BAB IV NIKAH )(النكاح
A. Definisi Nikah Nikah adalah akad (perjanjian/ikatan) untuk melegatimasi hubungan badan antara laki-laki dan perempuan dengan menggunakan kata nikah ( )النكاحdan kawin ()التشويج. B. Hukum Nikah Perlu juga diketahui nikah UU No. 1 Tahun 1984: 1) Wajib, bagi orang yang mampu menikah sementara nafsunya sudah mendesak dan hampir terjerumus kedalam perzinaan. 2) Sunnah, bagi orang yang nafsunya mendesak tapi masih bisa menjaga diri dari perbuatan zina. 3) Haram, bagi seseorang yang tidak memiliki kemampuan lahir batin sehingga dapat menyiksa istrinya lahir batin. 4) Makruh, bagi seseorang yang tidak memiliki kemampuan lahir batin tetapi tidak dikhawatirkan menyiksa istrinya lahir batin, seperti istri si kaya yang tidak menyukai hubungan badan. 5) Mubah/boleh, bagi seseorang yang tidak terdesak oleh alasan-alasan yang mewajibkan atau mensunnahkan nikah dan tidak menghalang alasan-alasan yang mengharamkan/memakruhkan nikah. Dan mubah ini merupakan hukum dasar nikah.
C. Rukun Nikah
1) Adanya calon suami dengan syarat : a) Islam, b) Tidak karena terpaksa, c) Tidak sedang melakukan ihram, d) Calon suami adalah lelaki yang ditentukan dengan jelas. Jadi, nikah tidak sah jika ada dua orang laki-laki dan wali si wanita melakukan ijab: “Kunikahkan salah satu diantara kalian berdua dengan puteriku ini….” e) Calon suami tidak mahram dengan calon istri. Jika calon suami tersebut sedang memiliki istri maka antara istri tua dan istri muda tidak boleh ada hubungan mahram.
2) Adanya calon istri dengan syarat : a) Islam, b) Benar-benar wanita, c) Tidak sedang melakukan ihram, d) Tidak sedang berstatus istri sah dari laki-laki lain, e) Tidak sedang ada dalam masa „iddah ()العدة, f) Calon istri adalah wanita yang ditentukan dengan jelas. Catatan Hubungan kemahraman adalah hubungan yang meniadakan kebolehan ikatan pernikahan. Hubungan mahram ada 2 (dua) macam, yaitu:
a. Hubungan mahram yang bersifat permanen/selamanya ( احملزمية على )التأبيد Hubungan mahram ini dapat terjadi disebabkan salah satu dari tiga hal, sebagai berikut: 1. Hubungan nasab/darah ( )النسبyang dianggap mahram sebab. Hubungan nasab ini ada 6 (enam), yaitu: 1) Orang tua kandung terus keatas dalam garis lurus; 2) Anak kandung terus kebawah dalam garis lurus; 3) Saudara baik sekandung, sebapak saja, atau seibu saja; 4) Saudaranya ibu baik sekandung, sebapak saja, atau seibu saja. Baik secara langsung atau tidak langsung, seperti pamannya ibu; 5) Saudaranya bapak baik sekandung, sebapak saja, atau seibu saja. Baik secara langsung atau tidak langsung, seperti pamannya bapak; 6) Anaknya saudara baik sekandung, sebapak saja, atau seibu saja. 2. Hubungan mahram sebab susuan ()الزضاع Seorang anak yang disusui ( )الزضيعoleh seorang wanita selain ibunya ()املزضعة, maka ia akan menjadi mahram kepada ayah-ibu susuan terus keatas, anak keturunan keduanya, saudara-saudara keduanya. Sedang wanita yang menyusui hanya mahram kepada anak yang disusui terus kebawah dalam garis lurus. Catatan Suami املزضعةsebelum menjadi suami pada saat menyusui راضيع tidak mahram kepada si rādlī‟ ()راضيع. Sedangkan susuan yang dapat
menimbulkan mahram adalah susuan yang memenuhi syarat sebagai berikut: 1) مزضعةberusia minimal 9 (sembilan) tahun; 2) Anak yang menyusui ( )راضيعharus berusia kurang dari 2 (dua) tahun hijriyah; 3) Susuan tersebut terjadi 5 (lima) kali, bukan 5 (lima) hisapan; 4) Air susuan tersebut sampai ke perut si bayi. 3. Mahram sebab pernikahan atau hubungan semenda ()املصاهزة Yang dianggap mahram sebab terjadinya pernikahan adalah: 1) Mertua/ayah/ibunya suami/istri terus keatas. Baik kandung atau susuan, baik belum terjadi hubungan badan atau sesudahnya; 2) Anaknya istri dari suami lain jika sudah terjadi hubungan badan; 3) Anaknya suami dari istri lain walau belum terjadi hubungan badan; 4) Menantu terus kebawah. b. Mahram temporer ()احملزمية التى ليس على الأتبيد Maksudnya jika ada dua wanita yang memiliki hubungan mahram, kemudian ada seorang laki-laki menikahi salah satunya, maka wanita yang lainnya tidak boleh dinikahi juga kecuali pernikahan dengan wanita pertama putus, baik karena cerai atau meninggal dunia. Bagi wanita kedua inilah berlaku hukum mahram temporer. Jadi, jika ada seseorang yang sedang memiliki istri sah, kemudian menikah lagi dengan wanita lain yang mahram dengan istri tuanya, maka akad nikah yang baru hukumnya batal.
3) Adanya wali ()ولي املرأة Urutan orang-orang yang berhak menjadi wali untuk menikahkan wanita adalh sebagai berikut: a. Ayah kandung, disebut wali mujbir (wali yang punya hak paksa bagi wanita yang masih perawan) terus keatas; b. Kakek kandung dari ayah; c. Saudara laki-laki sekandung; d. Saudara laki-laki sebapak; e. Keponakan laki-laki (anak saudara laki-laki) sekandung terus kebawah; f. Keponakan laki-laki (anak saudara laki-laki) sebapak terus kebawah; g. Paman (saudara laki-laki bapak) sekandung; h. Paman (saudara laki-laki bapak) sebapak; i. Anak laki-laki paman pada poin (g) terus kebawah; j. Anak laki-laki paman pada poin (h) terus kebawah; k. Hakim (pemerintah); l. Muhakkam (seorang yang adil yang diminta oleh calon istri untuk menikahkannya). Beberapa catatan 1. Hakim dapat bertindak sebagai wali dengan sayarat sebagai berikut: - Calon istri sama sekali tidak memiliki wali nasab; atau - Memiliki wali yang berada di tempat lain sejauh 80 kilometer atau lebih dan dia tidak mengangkat wakil untuk menikahkan calon istri; atau - Walinya tinggal di tempat lain yang tidak sampai 80 kilometer tetapi untuk mencapai tersebut dikhawatirkan adanya bahaya; - Wali nasab sedang dipenjara dan tidak ada izin untuk ditemui;
- Calon suami sekufuk (كفاءة/sepadan) dengan calon istri; - Calon istri sudah baligh; - Calon istri berada dalam wilayah hukum si hakim; - Wali nasab yang ada menolak untuk menikahkan sang istri yang memang sudah ingin menikah. 2. Jika wali mujbir menolak untuk menikahkan si wanita (yang ada dibawah perwaliannya) dengan lelaki pilihan si wanita yang sekufuk karena si wali telah memiliki calon yang lain yang juga sekufuk, maka dalam hal ini hakim tidak boleh bertindak sebagai wali untuk menikahkan si wanita dengan pilihannya, walaupun tingkat كفاءة pilihannya lebih tinggi daripada tingkat كفاءةpilihan wali mujbirnya.
4) Sīghat (الصيغة/pernyataan nikah), yaitu ijāb dan qabūl Ijab adalah pernyataan pihak wali atau yang mewakilinya untuk menikahkan calon suami dengan calon istri. Sedangkan qabul adalah pernyataan calon suami atau yang mewakilinya yang menunjukkan bahwa dia bersedia menikahi calon istri. Sighat/ijab-qabul ini bisa dilaksanakan dengan bahasa Arab atau bahasa lain selama dapat dimengerti oleh wali, calon suami, dan dua saksi. Hal-hal yang harus disebutkan dalam ijab ada dua, yaitu: - Lafadh dari kata dasar “NIKAH” ( )النكاحatau “KAWIN” (;)التشويج - Menentukan calon suami atau calon istri dengan jelas. Dalam ijab, sunnah menyebutkan jumlah mahar. Jika jumlah mahar tidak disebutkan dalam aqad, maka:
a. suami wajib memberikan mahar yang jumlahnya disesuaikan dengan kerelaan isteri. Jika terjadi ketidak sepakatan, maka b. Hakim yang menentukan jumlah mahar tersebut. Dalam hal ini, tak disyaratka adanya kerelaan dari suami atau isteri. c. Jika sampai terjadi jima‟ sebelum penentuan jumlah mahar, maka suamai wajib memberikan mahar mitsil (mahar yang jumlahnya biasa di sukai wanita-wanita lain yang status sosialnya serupa dengan si isteri). Contoh ijab "............ مبهز........... أنكحتك و سوجتك........ "يا “Wahai, ………….. Kunikahkan engkau dengan ……….. dengan mahar …………….” Adapun hal-hal yang harus disebutkan dalam qabul, adalah: - Lafadh yang menunjukkan arti telah menerima; - Lafadh “NIKAH” atau “KAWIN”; - Penentuan calon istri (walau dengan kata ganti/ضنري, seperti “nya/)”ها Contoh qabul "."قبلت نكاحها وتشوجيها بذالك\باملهز املذكور “Saya terima menikahinya dengan maharnya tersebut.” Penting! Qabul wajib diucapkan segera setelah ijab!
5) Hadirnya saksi (minimal dua orang)
Adapun syarat-syarat para saksi, adalah: a. Islam b. Baligh c. Sehat akal d. Merdeka e. Laki-laki f. Tidak fasiq g. Hadir di ( جملس العقدtempat pelaksanaan aqad/ijab qabu).