perdarahan dan karena bersifat ‘Idiopathic’ maka sampai sekarang belum diketahui apa penyebabnya. ITP juga merupakan penyakit autoimun. Namun, ITP bukan merupakan penyakit turunan. I.
Trombositopenia itu apa? Apabila jumlah trombosit kurang dari normal maka keadaan itu disebut trombositopenia. Trombositopenia dapat menimbulkan perdarahan yang berkepanjangan setelah trauma maupun perdarahan spontan seperti purpura atau pendarahan mukosa. Meskipun jumlah trombosit di bawah rentang normal, tetapi perdarahan umumnya tidak terjadi jika jumlah trombosit masih di atas 50.000/µL. Jika jumlah trombosit berkisar antara 20.000-30.000/ µL maka dapat terjadi perdarahan meskipun hanya karena trauma ringan. Perdarahan spontan dengan resiko fatal bisa terjadi jika jumlah trombosit menurun sampai kurang dari 10.000/µL meskipun tanpa trauma. Menurut mekanismenya, trombositopenia dapat terjadi akibat kegagalan produksi, peningkatan destruksi atau pemakaian, gangguan distribusi dan akibat dilusi. Trombositopenia akibat kegagalan produksi trombosit di sumsum tulang belakang dijumpai pada anemia aplastik, leukemia akut, limfoma, anemia megaloblastik, dan alkoholisme. Peningkatan destruksi ─penghancuran atau perusakan─ trombosit merupakan mekanisme trombositopenia pada idiopathic trombositopenia purpura (ITP), drug induced thrombocytopenia (DIT), post transfusion purpura, dan isoimmune neonatal thrombocytopenia, sedang pemakaian trombosit yang meningkat terjadi pada disseminated intravascular cogulation (DIC) dan trombotic thrombocytopenic purpura (TTP). Ada juga trombositopenia yang diinduksi oleh obat. Hal ini cukup sering dijumpai di masyarakat dan diperkirakan ada lebih dari 200 jenis obat obat yang menyebabkan terjadinya trombositopenia. Adanya peningkatan pemakian obat setiap tahun juga merupakan penyebab meningkatnya kasus trombositopenia yang diinduksi obat. Penghancuran trombosit terjadi karena adanya reaksi imun yang menyebabkan antibodi berikatan dengan trombosit oleh pengaruh obat tertentu kemudian trombosit tersebut akan dibersihkan oleh sistem retikuloendotelial. Kondisi ini ditandai dengan terjadinya petekia, lesi purpura, dan yang agak jarang ditemukan adalah terjadinya perdarahan intra cranial. Oleh karena itu pada perderita ITP sering juga ditemui perdarahan spontan lebam, gusi berdarah, mimisan, petechiae (baca: petikiay), titik merah kecil pada kulit, untuk perempuan terjadi mens berat, gejala perdarahan yang lebih parah di dalam mulut, darah dalam urin atau tinja dan sampai ke pendarahan di otak.
Waktu diskusi dengan teman saat pertemuan perdana sesama penderita ITP (di Pasar Karnival Kuningan Jakarta), ada yang unik yaitu trombositnya diketahui satu juta lebih. Ketika Evi membaca buku “Kedokteran Klinis”, Evi menemukan sebuah bacaan pada penyakit ‘Kelainan Sumsum Tulang’ atau disebut Mieloproliferatif. Yang termasuk dalam kelainan ini adalah polisitemia vera, trombositemia primer, mielofibrosis dan leukemia myeloid kronis. Diagnosis penyakit kelebihan darah ini untuk Politemia Vera : Hemoglobin : > 18 g/dL Jumlah Eritrosit : 7-12 x 10^12 /L
Hematrokit : > 0.55 Trombosit : > 650.000 /UL atau > 650 x 10^9 /L Jumlah Leukosit : 12 x 10^9 /L disertai basofil Saturasi oksigen arteri : 92% (biasanya normal) Skor alkali(fossatase leukosit) : > 100 B12 serum : Meningkat Penyakit kelainan sumsum tulang ini biasanya timbul dengan gejala sumbatan pembuluh darah kecil dan jumlah trombosit yang sangat tinggi. II. Sistem immun itu apa? Sistem immun itu adalah suatu mekanisme perlindungan di dalam tubuh kita dan siap bertindak begitu tubuh kita diserang oleh berbagai penyakit seperti virus, bakteri, mikroba, parasit dan polutan sehingga terjadilah proses penyembuhan. Sedangkan autoimun adalah suatu sistem imun yang yang terganggu kemampuannya dalam mengenali benda-benda asing dengan bagian dari dalam tubuh sehingga berakibat menyerang sel atau jaringan dalam tubuhnya sendiri. Pada ITP, si autoimun menyebabkan platelet (trombosit) menjadi rendah. Penyakit autoimun yang paling popular selain ITP adalah lupus. Pada lupus biasanya ditandai dengan pemeriksaan autoantibodi (autoimun) yang berlebihan dan menyerang organ dalam tubuh manusia. Tanda-tanda dan gejala ITP dan lupus hampir sama. Ada juga beberapa pasien ITP yang berubah menjadi lupus. ITP dan lupus ini adalah penyakit autoimun yang unik dan hanya orang-orang tertentu yang mendapatkannya. Semakin cepat kita mengenali penyakit kita, maka semakin cepat kita obati, dan kita akan semakin sehat. III.
Ciri-ciri Lupus dan ITP
Adapun ciri-ciri ITP adalah -suhu badan normal. (Namun kadang pada pasien ada juga yang terdapat demam), -tidak terdapat pembesaran limpa dan hati, -BAB (feces) berwarna hitam (kadang-kadang ada juga pasien yang mengalami BAB berdarah), -Adanya trombositopenia atau “small platelets” (jumlah trombosit <150 .000="" .="" br="" ul=""> Dari hasil laboratorium trombosit sering tidak normal dan selalu naik turun biasanya di bawah 20.000/ul (trombosit normal : 150.000-450.000/ul) dan leukosit (WBC) tinggi diatas 10.000/ul (leukosit normal : 4000-10.000/ul). Hemoglobin (hb) juga mempengaruhi seorang penderita ITP. Karena jika sangat kurang dari normal penderita bisa sangat lemas dan pingsan (normal hemoglobin, wanita : 12-16 g/dl, laki-laki : 13-18 g/dl, anak-anak < 11 tahun : 11-12.5 g/dl dan < 7hari : 17-22 g/dl, wanita hamil : 11-15 g/dl). Jika hemoglobin (hb) dibawah 7 g/dl maka biasanya akan dilakukan transfuse darah. Namun bila hb normal dan hanya trombosit saja yang rendah makatidak dilakukan transfuse darah. Kecuali ada perdarahan krusial pada bagian organ tubuh yang penting, biasanya dilakukan transfuse trombosit. Transfusi trombosit hanya
bertahan tiga hari, karena tugas hanya untuk menutup luka pada perdarahan krusial tersebut. Selain itu, adanya juga keterangan eritrosit (RBC) tergambar anemia dengan 1 + Hypochromia. Tidak ada peningkatan hematokrit (HCT) dimana normal : laki-laki : 40-54 %, wanita : 36-47 % dan anak-anak : 32-42 % -Gambaran klinik berupa perdarahan di kulit. -Pada pemeriksaan sumsum tulang; megakarosit normal atau meningkat (Tapi pemeriksaan ini tidak harus dilakukan) Sedangkan ciri-ciri lupus adalah Menurut pedoman diagnosis SLE dari American Rheumatism Association (ARA). Diagnosis lupus adanya 4 dari 12 gejala: 1. Ruam kupu-kupu pada wajah (pipi dan pangkal hidung) 2. Ruam pada kulit 3. Luka pada mulut (biasanya tidak menimbulkan nyeri) 4. Cairan di sekitar paru-paru, jantung, dan organ lainnya 5. Artritis (artritis non-erosif yang melibatkan 2 atau beberapa sendi perifer, di mana tulang di sekitar persendian tidak mengalami kerusakan) 6. Kelainan fungsi ginjal, di mana kadar protein dalam air kemih >0,5 mg/hari atau +++, 7. Adanya elemen abnormal dalam air kemih yang berasal dari sel darah merah/ putih maupun sel tubulus ginjal 8. Fotosensitivitas (peka terhadap sinar matahari, menyebabkan pembentukan atau semakin memburuknya ruam kulit) 9. Kelainan fungsi saraf atau otak (kejang atau psikosa) 10. Hasil pemeriksaan darah positif untuk antibodi antinuclear 11. Kelainan imunologis (hasil positif pada tes anti-DNA rantai ganda, tes anti-Sm, tes antibodi antifosfolipid; hasil positif palsu untuk tes sifilis) 12. Kelainan darah, dimana terjadi anemia hemolitik, penurunan jumlah sel darah putih (lekopenia) Selain itu pada lupus juga biasanya ditandai dengan : - Ruam pada pipi dan hidung semakin parah di bawah sinar matahari. Ruam juga dapat meluas. - Nyeri dada saat mengambil napas dalam - Kelelahan - Demam - Mengalami ketidaknyamanan, kegelisahan, atau perasaan sakit (malaise) - Rambut rontok - Luka pada mulut - Sensitif terhadap sinar matahari - Pembengkakan kelenjar getah bening Beberapa ciri-ciri di lupus masa sekarang ini terdapat juga pada pasien ITP. Sehingga diperlukan pemeriksaa laboratorium yang lengkap terutama pada bagian autoantibodi (autoimun). IV. PEMERIKSAAN LABORATORIUM Pemeriksaan laboratorium yang dapat dilakukan adalah yaitu :
1. Darah rutin (Hematologi Rutin) seperti: -Eritrosit (RBC) : mengetahui kelainan sel darah merah yang berfungsi dalam transport oksigen ke tubuh. Normal : (male : 4.5-6,5 x 10^12/L dan female : 3.9 - 5.6 x 10^12/L) -Hemoglobin -Hb- (HGB) : menentukan konsentrasi Hb (protein dalam eritrosit yang berfungsi membawa oksigen ke tubuh) pada kompoenn darah. Normal (male : 12.5-16.5 x 10^9 /L dan female: 11.5-15.5 x 10^9 /L) -Leukosit (WBC) : mengetahui kelainan sel darah putih. Normal ( adults: 4000-10000 /UL dan children : 5000-15000 /UL) -Trombosit (PLT) : melihat bagaimana kondisi keping-keping darah apakah mengalami gangguan pembekuan darah atau idak, pemantauan dan evaluasi perdarahan. Normal (150.000450.000/UL) -Hematrokit (HCT) : berguna menentukan keadaan anemia, kehilangan darah. Normal (male : 40-54%, female : 36-47% dan children : 32-42%) -juga ada nilai-nilai MC antara lain : Mean Corpuscular Hemoglobin (MCH) yaitu menentukan rata-rata banyaknya hemoglobin (Hb) yang terdapat dalam eritrosit, mendiagnosis kelainan Hb seperti thalassemia dan Mean Corpuscular Volume (MCV) yaitu menetukan volume rata-rata sebuah eritrosit, mendiagnosis kelainan hemoglobin seperti thalassemia dan lain-lain -Laju Endap Darah (LED) : mengukur laju pengendapan (dalam mm/jam) dari eritrosit pada suatu kolom darah yang diberi antikoagulan. LED meningkat yaitu menunjukkan meningkatnya kadar imunogloblin atau protein akut dan merupakan penanda nonspesifik dari adanya radang atau infeksi. LED yang sangat tinggi (> 100mm/jam), menunjukkan : a.myeloma multiple b.lupus eritematosus sitemik (SLE) c.arteritis temporalis d.polimialgia reumatika e.jarang, kanker atau infeksi kronis, termasuk tuberkulosis 2. Ferritin pemeriksan ini dilakukan untuk mengetahui cadangan besi (Fe) yang ada di dalam tubuh. -bila kekuarangan Fe akan kehilangan banyak darah dan jika kelebihan Fe akan menyebabkan gangguan hati, diabetes pada kehamilan, dll. 3.Tyroid Function (Free T3 MEIA, Free T4 MEIA, 3rd Generation TSH), Pemeriksaan tyroid function (FT3, FT4, TSH) dilakukan untuk melihat perkembangan kelenjar hormon dalam tubuh kita. Karena hormon tiroid juga mempengaruhi kerja dari si autoimun dalam tubuh kita dan mempunyai hubungan dengan mekanisme defisiensi besi (anemia). Apalagi untuk pasien yang sering mengalami gejala seperti lemas, rambut rontoh, anemia, gangguan daya ingat, susah konsentrasi, gangguan siklus menstruari normal, tidak tahan panas matahari, tidak tahan dingin, denyut jantung lambat, depresi, nyeri sendi, sembelit, mengantuk, nafas pendek, penurunan libido, kram ototo, nyeri sendi, mual, muntah, diare, dll. Maka harus periksa tyroid function.
4. Autoimmune : ANA, Anti ds-DNA, Anti Sm, Anti SS-A (Ro) dan Anti SS-B (La), Pemeriksaan ini dilakukan untuk melihat sejauh mana perkembangan autoimun di dalam tubuh kita. Biasanya pada tahap awal dilakukan skrining yaitu dengan tes ANA, kemudian pemeriksaan Anti ds-DNA. - Bila kedua tes ini negatif dan yang tidak normal hanya trombosit kita saja maka kemungkinan kita ITP, namun jika keduanya positif atau salah satunya ada yang positif kemungkinan kita kena lupus. Harus periksa pemeriksaan selanjutnya yaitu Anti Sm, Anti SS-A dan Anti SS-B. - Bila kedua tes ini negatif tapi kita mengalami gejala-gejala lupus (lebih jelasnya baca : Ciri-ciri Lupus) maka wajib periksa Anti Sm, Anti SS-A dan Anti SS-B. Karena saya mengalaminya. Saya mencek lima pemeriksaan di atas, ternyata hasilnya semua negatif kecuali Anti Sm saya yaitu Equivocal. Dalam hal ini, saya masih kemungkinan dari ITP menuju lupus. Ada juga pasien lainnya, hasil pemeriksaan ANA, Anti ds-DNA, Anti Sm nya negatif, namun pada pemeriksaan Anti SS-A atau Anti SS-B nya postif. Maka jika positif, berarti ia lupus. Pemeriksaan yang tepat dan lengkap lebih baik dilakukan bila ingin mengetahui kondisi tubuh kita dan memudahkan dokter dalam memberikan dosis obat. Alhamdulillah, sekarang (tahun 2012), kondisi saya sudah sehat Anti Sm negatif dan hematologi rutin saya normal. Semuanya sudah normal. 5. Kidney Function : Creatinine, Ureum dan GFR est (Cocokroft dan Gault), Pemeriksaan ini dilakukan untuk melihat perkembangan dari ginjal kita agar dokter dapat melihat kondisi ginjal kita, apakah karena autoimun ginjal kita rusak dan juga untuk memudahkan dokter dalam memberikan dosis obat. 6. BMP (Bone Marrow Procedure) BMP adalah proses pengambilan cairan sumsum tulang belakang. BMP dapat dilakukan jika segala cara telah dilakukan sampai pemberian obat dan pemeriksaan darah tidak menunjukkan efek kebaikan pada pasien. Oleh sebab itu, untuk mengetahui jenis penyakit di dalam tubuh pasien dilakukan pemeriksaan bone marrow (pengambilan cairan sumsum tulang belakang). Hal ini karena dicurigai ada penyakit lain selain ITP. Semua pemeriksaan ini dilakukan sesuai dengan kondisi masing-masing penderita dan sesuai dari dokter hematologi yang bersangkutan. Karena tiap dokter berbeda cara pengobatannya. Alhamdulillah Evi yang ditangani oleh Dr.Gino Tann, Sp.PK, M.D., FISH, Ph.D (London), Hematologies Oncologiest, belum pernah melakukan BMP. Evi hanya melakukan pemeriksaan dari nomor satu sampai lima. Sedangkan nomor enam (BMP) tidak dilakukan karena belum perlu. Sebab pada pasien autoimun cukup hanya melakukan pemeriksaan 1-5 itu di awal-awal dan selanjutnya diberikan obat. Bagi Evi, BMP itu lumayan menakutkan walaupun tidak sakit (lebih jelasnya lihat video berikut : Bone Marrow Biopsy). Saya yakin dengan lima pemeriksaan di atas cukup bisa untuk mengetahui sakit kita dengan jelas pada awal pemeriksaan. V. PEMBERIAN OBAT Untuk pengobatan pada setiap pasien berbeda-beda tergantung bagaimana tingkat keluhan sakit yang di derita. Hal itu dapat diketahui dari pemeriksaan hasil laboratorium darah kita. Biasanya
dokter memberikan obat-obatan kortikosteroid untuk menekan radang dan obat untuk menekan autoimun di dalam tubuhnya. Ada beberapa jenis kortikosteroid yaitu: • kortikosteroid mata Obat ini menekan reaksi inflamasi pada konjungtiva guna meredakan gejala mata merah seperti : betamethasone, dexamethasone, fluorometholone, hydrocortisone dan prednisolone • hormon kortikosteroid Kortikosteroid, seperti betamethasone, dexamethasone, hydrocortisone, methylprednisone, prednisone, prednisolone, triamcinolone, digunakan dalam kasus alergi berat • kortikosteroid topical Obat ini membantu mengurangi rasa gatal yang diakibatkan oleh berbagai kondisi alergi pada kulit dan mukosa. Kortikosteroid topical yang digunakan untuk pengobatan alergi, meliputi amcinonide, betamethasone, clobetasone, desoximetasone, dexamethasone, diflucortolone, flumetasone. Kortikosteroid yang biasa sering dipakai untuk pengobatan ITP di Indonesia adalah yang kandungannya methylprednisolone atau dexamethasone. Ada banyak macam merk dagang mulai dari generik sampai paten untuk jenis kortikosteroid ini. Namun obat korteskosteroid ini mempunyai efek samping terutama bagi penderita dianataranya menyerang di lambung. Oleh sebab itu, sering dokter memberikan obat lambung, biasanya yang kandungannya “omeprazole” atau "ranitidin". Namun, semua ini juga kembali ke tingkat parah/ ringan sakit. Karena masih ada lagi
diopathic Thrombocytopenic Purpura (ITP) merupakan suatu penyakit yang belum diketahui pasti penyebabnya. Penyakit ITP itu termasuk ke dalam Trombocytopenia Akuisita . Kelainan ini dahulu dianggap merupakan suatu golongan panyakit dan disebut dengan berbagai nama misalnya morbus makulosus werlhofi, syndrome hemogenic, purpura trombocytolitic. (1,2) Dikatakan Idiophatic untuk membedakan kelainan trombosit yang dapat diketahui penyebabnya dan biasanya disertai dengan kelainan hematologis lain seperti anemia, kelainan leukosit. Pada ITP biasanya tidak disertai anemia atau kelainan lainnya kecuali bila banyak darah yang hilang karena perdarahan. (2) Perjalanan penyakit ITP dapat bersifat akut dan kemudian akan hilang sendiri (self limited) atau menahun dengan atau tanpa remisi dan kambuh. Pada penelitian diketahui bahwa ITP merupakan suatu kelompok keadaan dengan gejala yang sama tetapi berbeda patogenesisnya. (2)
DEFINISI Idiopathic Thrombocytophenic Purpura (ITP) adalah suatu keadaan perdarahan yang disifatkan oleh timbulnya petichie atau ekimosis dikulit ataupun pada selaput lendir dan ada kalanya terjadi pada berbagai jaringan dengan penurunan jumlah trombosit karena sebab yang tidak diketahui. Kelainan pada kulit tersebut tidak disertai eritema, pembengkakan atau peradangan. (2,5) ITP merupakan Thrombocytopenic Purpura yang terbanyak pada anak dengan manifestasi perdarahan pada mucocutaneous dan jaringan akibat kurangnya sirkulasi platelet (trombosit) dan banyak sel-sel megakariosit didalam sumsum tulang. (1,4,5)
ETIOLOGI Penyebab ITP yang pasti belum diketahui, ada beberapa kemungkinan diantaranya adalah: hipersplenisme, infeksi virus (demam berdarah, morbili, varisela), intoksikasi makanan atau obat ( asetosal, PAS, fenilbutazon, diamox, kina, sedormid) atau bahan kimia, pengaruh fisis ( radiasi, panas), kekurangan faktor pematangan (malnutrisi), DIC (pada DSS, leukimia , RDS pada neonatus) dan terakhir dikemukakan bahwa ITP terutama yang menahun merupakan suatu penyakit autoimun. Ini diketahui dengan ditemukannya zat anti (IgG) terhadap trombosit dalam darah penderita. Jenis anti bodi trombosit yang sering ditemukan pada kasus yang mempunyai dasar imunologis ialah anti P1E1 dan anti P1E2. Kenaikan jumlah IgG telah ditemukan terikat pada trombosit dan menunjukkan kompleks imun yang terabsorpsi pada permukaan trombosit. (1,3,4) Penyebab dari kekurangan trombosit tidak diketahui (idiopatik).Penyakit ini diduga melibatkan reaksi autoimun,dimana tubuh mengahsilkan antibodi yang menyerang trombositnya,meskipun pembentukantrombosit disumsum tulang meningkat,persediaan trombosit yang ada tetap tidak dapat memenuhi kebutuhan tubuh.(1,2,4,5)
EPIDEMIOLOGI Lebih sering dijumpai pada anak dan dewasa muda, pada anak sering umur 2 – 8 tahun. ITP lebih sering terjadi pada wanita daripada laki-laki, perbandingannya 4 : 3 dan 2 : 1 serta akan lebih nyata setelah puberitas. (2)
PATOGENESIS
Anti bodi IgG yang ditemukan pada membran trombosit akan mengakibatkan gangguan agregasi trmbosit dan meningkatkan pembuangan serta penghancuran trombosit oleh sistem makrofag sehingga fungsi trombosit dapat berubah (trombositopati) melalui berbagai cara yang mengakibatkan perdarahan yang lama. (3,5)
MANIFESTASI KLINIS ITP dapat timbul mendadak, terutama pada anak berupa kebiruan atau epistaksis selama jangka waktu yang berbeda-beda. Gejala ini timbul setelah suatu peradangan atau infeksi saluran nafas bagian atas akut. (2,4,5) Kelainan paling sering ialah petichie dan ekimosis yang dapat tersebar diseluruh tubuh, dapat juga ditemui pada selaput lendir terutama hidung dan mulut sehingga terjadi epistaksis dan perdarahan gusi dan dapat dapat timbul tanpa kelainan kulit. ITP akut dan berat dapat timbul pada selaput lendir yang berisi darah (bula hemoragik). Gejala lainnya ialah perdarahan tarktus genitourinalisis (menoragia, hematuria), traktus digestivus (hematemesis, melena) pada mata (konjungtiva, retina) dan yang terberat ialah perdarahan pada SSP (perdarahan subdural). (1,2,4,5) Pemeriksaan fisik tidak banyak dijumpai kelainan kecuali adanya petichie dan ekimosis. Pada seperlima kasus dapat dijumpai splenomegali ringan (terutama pada hipersplenisme). Demam ringan bila terdapat perdarahan berat atau perdarahan traktus gastrointestinal. Renjatan (shock) dapt terjadi bila kehilangan darah banyak. (2,4) ITP menahun ditemukan kebiruan atau perdarahan abnormal lain dengan remisi spontan dan eksaserbasi. Remisi yang terjadi umumnya tidak sempurna. Hati- hati terhadap kemungkinan ITP menahun sebagai gejala stadium praleukimia. (1,2)
PEMERIKSAAN LABORATORIUM Yang khas adalah trombositopenia. Hitung trombosit menurun sampai dibawah 20 x 109 / L. Ekimosis yang bertambah dan perdarahan yang lama akibat trauma ringan ditemukan pada jumlah < 50.000/mm3. Petichie ditemukan bila jumlah < 30.000/mm3. Perdarahan mukosa, jaringan dalam intrakranial ditemukan bila jumlah < 50.000/mm3. Trombositopenia berat yang mengancam kehidupan ditemukan bila jumlah < 10.000/mm3. (1,3) Trombosit yang tampak pada sediaan apus darah tepi berukuran besar (megakariosit) dan menggambarkan kenaikan produksi di sumsum tulang. Uji fungsi trombosit seperti waktu perdarahan dan retraksi jendalan,menunjukan hasil abnormal.Hitung leukosit normal dan anemia tidak ada kecuali sudah terjadi perdarahan otak.(1,2,4) Aspirasi sumsum tulang jika terindikasi menunjukkan seri granulosit dan erirosit yang normal dan sering ada eosinofilia ringan. Terdapat jumlah megakariosit yang normal atau meningkat.
Beberapa dari megakariosit immatur dengan sitoplasma basofil tua, tunas trombosit jarang, tidak ada morfologi megakariosit patognomonis atau diagnostik. Perubahan yang tampak pergantian megakariosit yang meningkat.(2,4)
DIAGNOSA Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala serta hasil pemeriksaan darah dan sumsum tulang yang menunjukkan rendahnya jumlah trombosit dan adanya peningkatan penghancuran trombosit.(1,2,4,5)
DIAGNOSA BANDING(1,2,4,5) 1. Anemia Aplastik 2. sistemic lupus eritmatosus 3. DHF
KOMPLIKASI 1. Perdarahan intrakranial.(1,2)
PENATALAKSANAAN(1,2,4,5) 1. ITP akut 1. Tanpa pengobatan, karena sembuh secara spontan. 2. Keadaan berat diberikan kartikosteroid (prednison) peroral dengan atau tanpa tranfusi darah. Dosis prednison 2-5 mg/kgbb/hr peroral. 3. Trombositopenia disebabkan DIC diberikan heparin intravena antidoumnya protamin sulfat. Dosis heparin 1 mg/ kgbb perinfus setiap 4 jam sampai tercapai masa pembekuan > 30 menit (1 mg equvalen dengan 100 U). Dosis protamin sulfat sama dengan dosis heparin yang diberikan. 4. Perdarahan otak diberikan transfusi suspensi trombosit, dosisnya 10-15 ml/ kgbb/ hari
2. ITP menahun 1. Kortikosteroid selam 6 bulan (prednison). 2. Obat imunosupresif, diantaranya:
Merkaptopurin 2,5-5 mg/kgbb/ hari oral Azatioprin (imuran) 2-4 mg/kgbb/ hari oral Siklofosfamid (endoxan) 2 mg/kgbb/hari oral c. Splenektomi bila tidak diperoleh hasil dengan penambahan 2-3 bulan.
obatimunosupresif selama
PROGNOSA Pada ITP akut bergantung pada penyakit primernya, bila penyakit primernya ringan 90 % akan sembuh secara spontan. ITP menahun prognosisnya kurang baik terutama pada stadium praleukemia. ITP menahun yang bukan stadium praleukemia bila displenektomi pada waktunya angka remisi sekitar 90 %. (1,2,4,5)
DAFTAR PUSTAKA 1. Berhman, kliegman, Arvila, Ilmu Kesehatan Anak, Nelson Edisi 15 Jilid 2 Ahli Bahasa A.Sanik Wahab, EGC Jakarta ; 1746-1748. 2. Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak FK-UI, Buku Kuliah 1 Ilmu Kesehatan Anak, Penerbit FK-UI, Jakarta, 1985 ; 479-482. 3. Sylvia A.Price, Lorraine M.Wilson, Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit, EGC, Edisi IV, Jakarta,1995 ; 265-272. 4. Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak FK- USU, Diktat Kuliah Hematologi FK- USU, Penerbit Staf Pengajar FK- USU, Medan ; 48-51. 5. Nadarul Handawan, dr, http://www.medicastore.com/, Kelainan Darah, CBN Head Office, Jakarta 2003. 6. . Bakta, I Made, Prof. Dr. “Hematologi Klinik Ringkas”. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta. 2006: 241 – 243 7. 2. Sudoyo, Aru W dkk. 2006. Purpura Trombositopenia Idiopatik, ILMU PENYAKIT DALAM JILID II, hal : 659. Jakarta: FKUI
IDIOPATIK TROMBOSITOPENIK PURPURA ( ITP ) 1. Defenisi ITP
Ada beberapa pengertian tentang ITP : a. Idiopatik Trombositopenia Purpura (ITP) adalah suatu keadaa pendarahan yang di tandai dengan timbulnya petekia dan ekismosis di kulit ataupun pada selaput lendir dan ada kalanya terjadi pada berbagai jaringan dengan penurunan jumlah trombosit karena sebab yang tidak diketahui (Ilmu Kesehatan Anak, Jilid 1, hal: 479. Jakarta : FKUI) b. Idiopatik Trombositopenia Purpura (ITP) adalah kelainan akibat trombositopenia yang tidak di ketahui penyebabnya (idiopatik), tetapi sekarang diketahui bahwa sebagian besar kelainan ini disebabkan oleh proses imun karena itu disebut juga sebagai autoimmune throbocytopenic purpura (Prof.dr.i Made Bakta,2007) c. Idiopatik Trombositopenia Purpura (ITP) adalah suatu gangguan autoimun yang ditandai dengan trombositopenia yang menetap (angka trombosit darah perifer kurang dari 150.000/L) akibat autoantibodi yang mengikat antigen trombosit menyebabkan destruksi prematur trombosit dalam sistem retikuloendotel terutama di limpa (Ilmu Penyakit Dalam, IPD 2006) Dikatakan idiopatik ialah untuk membedakan dengan kelainan yang dapat diketahui penyebabnya dan biasanya disertai dengan kelainan hematologis lain seperti anemia, kelainan leukosit. Pada ITP biasanya tidak disertai anemia atau kelainan lainnya kecuali bila banyak darah yang hilang karena pendarahan. 2. Etiologi ITP Penyebab yang pasti belum diketahui, tetapi dikemukakan berbagai kemungkinan diantaranya ialah hipersplenisme, infeksi virus (demam berdarah, morbili, varisela dsb), intoksikasi makanan atau obat (asetosal, PAS, fenilbutason, diamox, kina, sedormid) atau bahan kimia, pengarus fisis (radiasi, panas), kekurangan faktor pematangan (misalnya nutrisi), DIC (misal pada DSS, leukimia) dan terakhir dikemukakan bahwa ITP merupakan penyakit auto imun. 3. Gambaran Klinis ITP Berdasarkan gambaran klinik nya terbagi : 1. ITP Akut a. ITP akut sering terjadi pada anak-anak, jarang pada dewasa, awitan penyakit biasanya mendadak,
b. Riwayat infeksi sering mengawali terjadinya pendarahan berulang c. Sering dijumpai eksantem pada anak-anak (rubeola dan rubella) d. Penyakit saluran nafas yang disebabkan oleh virus merupakan 90% dari kasus pediatrik trombositopenia imunologik. Virus yang paling banyak diidentifikasi adalah varisela zooster dan Ebstein Barr. Manifestasi pendarahan ITP akut pada anak biasanya ringan, perdarahan intrakranial terjadi kurang dari 1% pasien. Pada ITP dewasa, bentuk akut jarang terjadi, namun dapat mengalami perdarahan dan perjalanan penyakit lebih fuliminan. ITP akut pada anak biasanya self limiting, remisi spontan terjadi pada 90% pasien, 60% sembuh dalam 4-6 minggu dan lebih dari 90% sembuh dalam 3-6 bulan. 2. ITP kronik Awitan ITP biasanya tidak menentu, riwayat perdarahan sering dari ringan sampai sedang, infeksi dan pembesaran lien jarang terjadi, serta memiliki perjalanan klinis yang fluktuatif. Episode perdarahan dapat berlangsung beberapa hari sampai minggu, mungkin intermitten atau terus menerus. Remisi spontan jarang terjadi dan tampaknya remisi tidak lengkap. Manifestasi perdarahan ITP berupa ekismosis, petekia, purpura, pada umumnya berat dan frekuensi perdarahan berkorelasi dengan jumlah trombosit. Secara umum hubungan dengan jumlah trombosit dan gejala antara lain bila pasien dengan : a. AT > 50.000/L maka biasanya asimptomatik, b. AT 30.000-50.000 /L terdapat luka memar/hematom, c. AT 10.000-30.000/L terdapat perdarahan spontan, menorarhagia dan perdarahan memanjang, d. AT < 10.000/L terjadi perdarahan mukosa (epistaksis, perdarahan gastrointestinal dan genitourinaria) dan resiko perdarahan sistem saraf pusat. e. Perdarahan gusi dan epistaksis sering terjadi, ini dapat berasal dari lesi petekia pada mukosa nasal juga dapat ditemukan pada tenggorokan dan mulut. f. Traktus genitourinaria merupakan tempat perdarahan yang paling sering, menorarhagia dapat merupakan gejala satu-satunya dari ITP dan mungkin nampak pertama kali pada pubertas.
g. Hematuria juga merupakan gejala yang sering. h. Perdarahan gastrointestinal biasanya bermanifestasi melena dan lebih jarang lagi dengan hematemesis. i. Perdarahan intrakranial merupakan komplikasi yang paling serius pada ITP. Hal ini mengenai hampir 1 % pasien dengan trombositpenia berat. Perdarahan biasanya di subarachnoid, sering multiple dan ukuran bervariasi dari petekia sampai ekstravasasi darah yang luas. Permeabilitas, fragilitas dan vasokontriksi merupakan sifat yang dimiliki oleh pembuluh darah. Peningkatan permeabilitas mengakibatkan keluarnya darah dari pembuluh darah berupa petekia, purpura, dan ekismosis yang besar. Peningkatan fragilitas pembuluh darah memungkinkan terjadinya ruptur yang menimbulkan petekia, purpura (terutama pada kulit dan mukosa), ekismosis yang besar, serta perdarahan hebat pada jaringan yang lebih dalam. Vasokontriksi dapat mengakibatkan obstruksi yang bersifat parsial maupun total, iskemia, dan akhirnya terbentuk trombus. Vasokontriksi ini dibawah kontrol lokal (suhu, pH, PCO2), neural (saraf simpatis) dan humoral. Faktor humoral yang mengendalikan vasokontriksi terutama substansi yang dilepas oleh trombosit seperti : epinefrin, norepinefrin, ADP (adenosin dipospat), kinin, dan tromboksan. Produk degradasi fibrin/fibrinogen (FDP, fibrin) yang dilepas sewaktu sistem fibronolisis bekerja padza fibrin dapat memodulasi vasokontriksi. 4. Patofisiologi ITP Purpura Trombositopenia Imun ( PTI ) merupakan suatu kelainan didapat yang berupa gangguan autoimun yang mengakibatkan trombositopenia oleh karena adanya penghancuran trombosit secara dini dalam sistem retikoloendotelial akibat adanya autoantibodi terhadap trombosit yang biasanya berasal dari Immunoglobulin G . Purpura Trpmbositopenia Imun disebut sebagai suatu gangguan autoimun yang ditandai dengan trombositopenia yang menetap (angka trombosit darah perifer kurang dari 15.000/μL) akibat autoantibodi yang mengikat antigen trombosit menyebabkan destruksi prematur trombosit dalam sistem retikuloendotel terutama di limpa. Terjadi karena jumlah platelet atau trombosit rendah. Kerusakan ini mungkin disebabkan oleh faktor yang heterogen, sampai saat ini belum diperoleh kesepakatan mengenai mekanismenya. Harrington (1951) menyimpulkan bahwa
kerusakan trombosit disebabkan adanya Humoral antiplatelet factor di dalam tubuh, yang saat ini dikenal sebagai PAIgG atau Platelet Associated IgG. Court dan kawan-kawan telah membuktikan bahwa PAIgG meningkat pada PTI, sedangkan Lightsey dan kawan-kawan menemukan PAIgG lebih tinggi pada PTI akut dibanding bentuk kronik. Penyakit ini diduga melibatkan reaksi autoimun, dimana tubuh menghasilkan antibodi yang menyerang trombositnya sendiri. Dalam kondisi normal, antibodi adalah respons tubuh yang sehat terhadap bakteri atau virus yang masuk ke dalam tubuh. Tetapi untuk penderita PTI, antibodinya bahkan menyerang sel-sel keping darah tubuhnya sendiri. Meskipun pembentukan trombosit sumsum tulang meningkat, persediaan trombosit yang ada tetap tidak dapat memenuhi kebutuhan tubuh. Pada sebagian besar kasus, diduga bahwa PTI disebabkan oleh sistem imun tubuh. Secara normal sistem imun membuat antibodi untuk melawan benda asing yang masuk ke dalam tubuh. Pada PTI, sistem imun melawan platelet dalam tubuh sendiri. Alasan sistem imun menyerang platelet dalam tubuh masih belum diketahui. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat perbedaan mekanisme kerusakan trombosit pada bentuk akut dan kronik. PAIgG diproduksi oleh limpa dan sumsum tulang. Kenaikan produksi PAIgG adalah akibat adanya antigen spesifik terhadap trombosit dan megakariosit dalam tubuh. Pada bentuk akut antigen spesifik diduga bersumber dari infeksi virus yang terjadi 1-6 minggu sebelumnya. Antigen ini bersama PAIgG membentuk kompleks antigen-antibodi, dan selanjutnya melekat di permukaan trombosit. Perlekatan ini menyebabkan trombosit akan mengalami kerusakan akibat lisis atau penghancuran oleh sel-sel makrofag di RES yang terdapat di hati, limpa, sumsum tulang dan getah bening. Kerusakan yang demikian cepat dan jumlah yang besar menyebabkan terjadinya trombositopenia yang berat diikuti manifestasi perdarahan. Bentuk PTI kronik bisa merupakan kelanjutan dari bentuk akut. Pada bentuk kronik ini ternyata PAIgG tetap tinggi walaupun kompleks antigen-antibodi dikeluarkan dari tubuh, meskipun tidak setinggi pada bentuk akut. Pada PTI akut, telah dipercaya bahwa penghancuran trombosit meningkat karena adanya antibody yang dibentuk saat terjadi respon imun terhadap infeksi bakteri atau virus atau pada saat
imunisasi, yang bereaksi silang dengan antigen dari trombosit. Sedangkan pada PTI kronis telah terjadi gangguan dalam regulasi sistem imun seperti pada penyakit autoimun hanya yang berakibat terbentuknya antibody spesifik terhadap antibody. Namun bagaimana antibody antitrombosit meningkat pada PTI, perbedaan secara pasti patofisiologi PTI akut dan kronis serta komponen yang terlibat dalam regulasinya masih belum diketahui. Keadaan demikian diduga berhubungan erat dengan konstitusi genetik yang spesifik dari sistim immunologik penderita, dimana peninggian PAIgG disebabkan adanya autoantigen pada membrana trombosit atau oleh antigen spesifik yang melekat pada permukaan trombosit. Selain oleh konstitusi genetik spesifik, peninggian PAIgG bisa juga disebabkan oleh kelainan pada mekanisme immunologik sehingga pembentukan PAIgG terus berlanjut. Dari gambar dapat memperjelas bahwa faktor yang memicu produksi autoantibodi tidak diketahui. Kebanyakan penderita mempunyai antibodi terhadap glikoprotein pada permukaan trombosit pada saat penyakit terdiagnosis secara klinis. 1. Pada mulanya glikoprotein IIb/IIIa yang terdapat pada membran trombosit yang dianggap sebagai antigen oleh autoantibodi (IgG), namun pada tahap ini belum ada antibodi yang mengenali glikoprotein lainnya seperti Ib/IX. 2. Trombosit yang telah dilingkupi oleh autoantibodi ini akan berikatan dengan sel penyaji antigen (APC) misalnya makrofag atau sel dendritik pada reseptor Fcɤ dan mengalami internalisasi dan degradasi. 3. Selain merusak glikoprotein IIb/IIIa, APC juga akan memproduksi epitop kriptik dari glikoprotein trombosit lainnya. 4. APC yang teraktivasi akan 5. Mengekspresikan peptida baru pada permukaan selnya dengan bantuan konstimulasi (yang ditunjukkan oleh interaksi antara CD 154 dan CD 40) dan sitokin yang fungsinya memfasilitasi proliferasi inisiasi CD4-positif T Cell clone (T-Cell clone-1) dan spesifitas tambahan (T-Cell clone-2). Sel B sebagai reseptor sel immunoglobulin, selain meningkatkan produksi antiglikoprotein IIb/IIIa antibodi (oleh B-Cell clone-1) juga akan menginduksi proliferasi dan sintesis antiglikoprotein Ib/IX antibodi (oleh B-Cell clone-2)
Mekanisme terjadinya bercak-bercak Efek lokal perdarahan berkaitan dengan adanya darah yang keluar dari pembuluh di dalam jaringan dan pengaruhnya dapat berkisar dari yang ringan hingga yang mematikan. Pengaruh lokal yang ringan adalah timbulnya bercak-bercak hitam kebiruan. Hal ini berkaitan dengan adanya eritrosit yang keluar dan terkumpul dalam jaringan. Eritrosit yang keluar dari pembuluh ini dipecahkan dengan cepat dan difagosit oleh makrofag. Pada saat Hb dimetabolisme dalam sel-sel makrofag ini, terbentuk suatu kompleks yang mengandung besi yang dinamakan hemosiderin, bersamaan pula dengan terbentuknya zat yang tidak mengandung besi yang dalam jaringan dinamakan hematoidin (secara kimia identik dengan bilirubin). Hemosiderin berwarna coklat-karat dan hematoidin berwarna kuning muda. Interaksi pigmen-pigmen ini berpengaruh pada warna bercak-bercak hitam kebiruan kemudian memudar menjadi coklat dan kuning, dan akhirnya menghilang karena makrofag mengembara dan pemulihan jaringan yang sempurna. (Sylvia A. Price dan Lorraine M. Wilson, 2005) 5. Anamnesis ITP Langkah – langkah anamnesis dilakukan oleh dokter terhadap pasien adalah : a. Anamesis penyakit , meliputi :Keluhan utama dan keluhan tambahan Berbagai keluhan yang dapat dijumpai pada pasien adalah : perdarahan gusi perdarahan dari hidung mudah memar purpura (perdarahan kecil di dalam kulit) petekia (bintik merah kecil) perdarahan saluran pencernaan menometrorrhagia (perdarahan dari uterus yang berlebihan) Akibat kurangnya jumlah trombosit darah tidak dapat dibekukan. 6. Pemeriksaan Fisik ITP Jika dokter mencurigai ITP, maka akan dilakukan pemeriksaan kulit pasien yang dicurigai memar, daerah purpura, atau petechiae. Jika pasien ada riwayat mimisan atau perdarahan dari mulut atau bagian lain dari tubuh, akan diperiksa penyebab lain dari perdarahan. Pasien dengan ITP biasanya terlihat dan merasa sehat kecuali apabila terjadi perdarahan. yang
palaing penting diperiksa adalah spleen dan adanya demam. Pasien dengan ITP biasanya tidak demam, sedangkan pasien dengan lupus atau adanya trombositopenia biasanya demam. 7. Pemeriksaan Penunjang ITP Pemeriksaan darah rutin Pada pemeriksaan darah rutin sering terjadi penurunan jumlah trombosit (trombositopenia) antara 10.000 – 50.000/mmk (Bakta, 2007). Morfologi darah tepi Pemeriksaan pada darah tepi sering ditemukan gambaran trombosit berukuran besar (megatrombosit) Gambaran sumsum tulang memperlihatkan megakariosit & megatrombosit pada morfologi darah tepi : megakariosit
megatrombosit
Pemeriksaan sumsum tulang Pada sumsum tulang dijumpai peningkatan jumlah megakariosit imatur dan agranuler yang tidak mengandung trombosit Uji penapisan koagulasi Pada uji penapisan koagulasi ditemukan masa perdarahan (bleeding time) memanjang, tetapi masa pembekuan (clotting time), activated partial thromboplastin time (APTT), dan plasma prothrombin time (PPT) normal (Alpers, 2007; Latief 2005) Pemeriksaan imunologi Pada pemeriksaan imunologi dapat pula ditemukan adanya antiplatelet IgG pada permukaan trombosit atau dalam serum, yang lebih spesifik yaitu antibodi terhadap Gp IIb/IIIa dan Gp Ib (Bakta,2007) Sering kita sulit membedakan mana ITP dan Lupus, karena kalau dilihat dari gejala yang timbul mirip sekali. Untuk mendiagnosisnya biasa seorang dokter akan melakukan beberapa pemeriksaan laboratorium. Berikut ini, saya akan menyampaikan beberapa pemeriksaan awal untuk mendeteksi apakah kita lupus atau ITP melalui tes laboratorium pada darah pasien. 1. Darah rutin (Hematologi Rutin) seperti: -Eritrosit (RBC) : mengetahui kelainan sel darah merah yang berfungsi dalam transport oksigen ke tubuh. Normal : (male : 4.5-6,5 x 10^12/L dan female : 3.9 - 5.6 x 10^12/L)
-Hemoglobin -Hb- (HGB) : menentukan konsentrasi Hb (protein dalam eritrosit yang berfungsi membawa oksigen ke tubuh) pada kompoenn darah. Normal (male : 12.5-16.5 x 10^9 /L dan female: 11.5-15.5 x 10^9 /L) -Leukosit (WBC) : mengetahui kelainan sel darah putih. Normal ( adults: 4000-10000 /UL dan children : 5000-15000 /UL) -Trombosit (PLT) : melihat bagaimana kondisi keping-keping darah apakah mengalami gangguan pembekuan darah atau idak, pemantauan dan evaluasi perdarahan. Normal (150.000450.000/UL) -Hematrokit (HCT) : berguna menentukan keadaan anemia, kehilangan darah. Normal (male : 40-54%, female : 36-47% dan children : 32-42%) -juga ada nilai-nilai MC antara lain : Mean Corpuscular Hemoglobin (MCH) yaitu menentukan rata-rata banyaknya hemoglobin (Hb) yang terdapat dalam eritrosit, mendiagnosis kelainan Hb seperti thalassemia dan Mean Corpuscular Volume (MCV) yaitu menetukan volume rata-rata sebuah eritrosit, mendiagnosis kelainan hemoglobin seperti thalassemia dan lain-lain -Laju Endap Darah (LED) : mengukur laju pengendapan (dalam mm/jam) dari eritrosit pada suatu kolom darah yang diberi antikoagulan. LED meningkat yaitu menunjukkan meningkatnya kadar imunogloblin atau protein akut dan merupakan penanda nonspesifik dari adanya radang atau infeksi. LED yang sangat tinggi (lebih dari 100mm/jam), menunjukkan : a.myeloma multiple b.lupus eritematosus sitemik (SLE) c.arteritis temporalis d.polimialgia reumatika e.jarang, kanker atau infeksi kronis, termasuk tuberkulosis 2. Ferritin pemeriksan ini dilakukan untuk mengetahui cadangan besi (Fe) yang ada di dalam tubuh. -bila kekuarangan Fe akan kehilangan banyak darah dan jika kelebihan Fe akan menyebabkan gangguan hati, diabetes pada kehamilan, dll. 3.Tyroid Function (Free T3 MEIA, Free T4 MEIA, 3rd Generation TSH), Pemeriksaan tyroid function (FT3, FT4, TSH) dilakukan untuk melihat perkembangan kelenjar hormon dalam tubuh kita. Karena hormon tiroid juga mempengaruhi kerja dari si autoimun dalam tubuh kita dan mempunyai hubungan dengan mekanisme defisiensi besi (anemia). Apalagi
untuk pasien yang sering mengalami gejala seperti lemas, rambut rontoh, anemia, gangguan daya ingat, susah konsentrasi, gangguan siklus menstruari normal, tidak tahan panas matahari, tidak tahan dingin, denyut jantung lambat, depresi, nyeri sendi, sembelit, mengantuk, nafas pendek, penurunan libido, kram ototo, nyeri sendi, mual, muntah, diare, dll. Maka harus periksa tyroid function. 4. Autoimmune : ANA, Anti ds-DNA, Anti Sm, Anti SS-A (Ro) dan Anti SS-B (La), Pemeriksaan ini dilakukan untuk melihat sejauh mana perkembangan autoimun di dalam tubuh kita. Biasanya pada tahap awal dilakukan skrining yaitu dengan tes ANA, kemudian pemeriksaan Anti ds-DNA. - Bila kedua tes ini negatif dan yang tidak normal hanya trombosit kita saja maka kemungkinan kita ITP, namun jika keduanya positif atau salah satunya ada yang positif kemungkinan kita kena lupus. Harus periksa pemeriksaan selanjutnya yaitu Anti Sm, Anti SS-A dan Anti SS-B. - Bila kedua tes ini negatif tapi kita mengalami gejala-gejala lupus (lebih jelasnya baca : Ciri-ciri Lupus) maka wajib periksa Anti Sm, Anti SS-A dan Anti SS-B. Karena saya mengalaminya. Saya mencek lima pemeriksaan di atas, ternyata hasilnya semua negatif kecuali Anti Sm saya yaitu Equivocal. Dalam hal ini, saya masih kemungkinan dari ITP menuju lupus. Ada juga pasien lainnya, hasil pemeriksaan ANA, Anti ds-DNA, Anti Sm nya negatif, namun pada pemeriksaan Anti SS-A atau Anti SS-B nya postif. Maka jika positif, berarti ia lupus. Pemeriksaan yang tepat dan lengkap lebih baik dilakukan bila ingin mengetahui kondisi tubuh kita dan memudahkan dokter dalam memberikan dosis obat. Alhamdulillah, mulai tahun 2012, kondisi saya sudah sehat, Anti Sm negatif dan hematologi rutin saya hasilnya bagus. Kecuali ferritin saya sedikit rendah tapi masih dalam batas normal. 5.Kidney Function : Creatinine, Ureum dan GFR est (Cocokroft dan Gault), Pemeriksaan ini dilakukan untuk melihat perkembangan dari ginjal kita agar dokter dapat melihat kondisi ginjal kita, apakah karena autoimun ginjal kita rusak dan juga untuk memudahkan dokter dalam memberikan dosis obat. 6.BMP Biopsi Bone Marrow (BMP) dapat dilakukan jika segala cara telah dilakukan sampai pemberian obat dan pemeriksaan darah tidak menunjukkan efek kebaikan pada pasien, jadi untuk mengetahui penyakit di dalam tubuhnya yaitu memeriksa bone marrow (pengambilan cairan sumsum tulang belakang) karena dicurigai ada penyakit lain selain ITP. Semua pemeriksaan ini dilakukan sesuai dengan kondisi masing-masing penderita. Alhamdulillah Evi belum pernah melakukan BMP. Evi hanya melakukan pemeriksaan dari nomor satu sampai lima. Sedangkan nomor enam (BMP) tidak dilakukan karena belum perlu. Cukup pada pemeriksaan 1 s.d 5 sudah bisa menunjukkan hasilnya kita lupus atau ITP pada saat awal kita mengalami gejala-gejala yang aneh.
Referensi buku yang Evi baca : 1. MIMS Indonesia Petunjuk Konsultasi 2. Kamus kedokteran 3. Hemostasis dan Trombosis Edisi Keempat, Editor : Rahajuningsih D. Setiabudy 4. Panduan Praktis Ilmu Penyakit Dalam, Penulis : Dr. W. Herdin Sibuea, Dr. Marulam M, Penggabean, Dr. S.P. Gultom 5. Kedokteran Klinis Edisi Keenam (Lecture Notes on Clinical Medicine), Penulis : David Rubenstein, David Wayne, John Bradley 6. Buku Saku Hematologi Edisi 3 (House Officer Seres Hematology), Penulis : Larry Waterbury, M.D. 7. http://infolaboratoriumkesehatan.wordpress.com/2012/05/