Nonsens

  • June 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Nonsens as PDF for free.

More details

  • Words: 343
  • Pages: 2
Koleksi Artikel dari Biasawae Community Copyleft  2004 biasawae.com

Nonsens...! Sumber : Berbagai Sumber



!

"

Koleksi Artikel dari Biasawae Community Copyleft  2004 biasawae.com Apa khabar sayang? Apa yang bisa kupikirkan tentang kita? Nonsens! Meski tak ada yang absurd dari semua yang penah terjadi. Kamu tahu, pada titik tertentu, kita tak bisa selalu hanya memainkan logika. Pada tiap pertemuan pikiran dengamu, aku selalu berusaha menjaga diri. Aku berjaga dengan sinisme untuk semua yang terasa indah ini. Aku siap untuk menertawakan diri sendiri, seperti aku siap untuk semua kemungkinan yang bisa kupikirkan tentang melenyapkan diri. Aku tidak pernah mengira, bahwa eksistensimu yang kuterima bulat indah itu, akan membuatmu terancam. Tidak, kau bahkan tidak pernah bilang seperti itu. Tapi ketika suatu waktu tangismu meledak tanpa alasan, aku tahu begitulah adanya. Aku sebenarnya tidak pernah perduli soal itu. Aku tidak pernah memberinya label. Apa yang ada di antara kita adalah demikian adanya. Itu saja. Aku tidak pernah berniat benar, meraupmu dalam dekapan kenyataan , sebagaimana sering kulakukan di ilusiku. Aku bersandar pada kata. Pada tiap bunyi yang terbang dari bibirmu adalah potongan nada komposisi indah yang ingin kudengarkan. Itu sudah cukup untuk semuanya. Adakah yang berubah darimu, sayang? Semoga cuma karena kita adalah nonsens. Kita adalah bayang-bayang kutukan sesuatu yang terlarang. Aku bahkan mesti segera melenyapkan diri. Aku malu mengatakannya. Aku kadang masih saja, berandai-andai bahwa yang tak absurd pastilah tak nonsens. Dan seribu kemungkinan masih bisa kupikirkan. Dan kebengalanku masih cukup bisa diandalkan. Tapi ah..., sering kulupakan eksistensimu yang tak bisa lepas dari semua atribut itu. Ada batasan norma dan moral yang begitu naif kita patuhi. Aku pun masih sukarela memegangnya erat. Benarkah tak ada lagi yang perlu kita libatkan? Tidak sayang, tidak lagi seperti itu. Begitu banyak yang masih perlu kita perhitungkan, yang masih kau libatkan (ternyata), dan itulah sebabnya. Kukirimkan surat ini pada masa lalu. Karena di masa yang akan datang aku tak akan pernah ada. Bahkan untuk sejumput kemungkinan seperti yang pernah kau tawarkan terakhir. Seperti orang bilang tentang nasib: adalah kesunyian kita masing-masing, sendiri. Kurnia Allah atas senyummu salam

Related Documents