MAKALAH TEKNOLOGI BAHAN MAKANAN “Teknologi Nutrifikasi”
DOSEN PEMBIMBING: Ibu Faidliyah Nilna Minah, ST. MT.
Disusun Oleh: Indra Fajar Suswanto
(1614007)
Radi Wiyoko
(1614017)
PROGRAM STUDI TEKNIK KIMIA FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI INSTITUT TEKNOLOGI NASIONAL MALANG 2018
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Pangan adalah salah satu kebutuhan dasar manusia. Mutu pangan adalah nilai yang ditentukan atas dasar kriteria keamanan pangan, kandungan gizi, dan standar perdagangan terhadap bahan makanan, makanan dan minuman. Gizi pangan adalah zat atau senyawa yang terdapat dalam pangan yang terdiri atas karbohidrat, protein, lemak, vitamin, dan mineral serta turunannya yang bermanfaat bagi pertumbuhan dan kesehatan manusia. Nilai-gizi pangan diartikan sebagai asupan energi dan zat gizi yang dapat memenuhi kebutuhan tubuh untuk beraktivitas, pertumbuhan, pemeliharaan, dan pengaturan reaksi biokimiawi tubuh. Oleh karena itu, nilai-gizi pangan perlu dipertahankan dan diperbaiki agar bermanfaat bagi keseimbangan proses biokimiawi dalam tubuh manusia. Manusia tidak dapat mempertahankan hidupnya tanpa adanya pangan. Karena itu, usaha pemenuhan kebutuhan pangan merupakan suatu usaha kemanusiaan yang mendasar. Beberapa ahli bahkan menyatakan kebutuhan atas pangan merupakan suatu hak asasi manusia yang paling dasar. Pangan yang tersedia haruslah pangan yang aman untuk dikonsumsi, bermutu dan bergizi karena berhubungan dengan Pertumbuahan yang erat kaitannya dengan kecukupan asupan nutrisi dalam tubuh. Pertumbuahan tubuh membutuhkan nutrisi mikro dan makro. Nutrisi makro adalah Zat gizi Makro adalah zat gizi yang dibutuhkan dalam jumlah besar dengan satuan gram. Zat gizi yang termasuk kelompok zat gizi makro adalah karbohidrat, lemak dan protein. sedangkan nutrisi mikro adalah Zat gizi mikro adalah zat gizi yang dibutuhkan tubuh dalam jumlah kecil atau sedikit tapi ada dalam makanan. Zat gizi yang termasuk kelompok zat gizi mikro adalah mineral dan vitamin. Zat gizi mikro menggunakan satuan mg untuk sebagian besar mineral dan vitamin. Namun, selama Penanganan, penyimpanan dan pengawetan bahan pangan sering menyebabkan terjadinya perubahan nilai gizinya, yang sebagain besar tidak diinginkan. Zat gizi yang terkandung dalam bahan pangan akan rusak pada sebagaian besar proses pengolahan karena sensitif terhadap pH, oksigen, sinar dan panas atau kombinasi diantaranya. Zat gizi mikro terutama tembaga dan zat besi serta enzim kemungkinan sebagai katalis dalam proses tersebut.
Dampak dari kekurangan zat mikro ialah ketidakmampuan belajar secara baik, penurunan produktivitas kerja, kesakitan, dan bahkan kematian. Kekurangan zat gizi mikro esensial mengakibatkan ketidakmampuan belajar dengan baik, keterlambatan mental, kesehatan yang buruk, kapasitas kerja yang rendah, kebutaan, dan kematian yang prematur. Hal ini mengakibatkan kehilangan potensi sosial ekonomi dari masyarakat. Menurut publikasi Bank Dunia (World Bank, 1994), Kekurangan vitamin A, iodium, dan besi dapat menghabiskan 5% dari produk domestik bruto (PDR) suatu negara (bandingkan dengan hanya 0.3% PDR untuk penanggulangannya). Kekurangan zat gizi mikro harus diatasi salah satunya adalah teknologi pangan dalam memperkaya kandungan gizi salah satunya teknologi fortifikasi pangan. Fortifikasi pangan (pangan yang lazim dikonsumsi) dengan zat gizimikro adalah salah satu strategi utama yang dapat digunakan untuk meningkatkan status mikronutrien pangan. Fortifikasi harus dipandang sebagai upaya (bagian dari upaya) untuk memperbaiki kualitas pangan selain dari perbaikan praktek-praktek pertanian yang baik (good agricultural practices), perbaikan pengolahan dan penyimpangan pangan (good manufacturing practices), dan memperbaiki pendidikan konsumen untuk mengadopsi praktek-praktek penyediaan pangan yang baik. 1.2. Tujuan peningkatan kadar dan mutu gizi pangan Bahan dasar, utamanya yang baru dipetik akan tetap melaksanakan fungsi fisiologisnya antara lain seperti respirasi. Kegiatan yang sama seperti masih melekat dengan induknya. Pemanenan akan menyebabkan suplai yang melalui penyerapan akar terputus. Oleh karena itu akan cepat sekali rusak, yang dapat menyebabkan nilai gizinya berkurang. Laju proses kerusakan akan dapat cepat atau lambat, tergantung pada beberapa faktor. Kadar air yang tinggi pada bahan segar dinilai menyebabkan kerusakan yang cepat. Kandungan air yang tinggi akan memacu proses biologis yang dapat meneyebabkan kerusakan seperti pada sayuran dan daging. Berbeda dengan biji-bijian yang dalam keadaan kering akan tahan terhadap kerusakan, bahkan dapat disimpan sampai lebih daripada satu tahun. Berbagai vitamin juga akan cepat rusak setelah dipanen, terutama vitamin C. Vitamin A akan cepat teroksidasi, begitu pula vitamin E. Vitamin D peka terhadap oksigen dan cahaya. Proses pengolahan itu sendiri akan dapat mengurangi nilai gizi bila dibandingkan dengan keadaan segar. Makin banyak tingkat pengolahan nilai gizi akan semakin banyak berkurang. Demikian pula kalau makin lama diolah. Jazat renik, kegiatan yang bersifat enzimatis, serta perubahan kimia dalam bahan hasil pertanian merupakan penyebab utama kerusakan. Jazat renik tetap dianggap merupakan
penyebab susut utama, baik kualitas, maupun kuantitas bahan hasil pertanian. Kegiatan enzimatis akan berlangsung pada kandungan air yang tinggi, serta suhu yang cocok untuk kegiatan suatu enzim. Reaksi kimia akan berlangsung pada kadar air yang tinggi. Faktor suhu sangat penting dalam menyebabkan kerusakan pangan. Sesuai dengan hukum vant’ Hoff, bahwa kenaikan suhu 10 °C akan menyebabkan reaksi berlipat dua kecepatannya, tetapi akibat pengerusakannya bisa lebih, misalnya pada sayur dan buahbuahan sampai 2,5 kali. Berdasarkan pola pikir di atas, maka langkah awal dalam pengawetan, yang juga termasuk pengolahan bahan pangan hasil pertanian ialah memanipulasi keadaan sekitar agar tidak cocok untuk ketiga penyebab utama di atas. Kadar air yang rendah akan diperoleh dengan pengeringan atau cara lainya yang akan ditulis kemudian. Peningkatan nilai gizi bahan makanan dengan cara suplementasi dan fortifikasi dilakukan karena dua macam alasan. Yang pertama disebabkan karena bahan makanan tersebut secara alami defisien akan suatu zat gizi tertentu. Yang kedua adalah karena bahan makanan tersebut kehilangan suatu zat gizi akibat proses pengolahan. Selain alasan tersebut, digunakan pula untuk meningkatkan konsumsi suatu zat gizi tertentu oleh masyarakat. Sebagai contoh, garam dapur yang mengandung iodium. Akibat dari pemrosesan pangan yang lebih lanjut dapat mengurangi nilai gizi yang terkandung. Salah satu cara untuk meningkatkan nilai gizi bahan makanan adalah melakukan penambahan (zat-zat) gizi yang defisien, misalnya protein, asam amino, lemak atau mineral, dan bahan makanan, kedalam bahan makanan tersebut sehingga kadarnya akan meningkat.
BAB II ISI 2.1. Suplementasi Berbeda dengan algae atau rumput laut yang merupakan makanan lengkap, suplemen bukan makanan. Suplemen adalah substansi penting atau zat gizi berupa vitamin, mineral, atau asam amino yang disarikan dari bahan makanan yang berasal dari hewan maupun tumbuhan. Suplementasi adalah Penambahan suatau zat gizi pada suatu produk makanan. Dikemas dalam bentuk tablet, cairan atau dimasukkan ke dalam kapsul. Perlu diingat bahwa suplemen bukanlah pengganti makanan, melainkan hanya tambahan atau pelengkap. Bila dikonsumsi dalam dosis tertentu atau dikombinasikan dengan suplemen lain, dapat membantu menjaga kesehatan senantiasa dalam kondisi puncak. Ada pendapat yang menganggap suplemen tidak penting. Mengkonsumsi makanan bergizi seimbang, tidak berlebihan dalam mengkonsumsi lemak, gula, dan garam, sudah cukup menurut mereka. Saran ini memang masuk akal. Tetapi, tidak semua orang memiliki sistem tubuh dan kebutuhan energi yang sama, begitu pula lingkungan hidup dapat mempengaruhi kebutuhan gizi seseorang. Wanita memiliki problem kesehatan yang khas, yang dapat diredakan oleh suplemen. Sindroma pra haid dan gejala menopause adalah sebagain problem yang harus dihadapi wanita. Belum lagi sistem hormon wanita yang mengalami pasang surut, sejalan dengan masa menstruasi, hamil, menyusui, dan akhirnya menopause. Lingkungan hidup yang telah berubah semakin tidak ramah, seperti ozon yang berlubang, polusi air dan udara, serta penggunaan pestisida, berdampak pada makanan yang kita konsumsi. Belum lagi gaya hidup serba cepat yang rentan stress dan konsumsi makanan cepat saji, dapat meningkatkan resiko penyakit-penyakit degeneratif. Suplementasi harus dilakukan dengan memenuhi persyaratan tertentu. Untuk tujuan meningkatkan nilai gizi suatu bahan makanan, persyaratan yang harus dipenuhi antara lain sebagai berikut : a. Zat gizi yang ditambahkan tidak mengubah warna dan citrasa bahan makanan. b. Zat gizi tersebut harus stabil selama penyimpanan. c.
Zat gizi tersebut tidak menyebabkan timbulnya suatu interaktif negative dengan zat gizi lain yang terkandung dalam bahan makanan.
d. Jumlah yang ditambahkan harus memperhitungkan kebutuhan individu, sehingga kemungkinan terjadinya keracunan (akibat overdosis) dapat dihindarkan. Beberapa suplementasi: Suplementasi Protein -
Efisiensi penggunaan protein atau mutu gizi suatu protein dapat ditingkatkan dengan cara menambahkan pada protein yang kekurangan (defisiensi), sejumlah kecil protein lain yang kaya akan asam amino yang kadarnya rendah dalam protein yang defisien tersebut.
-
Contoh pada jagung, kelemahan kandungan jagung adalah asam amino esensialnya rendah . terutama lisin dan triptofan , itulah sebabnya mengapa mengunakan jagung harus diimbangi dengan penggunaan bahan lain sebagai sumber protein yang kandungan asam aminonya tinggi , seperti tepung kedelai.
-
Metode yang biasanya digunakan adalah dengan cara menambahkan pada suatu protein defisien yang jumlahnya ditingkatkan secara bertahap. Kemudian masingmasing campuran dievaluasi nilai gizinya (nilai PER) menggunakan tikus percobaan.
Suplementasi Zinc -
Zinc merupakan mikronutrien yang sangat penting khususnya sangat diperlukan dalam proses pertumbuhan bayi, dan saat ini cenderung terjadi adanya kekurangan Zn dalam formula makanan bayi yang beredar di pasaran.
-
Dalam pembentukan makanan bayi, kadar protein sengaja diturunkan dengan cara pengenceran, sampai kadarnya sebanding dengan kadar protein dalam ASI. Proses pengenceran tersebut diikuti dengan penurunan kadar zinc dalam susu, sehingga kandungannya lebih rendah dibanding kandungan dalam susu sapi ataupun dalam ASI. Untuk mengatasi hal tersebut susu sapi yang akan digunakan untuk susu bayi perlu disuplemen kembali dengan Zinc.
Suplementasi Asam Amino -
Suplementasi asam amino adalah suatu prosedur dimana mutu (nilai gizi) protein (nabati) ditingkatkan dengan cara menambahkan asam amino esensial pembatasnya.
-
Penelitian-penelitian menggunakan hewan percobaan dan manusia menunjukkan bahwa nilai gizi protein gandum, jagung dan beras dapat ditingkatkan secara nyata dengan menambahkan lisin dan triptofan atau lisin dan treonin.
-
Hasil penelitian menggunakan hewan percobaan menunjukkan adanya peningkatan nilai biologis protein kedelai setelah mengalami proses pemanasan dan suplementasi
metionin. Bahkan dilaporkan bahwa nilai PER susu kedelai dapat dibuat hampir menyamai susu sapi dengan menambahkan DL- metionin. -
Tubuh hewan (termasuk manusia) selain menggunakan L- metionin, dapat juga menggunakan asam amino metionin bentuk D – (bayi hany dapat menggunakan sejumlah kecil) sehingga untuk tujuan suplementasi digunakan DL- metionin.
-
Selain menggunakan DL- metionin, suplementasi pada kacang-kacangan (kedelai) dapat juga dilakukan dengan menggunakan analaog hidroksi DL-metionin (MHA = DL- metionine hydroxy analog).
-
Sebelum dilakukan suplementasi, proses pemanasan (perebusan, pengukusan atau dengan menggunakan otoklaf) mutlak dilakukan untuk menginaktifkan senyawasenyawa anti-nutrisi yang terkandung dalam kedelai, seperti anti-tripsin dan hemaglutinin yang dapat menurunkan daya cerna proteinnya.
-
Asam amino yang ditambahkan berbentuk tepung (kristal), dan jumlah yang ditambahkan merupakan hasil pengurangan antara jumlah asam amino esensial pembatas yang terdapat dalam protein bahan yang akan suplementasi pada serealia adalah L- lisin-monosakarida yang berbentuk tepung (kristal).
-
Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa penambahan lisin pada gandum, gluten (protein gandum), tepung terigu atau roti, sangat berpengaruh positif pada kecepatan pertumbuhan tikus, bahkan dapat meningkatkan nilai PER menjadi dua kalinya. Akan tetapi peningkatan maksimum akan diperoleh apabila treonin juga ditambahkan.
-
Efisiensi penggunaan protein atau mutu gizi suatu protein dapat ditingkatkan dengan cara menambahkan, kepada protein yang kekurangan (defisien), sejumlah kecil protein lain yang kaya akan asam (asam-asam) amino yang kadarnya rendah dalam protein yang defisien tersebut.
Suplementasi Bahan Makanan Campuran -
Mutu protein (PER) dapat ditingkatkan dengan penambahan vitamin, asam amino, protein, dan mineral. BMC
PER
Basal
1.09+0.07
Basal+Lysin+Trypthopan (AA)
1.10+0.08
Basal+AA+Vitamin
1.73+0.08
Basal+AA+Mineral
2.73+0.06
Basal+AA+Vitamin+Mineral
2.55+0.06
Suplementasi serat makanan Dewasa ini banyak diproduksi dan dipasarkan serat makanan dalam bentuk pil atau tablet, yang disebut supplement. Yang dimaksudkan dengan suplementasi serat makanan dalam buku ini adalah penambahan serat makanan dalam pengolahan suatu produk makanan, misalnya roti, biscuit, dan lain-lain, dengan tujuan untuk meningkatkan kadar seratnya. Karena fungsinya yang baik untuk kesehatan, serat makanan tidak lagi dianggap sebagai bahan non-esensial; the National Cancer Institute dan Federation of the American Societies for Experimental Biology di Amerika Serikat, menganjurkan konsumsi serat makanan ditingkatkan menjadi sekitar 20-30 g per hari. Selain dari buah-buahan dan sayuran, serat makanan dapat juga diperoleh dari limbah hasil pertanian misalnya dedak gandum, dedak padi (bekatul), dedak oats, ampas tahu, ampas kecap, dan lain-lain. Suplementasi serat makanan dapat dilakukan pada produk pangan seperti cookies, crackers, tortilla chips, fruit smack, exruded snack, pretzels, granola bars, dan produk pangan lainnya termasuk roti. Hasil penelitian Lynda Suzana (1992), menunjukkan bahwa suplementasi dedak padi (bekatul) yang telah distabilkan (dipanaskan dalam otoklaf) sebanyak 15 % dalam pembuatan roti manis, tidak mempengaruhi tingkat pengembangan roti; dan dapat meningkatkan kadar serat makanan menjadi dua kali semula (2,3 % menjadi 4,5 %). Selain itu, penambahan kadar niasin dalam roti, yang semula kadarnya sekitar 1,68 mg/100 g menjadi 2,24 mg/100g. Suplementasi dedak padi (15 %) dalam pembuatan biscuit, memerlukan penambahan tepung pisang (15 %) untuk menutupi bau yang tidak enak dari bekatul. Kadar serat makanan dalam biscuit dapat ditingkatkan lebih dari dua kalinya, yaitu yang semula kadarnya sekitar 3,6 % meningkat menjadi 8,8 %; sedangkan kadar niasin meningkat dari semula sekitar 0,66 mg/ 100 g menjadi sekitar 2,09 mg/ 100 g. Produk Bekatul atau rice bran adalah hasil samping penggilingan padi terdiri yang dari aleurone layer, seed coat, dan germ (Gambar 2.1.). Ditampilkan alur proses pengolahan padi menjadi beras dan pada saat yang sama juga akan dihasilkan bekatul. Bekatul
merupakan produk samping penggilingan beras yang terdiri dari 10 persen dari total produk. Jumlah produksi bekatul berbanding lurus dengan produksi beras, artinya di Indonesia yang mayoritas penduduknya menjadikan beras sebagai pangan pokoknya, sudah jelas kebutuhan akan beras setiap tahunnya meningkat, sehingga hasil samping bekatul pun jumlahnya semakin besar.
Gambar 2.1. Diagram alir proses pengolahan beras dan bekatul Bekatul mengandung karbohidrat, protein, mineral, lemak, vitamin B kompleks (B1, B2, B3, B5, B6 dan B15) dan dietary fiber (serat pencernaan). Konsentrasi vitamin B15 per 100 gram bahan: rice bran (beras) 200 mg, jagung 150 mg, haverout 100 mg, wheat bran (dedak gandum) 30 mg. Bekatul mengandung karbohidrat cukup tinggi, yaitu 51-55 g/100 g. Kandungan protein pada bekatul juga sangat baik, yaitu 11-13 g/100 g. Zat gizi lain yang menonjol pada bekatul beras adalah lemak, kadarnya mencapai 10-20 g/100 g. Sumber mineral yang sangat baik, setiap 100 gramnya mengandung kalsium 500-700 mg, magnesium 600-700 mg, dan fosfor 1.000-2.200 mg. Bekatul juga merupakan sumber serat pangan (dietary fiber) yang sangat baik. Selain untuk memperlancar saluran pencernaan, kehadiran serat pangan juga berpengaruh terhadap penurunankadar kolesterol darah. (Prof.Dr.Made Astawan, Ahli Teknologi Pangan, Pengisi rubrik di Tabloid Gaya Hidup Sehat) Untuk bisa menjadikan bekatul sebagai pangan yang food grade dan bisa awet, maka komponen penyebab kerusakan dari bekatul harus dihilangkan dan/atau dihambat. Tetapi tetap harus menjaga komponen bio-aktifnya, agar tidak hilang atau meminimalisasi kehilangan.
Pada Gambar 2.2. ditampilkan pohon industri pemanfaatan bekatul. Dengan proses stabilisasi menggunakan suhu dan waktu tertentu (pemanasan) akan dapat dihasilkan fiber ingredient dan proses ekstraksi yang selanjutnya dapat menghasilkan minyak dan bahan nonminyak. Penggunaan bekatul di luar negeri (misalnya di Jepang atau USA) secara komersil diperoleh dengan mengekstraksi bekatul menjadi minyak goreng. Selain itu telah digunakan dalam industri pangan, dimana bekatul dimanfaatkan sebagai bahan baku industri farmasi dan industri kecantikan.
Gambar 2.2. Pohon Industri Pemanfaatan Rice Bran SUPLEMENTASI KELEBIHAN praktis
KEKURANGAN dikonsumsi berlebihan bisa membuat kerja lambung semakin berat, gangguan pencernaan
banyak pilihan
relatif mahal
mudah didapat berbagai macam bentuk mulai dari tablet
berbahaya bagi ginjal dan hati serta dapat
sampai cair
meningakatkan tekanan darah
Efektif untuk jangka panjang
tdk smua suplemen bs diminum oleh smua orang,sblm meminumnya hrs tau kontra indikasinya
tidak perlu perlakuan khusus
tidak bisa memenuhi kebutuhan tubuh secara maksimal (tidak seperti saat mengkonsumsi sayur dan buah
lebh mudah dalam mengatur atau
melatonin yang mungkin terjadi jika
mengontrol dosis kebutuhan tubuh
dikonsumsi berlebihan adalah peningkatan
kita,karena telah tertera dalam setiap
tekanan darah, sakit kepala, suhu badan dan
takarannya
libido menurun, depresi dan berkurangnya kesuburan
Memperkuat daya tahan tubuh
memerlukan motivasi yang berkelanjutan dalam mengkonsumsi suplemen
Menambah fungsi makan dan nutrisi yang
Tidak semua vitamin/zat gizi dpt dipenuhi
lain
melalui suplementasi
cara yang paling efektif untuk
tidak bisa memenuhi kebutuhan tubuh secara
meningkatkan kadar zat besi dalam jangka
maksimal (tidak seperti saat mengkonsumsi
pendek
sayur dan buah)
cukup mengatasi kekurangan beberapa zat
intoksikasi bahan kimia dari suplement
gizi (vitamin ekstra) cukup untuk mengatasi kekurangan
hanya bersifat sementara tidak permanen
sejumlah zat gizi (vitamin ekstra) tambahan zat gizi bisa lebih fokus
Tergantung kepada kemauan dan sumberdaya yang ada
baik untuk mengobati penyakit tertentu
terkadang jenis suplemen yang digunakan tidak didukung dengan adanya bukti signifikan mengenai manfaat suplemen tersebut
memiliki khasiat/hasil yang nyata
sifatnya ketergantungan
2.2. Fortifikasi Fortifikasi pangan adalah penambahan satu atau lebih zat gizi (nutrien) ke pangan. Tujuan utama adalah untuk meningkatkan tingkat konsumsi dari zat gizi yang ditambahkan untuk meningkatkan status gizi populasi. Harus diperhatikan bahwa peran pokok dari fortifikasi pangan adalah pencegahan defisiensi. Dengan demikian menghindari terjadinya gangguan yang membawa kepada penderitaan manusia dan kerugian sosio ekonomis. Namun demikian, fortifikasi pangan juga digunakan untuk menghapus dan mengendalikan defisiensi zat gizi dan gangguan yang diakibatkannya. Penambahan nutrien ke dalam produk makanan untuk mengatasi defisiensi alamiah. Misalnya fortifikasi tepung ketela dengan vitamin B kompleks, besi, dan kalsium. Fortifikasi sinonim dengan “pengayaan” atau enrichment dan lebih berimplikasi ke penambahan substansial dibanding istilah suplementasi. Keuntungan Fortifikasi Pangan Dibandingkan dengan Suplementasi Dosis Tinggi
Keefektifan
Delivery requirment
Suplementasi
Fortifikasi
Efektif untuk jangak
Efektif untuk jangka
panjang
menengah dan panjang
Sistem hearth delivary
Panagan pembawa
yang efektif
(foovehicle) yang cocok dan fasilitas pengolahan yang teroorganisir
Kerelaan (compliance)
Memerlukan motivasi yang
Tidak memerlukan kerja
berkelanjutan dari
sama yang inisiatif dan
partisipan
kerelaan pribadi masingmasing individu.
Biaya Pemeliaharaa
Relatif membutuhkan biaya
Biaya Rendah
yang tinggi Biaya eksternal
Dukungan Eksternal
Teknologi ysng memadai
dibutuhkan untuk
dan mudah di transfer
memperoleh suplemen Kesinambungan(sustainibility)
Tergantung pada kemauan
Fortifikasi (senyawa
dan sumberdaya yang ada
fortifikasi) mungkin perlu di import
Double fortification dan Multiple fortification digunakan apabila 2 atau lebih zat gizi, masing masing ditambahkan pada pangan atau campuran pangan Pangan pembawa zat gizi yang ditambahkan disebut ‘Vehicle’, sementara zat gizi yang ditambahkan disebut ‘Fortificant’. PERSYARATAN FORTIFIKASI 1. Untuk meningkatkan nilai gizi bahan makanan : – zat gizi yang ditambahkan tidak mengubah warna dan citarasa bahan makanan. – Zat gizi tersebut stabil selama penyimpanan. – Tidak menyebabkan timbulnya interaksi negatif dengan zat gizi lain yang terkandung dalam bahan makanan. – Jumlah yang ditambahkan tidak akan menimbulkan efek toksik/merugikan kesehatan. 2. Untuk meningkatkan konsumsi zat gizi: – Pemilihan bahan makanan yang akan difortifikasi (carier) – dikonsumsi secara merata oleh masyarakat sasaran. – Diproduksi secara terpusat – Harga terjangkau oleh masyarakat sasaran Fortifikasi dapat diterapkan untuk tujuan-tujuan berikut: -
Untuk memperbaiki kekurangan zat-zat dari pangan (untuk memperbaiki defisiensi akan zat gizi yang ditambahkan).
-
Untuk mengembalikan zat-zat yang awalnya terdapat dalam jumlah yang siquifikan dalam pangan akan tetapi mengalami kehilangan selama pengolahan.
-
Untuk meningkatkan kualitas gizi dari produk pangan olahan (pabrik) yang digunakan sebagai sumber pangan bergizi misalnya susu formula bayi.
-
Untuk menjamin ekuivalensi gizi dari produk pangan olahan yang menggantikan pangan lain, misalnya margarin yang difortifikasi sebagai pengganti mentega . Menurut FAO pada Technical Consultation on Food Fortification: Technology and
Quality Control di Roma pada tahun 1995, makanan yang difortifikasi idealnya harus: -
Umumnya dikonsumsi oleh populasi sasaran.
-
Memiliki pola konsumsi yang konstan oleh msyarakat dan berisiko rendah bila dikonsumsi dalam jumlah berlebih.
-
Memiliki stabilitas ynag baik dalam penyimpanan.
-
Relatif rendah dalam baiaya.
-
Diproses terpusat dengan stratifikasi minimal.
-
Tidak terjadi interaksi anatara fortifikan dengan vehicle.
-
Ketersediannya tidak berhubungan dengan status sosio-ekonomi.
Jenis pangan yang dapat difortikasi harus memenuhi 5 persyaratan, yaitu: Jenis pangan merupakan komoditi yang umumnya dimakan oleh orang banyak, ada di setiap rumah tangga dan dikonsumsi secara teratur, serta terus menerus oleh masyarakat terutama oleh masyarakat miskin. Pangan yang diproduksi oleh produsen jumlahnya harus terbatas, hal ini untuk memudahkan pengawasan proses fortifikasinya. Pengecualian adalah untuk garam, karena vehicle yang sesuai untuk yodium hanya garam. Harus tersedia teknologi fortifikasi yang tepat untuk dicampurkan dengan produk pangan yang dipilih sebagai vehicle. Setelah melewati proses pencampuran, produk pangan tidak boleh mengalami perubahan organoleptik yang meliputi rasa, warna dan konsistensi. Pangan tersebut harus tetap aman, dalam waktu jangka pendek dan panjang tidak akan membahayakan kesehatan. JENIS-JENIS FORTIFIKASI Industri pangan/makanan memegang peranan kunci dalam setiap program fortifikasi di setiap negara Kekurangan zat gizimikro adalah problem kesehatan masyarakat. Beberapa aspek program fortifikasi pangan, bagaimanapun, seperti penentuan prevalensi kekurangan, pemilihan intervensi yang tepat, penghitungan taraf asupan makanan (zat gizi), konsumsi pangan pembawa sehari-hari dan fortifikan yang akan ditambahkan, dan juga teknologinya (pengembangan teknologi), harus dievaluasi oleh otoritas ilmu pengetahuan di bidang kesehatan masyarakat dan pertanian, dan yang lainnya. 1. Fortifikasi Yodium Fortifikasi iodium merupakan salah satu usaha penanggulangan GAKI di Indonesia. Hal itu dilakukan dengan cara penambahan sejumlah kecil iodium pada makanan atau cairan yang umum dikonsumsi oleh masyarakat yang menjadi sasaran. Keberhasilan fortifikasi iodium tergantung pada beberapa faktor khususnya faktor pemeliharaan wahananya, misalnya tidak boleh berubah sifat, diterima konsumen bila mungkin tidak banyak merubah harga serta hanya dapat diproduksi di beberapa tempat tertentu. Defisiensi Yodium dihasilkan dari kondisi geologis yang irreversiber itu sebabnya, penganekaragaman makanan dengan menggunakan pangan yang tumbuh di daerah dengan tipe tanah dengan menggunakan pangan yang sama tidak dapat meningkatkan asupan Yodium oleh individu ataupun komunitas. Diantara strategi-strategi untuk penghampusan GAKI, pendekatan jangka panjang adalah fortifikasi pangan dengan Yodium. Sampai tahun
60an, beberapa cara suplementasi yodium dalam dies yang telah diusulkan berbagai jenis pangan pembawa seperti garam, roti, susu, gula, dan air tela dicoba Iodisasi garam menjadi metode yang paling umum yang diterima di kebanyakan negara di dunia sebab garam digunakan secara luas dan serangan oleh seluruh lapisan masyarakat. Prosesnya adalah sederhana dan tidak mahal. Fortifikasi yang biasa digunakan adalah Kalium Yodida (KI) dan Kalium Iodat (KID3). Iodat lebih stabil dalam ‘impure salt ‘ pada penyerapan dan kondisi lingkungan (kelembaban) yang buruk penambahan tidak menambah warna, penambahan dan rasa garam. Negara-negara yang dengan program iodisasi garam yang efektif memperlihatkan pengurangan yang berkesinambungan akan prevalensi GAKI. Contoh : Beras Fortifikasi Iodium Kebutuhan iodium untuk setiap kelompok umur berbeda-beda. Kebutuhan iodium untuk anakanak adalah 40-120 μg/hari, orang dewasa 150 μg/hari, sedangkan untuk ibu hamil dan menyusui ditambah masing-masing 25 μg/hari dan 150 μg/hari. Pembuatan beras beriodium sangat sederhana karena tidak perlu menggunakan peralatan khusus. Dengan penambahan alat pengkabut fortifikan iodium pada komponen alat penyosoh akan diperoleh hasil beras giling yang mengandung iodium. Fortifikan yang digunakan adalah iodat 1 ppm. Larutan fortifikan dikabutkan dengan bantuan tekanan udara 40 psi yang berasal dari kompresor, sehingga terjadi kabut fortifikan iodium. Debet fortifikan yang digunakan 4-5 l/jam tergantung pada kekeringan beras yang di fortifikasi. Teknologi fortifikasi dapat dilakukan dengan cara : a. Pencampuran kering b. Penambahan dengan menetesi c. Pencampuran lewat penyemprotan d. Dengan cara merendam 2. Fortifikasi Besi Dibandingkan dengan strategi lain yang digunakan untuk perbaikan anemi gizi besi, fortifikasi zat gizi besi dipandang oleh beberapa peneliti merupakan strategi termurah untuk memulai, mempertahankan, mencapai/mencakup jumlah populasi yang terbesar, dan menjamin pendekatanjangka panjang. Fortifikasi Zat besi tidak menyebabkan efek samping pada saluran pencernaan. Inilah keuntungan pokok dalam hal keterterimaannya oleh konsumen dan pemasaran produk-produk yang diperkaya dengan besi. Penetapan target penerima fortifikasi zat besi, yaitu mereka yang rentan defisie zat besi, merupakan strategi yang aman dan efektif untuk mengatasi masalah anemi besi . Pilihan pendekatan ditentukan oleh prevalensi dan beratnya kekurangan zat besi. Tahapan kritis dalam perencanaan program
fortifikasi besi adalah pemilihan senyawa besi yang dapat diterima dan dapat diserap . Harus diperhatikan bahwa wanita hamil membutuhkan zat besi sangat besar selama akhir trimester kedua kehamilan. Terdapat beberapa iortifikan yang umum digunakan untuk fortifikasi besi seperti besi sulfat besi glukonat, besi laktat, besi ammonium sulfat, dan lain-lain. Fortifikasi zat besi pada mie kering yang dibuat dari campuran tepung terigu dan tepung singkong. 3. Fortifikasi Vitamin Tujuannya untuk mengatasi masalah defisiensi vitamin, serta untuk mempertahankan kesehatan. Jenis vitamin yang dapat difortifikasi adalah vitamin A, B, C, dan vitamin D. Pemilihan bentuk vitamin yang akan difortifikasi ditentukan setelah tahap produksi. Pertamatama produk makanan dibuat di laboratorium dan dikemas menyerupai produk komersial. Selanjutnya produk makanan tersebut melewati serangkaian pengujian organoleptik dan pengujian kestabilan vitamin selama proses pengolahan dan penyimpanan. Hasil yang diperoleh akhirnya digunakan dalam proses produksi yang sebenarnya. 1. Fortifikasi Vitamin A Fortifikasi pangan dengan vitamin A memegang peranan penting untuk mengatasi problem kekurangan vitamin A dengan menjembatani jurang antara asupan vitamin A dengan kebutuhannya. Fortifikasi dengan vitamin A adalah strategi jangka panjang untuk mempertahankan kecukupan vitamin A. Kebanyakan vitamin yang diproduksi secara komersial (secara kimia) identik dengan vitamin yang terdapat secara alami dalam bahan makanan. Vitamin yang larut dalam lemak (seperti vitamin A) biasanya tersedia dalam bentuk larutan minyak (oil solution), emulsi atau kering, keadaan yang stabil yang dapat disatukan/digabungkan dengan campuran multivitamin-mineral atau secara langsung ditambahkan ke pangan. Bentuk komersial yang paling penting dari vitamin A adalah vitamin A asetat dan vitamin A palmitat. Vitamin A dalam bentuk retionol atau karoten (sebagai beta-karoten dan beta-apo-8’ karotenal) dapat dibuat secara komersial untuk ditambahkan ke pangan. Pangan pembawa seperti gula, lemak, dan minyak, garam, the, sereal, dan monosodium glutamat (MSG) telah (dapat) difortifikasi oleh vitamin A. -
Fortifikasi vitamin A 1. Vitamin A palmitat paling banyak digunakan 2. disintetis sebagai minyak kental 3. mudah teroksidasi 4. Pada margarin stabil walau tanpa penambahan antioksidan
5. Bila diemulsikan dengan minyak dan digunakan dalam minuman buah-buahan perlu penambahan antioksidan 6. Banyak digunakan untuk fortifikasi susu cair , susu bubuk maupun “Instant breakfast mixes”. 7. Di Indonesia untuk tujuan menanggulangi KVA belum fortifikasi. -
Fortifikasi vitamin D 1. Seringkali difortifikasi bersama-sama vitamin A. 2. Batas kebutuhan vitamin D dengan dosis toksiknya tidak terlalu jauh dosis vitamin D yang difortifikasi harus benar-benar diperhitungkan. 3. Sulit memonitor kestabilan vitamin D dalam makanan karena rendahnya ketepatan metode analysis yang digunakan.
-
Fortifikasi vitamin B 1. Vitamin B stabil dalam bentuk kering dan dalam makanan kering. 2. Secara komersial vitamin B1 tersedia dalam bentuk garam mononitrat dalam hidroklorida. 3. Vitamin B1 mononitrat lebih tidak higroskopis sehingga lebih baik digunakan dalam produk kering. 4. Riboflavin kurang larut dalam air dan kadang-kadang menimbulkan masalah karena warnanya sangat kuning. 5. penggunaan banyak karena lebih mudah larut dalam air 6. Piridoksin hidrokloria bentuk vitamin B6 yang terdapat secara komersial. 7. stabil selama pengolahan 8. pada pemanggangan roti yg hilang sekitar 5-10 %
Fortifikasi Asam Amino Fortifikasi asam amino adalah suatu prosedur dimana mutu (nilai gizi) protein (nabati) ditingatkan dengan cara menambahkan asam amino pembatasnya. a. Fortifikasi kacang-kacangan Asam amino pembatas dari kacang-kacangan adalah methionin. Percobaan menunjukan adanya peningkatan nilai biologis protein kedelai setelah mengalami proses pemanasan dan fortifikasi methionin pada produk yang dibuat dari kedelai telah sejak lama diproduksi secara komersial. Niali PER (Protein Eficiency Ratio) susu kedelai hampir menyamai susu sapi dengan menambahkan DL-methionin.
Asam amino yang ditambahkan merupakan hasil pengurangan antara jumlah methionin yang terdapat dalam standar ( protein telur atau standar FAO, 1973 ) dengan yang terdapat dalam protein bahan yang akan difortifikasi. Fortifikasi hanya dengan menggunakan DL- methionin berhasil meningkatkan nilai gizi sebagian besar kacang-kacangan, tetapi tidak untuk kacang tanah dan pigeon peas. Selain methionin, kacang tanah juga kekurangan asam amino lisis dan threonin; sedangkan pigeon peas juga kekurangan tryptophan, sehingga asam amino tersebut juga harus difortifikasi untuk memberikan peningkatan nilai gizi protein yang maksimal. b. Fortifikasi Serealia Lisis merupakan asam amino pembatas utama dalam semua jenis serealia, tetapi jagung juga defisiensi asam amino trypthopan. Jumlah yang ditambahkan merupakan hasil pengurangan antara jumlah lisin yang terdapat dalam jumlah standar dengan yang terdapat dalam protein bahan yang akan difortifikasi. Penambahan lisin pada gandum, gluten, tepung terigu, atau roti sangat berpengaruh pada peningkatan niali PER menjadi dua kalinya. Jansen (1969) menemukan bahwa nilai gizi roti yang difortifikasi dengan lisin sebanding dengan roti yang disuplementasi dengan 3% FPC (Fish Protein Concentrate) tetapi bila difortifikasi dilakukan dengan lisin dan treonin, nilai gizi tersebut sebanding dengan roti yang disuplementasi dengan 6% FPC. Cara fortifikasi asam amino mempunyai nilai praktis meskipun suplai kalori tidak memenuhi kebutuhan energy, asalkan sejumlah vitamin dan mineral yang cukup juga diberikan. FORTIFIKASI KELEBIHAN
KEKURANGAN
Efektif untuk jangka
tidak dapat memenuhi kebutuhan vitamin/zat2
menegah dan panjang dan untuk
yang diperlukan oleh tubuh secara optimal
mengatasi masalah kekurangan gizi makro dan mikro Menjangkau semua segmen
penyerapanny tdk secara langsung dbndngkn
dari populasi sasaran
dgn suplementasi.
Biaya rendah
fortifikan (senyawa fortifikasi) mungkin perlu
di impor tidak menyebabkan efek samping pada
tidak dpt memenuhi bhn gizi scr optimal,krn
saluran pencernaan, cenderung lebih aman
tidak smua bhan mkanan dfortifikasi
menggantikan zat-zat gizi yang hilang dari
Butuh teknologi yang memadai agar zat yang
makanan pokok dan membuat makanan
difortifikasikan kandungannya tidak berubah
tersebut jauh lebih bergizi tanpa merubah rasa atau tampilannya. Sumber daya eksternal tersedia dari
senyawa tidak larut air seperti besi elemen
teknologi yang memadai dan mudah
tidak menimbulkan perubahan warna dan bau,
ditransfer
namun sulit diserap oleh tubuh sehingga nilai
Pangan pembawa yang cocok dan fasilitas
gizinya sangat rendah
pengolahan yang terorganisir. Cakupan program fortifikasi yaitu menjangkau semua segmen dari populasi sasaran. Tidak memerlukan kerjasama yang intensif dan kerelaan pribadi masingmasing individu’
aman karena dosis moderat
membutuhkan biaya yang banyak untuk
asupan gizi kontinyu
membuat variasinya
mudah didapatkan pd makanan.
tidak semua orang menyukai jenis makanan yang difortifikasi tersebut
metode yang paling efektif untuk
kadar fortifikan yang terdapat pada produk
meningkatkan status kesehatan dan
rendah
mencegah defisiensi suatu zat gizi tertentu sudah disesuaikann angka kecukupannya
kurang memenuhi kebutuhan vitamin atau zatzat yang diperlukan oleh tubuh
Pada makanan fortifikasi tidak mengubah
senyawa besi larut air seperti besi sulfat, besi
kondisi makanan, Baik bentuk, warna,
laktat dan sebagainya, yang diketahui paling
rasa, bau, kekentalan, dan lain-lain
mudah diserap tubuh, seringkali menyebabkan perubahan warna dan bau yang tidak
diinginkan pada pangan tunggangannya pengaruh perubahan terhadap tubuh
kurangnya sumber daya manusia
signifikan populasi sasarannya luas, tidak diperlukan
tak ada dukungan dana dan tidak jelasnya
sarana/program khusus dalam pemberian
peran pemerintah dalam upaya program fortifikasi pangan
tidak merusak rasa makanan
rendahnya penguasaan teknologi
upaya preventif dalam mengatasi gizi buruk Dosis sudah sesuai. mengembalikan zat-zat yang awalnya terdapat dalam jumlah yang siquifikan dalam pangan Fortifikasi dengan mikronutrien dalam rasio tertentu dapat meningkatkan daya tahan tubuh terhadap berbagai risiko penyakit. makanan dapat dikreasikan beraneka ragam dlm penambahan zat gizi
Langkah-langkah pengembangan program fortifikasi pangan, antara lain adalah: - Menentukan prevalensi defisiensi mikronutrien - Segmen populasi (menentukan segmen) - Tentukan asupan mikronutrien dari survey makanan - Dapatkan data konsumsi untuk pengan pembawa (vehicle) yang potensial - Tentukan availabilitas mikronutrien dari jenis pangan - Mencari dukungan pemerintah (pembuat kebijakan dan peraturan) - Mencari dukungan industri pangan - Mengukur
(Asses)
status
pangan
pembawa
potensial
pengolahan(termasuk suplai bahan baku dan penjualan produk) - Memilih jenis dan jumlah fortifikasi dan campurannya
dan
cabang
industri
- Kembangkan teknologi fortifikasi - Lakukan studi pada interaksi, potensi stabilitas, penyimpangan dan kualitas organoleptik dari produk fortifikasi. - Tentukan bioavailabilitas dari pangan hasil fortifikasi - Lakukan pengujian lapangan untuk menentukan efficacy dan kefektifan - Kembangkan standar-standar untuk pangan hasil fortifiksi - Defenisikan produk akhir dan keperluan-keperluan penyerapan dan pelabelan - Kembangkan peraturan-peraturan untuk mandatory compliance - Promosikan (kembangkan) untuk meningkatkan keterterimaan oleh konsumen. Program fortifikasi sebaiknya dilaksanakan dan diikuti program gizi lainnya. Pendekatan program yang dapat disertakan diantaranya pendidikan gizi, suplementasi, aktivitas kesehatan masyarakat, dan perubahan konsumsi pangan. Program fortifikasi memiliki peranan yang sangat penting, tentunya tidak sebatas pemenuhan gizi masyarakat tapi juga mempunyai arti peningkatan kualitas perekonomian suatu negara. Begitu pentingnya program ini, ada wacana penelitian untuk memulai melakukan biofortifikasi pangan. Biofortifikasi pangan bisa diterjemahkan sebagai fortifikasi prematur, yakni fortifikasi bukan diberikan pada produk tapi bahan-bahan hasil pertanian seperti padi sudah memiliki kandungan zat gizi yang sengaja “ditambahkan” mulai dari saat budidaya. Biofortifikasi baru mulai dilakukan peneitian terhadap padi. PERAN INDUSTRI DALAM PROGRAM FORTIFIKASI Industri pangan/makanan memegang peranan kunci dalam setiap program fortifikasi di setiap negara Kekurangan zat gizimikro adalah problem kesehatan masyarakat. Beberapa aspek program fortifikasi pangan, bagaimanapun, seperti penentuan prevalensi kekurangan, pemilihan intervensi yang tepat, penghitungan taraf asupan makanan (zat gizi), konsumsi pangan pembawa sehari-hari dan fortifikan yang akan ditambahkan, dan juga teknologinya (pengembangan teknologi), harus dievaluasi oleh otoritas ilmu pengetahuan di bidang kesehatan masyarakat dan pertanian, dan yang lainnya. 2.3. Enrichment Enrichment (pengkayaan) adalah penambahan satu atau lebih zat gizi pada pangan asal pada taraf yang ditetapkan dalam standar internasional (identitas pangan). Tujuannya, Mengganti zat gizi yang hilang selama proses produksi.
2.4. Komplementasi Komplementasi adalah pengayaan nilai gizi bahan pangan dengan penambahan bahan tertentu . Komplementasi adalah suatu upaya melengkapi zat gizi yang terdapat paa bahan makanan yang mengandung defisiensi akan zat gizi tertentu. Sumberlain mengatakan: Komplementasi adalah pencampuran 2 atau lebih bahan makanan sehingga kekurangan zat gizi pada bahan makanan dilengkapi dari bahan makanan lain yang ditambahkan. contoh komplementasi: Beras kekurangan asam amino lysin dan kelebihan asam amino metionin dapat dicampurkan dengan kedelai dalam bentuk tepung karena kedelai kekurangan metionin dan kelebihan lysin.
2.5. Penerapan Fortifikasi Pada Produk Pengolahan Hasil Ternak -
Fortifikasi Pada Susu
Penambahan fortifikan protein pada susu bubuk biasanya menggunakan kasein dan whei, namun keduanya sangat mahal dan belum diproduksi di dalam negeri, maka diperlukan sumber protein yang lebih murah. Penggalian potensi sumber daya alam yang diberi sentuhan teknologi diharapkan mampu meningkatkan nilai tambah produk turunan susu dan menjawab kebutuhan akan pangan tinggi protein. Hasil penelitian Hera (2012) ini mengindikasikan bahwa IPPUS berpotensi untuk dikembangkan sebagai fotifikan untuk menghasilkan susu bubuk tinggi protein. Prosedur yang dilakukan melalui enam tahap yakni pembuatan tepung pupa, penghilangan lemak (delipidasi), isolasi protein, pengeringan isolat, fortifikasi isolat ke dalam susu bubuk dan analisis kualitas susu bubuk yang telah difortifikasi. Delipidasi menjadi tahapan yang sangat penting karena lemak merupakan komponen terbesar kedua setelah protein dalam bahan kering tepung pupa. Fortifikasi IPPUS pada taraf 20% menghasilkan susu bubuk dengan kadar protein yang berbeda nyata yakni 40,44% dan kecernaan protein secara in vitro sebesar 95,15%. Kadar protein ini mencukupi 32,15%-40,44% kebutuhan protein harian manusia. Namun dengan menggunakan formula terpilih ini, menurunkan kesukaan panelis. Hera bersama rekannya melakukan riset dengan menambahkan flavor sebanyak 15%. -
Fortifikasi Keju
Keju cottage yang beredar di pasaran hampir memiliki semua kebaikan susu, namun kandungan vitamin C nya sangat rendah. Selama proses pengolahan, akibat adanya panas dan sinar, kandunga n vitamin C dalam susu hampir sebagian besar telah teroksidasi. Padahal vitamin C yang secara kimia berguna sebagai antioksidan bagi beberapa jenis
maka nan termasuk produk olahan susu (deMan, 1997). Menurut Sweeney dan Ashoor (1988), banyak penelitian yang menyangkut tentang fortifikasi vitamin pada susu, tetapi tidak pada keju cottage. Lemon merupakan salah satu jenis je ruk yang cocok untuk ditanam di daerah tropis seperti Indonesia. Lem on mengandung vitamin C sebesar 53 mg/100 gram, jumlah yang cukup banyak dibandingkan dengan jeruk jenis lain. Cairan buahnya yang asam sering digunakan dalam pembuatan berbagai jenis makanan juga obat, dan karena kandungan asam sitratnya yang tinggi, lemon juga bersifat bakterisida. Besarnya manfaat vitamin C baik untuk tubuh maupun untuk makanan itu sendiri membuat pentingnya fortifikasi vitamin tersebut pada keju cottage . Diharapkan dengan fortifikasi lemon ke dalam keju cottage , maka akan meningkatkan kandungan vitamin C dalam keju. Penelitian sebelumnya telah dilakukan oleh Egrina (2009), menggunakan susu skim sebagai bahan dasar pembuatan keju
cottage
dengan
menggunakan kultur bakteri starter campuran Streptococcus thermophilus, Lactococcus lactis dan Leuconostoc mesentroides
serta menambahkan enzim papain sebagai
koagulan. Monphongchai (2003) melakukan fortifikasi jus apel, anggur, blewah dan semangka pada produksi keju cheddar. Menurut uji organoleptik, keju yang difortifikasi dengan 10% jus apel menunjukkan keju tersebut dapat diterima namun belum diuji kandungan gizinya. Jauh sebelumnya, Sweeney dan Ashoor (1988) telah melakukan fortifikasi vitamin A dan C sintetik pada keju cottage, diperoleh hasil bahwa fortifikasi tidak mempengaruhi pH dan sifat sensori keju secara signifikan. Kadar lemak dan ukuran wadah tidak mempengaruhi penurunan kadar vitamin pada keju yang disimpan pada lemari pendingin. Beberapa penelitian lebih lanjut menjelaskan tentang pembuatan keju cottage terfortifikasi vitamin C. Penelitian yang akan dilakukan yaitu pembuatan keju cottage berbahan dasar susu skim dengan bakteri starter Streptococcus thermophillus, Lactococcus lactis, dan Leuconostoc mesenteroides dan papain sebagai koagulan serta fortifikasi sari buah lemon sebagai sumber vitamin C alami dalam berbagai perbandingan untuk meningkatkan vitamin C keju yang dihasilkan.
Pengertian
Fortifikasi
Suplementasi
Enrichment
Komplementasi
Penambahan satu atau
Penambahan
Pengayaan zat gizi
Pengayaan nilai
ke dalam pangan.
gizi bahan pangan
lebih zat gizi (nutrient) ke suatau zat gizi
Sasaran
pangan yang sebelumnya
pada suatu
dengan
tidak terdapat dalam
produk
penambahan
pangan tersebut.
makanan
bahan tertentu.
Populasi masyarakat umum
Populasi
Populasi yang
Populasi yang
kelompok rawan
umum
umum kecuali bayi
gizi dan jajanan
usia dibawah 6 bulan
Biaya
Murah
Relatif mahal
Murah
Murah
Jangka menengah dan
Jangka Panjang
Jangka menengah
Jangka Panjang
Produksi Efektif
panjang Kerelaan
Tujuan
dan panjang
Tidak memerlukan kerja
Memerlukan
Tidak memerlukan
Tidak
sama yang intensif dan
motivasi yang
kerja
memerlukan kerja
kerelaan pribadi
berkelanjutan
sama yang intensif
sama yang
masingmasing individu
dari partisipan
dan
intensif dan
dan di dukung peraturan
kerelaan pribadi
kerelaan pribadi
undang-undang dari
masingmasing
masingmasing
pemerintah
individu
individu
Sebagai upaya pencegahan
Memproduksi
Mengganti zat-gizi
Melengkapi
kekurangan zat gizi dengan
makanan yang
yang hilang selama
kandungan zat gizi
harapan pemenuhan zat gizi
mengandung
proses produksi
pada bahan pangan
dalam sehari terpenuhi
satu atau lebih bahan nutrisi tertentu, yaitu vitamin, mineral, ekstrak
yang tidak ada dalam bahan pangan tersebut dengan cara mensubstitusikan bahan pangan
herba, dan asam
tersebut dengan
amino untuk
bahan lain
mencapai Angka Kecukupan Gizi (AKG).
2.6. Restorasi Pengertian Penambahan zat gizi ke dalam produk pangan untuk mengembalikan suatu gizi tertentu ke jumlah/ konsentrasi semula (sebelum terjadi penurunan). •
Biasanya dilakukan untuk menggantikan zat gizi yang hilang/ rusak selama proses pengolahan.
•
Menambahkan nutrisi hingga kadar yang setara dalam bahan asal
•
Namun, tidak semua zat gizi perlu ditambahkan, hanya merupakan zat gizi yang menjadi “ciri khas” utama, seperti : –
Vitamin C untuk Jus jeruk
–
Vitamin B dan Fe untuk terigu
–
Dll.
2.7. Standarisasi Pengertian Penambahan zat gizi tertentu ke dalam produk pangan untuk menurangi variasi komposisi gizi bahan baku (umumnya untuk memenuhi standar/ label yang ditentukan) •
Perbedaan kandungan gizi bahan baku akibat varisai musim sehingga tidak menghasilkan kualitas produk yang sama/ standart
•
Untuk memenuhi “janji” yang tertera pada kemasan produk dilakukan penambahan nutrisi hingga standar yang telah ditentukan
2.8. Subtitusi Pengertian Penambahan zat gizi tertentu ke dalam produk pangan yang dibuat menyerupai atau pengganti produk pangan yang asli •
Merupakan produk pangan “alternatif”
•
Zat gizi yang ditambahkan biasanya merupakan zat “penciri” dari produk yang ditiru
•
Susu kedelai sebagai subsitusi susu sapi Susu sapi tinggi kalsium susu kedelai diberi penambahan kalsium sehingga kadar
kalsiumnya mirip dengan susu sapi •
Margarin merupakan substitusi mentega
•
Beras analog substitusi beras (padi)
BAB III PENUTUP 3.1. Kesimpulan - Suplementasi adalah Penambahan suatau zat gizi pada suatu produk makanan. Dikemas dalam bentuk tablet, cairan atau dimasukkan ke dalam kapsul. Perlu diingat bahwa suplemen bukanlah pengganti makanan, melainkan hanya tambahan atau pelengkap. Fortifikasi pangan adalah penambahan satu atau lebih zat gizi (nutrien) ke pangan. Enrichment (pengkayaan) adalah penambahan satu atau lebih zat gizi pada pangan asal pada taraf yang ditetapkan dalam standar internasional (identitas pangan). Komplementasi adalah pengayaan nilai gizi bahan pangan dengan penambahan bahan tertentu .
DAFTAR PUSTAKA 1. https://www.google.co.id/ ums.ac.id/2Frmp_ITP_9. 2. https://www.academia.edu/6944897/Kelompok_11_PENINGKTAN_NILAI_GIZI_PANG AN. 3. https://seafast.ipb.ac.id/lectures/MPTP-2011/fortifikasi_pangan.pdf 4. https://www.google.co.id/ esaunggul.ac.id/FTeknologi-Pangan-Pertemuan-8 5. https://www.google.co.id/ Frepository.usu.ac.id 6. https://witdy.wordpress.com/ 7. http://siti-haryati.blogspot.com/2012/02/suplementasi-pangan.html 8. https://www.google.co.id/ 2Fperpustakaan.pom.go.id 9. https://books.google.co.id/bookskomplementasi+pangan/onepage&q=komplementasi