PROPOSAL HUBUNGAN FAKTOR KELUARGA DAN PERSONAL DENGAN KEYAKINAN KELUARGA TERHADAP PERILAKU PERAWATAN KAKI DIABETES MELITUS BERBASIS SELF EFFICACY DI PUSKESMAS SURABAYA
Oleh : NADYA WAHYU PRATIWI NIM. 151.0035
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN HANG TUAH SURABAYA 2019
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Dalam BAB 2 ini akan membahas mengenai beberapa konsep, landasan teori, dan berbagai konsep yang terkait dengan topik penelitian, yang meliputi: 1) Konsep Keluarga, 2) Konsep Diabetes Melitus, 3) Konsep Perilaku Perawatan Kaki, 4) Konsep Self Efficacy, 5) Model Konsep Keperawatan, 6) Hubungan Antar Konsep.
2.1
Konsep Keluarga
2.1.1
Definisi Keluarga
2.1.2
Tipe Keluarga
2.1.3
Struktur Keluarga
2.1.4
Fungsi Keluarga
2.1.5
Lingkungan Keluarga
2.1.6
Dukungan Sosial Budaya dan Ekonomi Keluarga
2.1.7
Stress dan Koping Keluarga
2.2
Konsep Diabetes Melitus
2.2.1
Definisi Diabetes Melitus
2.2.2
Anatomi Dan Fisiologi Pankreas
2.2.3
Klasifikasi Dan Etiologi Diabetes Melitus
2.2.4
Patofisiologi Klasifikasi dan Etiologi Diabetes Melitus
2.2.5
Manifestasi Klinis Diabetes Melitus
2.2.6
Komplikasi Diabetes Melitus
2.2.7
Penatalaksanaan Diabetes Melitus
2.2.8
Pemeriksaan Penunjang Diabetes Melitus
2.2.9
Diagnosis Diabetes Melitus
2.3
Konsep Perilaku Perawatan Kaki
2.3.1
Definisi Perilaku
2.3.2
Definisi Perawatan Kaki
2.3.3
Faktor Yang Mempengaruhi Perawatan Kaki
2.3.4
Penatalaksanaan Perawatan Kaki
2.3.5
Pengukuran Perawatan Kaki (Kuesioner)
2.4
Konsep Self Efficacy
2.4.1
Definisi Self Efficacy Menurut Bandura (1994) self-efficacy adalah keyakinan, kepercayaan
individu akan kemampuan diri sendiri untuk berhasil mencapai sesuatu dan dapat menguasai sebuah situasi yang menghasilkan keluaran yang positif. Seseorang dengan efikasi diri yang kuat percaya bahwa mereka dapat menyelesaikan situasi yang sulit, yang melihat sebuah situasi sebagai tantangan yang harus dikuasai bukan memandang situasi sebagai ancaman yang harus dihindari (Brown, Malouff, & Schutte, 2013; King, 2014). Self eficacy adalah keyakinan individu bahwa dia mampu dengan sukses menyelesaikan tugas yang diberikan untuk memenuhi tujuan yang diinginkan. Efikasi diri dalam bidang rehabilitasi atau pemulihan kesehatan menjadi hal yang sangat penting untuk membantu pasien dalam perubahan perilaku dan menyesuaikan diri dari kecacatan (Adam & Folds, 2014). Menurut (Ghufron & Risnawita S, 2011) “disimpulkan bahwa efikasi diri secara umum adalah keyakinan seseorang mengenai kemampuan-kemampuannya dalam mengatasi beraneka ragam situasi yang muncul dalam hidupnya”. Efikasi
diri tidak berkaitan dengan kecakapan yang dimiliki tiap individu tapi berkaitan dengan keyakinan individu dalam hal yang dapat dilakukan. Efikasi diri akan memengaruhi aspek kognisi dan perilaku seseorang karena itu perilaku tiap individu akan berbeda dengan yang lain. Seseorang dengan efikasi diri tinggi percaya bahwa mereka mampu melakukan sesuatu untuk mengubah situasi disekitarnya, sedangkan orang dengan efikasi diri rendah menganggap dirinya tidak mampu mengerjakan segala sesuatu atau situasi yang ada di sekitarnya (Ghufron and Risnawita S, 2011: 75-77). 2.4.2
Dimensi Self Efficacy Bandura (1997) menjelaskan bahwa efikasi diri setiap individu akan
berbeda antara satu individu dengan individu lainnya, hal tersebut dijelaskan berdasarkan tiga dimensi (Ghufron & Risnawita S, 2011: 80-81), yaitu: 1.
Dimensi Tingkat (Level) Dimensi ini berkaitan dengan derajat kesulitan tugas saat individu merasa
mampu untuk melakukannya. Apabila individu dihadapkan tugas yang disusun menurut tingat kesulitan, maka efikasi individu mungkin terbatas pada tugas yang mudah, sedang, atau bahkan tugas yang paling sulit, sesuai dengan batas kemampuan yang dirasakan untuk memenuhi tuntutan perilaku yang dibutuhkan masing-masing tingkat. Dimensi tingat memiliki implikasi terhadap penilaian tingkah laku yang akan dicoba atau dihindari. Individu akan mencoba tingkah laku yang mampu dilakukannya dan menghindari tingkah laku yang berada di luar batas kemampuan yang dirasakannya. 2.
Dimensi Kekuatan (Strength)
Dimensi ini berkaitan dengan tingkat kekuatan dari keyakinan atau pengharapan individu mengenai kemampuan yang dimiliknya. Pengharapan yang lemah akan mudah digoyahkan dengan pengalaman yang tidak mendukung. Sedangkan, pengharapan yang mantap akan mendorong individu tetap bertahan dalam usahanya. Dimensi ini berkaitan langsung dengan dimensi level, yaitu maikn tinggi taraf kesulitan tugas maka makin lemah keyakinan yang dirasakan untuk menyelesaikannya. 3.
Dimensi Generalisasi (Generality) Dimensi ini berkaitan dengan luas bidang tingkah laku dimana individu
merasa yakin akan kemampuan dirinya. Apakah terbatas pada suatu aktivitas dan situasi tertentu atau pada serangkaian aktivitas dan situasi yang bervariasi. 2.4.3
Klasifikasi Self Efficacy Secara garis besar self efficacy dibagi menjadi dua bentuk yaitu self efficacy
tinggi dan self efficacy rendah, yaitu: 1.
Self Efficacy Tinggi Individu yang memiliki efikasi diri tinggi cenderung memilih terlibat
langsung dalam menyelesaikan masalah meskipun masalah yang dihadapi sulit, karena individu memandang masalah bukan suatu ancaman yang harus dihindari. Individu dengan efikasi diri tinggi jika mengalami kegagalan akan menganggap bahwa kegagalan merupakan akibat dari kurangnya usaha. Individu yang memiliki self efficacy tinggi memiliki ciri-ciri, yaitu: mampu menanganani masalah yang dihadapi secara efektif; yakin terhadap kesuksesan dalam menghadapi masalah atau rintangan; masalah dipandang sebagai tantangan yang dihadapi, bukan ancaman yang harus dihindari; gigih dalam usaha untuk menyelesaikan masalah; percaya
pada kemampuan yang dimiliki; cepat bangkit dari kegagalan yang dihadapi; suka mencari situasi baru (Arrianti, 2017; Yuliana, 2017). 2.
Self Efficacy Rendah Individu yang memiliki efikasi diri rendah cenderung ragu akan
kemampuan yang dimiliki, menjahui masalah yang sulit karena menganggap masalah sebuah ancaman. Individu dengan efikasi diri rendah akan mencoba menghindari masalah, dan sibuk memikirkan kekurangan yang ada pada dirinya, tidak berpikir tentang cara menghadapi masalah sehingga individu cenderung lamban dalam mendapatkan efikasi diri ketika mengalami kegagalan. Individu yang memiliki self efficacy rendah memiliki ciri-ciri, yaitu: cenderung lamban dalam mendapatkan kembali self efficacy ketika menghadapi kegagalan; tidak mempunyai keyakinan bisa menghadapi masalah; menghindari masalah yang sulit dan memandang masalah sebagai ancaman yang harus dihindari; cepat menyerah ketika menghadapi masalah; ragu pada kemampuan yang dimilikinya; aspirasi dan komitmen pada tugas lemah, tidak suka mencari situasi baru (Arrianti, 2017; Yuliana, 2017). 2.4.4
Sumber Self Efficacy Bandura (1997) menjelaskan bahwa efikasi diri dapat tumbuh dan dipelajari
melalui empat hal sumber informasi utama (Feist & Feist, 2014; Ghufron & Risnawita S, 2011), yaitu: 1.
Pengalaman Keberhasilan (Mastery Experience) Sumber informasi ini memberi pengaruh besar pada efikasi diri individu
karena didasarkan pengalaman individu secara nyata baik berupa keberhasilan atau kegagalan. Pengalaman keberhasilan merupakan cara yang paling efektif untuk
meningkatkan efikasi diri karena seseorang biasanya lebih cenderung percaya bahwa mereka dapat melakukan sesuatu yang baru jika itu mirip dengan sesuatu yang pernah dilakukannya dengan baik. Oleh karena itu, pengalaman keberhasilan akan menaikkan efikasi diri individu, sedangkan pengalaman kegagalan akan menurunkan efikasi diri individu (Brown et al., 2013; Ghufron & Risnawita S, 2011). 2.
Pengalaman Orang Lain (Vicarious Experience) Pengamatan keberhasilan orang lain dengan kemampuan yang sebanding
dalam mengerjakan tugas akan meningkatkan efikasi diri individu dan memotivasi diri sendiri untuk yakin pada diri sendiri dalam mengerjakan tugas yang sama. Kesuksesan yang dicapai orang lain juga merupakan suatu hal yang dapat menstimulus individu untuk menyelesaikan masalah. Sedangkan, pengamatan terhadap kegagalan orang lain akan menurunkan perilaku individu mengenai kemampuannya dan akan mengurangi usaha yang dilakukan (Ghufron & Risnawita S, 2011; Yuliana, 2017). 3.
Persuasi Verbal (Verbal Persuasion) Pada persuasi verbal, individu diarahkan dengan saran, nasihat, dan
bimbingan bahkan dapat juga melalui sugesti atau bujukan untuk percaya terhadap kemampuan diri sehingga meningkatkan keyakinan tentang kemampuan yang dimiliki individu untuk membantu mencapai tujuan yang diinginkan dan mengatasi masalah dimasa yang akan datang. Individu yang diyakinkan secara verbal akan cenderung berusaha lebih keras untuk mencapai suatu keberhasilan dan keyakinan positif yang ditanamkan pada diri individu akan meningkatkan efikasi diri dan begitu pula sebaliknya (Ghufron & Risnawita S, 2011; Yuliana, 2017).
4.
Kondisi Fisiologis dan Emosional (Physiological and Emotional State) Pada kondisi fisiologis, individu mendasarkan sumber informasi mengenai
kondisi fisiologis mereka untuk menilai kemampuannya. Pada situasi tertentu ketika individu mengalami gejolak fisiologis dan emosional seperti stress, kegelisahan, khawatir, dan ketakutan terhadap semua hal yang negative maka performa individu mulai melumpuh sehingga dapat menyebabkan efikasi diri yang rendah. Ketegangan fisik yang dialami individu dalam situasi menekan membuat gairah emosional meningkat yang dipandang individu sebagai suatu tanda ketidakmampuan dan hal tersebut dapat melemahkan performa kerja individu (Brown et al., 2013; Ghufron & Risnawita S, 2011; Yuliana, 2017). 2.4.5
Proses Penerimaan Self Efficacy Self efficacy dapat memengaruhi tindakan dan perilaku individu yang
didasarkan melalui empat proses (Salam, 2017), yaitu: SKRIPSI Salam, Ainul Yaqin hal 28 SKRIPSI Yuliana, Mike Saeli hal 40 SKRIPSI Kholid, Muhammad Khoerul Amir hal 85 SKRIPSI hal 1.
Proses Kognitif (Cognitive Processes)
2.
Proses Motivasi (Motivational Processes)
3.
Proses Afektif (Affective Processes)
4.
Proses Seleksi (Selection Processes)
2.4.6
Indikator Self Efficacy (49)
1.
Yakin dapat menyelesaikan tugas tertentu
2.
Yakin dapat memotivasi diri untuk melakukan tindakan yang diperlukan untuk menyelesaikan tugas
3.
Yakin dapat berusaha dengan keras, gigih, dan tekun
4.
Yakin bahwa diri mampu bertahan menghadapi hambatan dan kesulitan
5.
Yakin dapat menyelesaikan tugas yang memiliki range yang lebih luas ataupun spesifik
2.4.7
Pengukuran Self Efficacy (50 51)
2.5
Model Konsep Keperawatan Sister Callista Roy (Adaptation Model)
2.5.1
Teori Adaptasi Sister Callista Roy
2.5.2
Gambaran Sistem Model Adaptasi Roy
2.6
Hubungan Antar Konsep