Norma-norma Sejarah Dalam Al-Qur’an Oleh: Lydia Megawati Konsep Al-Quran mengenai norma-norma sejarah, telah disebutkan dalam sejumlah besar ayat-ayatnya, dan kenyataan mengenai eksistensi norma-norma tersebut telah ditegaskan dengan berbagai cara. Dalam beberapa ayat, konsep tentang norma-norma telah diberikan secara umum, dan dalam beberapa ayat lainnya, contoh-contoh juga diberikan. Demikian pula, beberapa ayat menyertakan kepada kita agar melakukan penyelidikan yang menyeluruh terhadap peristiwaperistiwa sejarah untuk menemukan kecenderungan-kecenderungan dan normanorma sejarah. Kita lihat bahwa sangat banyak ayat yang berurusan dengan pokok masalah ini dengan berbagai cara. Dalam kaitan ini, kami mengusulkan untuk mengutip sejumlah ayat. Sebagian dari ayat-ayat yang kami kemukakan di sini sebagai bukti yang menunjukkan eksistensi norma-norma sejarah. Beberapa ayat lain, meskipun tidak secara khusus, menunjukkan keserasian yang sempurna dengan semangat ajaranajaran Al-Quran mengenai masalah ini, dan bisa dipandang sebagai bukti penunjang. A. Beberapa Contoh Norma Sejarah dalam Al-Quran Dua
ayat
berikut
ini
adalah
contoh
ayat-ayat
Al-Quran
yang
menggambarkan gagasan mengenai hukum-hukum dan norma-norma sejarah secara umum:
شا ٓ َء ا ه ٓ قُل ا َ ض ّٗرا َو ََّل ن َۡفعًا ِإ اَّل َما َٱللُ ِل ُك ِل أ ُ ام ٍة أ َ َج ٌۚل إِذَا َجا ٓ َء أ َ َجلُ ُه ۡم فَ ََل يَ ۡس ۡت َ ِخ ُرون َ َّل أَمۡ ِلكُ ِلن َۡفسِي ٤٩ َع ّٗة َو ََّل يَ ۡست َۡق ِد ُمون َ سا َ Terjemahnya:
1
Katakanlah: "Aku tidak berkuasa mendatangkan kemudharatan dan tidak (pula) kemanfaatan kepada diriku, melainkan apa yang dikehendaki Allah". Tiap-tiap umat mempunyai ajal. Apabila telah datang ajal mereka, maka mereka tidak dapat mengundurkannya barang sesaatpun dan tidak (pula) mendahulukan(nya)
٣٤ َع ّٗة َو ََّل يَ ۡست َۡق ِد ُمون َ سا َ َل فَإِذَا َجا ٓ َء أ َ َجلُ ُه ۡم ََّل يَ ۡست َۡأ ِخ ُرونٞۖ َو ِل ُك ِل أ ُ ام ٍة أ َ َج Terjemahnya: Tiap-tiap umat mempunyai batas waktu; maka apabila telah datang waktunya mereka tidak dapat mengundurkannya barang sesaatpun dan tidak dapat (pula) memajukannya Dalam dua ayat ini dikatakan bahwa bagi setiap bangsa, yakni setiap masyarakat, ada ajal (ketentuan waktu)-nya sendiri. Jelas bahwa ajal tersebut berbeda dari ajal yang berlaku bagi setiap individu. Al-Quran menyebut suatu masyarakat yang anggota-anggotanya terikat bersama-sama atas dasar beberapa gagasan atau prinsip bersama yang memberikan kepada mereka kekuatan dan kemampuan tertentu, sebagai ummah atau bangsa. Masyarakat seperti itu mempunyai ajal tertentu. Dengan kata lain, seperti halnya individu, ia hidup, tumbuh, dan mati. Selama seorang individu bergerak, kita katakan bahwa ia hidup. Jika dia berhenti bergerak, dia mati. Demikian pula halnya dengan masyarakat. Seperti halnya kematian seorang individu mempunyai ajal tertentu dan diatur menurut hukum dan sistem tertentu, maka demikian pula halnya masyarakat juga mempunyai ajal dan diatur oleh hukum-hukum tertentu. Kedua ayat di atas memberikan kepada kita gagasan yang jelas bahwa sejarah memiliki beberapa norma yang berbeda dari hukum-hukum dan norma-norma yang berlaku bagi individu. Allah berfirman dalam Al-Quran:
٥ َ اما ت َۡسبِ ُق ِم ۡن أ ُ ام ٍة أ َ َجلَ َها َو َما يَ ۡس ۡت َ ِخ ُرون٤ َو َما ٓ أ َ ۡهلَ ۡكنَا ِمن قَ ۡريَ ٍة إِ اَّل َولَ َها ِكت َاب امعۡ لُوم Terjemahnya: 4).Dan Kami tiada membinasakan sesuatu negeripun, melainkan ada baginya ketentuan masa yang telah ditetapkan. 5).Tidak ada suatu umatpun yang dapat mendahului ajalnya, dan tidak (pula) dapat mengundurkan(nya) 2
Ayat di atas menunjukkan bahwa ajal yang ditentukan itu, yang telah dekat atau yang tentang kedekatannya peringatan telah diberikan, merujuk kepada kematian kolektif suatu masyarakat, bukan kematian individual anggotaanggotanya, sebab semua anggota suatu bangsa lazimnya tidaklah mati bersamasama. Manakala kematian kolektif suatu bangsa disebutkan, itu artinya kematian sosial mereka, bukan kematian individual. Seperti kita tahu, secara individual orang mati pada waktu yang berbeda. Tetapi jika kita melihat mereka sebagai suatu kelompok yang terikat bersama dalam masalah keadilan dan kelaliman, kesejahteraan dan kemiskinan, maka mereka semua memiliki satu ajal kematian bersama. Kematian sosial ini adalah kematian suatu bangsa. Dalam pengertian ini, ayat berikut ini berkaitan erat dengan ayat yang dikutip sebelumnya:
اب بَل لا ُهم ام ۡو ِعد لان يَ ِجدُواْ ِمن ِ ِة لَ ۡو ي َُؤٞۖ ٱلر ۡح َم ور ذُو ا ُ َُو َربُّكَ ۡٱلغَف َ ٌۚ َسبُواْ لَعَ اج َل لَ ُه ُم ۡٱلعَذ َ اخذُ ُهم بِ َما َك ٥٨ دُونِ ِهۦ َم ۡوئِ َّٗل Terjemahnya: Dan Tuhanmulah yang Maha Pengampun, lagi mempunyai rahmat. Jika Dia mengazab mereka karena perbuatan mereka, tentu Dia akan menyegerakan azab bagi mereka. Tetapi bagi mereka ada waktu yang tertentu (untuk mendapat azab) yang mereka sekali-kali tidak akan menemukan tempat berlindung dari padanya
َٰ ُ ِاس ب اخذُ ا ى فَإِذَا َجا ٓ َءٞۖ س ّٗم ِ َولَ ۡو ي َُؤ َ َظ ۡل ِم ِهم اما ت ََرك َ علَ ۡي َها ِمن دَآب ٖاة َولَ ِكن ي َُؤ ِخ ُر ُه ۡم إِلَ َٰ ٓى أ َ َج ٖل ُّم َ ٱللُ ٱلنا ۡ ٦١ َع ّٗة َو ََّل يَ ۡست َۡق ِد ُمون َ سا َ َأ َ َجلُ ُه ۡم ََّل يَ ۡست َ ِخ ُرون Terjemahnya: Jikalau Allah menghukum manusia karena kezalimannya, niscaya tidak akan ditinggalkan-Nya di muka bumi sesuatupun dari makhluk yang melata, tetapi Allah menangguhkan mereka sampai kepada waktu yang ditentukan. Maka apabila telah tiba waktunya (yang ditentukan) bagi mereka, tidaklah mereka dapat mengundurkannya barang sesaatpun dan tidak (pula) mendahulukannya
3
َٰ َ علَ َٰى اخذُ ا ىٞۖ س ّٗم ِ َولَ ۡو ي َُؤ َ َسبُواْ َما ت ََرك َ ظهۡ ِرهَا ِمن دَآب ٖاة َولَ ِكن ي َُؤ ِخ ُر ُه ۡم إِلَ َٰ ٓى أ َ َج ٖل ُّم َ اس بِ َما َك َ ٱللُ ٱلنا فَإِذَا َجا ٓ َء أ َ َجلُ ُه ۡم فَإ ِ ان ا ٤٥ يرا ِ َٱللَ َكانَ بِ ِعبَا ِد ِهۦ ب َ َۢ ص Terjemahnya: Dan kalau sekiranya Allah menyiksa manusia disebabkan usahanya, niscaya Dia tidak akan meninggalkan di atas permukaan bumi suatu mahluk yang melatapun akan tetapi Allah menangguhkan (penyiksaan) mereka, sampai waktu yang tertentu; maka apabila datang ajal mereka, maka sesungguhnya Allah adalah Maha Melihat (keadaan) hambahamba-Nya Dalam dua ayat terakhir yang dikutip di atas, Al-Quran mengatakan bahwa seandainya Allah berkehendak untuk menghukum suatu bangsa pada masa hidup mereka, niscaya Dia tidak akan meninggalkan satu pun makhluk hidup dan akan memusnahkan semua manusia. B. Perbedaan antara Hukuman di Dunia dan di Akhirat Sekarang, terdapat kesulitan mengenai konsep Al-Quran ini. Seperti kita ketahui, suatu bangsa tidak pernah lalim seluruhnya. Mungkin ada Nabi-nabi, Imam-imam dan wakil-wakilnya yang hidup di tengah-tengah mereka. Akankah pemusnahan ini meliputi para Nabi, Imam, serta orang-orang beriman yang saleh? Keraguan ini telah menjadi demikian besar hingga sebagian orang telah mengemukakan dua ayat di atas sebagai bukti ketidakbenaran gagasan kemaksuman para Nabi dan Imam. Kenyataannya adalah, kedua ayat di atas tidaklah berbicara tentang hukuman dunia, bukan pula tentang hukum akhirat. Keduanya berbicara tentang konsekuensi tindakan-tindakan lalim suatu bangsa. Konsekuensi-konsekuensi alamiah perbuatan-perbuatan mereka tidaklah terbatas pada orang-orang yang jahat saja di masyarakat itu, tetapi juga meliputi seluruh anggotanya tanpa memandang kepribadian dan perilaku mereka.
4
Sebagai hasil perbuatan mereka yang jahat, kaum Bani Israil dihukum mengembara di gurun pasir, hukuman ini tidaklah terbatas pada orang-orang jahat mereka saja. Hukuman juga menimpa Nabi Musa, manusia yang paling suci dan paling aktif pada zamannya dan yang paling gagah berani dalam menghadapi sang tiran dan tiraninya. Sebagai anggota masyarakat Bani Israil, Nabi Musa A.s. terpaksa ikut menanggung hukuman yang ditimpakan kepada komunitas beliau secara keseluruhan. Konsekuensinya, beliau juga harus ikut mengembara di gurun pasir selama 40 tahun bersama dengan orang-orang Bani Israil lainnya. Sebagai akibat penyimpangan mereka dari jalan yang benar, kaum Muslimin ditimpa malapetaka, dan Yazid bin Mu’awiyah dipaksakan kepada mereka sebagai penguasa mereka yang bertindak sewenang-wenang atas nyawa, harta benda, kehormatan, dan agama mereka. Dalam hal ini, bukan hanya orangorang yang berdosa di kalangan kaum Muslimin saja yang menderita. Bahkan Imam Husain yang maksum, cucu Nabi Suci, yang merupakan manusia yang paling saleh dan bertakwa di muka bumi, terbunuh bersama para sahabat dan anggota keluarganya. Semua ini sesuai dengan logika norma-norma sejarah. Apabila suatu hukuman di dunia menimpa suatu masyarakat, maka hukuman itu tidak terbatas pada orang-orang yang lalim di masyarakat itu saja. Itulah sebabnya Al-Quran mengatakan:
َ َصيبَ ان ٱلاذِين ۡ ة َوّٞۖٗ ص ٱعلَ ُم ٓواْ أ َ ان ا ٢٥ ب َ َٱلل ظلَ ُمواْ ِمن ُك ۡم َخا ٓ ا ِ شدِيدُ ۡٱل ِعقَا ِ ُ َوٱتاقُواْ فِ ۡتن َّٗة اَّل ت Terjemahnya: Dan peliharalah dirimu dari pada siksaan yang tidak khusus menimpa orang-orang yang zalim saja di antara kamu. Dan ketahuilah bahwa Allah amat keras siksaan-Nya pada saat yang sama, Al-Qyr’an mengatakan:
5
ع ُم ۡثقَلَة إِلَ َٰى ِحمۡ ِل َها ََّل ي ُۡح َم ۡل ِم ۡنهُ ش َۡيء َولَ ۡو َكانَ ذَا قُ ۡربَ َٰه ٓى ُ َو ََّل ت َِز ُر َو ِاز َرة ِو ۡز َر أ ُ ۡخ َر ٌَٰۚى َوإِن ت َۡد صلَ َٰو ٌۚة َ َو َمن ت َزَ اك َٰى فَإِنا َما يَت َزَ اك َٰى ِلن َۡف ِس ٌۚ ِهۦ َوإِلَى ا ب َوأَقَا ُمواْ ٱل ا ِ إِنا َما تُنذ ُِر ٱلاذِينَ يَ ۡخش َۡونَ َربا ُهم بِ ۡٱلغ َۡي ِٱلل ١٨ ير ُ ص ِ ۡٱل َم Terjemahnya: Dan orang yang berdosa tidak akan memikul dosa orang lain. Dan jika seseorang yang berat dosanya memanggil (orang lain) untuk memikul dosanya itu tiadalah akan dipikulkan untuknya sedikitpun meskipun (yang dipanggilnya itu) kaum kerabatnya. Sesungguhnya yang dapat kamu beri peringatan hanya orang-orang yang takut kepada azab Tuhannya (sekalipun) mereka tidak melihat-Nya dan mereka mendirikan sembahyang. Dan barangsiapa yang mensucikan dirinya, sesungguhnya ia mensucikan diri untuk kebaikan dirinya sendiri. Dan kepada Allahlah kembali(mu) Di akhirat, hanya orang-orang yang berdosa sajalah yang akan dihukum. Tetapi hukuman di dunia bersifat meluas dan mempengaruhi, baik orang yang berdosa maupun yang tak bersalah. Oleh karena itu, dua ayat yang dikutip sebelumnya tidak ada hubungannya dengan hukuman yang akan diberikan di Hari Pengadilan. Keduanya hanya berbicara tentang norma-norma sejarah dan apa yang bisa dicapai oleh suatu bangsa melalui upaya-upayanya.
سناةَ َمن ُ ٧٦ ا َوإِ ّٗذا اَّل يَ ۡلبَثُونَ ِخ َٰلَفَكَ إِ اَّل قَ ِل ّٗيَلٞۖ ض ِلي ُۡخ ِرجُوكَ ِم ۡن َه ِ َوإِن َكادُواْ لَيَ ۡست َ ِف ُّزونَكَ ِمنَ ۡٱۡل َ ۡر ً سناتِنَا ت َۡح ِو ٧٧ يَل ُ َا َو ََّل ت َِجدُ ِلٞۖ س ِلن ُ س ۡلنَا قَ ۡبلَكَ ِمن ُّر َ قَ ۡد أ َ ۡر Terjemahnya: 76).Dan sesungguhnya benar-benar mereka hampir membuatmu gelisah di negeri (Mekah) untuk mengusirmu daripadanya dan kalau terjadi demikian, niscaya sepeninggalmu mereka tidak tinggal, melainkan sebentar saja. 77). Kami menetapkan yang demikian) sebagai suatu ketetapan terhadap rasul-rasul Kami yang Kami utus sebelum kamu dan tidak akan kamu dapati perubahan bagi ketetapan Kami itu Ayat ini juga menekankan norma-norma sejarah. Ia mengatakan: “Dan tidak akan kamu dapati perubahan bagi ketetapan (hukum) Kami itu.― Dengan kata lain, Allah meyakinkan bahwa caranya Dia memperlakukan Nabi-nabi terdahulu masih tetap sahih, sebab hukum-Nya tak pernah berubah.
6
Allah mengatakan bahwa kaum Musyrikin Makkah ingin mengharu-biru Nabi untuk mengusirnya dari sana, sebab mereka telah gagal melenyapkannya, menghapus suaranya, dan menghancurkan misinya. Satu- satunya pilihan yang tinggal bagi mereka adalah mengusir Nabi keluar dari kota mereka. Ini adalah salah satu norma sejarah yang ingin kami jelaskan. Menurut norma ini, orang-Qrang kafir Makkah tidak akan bisa tinggal di kota itu lagi untuk waktu yang lama manakala setelah kegagalan semua usaha mereka untuk menentang Nabi Suci, mereka lalu menjadi demikian putus asa hingga memutuskan untuk mengusir beliau dari kota itu. Ini tidak berarti bahwa hukuman akan segera menimpa mereka. Juga di sini tidak bisa dikatakan bahwa tidak ada hukuman yang menimpa orang-Qrang kafir Makkah sementara mereka berhasil mengharu-biru Nabi Suci dan memaksa beliau hijrah ke Madinah. Apa yang dimaksud ayat di atas adalah bahwa mereka tidak akan lama menjadi kekuatan yang mampu berperang, sebab karena perilaku mereka sendiri, mereka akan segera kehilangan posisi mereka dan akan berhenti menjadi kekuatan yang harus diperhitungkan. Nabi Suci, yang selama itu telah berhasil mengacaukan rencana-rencana mereka, di masa depan juga akan berhasil secara prakris menggentarkan mereka dan mematahkan perlawanan mereka. Dan demikianlah yang terjadi. Setelah Nabi Suci meninggalkan Makkah, mereka tidak mampu bertahan lama. Perlawanan mereka dipatahkan. Kota Makkah jatuh dan menjadi kota Islam. Beberapa tahun kemudian ia menjadi pusat Islam yang kedua. C. Apakah Norma-norma Sejarah Bisa Berubah? Atas dasar norma-norma ini Al-Quran mengatakan:
سا ٓ ُء َوٱلض اارآ ُء م ام اٞۖ أ َ ۡم َحس ِۡبت ُ ۡم أَن ت َۡد ُخلُواْ ۡٱل َجناةَ َولَ اما يَ ۡأتِ ُكم امث َ ُل ٱلاذِينَ َخلَ ۡواْ ِمن قَ ۡب ِل ُك َ س ۡت ُه ُم ۡٱلبَ ۡأ ٓ َ َ ٱللِ أ سو ُل َوٱلاذِينَ َءا َمنُواْ َمعَهۥُ َمت ََٰى نَصۡ ُر ا ه َّل إِ ان نَصۡ َر ا ٢١٤ ٱللِ قَ ِريب ُ ٱلر َو ُز ۡل ِزلُواْ َحت ا َٰى يَقُو َل ا
7
Terjemahnya: Apakah kamu mengira bahwa kamu akan masuk surga, padahal belum datang kepadamu (cobaan) sebagaimana halnya orang-orang terdahulu sebelum kamu? Mereka ditimpa oleh malapetaka dan kesengsaraan, serta digoncangkan (dengan bermacam-macam cobaan) sehingga berkatalah Rasul dan orang-orang yang beriman bersamanya: "Bilakah datangnya pertolongan Allah?" Ingatlah, sesungguhnya pertolongan Allah itu amat dekat Mereka tidak boleh mengharapkan hukum-hukum sejarah akan tidak berlaku dalam kasus mereka, dan bahwa mereka akan masuk surga tanpa menjalani kehidupan seperti yang dijalani oleh umat-umat yang berhasil dan masuk surga. Umat-umat itu telah menjalani kehidupan yang sukar, sedemikian rupa sehingga dalam kata-kata Al-Quran, mereka diguncangkan kesukarankesukaran hidup, kekhawatiran-kekhawatiran dan situasi serta kondisi yang tidak menguntungkan, adalah semacam latihan bagi umat ini dan ujian bagi kemauan dan ketabahannya. Semuanya merupakan latihan yang memungkinkan umat ini memperoleh kekuatan secara gradual, dan menempati posisi sebagai umat pertengahan (ummatan washathan), Pertolongan Allah memang dekat, tetapi ia memiliki metode. Ia tidak bersifat kebetulan, tidak pula orang memperolehnya dengan sembarangan. Pertolongan Allah memang dekat, tetapi menurut Al-Quran, untuk memperolehnya perlu mengetahui norma-norma sejarah dan memahami logika sejarah, sebab sering terjadi bahwa seorang pasien mempunyai obat di rumahnya, tetapi dia, tidak menggunakannya karena tidak mengetahui khasiatkhasiatnya. Itulah sebabnya Al-Qur’an mengatakan: Al-Israa/16: 16-17.
١٦ علَ ۡي َها ۡٱلقَ ۡو ُل فَدَ ام ۡر َٰنَ َها ت َۡد ِم ّٗيرا َ سقُواْ فِي َها فَ َح اق َ ََوإِذَآ أ َ َر ۡدنَا ٓ أَن نُّهۡ لِكَ قَ ۡريَةً أ َ َم ۡرنَا ُم ۡت َرفِي َها فَف ١٧ ص ّٗيرا ِ وح َو َكفَ َٰى بِ َربِكَ بِذُنُو ِ َيرا ب َ َۢ ِب ِعبَا ِد ِهۦ َخب ِ َو َك ۡم أ َ ۡهلَ ۡكنَا ِمنَ ۡٱلقُ ُر ٖ ون ِم َۢن بَعۡ ِد نُ ه
8
Terjemahnya: 16).Dan jika Kami hendak membinasakan suatu negeri, maka Kami perintahkan kepada orang-orang yang hidup mewah di negeri itu (supaya mentaati Allah) tetapi mereka melakukan kedurhakaan dalam negeri itu, maka sudah sepantasnya berlaku terhadapnya perkataan (ketentuan Kami), kemudian Kami hancurkan negeri itu sehancurhancurnya. 17).Dan berapa banyaknya kaum sesudah Nuh telah Kami binasakan. Dan cukuplah Tuhanmu Maha Mengetahui lagi Maha Melihat dosa hamba-hamba-Nya Ayat ini berbicara tentang kaitan yang pasti antara kelaliman para penguasa dengan kehancuran yang mengikutinya. Ayat di atas menekankan bahwa hubungan ini, sebagai norma sejarah, telah ada sepanjang sejarah. D. Perlunya Menyelidiki Peristiwa-peristiwa Sejarah Ayat-ayat lain dalam Al-Quran mendesak manusia agar secara tuntas memeriksa peristiwa-peristiwa sejarah dan merenungkannya, agar mereka menemukan hukum-hukum alam dan kecenderungan-kecenderungan serta normanorma sejarah. Allah berfirman dalam Al-Quran: Q.S. Muhammad/ 47: 10
ُ ض َفيَن م دَ ام َر اٞۖۡ ع ِقبَةُ ٱلاذِينَ ِمن قَ ۡب ِل ِه َم َو ِل ۡل َٰ َك ِف ِرينٞۖۡ علَ ۡي ِه ِ ِيرواْ فِي ۡٱۡل َ ۡر ُ ۞أَفَلَ ۡم يَس َ ُٱلل َ َٰ َف َكان َ ظ ُرواْ َك ۡي ١٠ أَمۡ َٰث َلُ َها Terjemahnya: Maka apakah mereka tidak mengadakan perjalanan di muka bumi sehingga mereka dapat memperhatikan bagaimana kesudahan orang-orang sebelum mereka; Allah telah menimpakan kebinasaan atas mereka dan orang-orang kafir akan menerima (akibat-akibat) seperti itu
َ َ َو َك ۡم أ َ ۡهلَ ۡكنَا قَ ۡبلَ ُهم ِمن قَ ۡر ٍن ُه ۡم أ َ ِإ ان فِي َٰذَلِك٣٦ يص ٍ شدُّ ِم ۡن ُهم بَ ۡط ّٗشا فَنَقابُواْ فِي ۡٱل ِب َٰلَ ِد ه َۡل ِمن ام ِح ٣٧ ش ِهيد َ سمۡ َع َو ُه َو لَذ ِۡك َر َٰى ِل َمن َكانَ لَهۥُ قَ ۡلب أ َ ۡو أ َ ۡلقَى ٱل ا Terjemahnya: 36).Dan berapa banyaknya umat-umat yang telah Kami binasakan sebelum mereka yang mereka itu lebih besar kekuatannya daripada mereka ini, maka mereka (yang telah dibinasakan itu) telah pernah menjelajah di beberapa negeri. Adakah (mereka) mendapat tempat lari (dari kebinasaan). 37). Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat peringatan bagi orang-orang yang mempunyai akal atau yang menggunakan pendengarannya, sedang dia menyaksikannya
9
Ayat-ayat ini secara bersama-sama menjelaskan konsep tentang normanorma sejarah. Mereka dengan tegas mengatakan bahwa seperti halnya bidang lainnya, ada hukum-hukum pasti dalam bidang sejarah. E. Pentingnya Menemukan Norma-norma Sejarah dalam Al-Quran Ditemukannya konsep Qurani ini merupakan capaian yang besar; sebab seperti kita ketahui, Al-Quran adalah Kitab pertama yang dengan tegas dan meyakinkan mengatakan kepada kita tentang adanya norma-norma sejarah, dan dengan keras menentang gagasan bahwa peristiwa-peristiwa sejarah terjadi secara otomatjs. Ia juga menolak pandangan bahwa, karena segala peristiwa telah ditentukan oleh Tuhan, maka kita tidak punya pilihan lain kecuali pasrah menerimanya. Kebanyakan orang memandang peristiwa-peristiwa sejarah sebagai serangkaian kejadian yang tak ada kaitannya. Mereka menafsirkannya atas dasar kebetulan, nasib, atau kekuasaan Allah yang ketentuannya tak bisa ditentang. Al-Quran secara mutlak menentang gagasan yang salah ini. Ia tidak memandang suatu peristiwa sebagai tanpa sebab atau sebagai manivestasi kekuasaan Allah yang tak bisa ditentang. Sebaliknya, ia mengatakan kepada akal manusia bahwa bidang sejarah diatur oleh hukum-hukum dan norma-norma tertentu, dan bahwa untuk bisa menguasai nasibnya sendiri, manusia harus mengetahui hukum-hukum dan norma-norma tersebut. Jika Anda sadar akan hukum-hukum ini, maka Anda bisa mempengaruhinya, tetapi jika Anda menutup mata terhadapnya, maka hukum-hukum itu pasti akan mengalahkan Anda. Karena itu Anda harus membuka mata Anda agar Anda bisa mengenali dan menguasainya, bukannya dikuasai olehnya.
10
Penemuan besar Quran ini merintis jalan bagi akal manusia untuk memahami dan menyadari peran praktis sejarah dalam kehidupan manusia. Delapan abad setelah diwahyukannya Al-Quran, upaya-upaya dalam hal ini telah dimulai oleh kaum Muslimin sendiri. Adalah Ibnu Khaldun yang melakukan kajian tentang sejarah dan menemukan hukum-hukum dan norma-normanya. Paling tidak, empat abad setelah itu, pada awal masa renaissance, orang-orang Eropa mulai memberikan perhatian kepada masalah ini, yang justru tidak dipelajari lebih lanjut oleh kaum Muslimin sendiri. Orang-orang Eropa mendiskusikan masalah ini dari berbagai sudut dan landasan cara berpikir. Masing-masing dari berbagai aliran pikiran Eropa seperti kaum idealis, materialis dan lain-lain, mencoba menentukan hukumhukum sejarah dari sudut pandangnya sendiri. Hasilnya, muncullah beberapa teori, di antaranya yang paling terkenal dan paling banyak dibicarakan adalah materialisme historis atau Marxisme yang telah mempengaruhi sejarah sendiri. Karena itu kita bisa mengatakan bahwa semua upaya dalam kaitan ini telah diilharni oleh Al-Quran, yang masih mempertahankan hak istimewanya memperkenalkan gagasan ini untuk pertama kalinya di bidang ilmu pengetahuan manusia. F. Tiga Prinsip Dasar Norma Sejarah Dalam Al-Qur’an Tiga prinsip dasar bisa diturunkan dari ayat-ayat Al-Quran untuk membuktikan keberadaan norma-norma sejarah. Al-Quran telah menekankan prinsip-prinsip atau kenyataan-kenyataan ini, dan mengemukakan hukum-hukum sejarah melaluinya. 1. Kenyataan yang pertama adalah, bahwa norma-norma sejarah bersifat universal. Mereka sangat kokoh dan tak pernah meleset,
11
tidak bersifat kebetulan ataupun serampangan. Selama dunia berjalan dengan caranya.yang normal dan tidak ada perubahan di dalamnya, maka
keumuman
dan
universalitas
hukum-hukum
sejarah
mengukuhkan sifat ilmiah dari norma-norma ini, sebab sifat terpenting dari hukum-hukum ilmiah adalah universalitas dan kemutlakannya yang tak mengandung kekecualian. Q.S. AlAhzab/33: 62.
سنا ِة ا سناةَ ا ٦٢ ٱللِ ت َۡبد ِّٗيَل ُ ُل َولَن ت َِجدَ ِلٞۖ ٱللِ فِي ٱلاذِينَ َخلَ ۡواْ ِمن قَ ۡب ُ Terjemahnya: Sebagai sunnah Allah yang berlaku atas orang-orang yang telah terdahulu sebelum(mu), dan kamu sekali-kali tiada akan mendapati peubahan pada sunnah Allah Ayat ini secara khusus mengatakan kepada kita tentang universalitas dan kontinuitas hukum-hukum Ilahi, memberikan kepadanya aspek ilmiah, dan menyangkal mereka yang tergoda untuk mengira bahwa mereka bisa dikecualikan oleh hukum-hukum sejarah. Q.S. ALBaqarah/2: 214.
سا ٓ ُء َوٱلض اارآ ُء م ام اٞۖ أ َ ۡم َحس ِۡبت ُ ۡم أَن ت َۡد ُخلُواْ ۡٱل َجناةَ َولَ اما يَ ۡأتِ ُكم امث َ ُل ٱلاذِينَ َخلَ ۡواْ ِمن قَ ۡب ِل ُك َ س ۡت ُه ُم ۡٱلبَ ۡأ ٓ َ َ ٱللِ أ سو ُل َوٱلاذِينَ َءا َمنُواْ َمعَهۥُ َمت ََٰى نَصۡ ُر ا ه َّل إِ ان نَصۡ َر ا ٢١٤ ٱللِ قَ ِريب ُ ٱلر َو ُز ۡل ِزلُواْ َحت ا َٰى يَقُو َل ا Terjemahnya: Apakah kamu mengira bahwa kamu akan masuk surga, padahal belum datang kepadamu (cobaan) sebagaimana halnya orang-orang terdahulu sebelum kamu? Mereka ditimpa oleh malapetaka dan kesengsaraan, serta digoncangkan (dengan bermacam-macam cobaan) sehingga berkatalah Rasul dan orang-orang yang beriman bersamanya: "Bilakah datangnya pertolongan Allah?" Ingatlah, sesungguhnya pertolongan Allah itu amat dekat Ayat ini menyangkal mereka yang ingin dikecualikan dari penerapan hukum-hukum sejarah. Itulah sebabnya, Al-Quran menekankan kenyataan bahwa hukum-hukum sejarah bersifat universal, dan bahwa universalitasnya berciri ilmiah. Karenanya manusia harus bersiap untuk menghadapi kejadian-kejadian sejarah dengan pikiran yang cerdas dalam kerangka hukum-hukum ini. 12
2. Kenyataan kedua yang ditekankan Al-Quran adalah kesucian hukum-hukum dan norma-norma ini. Norma-norma sejarah bersifat Ilahiah, dalam pengertian bahwa mereka telah ditetapkan oleh Allah. Al-Quran juga telah menggambarkannya sebagai kalimat-kalimat Allah. Dengan kata lain, setiap hukum sejarah adalah firman Allah. la adalah aturan Ilahi. Untuk mempromosikan ketergantungan manusia kepada Allah, Al-Quran menekankan keilahian dan sifat sakral norma-norma sejarah. Manusia hanya bisa menikmati hasil-hasil alam melalui pertolongan Allah. Jika dia ingin menikmati seluruh sistem dunia ini, dia harus bertindak sesuai dengan hukum-hukum dan norma-norma sejarah, sebab Allah mengoperasikan kekuasaannya melalui norma-norma ini, yang mencerminkan kehendak, kebijaksanaan, dan bimbinganNya. Al-Quran meyakini sifat mendasar norma-norma sejarah dan tidak memandang sesuatu kejadian sebagai bersifat kebetulan. Dalam banyak hal ia bahkan memandang kejadian-kejadian supra-alamiah sebagai tunduk kepada norma-norma sejarah dan tidak terjadi secara kebetulan. Sesuai dengan itu, maka bahkan pertolongan Tuhan sekalipun, diatur oleh hukum-hukum sejarah. Dengan kata lain, ia hanya bisa diperoleh dalam kondisi-kondisi yang layak. Juga di bidang spiritual yang peka ini Al-Quran bersikeras mendasarkan penafsiran sejarah pada logika, akal, dan ilmu pengetahuan, tidak pada pertolongan yang tak direncanakan. Menurut penafsiran ini, pertolongan Tuhan harus sesuai dengan hukum-hukum sejarah. Q.S. Al-Anfal/8: 9-10.
13
ۡ َإِ ۡذ ت َۡست َ ِغيثُونَ َربا ُك ۡم ف َو َما َجعَلَهُ ا٩ َف ِمنَ ۡٱل َم َٰلَٓئِ َك ِة ُم ۡر ِدفِين ٱللُ إِ اَّل ٖ اب لَ ُك ۡم أَنِي ُم ِمدُّ ُكم بِأ َۡل َ ٱست َ َج ٌۚ ب ُۡش َر َٰى َو ِلت َۡط َمئِ ان بِ ِهۦ قُلُوبُ ُك ٌۡۚم َو َما ٱلناصۡ ُر إِ اَّل ِم ۡن ِعن ِد ا ٱللِ إِ ان ا ١٠ ع ِزيز َح ِكيم َ َٱلل Terjemahnya: 9).(Ingatlah), ketika kamu memohon pertolongan kepada Tuhanmu, lalu diperkenankan-Nya bagimu: "Sesungguhnya Aku akan mendatangkan bala bantuan kepada kamu dengan seribu malaikat yang datang berturut-turut". 10).Dan Allah tidak menjadikannya (mengirim bala bantuan itu), melainkan sebagai kabar gembira dan agar hatimu menjadi tenteram karenanya. Dan kemenangan itu hanyalah dari sisi Allah. Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana Al-Quran tidak memberikan aspek keilahian kepada peristiwaperistiwa sejarah dengan maksud untuk menggantikan hubungan sebab-akibat dan hukum-hukum yang lazimnya berlaku pada peristiwa-peristiwa tersebut dengan aspek kesucian. Ia hanya menghendaki untuk menggabungkan ilmu pengetahuan dengan iman untuk menjadikan keduanya sebagai bagian dari ajaran-ajaran Islam. 3. Kebebasan kehendak dan pilihan manusia adalah kenyataan ketiga yang ditekankan Al-Quran dalam ayat-ayat yang dikutip di atas. Penekanan terhadap kebebasan memilih telah menimbulkan kesan yang keliru bahwa terdapat semacam kontradiksi antara kebebasan manusia dengan norma-norma sejarah. Tampak bahwa, jika kita menerima eksistensi norma-norma sejarah, maka kita harus menolak gagasan kebebasan manusia dan gagasan bahwa manusia bebas memilih tindakannya. Tetapi jika kita mengetahui bahwa manusia adalah makhluk yang merdeka dan mempunyai kebebasan berkehendak dan memilih, maka kita tidak bisa menerima keberadaan
norma-norma
sejarah
dan
harus
mengingkari
keberadaan sesuai hukum dalam hal ini. Q.S. Al-Raad/13: 11.
14
ُ َلَ ۥهُ ُمعَ ِق َٰبَت ِم َۢن بَ ۡي ِن يَدَ ۡي ِه َو ِم ۡن خ َۡل ِف ِهۦ يَ ۡحف ظونَهۥُ ِم ۡن أَمۡ ِر ا ه ٱللِ إِ ان ا ٱللَ ََّل يُغَيِ ُر َما بِقَ ۡو ٍم َحت ا َٰى يُغَيِ ُرواْ َما بِأَنفُ ِس ِه ۡهم َوإِذَآ أ َ َرادَ ا ١١ س ٓو ّٗءا فَ ََل َم َردا لَ ٌۚهۥُ َو َما لَ ُهم ِمن دُونِِۦه ِمن َوا ٍل ُ ٱللُ بِقَ ۡو ٖم Terjemahnya: Bagi manusia ada malaikat-malaikat yang selalu mengikutinya bergiliran, di muka dan di belakangnya, mereka menjaganya atas perintah Allah. Sesungguhnya Allah tidak merubah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka merubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri. Dan apabila Allah menghendaki keburukan terhadap sesuatu kaum, maka tak ada yang dapat menolaknya; dan sekali-kali tak ada pelindung bagi mereka selain Dia Q.S. Al-Kahf/18: 16.
ۡ َوإِ ِذ ُ ف يَن ٱعت َزَ ۡلت ُ ُمو ُه ۡم َو َما يَعۡ بُد ُونَ إِ اَّل ا ش ۡر لَ ُك ۡم َربُّ ُكم ِمن ار ۡح َمتِ ِهۦ َويُ َهيِ ۡئ لَ ُكم ِم ۡن ِ ۡٱللَ فَ ۡأ ٓ ُوۥاْ إِلَى ۡٱل َكه ١٦ أَمۡ ِر ُكم ِم ۡرفَ ّٗقا Terjemahnya: Dan apabila kamu meninggalkan mereka dan apa yang mereka sembah selain Allah, maka carilah tempat berlindung ke dalam gua itu, niscaya Tuhanmu akan melimpahkan sebagian rahmatNya kepadamu dan menyediakan sesuatu yang berguna bagimu dalam urusan kamu Dapat dilihat bahwa norma-norma sejarah tidak berada di luar jangkauan manusia. Norma-norma itu sesungguhnya tunduk kepada manusia. Allah telah memberi manusia sendiri kemampuan untuk melaksanakan perubahan apa pun yang dipandang baik dalam kehidupannya. Manakala suatu bangsa menempuh jalan yang lurus, Allah akan membuat kehidupan mereka sejahtera. Norma-norma sejarah memberikan kesempatan-kesempatan yang positif
kepada
manusia
untuk
mengungkapkan
kebebasan
memilihnya. Norma-norma
sejarah
yang
disebutkan
dalam
Al-Quran
mempunyai ciri-ciri ilmiah. Mereka merupakan manivestasi kebijaksanaan dan pengelolaan Allah yang sempurna di bidang sejarah. Pada saat yang sama, norma-norma tersebut juga
15
mempunyai ciri manusiawi, sebab tidaklah mungkin manusia tidak memiliki peran positif berkenaan dengan norma-norma tersebut, atau
bahwa
kehendak
dan
kebebasan
memilihnya
tidak
mempengaruhi norma-norma tersebut. Dalam kenyataannya, AlQuran menekankan tanggung jawab manusia yang besar di lingkungan peristiwa-peristiwa sejarah. G. Sekilas Tentang Lingkup Norma-norma Sejarah Peristiwa-peristiwa sejarah adalah lingkup di mana norma-norma sejarah beroperasi. Tetapi masalahnya adalah; apakah norma-norma sejarah berlaku pada semua peristiwa sejarah, ataukah hanya pada sebagian khusus darinya? Dengan kata lain, apakah peristiwa sejarah yang dipengaruhi oleh norma-norma sejarah dan mempunyai hukum-hukum yang berbeda dari hukum-hukum fisika, fisiologi, biologi, dan kosmologi, mencakup semua bidang peristiwa sejarah, ataukah hukum-hukum tersebut hanya mengatur satu bagian khusus dari peristiwaperistiwa sejarah?. Dalam kaitan ini, pertama kita mesti mengetahui apa yang dimaksud dengan lingkup sejarah atau Bab sejarah (scene of history). Lingkup sejarah berarti bidang yang mencakup semua peristiwa dan kejadian sejarah, seperti yang disebutkan oleh para sejarawan dalam buku-buku mereka. Dengan demikian, pertanyaan di atas bisa disusun kembali dalam kalimat; Apakah semua peristiwa yang dikumpulkan oleh para sejarawan dan dicatat dalam buku-buku mereka, diatur oleh hukum-hukum sejarah, yang berbeda dari semua hukum yang beroperasi di dunia ini? Atau, apakah hukum-hukum sejarah berlaku hanya pada sebagian tertentu saja dari peristiwa-peristiwa tersebut? Sebagai contoh, wafatnya Abu Thalib (ayahanda Imam Ali) dan Ibunda Khadijah (istri tercinta Nabi Suci) dalam tahun tertentu, merupakan peristiwa sejarah yang penting, yang telah dipaparkan oleh para sejarawan dengan
16
mengharukan. Dalam kenyataannya, ia merupakan kejadian sejarah yang bisa dikaji dari berbagai sudut, karena ia mempunyai konsekuensi-konsekuensi penting. Sekalipun begitu, kejadian tersebut tidaklah termasuk dalam lingkup norma sejarah. Kejadian tersebut berkaitan dengan lingkup hukum-hukum fisiologi. Hukum-hukum biologis menuntut bahwa Abu Thalib dan Khadijah wafat pada tahun tertentu. Kejadian ini memang termasuk dalam lingkup kerja para sejarawan, tetapi hukum yang mengaturnya adalah hukum fisiologi dari jasad Abu Thalib dan Khadijah. Hukum-hukum biologislah yang menyebabkan sakit dan pikun. Kehidupan Khalifah ketiga, Utsman bin Affan dan usia tuanya, adalah peristiwa sejarah. Juga adalah peristiwa sejarah bahwa dia hidup selama delapan puluh tahun. Jelas bahwa peristiwa sejarah ini mempunyai dampak dalam perjalanan sejarah. Seandainya Khalifah ini meninggal secara wajar sebelum terjadinya revolusi, sejarah mungkin akan menempuh jalan yang berbeda. Dalam hal itu, Imam Ali, Amirul Mukminin, mungkin akan menjadi khalifah tanpa adanya huru-hara dan oposisi. Tetapi hukum-hukum fisiologis atas tubuh Khalifah Utsman, menuntut dia mesti terus hidup sampai dia terbunuh dalam pemberontakan kaum Muslimin. Kejadian ini telah menarik perhatian para ahli sejarah, dan telah memberikan dampak yang besar terhadap jalannya sejarah. Ia memiliki kedalaman sejarah dan perannya yang negatif atau positif dalam membentuk peristiwa-peristiwa sejarah, adalah nyata. Tetapi peristiwa ini tidak diatur oleh hukum-hukum sejarah. Kekuatan fisik Utsman-lah yang membuatnya tetap hidup sampai umur delapan puluh tahun. Kedudukan Utsman dan tindakantindakannya termasuk ke dalam lingkup norma-norma sejarah. Tetapi umurnya adalah masalah lain. Ia adalah masalah biologis, fisiologis, dan fisik, tetapi bukan masalah yang diatur oleh hukum-hukum sejarah. Jadi norma-norma sejarah
17
tidaklah berlaku pada setiap adegan sejarah. Sebagai contoh, tidak semua peristiwa yang diriwayatkan oleh Al-Thabari dalam buku-buku sejarahnya diatur oleh hukum-hukum sejarah. Hanya di bidang tertentu saja hukum-hukum tersebut berlaku. H. Taqdir Allah dan Sunattulah Bagian dari Norma Sejarah a. Taqdir Allah Kata Takdir terambil dari kata Qaddara berasal dari akar kata “qadara” yang antara lain berarti; mengukur, memberi kadar atau ukuran, sehingga jika anda berkata “Allah telah menakdirkan demikian”, maka itu berarti, “Allah telah memberi kadar/ukuran/batas tertentu dalam diri, sifat, atau kemampuan maksimal makhluk-Nya.1 Dari sekian banyak ayat Alqur’an dipahami bahwa semua makhluk telah ditetapkan takdirnya oleh Allah. Mereka tidak dapat melampaui batas ketetapan itu, dan Allah Swt. menuntun dan menunjukkan mereka mereka arah yang seharusnya mereka tuju. Begitu dipahami antara lain dari ayat-ayat permulaan Q.S. Al-A’la/87: 1 – 3:
ۡ ِسبِح ٣ َوٱلاذِي قَد َار فَ َهدَ َٰى٢ س او َٰى َ َ ٱلاذِي َخلَقَ ف١ ٱس َم َربِكَ ۡٱۡل َ ۡعلَى َ Terjemahan: 1).Sucikanlah nama Tuhanmu Yang Maha Tingi. 2) yang menciptakan, dan menyempurnakan (penciptaan-Nya). 3)dan yang menentukan kadar (masing-masing) dan memberi petunjuk Kata qadar dan takdir mempunyai perbedaan makna. Kata qadar menurut M. Quraish Shihab, mempunyai beberapa makna, diantaranya ketetapan, mulia dan sempit.2 Beliau memaknakan kata qadar dengan ketetapan dan mulia, karena ia berdasar pada ayat Allah Swt, dalam Q.S. Al-Qadr/97: 1-5 Allah berfirman :
1 http/media Isnet.Orng/Islam/Quraish/Wawasan/Takdir 2. html, Diakses Tanggal 20/01/2017. 2 M. Quraish Shihab, Membumikan al-Qur’an (Bandung: Mizan, 1992), h. Qadar yang berarti “sempit”, dapat dilihat dalam Ahmad Husain bin faris bin Zakariyah, Mu’jam Maqayis alLugah, juz V (Mesir: Mustafa al-Babi al-halabi wa Awladuh, 1972), h. 63
18
ت َن اَز ُل٣ ف شَهۡ ٖر ِ لَ ۡيلَةُ ۡٱلقَ ۡد ِر خ َۡير ِم ۡن أ َ ۡل٢ َو َما ٓ أ َ ۡد َر َٰىكَ َما لَ ۡيلَةُ ۡٱلقَ ۡد ِر١ إِناا ٓ أَنزَ ۡل َٰنَهُ فِي لَ ۡيلَ ِة ۡٱلقَ ۡد ِر ٓ َٰ ٤ ٱلرو ُح فِيها بإ ۡذن ربهم ِمن ُكل أَمۡ ر ٥ ِي َحت ا َٰى َم ۡطلَعِ ۡٱلفَ ۡج ِر ُّ ۡٱل َم َٰلَئِ َكةُ َو َ ِِ َ ِ ِِ َ ٖ ِ َ سلَم ه Terjemah:
1. Sesungguhnya Kami telah menurunkannya (Al Quran) pada malam kemuliaan 2. Dan tahukah kamu apakah malam kemuliaan itu 3. Malam kemuliaan itu lebih baik dari seribu bulan 4. Pada malam itu turun malaikat-malaikat dan malaikat Jibril dengan izin Tuhannya untuk mengatur segala urusan 5. Malam itu (penuh) kesejahteraan sampai terbit fajar Sedangkan kata qadar yang bermakna sempit, beliau berdasar pada firman Allah Swt, ( يبسط الرزق لمن يشاءAllah melapangkan rezeki seseorang yang ia kehendaki dan menyempitkan). Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata qadr dimaknakan kekuatan, kuasa, kodrat dan ukuran.3 Kata قديرdan قادرyang akar katanya dari kata qadar lebih banyak diartikan kuasa, seperti dalam firman Allah إن هللا على كل شئ قدير (Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas sesuatu), dan QS. al-An’ām/6: 37, yakni ;
علَ ۡي ِه َءايَة ِمن اربِ ٌۚ ِهۦ قُ ۡل إِ ان ا َعلَ َٰ ٓى أَن يُن َِز َل َءايَ ّٗة َو َٰلَ ِك ان أ َ ۡكث َ َر ُه ۡم ََّل يَعۡ لَ ُمون َ ٱللَ قَا ِدر َ َوقَالُواْ لَ ۡو ََّل نُ ِز َل ٣٧ Terjemah: Dan mereka (orang-orang musyrik Mekah) berkata: "Mengapa tidak diturunkan kepadanya (Muhammad) suatu mukjizat dari Tuhannya?" Katakanlah: "Sesungguhnya Allah kuasa menurunkan suatu mukjizat, tetapi kebanyakan mereka tidak mengetahui"
Dengan demikian, M. Quraish Shihab menyimpulkan bahwa قادرdan مقتدر adalah sifat-sifat Allah Yang Maha Kuasa itu, tetapi kudrat dan kekuasaanNya yang ditunjuk oleh sifat ini lebih banyak ditujukan kepada para pembangkang dan yang tidak beriman, sebagai ancaman atau siksa kepada mereka.4
3 Tim Departemen Pnedidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Cet VII, edisi II, Jakarta : Balai Pustaka, 1996), h. 428. 4 M. Quraish Shihab, Menyingkap Tabir Ilahi (Cet II, Jakarta : Lentera Hati, 1999), h. 314
19
Setelah menelusuri makna atau pengertian qadar, maka dapat disimpulkan bahwa qadr adalah salah satu sifat Allah Swt, yang bermakna kuasa atas menetapkan sesuatu, apakah ketetapan itu mulia, sempit dan lapang. Dapat pula disimpulkan bahwa qadar Tuhan menetapkan dalam bentuk berpasang-pasangan yakni ada yang lapang ada pula yang sempit, ada yang mulia dan ada yang terhina, dan ada yang baik ada pula yang buruk. Olehnya itu, M. Quraish Shihab berkata, “Manusia tidak dapat luput dari takdir, yang baik maupun buruk”.5 Oleh karena itu, selain M. Quraish Shihab yang memberikan pengertian takdir seperti di atas, Wahbah Zuhaili pun menambahkan pengertiannya : التقدير
(هو جعل اَّلشياء على مقادر مخصوصةTakdir adalah segala sesuatu itu telah diberikan kepadanya oleh Allah Swt, takdir, qadar, ukuran dan batas yang spesial). Al-Raqib al-Asfahani (w. 425 H), mengatakan bahwa takdir Allah mempunyai dua kandungan makna, hukum dan memberikan kuadrat. Ketika Allah Swt, berfirman “( ”قد جعل هللا لكل شيئ قدرAllah telah menjadikan ukuran atau batas kepada sesuatu, maka itu dimaksudkan adalah hukum). Setelah ditelusuri dan diklasifikasi makna qadar dan takdir, akhirnya dapat diartikan pengertian, Kata qadar melahirkan kata qaddara yang keduanya mempunyaimakna di satu sisi adalah makna yang sama dan disisi lain makna yang berbeda, namun makna tersebut saling terkait dan melengkapi. Kata qadar yang berbentuk isim mashdar menunjukkan sebuah makna konteks yang kandungan artinya adalah aturan-aturan atau hukum. Allah Swt, berfirman: ( قد جعل لكل شيئ قدرAllah telah menjadikan kepada setiap sesuatu aturan).
5
M. Quraish Shihab, Wawasan al-Qur’an ,(Cet VIII; Bandung: Mizan, 1998), h. 65.
20
Kata qadar dan takdir di atas telah dimaknakan qadar, ukuran, batas, sehingga penulis berkesimpulan bahwa kesemuanya itu adalah aturan dan hukum Allah Swt. Apabila qadar yang telah ditetapkan berani melampaui batas, ukuran dan qadar yang telah ditetapkan oleh Allah, maka akan mendapatkan tambahan dan sanksi dari Allah yang juga merupakan takdir Allah Swt. Kata takdir yang akar katanya qaddara menunjukkan sebuah makna konteks yang kandungan maknanya menetapkan dan menentukan. Allah Swt, misalnya menyatakan dalam QS. Yunus/10 : 5
ُه َو ٱلاذِي َجعَ َل ٱل ا َاب َما َخلَق ِ َعدَد ّٗ ُضيَا ٓ ّٗء َو ۡٱلقَ َم َر ن َ ٌۚ س َ َْاز َل ِلت َعۡ لَ ُموا ِ س َ ٱلسنِينَ َو ۡٱل ِح ِ ورا َوقَد َارهۥُ َمن َ ۡشم َٰ ا ٥ َت ِلقَ ۡو ٖم يَعۡ لَ ُمون ِ َص ُل ۡٱۡل ٓ َٰي ِ َق يُف ِ ٌۚ ٱللُ ذَلِكَ إِ اَّل بِ ۡٱل َح Terjemah: Dialah yang menjadikan matahari bersinar dan bulan bercahaya dan ditetapkan-Nya manzilah-manzilah (tempat-tempat) bagi perjalanan bulan itu, supaya kamu mengetahui bilangan tahun dan perhitungan (waktu). Allah tidak menciptakan yang demikian itu melainkan dengan hak. Dia menjelaskan tanda-tanda (kebesaran-Nya) kepada orang-orang yang mengetahui b. Sunatullah Sunnatullah dapat berarti sebagai hukum-hukum Allah, Undang-undang keagamaan yang ditetapkan oleh Allah yang termaktub di dalam Alqur’an, dan hukum kejadian alam yang berjalan secara tetap dan otomatis. Dalam pengertian inilah sehingga fenomena-fenomena alam yang terjadi pada dasarnya adalah sunnatullah, agar alam semesta ini tetap stabil. Gempa bumi , letusan gunung merapi dan lain-lain. Hanya saja mungkin pada saat itu Allah benar-benar turun tangan agar mausia tidak sombong dan lalai. Contoh pada kasus kejadian di Aceh, mungkin yang terjadi pada saat itu bukan hanya semata-mata fenomena alam biasa, akan tetapi mungkin Allah memberikan teguran secara langsung. Dalam kehidupan di dunia ini tidak bisa lepas dari aturan-aturan (ketentuan) tersebut. Bagaimanapun upaya dan jalan yang akan dilalui, tidak bertindak semena-mena
21
dan sesuai keinginan kita, karena hal itu melakukan sesuatu yang tidak sesuai dengan ketentuan. Namun terkadang dalam beberapa hal, Allah benar-benar mengambil alih dan menyentil kehidupan
kita dengan caranya yang tidak
diketahui. Peristiwa-peristiwa yang terjadi di alam raya ini, dan sisi kejadiaannya dalam kadar atau ukuran tertentu, pada tempat dan waktu tertentu, itulah yang disebut takdir. Tidak ada sesuatu yang terjadi tampa takdir, termasuk menusia. Peristiwa-peristiwa tersebut berada dalam pengetahuan dan ketentuan Tuhan, yang keduanya menurut sementara ulama dapat disimpulkan dalam istilah sunnatullah, atau yang sering secara salah kaprah disebut hukum-hukum alam. Dalam konteks inilah dapat dimaknai bahwa Sunnatullah pada satu sisi mengandung pengertian sama dengan takdir yaitu suatu ketentuan dan ketetapan Allah Swt. Namun tidak sepenuhnya cenderung mempersamakan Sunnatullah dengan takdir. Karena Sunnatullah yang digunakan oleh Alqur’an adalah untuk hukum-hukum kemasyarakatan dan hukum-hukum alam. Dalam Alqur’an Sunnatullah terulang sebanyak 8 (delapan) kali, sunnatina sekali, Sunnatul Awwalin, terualng tiga kali, kesemuanya mengacu kepada hukum-hukum Tuhan yang berlaku pada masyarakat. Lihat Mislanya dalam Alqur’an Surat Al-Ahzab ayat 38 dan 62, atau Surat Fathir ayat 43, Manusia mempunyai kemampuan terbatas sesuai dengan ukuran yang diberikan oleh Allah kepadanya. Makhluk ini misalnya, tidak dapat terbang. Ini merupakan salah satu ukuran atau batas kemampuan yang dianugerahkan Allah kepadany. Ia tidak mampu melampuinya kecuali jika ia menggunakan akalnya untuk menciptakan satu alat, namun akalnya pun mempunyai ukuran yang tidak mampu melampaui. Disisi lain manusia berada dibawah hukum-hukum Allah sehingga segala yang dilakukan pun tidak terlepas dari hukum-hukum yang telah mempunyai kadar dan ukuran tertentu. Hanya saja karena hukum-hukum tersebut
22
cukup banyak, dan kita diberi kemampuan memilih tidak sebagaimana matahari dan bulan misalnya, maka kita dapat memilih yang mana di antara takdir yang ditetapkan Tuhan terhadap alam yang kita pilih. Api ditetapkan Tuhan panas dan membakar, angina dapat menimbulkan kesejukan atau dingin, itu takdir atau sunnatullah, manusia boleh memilih api yang membakar atau angina yang sejuk. Disinilah pentingnya pengetahuan dan perlunya ilham ayau petunjuk Ilahi.
23