kanji, dan proses pemasakan, bahkan untuk proses pencelupan warna muda dilanjutkan dengan proses pengelantangan dan merserisasi agar warna hasil celupannya makin cerah. Zat warna yang dipakai mempunyai warna dan tahan luntur warna yang sesuai dengan target. Pemilihan zat pembantu, skema proses dan resep harus tepat sesuai dengan kondisi proses pencelupan dan sesuai dengan karakter mesin atau alat yang dipakai sehingga proses pencelupannya menjadi lebih sempurna. Secara keseluruhan, pada pelaksanaan proses pencelupan harus dapat memenuhi persyaratan aspek teknis, ekonomis dan lingkungan yang ditetapkan. IV.
ALAT DAN BAHAN 4.1 Alat -
Gelas kimia Gelas ukur Pengaduk Neraca Pipet ukur
-
Ball filler Tabung celup pH meter Mesin pencelupan HTDyeing
-
Panci
-
Kompor/pemanas
4.2 Bahan 4.2.1. Pencelupan Poliamida dengan Zat Warna Asam Jenis Levelling - Kain poliamida - Zat warna asam leveling (Everacid Red A 2B) - NaCl - Asam asetat 30% - Air - Sabun 4.2.2. Pencelupan Poliamida dengan Zat Warna Asam Jenis Milling - Kain poliamida - Zat warna asam milling (Acidol BRI Yellow M-3GL) - NaCl - Asam asetat 30% - Air - Sabun 4.2.3. Pencelupan Poliamida dengan Zat Warna Asam Jenis Super Milling - Kain poliamida - Zat warna asam supermilling - Retarder anionic - Asam asetat 30% - Air - Sabun 4.2.4. Pencelupan Poliamida dengan Zat Warna Dispersi - Zat Warna Dispersi ...... - Zat Warna Dispersi ...... - Asam asetat - Pendispersi - Sabun V.
RESEP 5.1. Pencelupan Poliamida dengan Zat Warna Asam Jenis Levelling Resep Pencelupan Zat warna asam levelling : 1% owf Asam asetat 30% : pH 2-4-6-8 NaCl : 20 g/L Vlot : 1:20 Suhu : 100 ̊ C Waktu : 45 menit Resep Pencucian Sabun : 1 ml/L Vlot : 1:20 Suhu : 80 ̊ C Waktu : 10 menit 5.2. Pencelupan Poliamida dengan Zat Warna Asam Jenis Milling Resep Pencelupan
Zat warna asam milling Asam asetat 30% NaCl Vlot Suhu Waktu Resep Pencucian Sabun Vlot Suhu Waktu
: 1% owf : pH 4 & pH 6 : 0g/L & 5g/L : 1:20 : 100 ̊ C : 45 menit : 1 ml/L : 1:20 : 80 ̊ C : 10 menit
5.3. Pencelupan Poliamida dengan Zat Warna Asam Jenis Super Milling Resep Pencelupan Zat warna asam supermilling : 1% owf Asam asetat 30% : pH 5 & pH 7 Retarder : 0 ml/L & 5 ml/L Vlot : 1:20 Suhu : 100 ̊ C Waktu : 45 menit Resep Pencucian Sabun : 1 ml/L Vlot : 1:20 Suhu : 80 ̊ C Waktu : 10 menit 5.4. Pencelupan Poliamida dengan Zat Warna Dispersi Zat warna dispersi : 1% owf Asam asetat 30% : pH 5 Pendispersi : 0 ml/L & 1 ml/L Vlot : 1:10 & 1:20 Suhu : 120° C Waktu : 30 menit Resep Pencucian Sabun : 1 ml/L Vlot : 1:20 Suhu : 80°C Waktu : 10 menit VI.
FUNGSI ZAT 6.1. Pencelupan Poliamida dengan Zat Warna Asam Jenis Levelling - Zat warna asam leveling berfungsi memberi warna pada kain nylon - Asam asetat 30% berfungsi untuk mendapatkan suasana asam - NaCl pada pH>3 berfungsi untuk mendorong penyerapan zat warna, dan pada -
pH rendah sebagai perata Sabun pada proses pencucian berfungsi untuk menghilangkan zat warna yang menempel di permukaan kain
6.2. Pencelupan Poliamidadengan Zat Warna Asam Jenis Milling
-
Zat warna asam milling berfungsi memberi warna pada kain nylon Asam asetat 30% berfungsi untuk mendapatkan suasana asam NaCl berfungsi untuk mendorong penyerapan zat warna Sabun pada proses pencucian berfungsi untuk menghilangkan zat warna yang menempel di permukaan kain
6.3. Pencelupan Poliamida dengan Zat Warna Asam Jenis Super Milling - Zat warna asam supermilling berfungsi memberi warna pada kain nylon - Asam asetat 30% berfungsi untuk mendapatkan suasana asam agar serat -
bermuatan positif Retarder anionik berfungsi untuk memperlambat penyerapan zat warna asam
-
supermilling Sabun pada proses pencucian berfungsi untuk menghilangkan zat warna yang menempel di permukaan kain
6.4. Pencelupan Poliamida dengan Zat Warna Dispersi - Zat warna dispersi berfungsi memberi warna pada kain poliamida secara mrata -
dan permanen Asam asetat berfungsi untuk mendapatkan suasana asam agar tidak terjadi
-
kerusakan serat dan zat warna selam proses pencelupan Pendisperi berfungsi mendispersikan zat warna dispersi agar terdispersi
-
monomolekuler dalam larutan celup Sabun pada proses pencucian berfungsi untuk menghilangkan zat warna yang menempel di permukaan kain
VII. DIAGRAM ALIR 7.1. Pencelupan Poliamida dengan Zat Warna Asam (nggak ada RC tp aku gak bisa edit :()
PE P PR vu nn ae e u uCn a ana i 7.2.
ee e e c cg t l l cr l n i e p p g l ee s nni n
md ia o l ra bg
b
u
r u u
a t a
t a
n
n
p d a s i a p a a h a n
n n
Pencelupan poliamida dengan zat warna dispersi
Pn e r s i a p a cp e e l n u cP u e c n gP e r n i El u v a a p e n c e lu p a n ia n n g a s i VIII. SKEMA p a n PROSES n 8.1. Pencelupan Poliamida dengan Zat Warna Asam Jenis Levelling Suhu (ᵒC)
Air Kain nylon Zw levelling CH3COOH 30%
100ᵒC Cuci sabun 80ᵒC
NaCL
40ᵒc
10’
45’
10’ Waktu (menit)
8.2. Pencelupan Poliamida dengan Zat Warna Asam Jenis Milling
Suhu (ᵒC)
Air Kain nylon Zw milling CH3COOH 30%
100ᵒC Cuci sabun 80ᵒC
NaCL
40ᵒc
10’
45’
10’ Waktu (menit)
8.3. Pencelupan Poliamida dengan Zat Warna Asam Jenis Super Milling Suhu (ᵒC)
Air Kain nylon retarder CH3COOH 30%
100ᵒC Cuci sabun 80ᵒC
Zw asam supermillingNaCL
40ᵒc
10’
10’
45’
10’ Waktu (menit)
8.4. Pencelupan Poliamida dengan Zat Warna Dispersi
IX.
CARA KERJA a. Siapkan alat dan bahan yang diperlukan b. Pilihlah jenis zat warna asam sesuai dengan resep yang dibuat c. Buatlah larutan induk zat warna dari 1 gram zat warna dengan 100 ml air d. Tambahkan bahan-bahan sesuai resep pada tabung rapid e. Masukkan kain poliamida f. Lakukan proses pencelupan menggunakan HT-dyeing g. Lakukan proses pencucian dengan menambahkan bahan sesuai resep pencucian h. Keringkan kain i. Lakukan evaluasi pada hasil pencelupan
X.
PERHITUNGAN 10.1. Pencelupan Poliamida dengan Zat Warna Asam Jenis Levelling 1) Variasi pH 2 a. Pencelupan ¿ 3,92 g Berat bahan ¿ 3,92× 20=78,4 ml Kebutuhan larutan ¿ 1 ×3,92 g=3,92 ml Zat warna ¿ 20 g / L×78,4 ml=1,568 g NaCl CH3COOH 30% = hingga pH 2 b. Pencucian ¿ 3,92 g Berat bahan ¿ 3,92× 20=78,4 ml Kebutuhan larutan ¿ 1 ml/ L× 78,4 ml=0,0784 ml Sabun 2) Variasi pH 4 a. Pencelupan Berat bahan Kebutuhan larutan Zat warna NaCl CH3COOH 30%
¿ 3,85 g ¿ 3,85× 20=77 ml ¿ 1 ×3,85 g=3,85 ml ¿ 20 g / L×77 ml=1,54 g = hingga pH 4
b. Pencucian Berat bahan Kebutuhan larutan Sabun 3) Variasi pH 6 a. Pencelupan Berat bahan Kebutuhan larutan Zat warna NaCl CH3COOH 30% b. Pencucian Berat bahan Kebutuhan larutan Sabun 4) Variasi pH 8 a. Pencelupan Berat bahan Kebutuhan larutan Zat warna NaCl Na2CO3 b. Pencucian Berat bahan Kebutuhan larutan Sabun
¿ 3,85 g ¿ 3,85× 20=77 ml ¿ 1 ml/ L× 77 ml=0,077 ml
¿ 3,71 g ¿ 3,71× 20=74,2 ml ¿ 1 ×3,71 g=3,71 ml ¿ 20 g / L×74,2 ml=1,484 g = hingga pH 6 ¿ 3,71 g ¿ 3,71× 20=74,2 ml ¿ 1 ml/ L× 74,2ml=0,0742 ml
¿ 3,81 g ¿ 3,81× 20=76,2 ml ¿ 1 ×3,81 g=3,81 ml ¿ 20 g / L×76,2 ml=1,524 g = hingga pH 8 ¿ 3,81 g ¿ 3,81× 20=76,2 ml ¿ 1 ml/ L× 76,2ml=0,0762 ml
10.2. Pencelupan Poliamida dengan Zat Warna Asam Jenis Milling 1) Variasi pH 4 tanpa NaCl a. Pencelupan ¿ 4,67 g Berat bahan ¿ 4,67 × 20=93,4 ml Kebutuhan larutan ¿ 1 × 4,67 g=4,67 ml Zat warna ¿0 g NaCl CH3COOH 30% = hingga pH 4 b. Pencucian ¿ 4,67 g Berat bahan ¿ 4,67 × 20=93,4 ml Kebutuhan larutan ¿ 1 ml/ L× 93,4 ml=0,0934 ml Sabun 2) Variasi pH 4 dengan NaCl 5 g/L a. Pencelupan ¿ 4,60 g Berat bahan ¿ 4,60 x 20=92 ml Kebutuhan larutan
Zat warna NaCl CH3COOH 30% b. Pencucian Berat bahan Kebutuhan larutan Sabun
¿ 1 × 4,60 g=4,60 ml ¿ 5 g / L× 92ml=0,46 g = hingga pH 4 ¿ 4,60 g ¿ 4,60 x 20=92 ml ¿ 1 ml/ L× 92 ml=0,092ml
3) Variasi pH 6 tanpa NaCl a. Pencelupan ¿ 4,62 g Berat bahan ¿ 4,62 ×20=92,4 ml Kebutuhan larutan ¿ 1 × 4,62 g=4,62 ml Zat warna ¿0 g NaCl CH3COOH 30% = hingga pH 6 b. Pencucian Berat bahan Kebutuhan larutan Sabun
¿ 4,62 g ¿ 4,62 ×20=92,4 ml ¿ 1 ml/ L× 92,4 ml=0,0924 ml
4) Variasi pH 6 dengan NaCl 5 g/L a. Pencelupan ¿ 4,66 g Berat bahan ¿ 4,66 × 20=93,2 ml Kebutuhan larutan ¿ 1 × 4,66 g=4,66 ml Zat warna ¿ 5 g / L× 93,2ml=0,466 g NaCl Na2CO3 = hingga pH 6 b. Pencucian ¿ 4,66 g Berat bahan ¿ 4,66 × 20=93,2 ml Kebutuhan larutan ¿ 1 ml/ L× 93,2 ml=0,0932ml Sabun 10.3. Pencelupan Poliamida dengan Zat Warna Asam Jenis Super Milling 1) Variasi pH 5 tanpa Retarder Anionik a. Pencelupan ¿ 4,99 g Berat bahan ¿ 4,99 ×20=99,8 ml Kebutuhan larutan ¿ 1 × 4,99 g=4,99 ml Zat warna ¿ 0 ml Retarder anionik CH3COOH 30% = hingga pH 5 b. Pencucian ¿ 4,99 g Berat bahan ¿ 4,99 ×20=99,8 ml Kebutuhan larutan ¿ 1 ml/ L× 99,8 ml=0,0998 ml Sabun 2) Variasi pH 5 dengan Retarder Anionik 5 g/L a. Pencelupan ¿ 5,14 g Berat bahan ¿ 5,14 ×20=102,8 ml Kebutuhan larutan
Zat warna Retarder anionik CH3COOH30% b. Pencucian Berat bahan Kebutuhan larutan Sabun
¿ 1 ×5,14 g=5,14 ml ¿ 5 ml/ L ×102,8 ml=0,514 ml = hingga pH 5 ¿ 5,14 g ¿ 5,14 ×20=102,8 ml ¿ 1 ml/ L× 102,8 ml=0,1028 ml
3) Variasi pH 7 tanpa Retarder Anionik a. Pencelupan ¿ 5,18 g Berat bahan ¿ 5,18× 20=103,6 ml Kebutuhan larutan ¿ 1 ×5,18 g=5,18 ml Zat warna ¿ 0 ml Retarder anionik CH3COOH 30% = 0 ml (pH 7) b. Pencucian ¿ 5,18 g Berat bahan ¿ 5,18× 20=103,6 ml Kebutuhan larutan ¿ 1 ml/ L× 103,6 ml=0,1036 ml Sabun 4) Variasi pH 7 dengan Retarder Anionik 5 g/L a. Pencelupan ¿ 5,22 g Berat bahan ¿ 5,22× 20=104,4 ml Kebutuhan larutan ¿ 1 ×5,22 g=5,22 ml Zat warna ¿ 5 ml/ L ×104,4 ml=0,522 ml Retarder anionik CH3COOH 30% = 0 ml (pH 7) b. Pencucian ¿ 5,22 g Berat bahan ¿ 5,22× 20=104,4 ml Kebutuhan larutan ¿ 1 ml/ L× 104,4 ml=0,1044 ml Sabun XI.
HASIL PENCELUPAN
XII. DISKUSI 12.1. Pencelupan poliamida dengan zat warna asam levelling Pada praktikum ini, praktikan akan mencelup serat poliamida. Berdasarkan sifat kimianya serat poliamida tahan terhadap asam-asam encer dan sangat tahan terhadap basa, oleh karena itu untuk pencelupan serat poliamida cocok menggunakan zat warna asam. Pencelupan kali ini dilakukan dengan menggunakan zat warna asam jenis levelling. Zat warna asam jenis levelling ini memiliki ukuran partikel zat warna yang paling kecil dibandingkan zat warna asam jenis milling dan supermilling. Zat warna ini memiliki afinitas kecil pada serat poliamida dengan kondisi pencelupan netral atau asam lemah, sehingga pada pencelupannya memerlukan kondisi asam yang lebih kuat. Untuk pencelupan poliamida dengan zat warna asam levelling kali ini menggunakan variasi pH 2,4,6 dan 8. Dari hasil pencelupan, kain memiliki ketuaan paling baik dicelup dengan kondisi pencelupan pH 2, hal ini dikarenakan afinitas zat warna asam levelling yang kecil pada kain poliamida, sehingga pada pencelupan yang kondisinya lebih asam akan menghasilkan afinitas yang semakin besar. Dan dengan pencelupan dalam suasana asam akan terjadi penyerapan ion H+ pada gugus amida yang jumlahnya sangat banyak, oleh karena itu makin rendah pH larutan pencelupan penyerapan zat warna akan semakin besar. Untuk kerataan semua hasil celupan memiliki kerataan yang relatif baik, hal ini karena zat warna asam levelling memiliki ukuran molekul zat warna yang relatif sangat kecil sehingga pencelupannya mudah rata, substantifitas terhadap serat relatif kecil, sangat mudah larut, dan warna sangat cerah.
12.2. Pencelupan poliamida dengan zat warna asam milling Pada praktikum ini dilakukan pencelupan poliamida dengan menggunakan zat warna asam jenis milling dengan memvariasikan pH dan penggunaan NaCl. pH yang digunakan adalah pH 4 dan 6, sedangkan untuk NaCl digunakan 5 g/L dan tanpa penambahan NaCl. Pada penggunaan zat warna jenis milling, dibutuhkan pH 6-7 untuk mendapatkan warna celupan tua. NaCl berfungsi untuk mendorong penyerapan zat warna. Pada penggunaan larutan celup pH 4 digunakan untuk mencelup warna tua, sehingga zat warna asam dapat berikatan ionic dengan gugus amina dan amida dari serat poliamida. Dilihat dari hasil pencelupan, warna paling tua didapatkan hasil pencelupan pH 4 dengan penambahan NaCl 5 g/L. Pencelupan dengan pH 4 mendapatkan hasil lebih tua dibanding pH 6 karena sifat dari zat warna asam yang akan bertambah daya penyerapannya dengan semakin rendah pH larutan pencelupan. Zat warna asam milling yang struktur molekul zat warnanya sedang ideanya dicelup pada kondisi larutan pH 4-5 karena jika dicelup apada kondisi pH dibawah itu migrasi zat warna akan sulit dikontrol sehingga kemungkinan untuk terjadi belang lebih besar biapun jika dilihat dari segi daya serat akan sangat besar. Penyerapan yang besar ini terkait dengan strukur molekul yang lebih besar daripada zat warna levelling maka akan meningkatkan ikatan fisika berupa gaya van der wall struktur molekul zat warna sehingga zat warna akan lebih mudah beradsorbsi mendekati serat. Dengan ditambah pH yang semakin asam itu akan menimbulkan muatan negatif pada nilon menjadi lebih banyak sehingga dua kekuatan ikatan yaitu ionik dan fisika yang cukup besar memungkinkan penyerapan yang besar pada pH 4. Sedangkan hasil yang lebih tua pada hasil pencelupan dengan konsentrasi NaCl 5 g/L dikarenakan NaCl dapat memberikan gaya dorongan tambahan antara zat warna dengan serat. Pada evaluasi kerataan warna, hasil pencelupan dengan penambahan NaCl dengan konsentrasi 5 g/L mendapatkan kerataan warna paling tinggi. Hal ini dikarenakan NaCl didalam larutan celup akan meningkatakan kecepatan celup dari kain tersebut sehingga dalam pencelupan zat warna asam yang merupakan zat warna yang dapat berinteraksi jarak jauh dengan penambahan NaCl maka gaya interaksi tersebut semakin cepat dan cenderung tidak merata. 12.3. Pencelupan poliamida dengan zat warna asam supermilling Pada praktikum ini dilakukan pencelupan poliamida dengan menggunakan zat warna asam jenis supermilling dengan memvariasikan pH dan retarder anionik
untuk mengetahui pengaruhnya terhadap ketuaan dan kerataan warna. pH yang digunakan adalah 4 dan 6 dengan konsentrasi retarder anionik 0 dan 5 g/L. Zat warna asam super milling tidak memerlukan asam pada proses pencelupannya. Sebab pH pencelupannya antara 6-7. Ukuran molekul zat warna super milling ini paling besar dari pada jenis levelling dan milling sehingga afinitas zat warna terhadap serat tinggi dan sukar migrasi sehingga membuat hasil celup menjadi sukar rata. Tahan luntur warna sangat baik sebab ukuran molekul zat warnanya yang besar. Pada tabel kain hasil pencelupan, dapat dilihat ketuaan warna sama baiknya pada kain yang dicelup pada pH 5 dan 6 tanpa menggunakan retarder. Hal ini disebabkan pada pH tersebut semakin banyak dan cepat anion serat dan kation zat warna yang dapat berikatan. Namun, hal ini berbanding terbalik dengan kerataan warnanya. Ikatan antara zat warna dengan serat berupa ikatan ionik yang merupakan gaya antar aksi jangka panjang. Sehingga, dalam jarak jauh serat dan zat warna dapat langsung berikatan menyebabkan migrasi zat warna asam relatif kurang baik dan kerataannya menurun. Kerataan paling baik didapat oleh kain yang dicelup pada pH 5 dan 6 dengan retarder 5 g/L. hal ini disebabkan pada pH tersebut anion serat dan kation zat warna yang terbentuk berikatan dengan serat secara perlahan dengan adanya retarder anionik. Sedangkan ketuaan warnanya lebih rendah sebab zat warna bermigrasi secara lebih merata dalam serat. XIII. KESIMPULAN Berdasarkan hasil pencelupan diatas, diperoleh kesimpulan sebagai berikut : 1. Pencelupan poliamida menggunakan zat warna asam levelling memiliki ketuaan 2.
dan kerataaan paling baik pada kain yang dicelup dengan pH 2 Pencelupan poliamida menggunakan zat warna asam milling memiliki ketuaan dan kerataaan paling baik pada kain yang dicelup dengan pH 4 dengan penambahan
3.
NaCl 5 g/L Pencelupan poliamida menggunakan zat warna asam supermilling memiliki ketuaan paling baik pada kain yang dicelup tanpa menggunakan retarder sedangkan kerataaan paling baik dicelup dengan retarder 5 g/L.
DAFTAR PUSTAKA
Gitopatmojo, I. (1978). Pengantar Kimia Zat Warna. ITT: Bandung. Jufri, R. (1978). Teknologi Pengelantangan, Pencelupan dan Pencapan. Bandung: ITT. M. Ichwan, A. (2013). Bahan Ajar Praktikum Pencelupan II. Bandung: Sekolah Tinggi Teknologi Tekstil. P. Corbman, B. e. (1983). Textiles Fiber to Fabric. New York: Bronx Community College City Univercity of New York. Salihima, A. S. (1978). Pedoman Praktikum Pengelantangan dan Pencelupan. Bandung: Institut Teknologi Tekstil.