Nasyikh Dan Mansyuk Dalam Alquran

  • May 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Nasyikh Dan Mansyuk Dalam Alquran as PDF for free.

More details

  • Words: 5,841
  • Pages: 24
NASIKH dan MANSUKH DALAM ALQURAN

Makalah diajukan dalam matakulliah ALQURAN

Oleh :

Mhd Dongan NIM : 08 EKNI 1350

Dosen Pembimbing Prof. Dr. Nawir Yuslem MA

SEMESTER II PRODI EKONOMI ISLAM PASCA SARJANA IAIN SUMATERA UTARA ( IAIN SU) MEDAN 2009

Nasikh dan mansyukh dlm Alquran Mhd Dongan

2

KATA PENGANTAR

‫بسم ال الرحن الرحيم‬ Dengan segala puji dan puja serta syukur yang sesungguhnya kepada Allah SWT yang telah menurunkan Alquran sebagai pedoman bagi ummat manusia dalam memajukan dan memodernisasi kehidupan untuk mencapai kepuasan hidup dan kebahagiaan batin baik di dunia maupun dalam kehidupan setelah kehidupan dunia ini. Alquran sebagai pedoman tidak akan pernah selesai untuk dikaji, karena semakin diperdalam akan memunculkan ilmu-ilmu baru yang sangat berguna bagi kehidupan manusia, bukan saja kehidupan ukhrawi, tetapi lebih jauh juga membuka ilmu-ilmu dalam kajian kepentingan kehidupan duniawi. Salawat dan salam penulis sampaikan kepada nabi Muhammad SAW yang merupakan perantara sampainya Alquran kepada kita dan melalui beliaulah kita dapat menikmati keindahan dan jejalan ilmu dari Alquran. Makalah ini berjudul Nasikh dan Mansukh dalam Alquran diajukan sebagai bahan diskusi dalam mata kuliah Alquran pada semester II Prodi ekonomi pascasarjana IAIN Sumatera Utara tahun 2009. Penulis dalam kesempatan ini mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada bapak dosen pembimbing yang telah memberi pengarahan dalam pembuatan makalah ini serta semua pihak yang terlibat dalam penulisan karya tulis ini. Penulis berharap para peserta diskusi memberikan saran dan kritikan terhadap makalah ini demi kesempurnaannya, semoga makalah ini dapat menggugah minat kita dalam mengkaji ilmu-ilmu qurany dan dapat bermanfaat bagi pembaca. Serta menjadi ibadah bagi penulis. Amin Medan, April 2009 Penulis

Nasikh dan mansyukh dlm Alquran Mhd Dongan

3

NASIKH dan MANSUKH DALAM ALQURAN DAFTAR ISI Kata Pengantar -------------------------------------------------------------------------------- i Daftar Isi----------------------------------------------------------------------------------------ii I.

PENDAHULUAN -------------------------------------------------------------- 1

II.

NASIKH dan MANSUKH dalam ALQURAN a. Pengertian nasikh dan mansukh -------------------------------------------3 b. Ragam nasakh dan contohnya----------------------------------------------- 8 c. Pandangan Ulama tentang Nasakh dalam Alquran---------------------- 13 d. Perbedaan nasakh dan Takhsis ---------------------------------------------17 e. Hikmah nasakh dalam Alquran-------------------------------------------- 18

III.

KESIMPULAN----------------------------------------------------------------- 20

Daftar Bacaan -------------------------------------------------------------------------------- 21

Nasikh dan mansyukh dlm Alquran Mhd Dongan

4

NASIKH dan MANSUKH DALAM ALQURAN I.

PENDAHULUAN Alquran diturunkan Allah SWT kepada Nabi Muhammad SAW tidaklah sekaligus dalam satu rentetan ( tartib ) yang sudah siap dan teratur, tetapi Alquran turun dalam kurun waktu lebih kurang 23 tahun yang oleh para ahli dibagi kepada dua periode yang disebut dengan periode Makkiyah dan Madaniyah. Selain masalah waktu, Alquran juga tidak diturunkan secara sitematis ayat demi ayat mulai dari Alfatihah sampai surah Al-Nas, tetapi turun secara acak sesuai dengan kebutuhan masyarakat Islam saat itu. Alquran juga turun dengan membawa hukum sesuai dengan kondisi dan situasi masyarakat Arab saat itu dengan budaya yang sangat keras disebabkan kondisi lingkungan masyarakatnya yang cukup keras,

sehingga perlu upaya pendekatan

terhadap hati penerimanya, sebagaimana digambarkan dalam firman Allah SWT dalam Alquran surah al-Isra’ ayat 106 yang berbunyi sebagai berikut:

)106( ‫ى م ك ثو ن لزن تاه ن ز يل ا‬#‫ى الن اس ع ل‬#‫ل‬ ‫ه‬#‫رن لاه ت عق رأ‬#‫ف‬ ‫ا ق‬+‫ان‬,‫ر ء‬.‫و ق‬ Dengan latar belakang yang disebutkan di atas, maka aturan dan hukum yang hendak diterapkan Allah SWT tidak sekaligus diturunkan, tetapi perlu pendekatan secara berangsur-angsur agar hati penerimanya tidak semakin keras dan liar. Sebagai contoh tradisi Arab saat itu yang sudah mendarah daging dalam kebudayaan mereka adalah meminum minuman yang disebut khamar yang oleh Alquran ( Allah SWT ) menganggapnya sebagai suatu kebiasaan yang tidak baik dan justru akan menimbulkan kemudaratan yang besar terhadap kelangsungan hidup dan kehidupan manusia sebagai khalifah di bumi, Alquran tidak melarangnya secara total dalam satu ketika, tetapi dimulai dengan menyebut bahwa kerusakan yang ditimbulkan oleh minuman khamar lebih besar dari pada kenikmatan yang diperoleh ketika meminumnya, berselang beberapa waktu baru kemudian diturunkan ayat yang melarang

Nasikh dan mansyukh dlm Alquran Mhd Dongan

5

melaksanakan salat dalam keadaan mabuk sehingga setidaknya menjelang zuhur sampai selesai solat ‘isya, sudah tidak diminum lagi, beberapa waktu kemudian barulah diturunkan ayat yang melarang secara total meminum minuman khamar dengan menyebut minum khamar adalah perbuatan setan. Hukum yang dibawa Alquran juga selalu memperhatikan kondisi masyarakatnya, sehingga ketentuan yang sudah cocok pada permulaan Islam, sudah tidak cocok lagi pada periode berikutnya, sehingga perlu revisi atas aturan tersebut dengan membuat aturan baru. Inilah yang disebut dalam ilmu Alquran dengan sebutan nasikh mansukh, yang oleh ulama dianggap sebagai suatu

ilmu

yang harus dimiliki jika ingin

memahami Alquran dengan benar, sebagaimana yang diisyaratkan oleh Imam Ali Ibn Abi Tolib kepada Abdurrahman Ibn Daabi sebagai berikut : 1

‫ قال هلكت وأهلكت‬،‫ ل‬:‫ أتعرف الناسخ والنسوخ ؟ قال‬:)‫فقال له على (رض‬

Artinya : Ali Ra berkata kepadanya ”apakah engkau tahu nasyikh mansukh ?”, jawabnya “tidak” Ali menjelaskan “engkau celaka dan telah mencelakakan orang lain”. Di sisi lain kita tahu bahwa perubahan hukum sebagaimana yang terjadi dalam kehidupan kita sehari – hari adalah akibat ketidak mampuan manusia memprediksi apa yang akan terjadi di masa yang akan dating sehingga aturan yang dibuat ketika sudah diundangkan menjadi mati sedangkan perubahan sosial tetap terjadi sehingga ketika satu peraturan telah cukup lama, harus diadakan perubahan seperti yang dialami oleh UUD1945. Apabila hal ini dikaitkan bahwa Allah SWT maha hakim, maha tahu dan maha bijaksana, apakah perubahan hukum Alquran apalagi sampai pada penghapusan hukum juga penghilangan teks ayat yang diturunkan tidak menunjukkan kelemahan Allah dalam memprediksi manusia . 1

Satu waktu Ali ibn Abu Talib masuk ke mesjid jamik Kaufah, ia menemukan seorang laki-laki yang disebut bernama Abd al-Raman ibn Daabi ( teman dekat Abu Musa al-asy’ary) sedang melaksanakan halaqah dan memberikan penjelasaan atas pertanyaan peserta, Ali RA mendengar penjelasannya sudah mencampurbaurkan antara yang dilarang dengan yang diperintahkan dan antara halal dengan haram, Ali RA lalu bertanya kepada Abd ar-Rahman ibn Daabi “apakah kamu tahu nasikh dan mansyukh”, ia menjawab : “saya tidak tahu”. Kata Ali RA : “anda telah sesat dan rusak serta merusak orang lain”. Lebih lanjut lihat Qatadah Ibn Daamah al-Sadusiy, al-Nasikh wa al-Mansukh, ( Bairut : Muassasah al-Risalah, 1988), h.8-9

Nasikh dan mansyukh dlm Alquran Mhd Dongan

6

Hal inilah yang menjadi bahan perdebatan panjang tentang apakah dalam Alquran ada nasakh mansukh, lalu sejauh mana nasakh dan mansukh itu terjadi dan apakah sama nasakh dengan takhsis, bagaimana pendapat para ahli dalam masalah ini. Inilah permasalahan yang akan dicoba disampaikan dalam makalah singkat ini sebagai bahan diskusi dengan judul “Nasikh dan Mansukh dalam Alquran".

II.

NASIKH DAN MANSUKH DALAN ALQURAN A. Pengertian Nasikh dan Mansukh 1. Secara etimilogi Secara etimologi Nasikh adalah isim fa’il yang berasal dari kata

‫نسخ‬

‫وينسخ ونسخا وناسخ ومنسوخ‬yang diartikan menghapus, mengganti, menghilangkan, memindahkan, mengubah dan menyalin.2 Al-Karamy dalam Kitabnya Al-Nasikh wa Al-Mansukh mengartikan Nasikh dengan 3 makna yaitu: Pertama makna ‫ الزالة‬yang berarti menghilangkan atau menghapuskan. Defenisi ini merujuk pada dialek orang Arab yang sering berkata ‫نسخت السمش‬

‫( الظل‬cahaya matahari meghilangkan bayang-bayang) artinya tempat bayangbayang gelapa diganti dengan cahaya matahari. Kedua dengan makna ‫( التبديل‬merubah) yaitu merubah bentuk sesuatu tanpa menghilangkan, diambil dari kata Arab ‫( نسخت ال ريح الثار‬angin telah menghilangkan

jejak), hilang jejak di atas pasir hilang karena dihembus

angin, pasirnya tidak hilang. Makna ini sangat tepat untuk nash yang masih ada teksnya tetapi tak berlaku hukumnya. Ketiga bermakna tulisan yaitu kumpulan susunan huruf-huruf yang bermakna3. 2

Muhammad ibn Muhammad ibn Abd Al-Razzaq al-Husainy al-Zabidiy, Taj al-Arus,(Mesir: Maktabah al-Samilah, versi 6.0.1.4, 2001-2004), Juz I, h.1856; lihat juga Muhammad Ibn Mukram ibn Manzur al-Afriqy al-Misry, Lisan al-Arab, ( Bairut : Dar Sadir, tt.), Juz III, h. 61. 3 Mar’in ibn Abu Bakar al-Karamy, al-Nasihk wa al-Mansukh, ( Kuwait : Dar al-Alquran al-Karim, tt.) h.23

Nasikh dan mansyukh dlm Alquran Mhd Dongan

7

Sedangkan Mansukh adalah isim maf’ul (objek penderita) dari kata yang sama. Dengan demikian jika kata Nasikh adalah (kata benda pelaku), maka Mansukh adalah kata benda objek penderita, dengan demikian kalau Nasikh diartikan dengan imbuhan me-kan maka Mansukh diartikan dengan imbuhan di-kan, yaitu bermakna yang dihilangkan, dihapuskan, digantikan, diubah, dipindahkan dan disalin. Apabila Nasikh adalah yang me-kan dan Mansukh yang di-kan, maka Nasakh adalah proses terjadinya yang dapat diartikan dengan “penghilangan, penghapusan, pergantian, perubahan, pemindahan dan penyalinan”. 2. Secara Terminologi Secara istilah (terminologi) Nasakh didefenisikan dalam Muqodimah Alquran dan tafsirnya dengan rumusan sebagai berikut: “Nasakh dalam arti istilah yaitu: mengangkat atau menghapus hukum syara’ dengan dalil syara’, Nasikh ialah dalil syara’ yang menghapuskan suatu hukum, dan Mansukh ialah hukum syara’ yang telah dihapus”.4 Al-Sadusy menjelaskan makna Nasakh sebagai berikut:

.‫أما النسخ ف الصطلح فهو رفع الكم الشرعى بدليل شرعى متأخر‬ ‫ والدليل الرافع يسمى (الناسخ) ويسمى الرفع (النسخ‬،)‫)فالكم الرفوع بسمى (النسوخ‬.5 Artinya: Nasakh menurut istilah adalah menghilangkan hukum syara’ dengan dalil syara’ yang datang terbelakang. Maka hukum yang dihilangkan disebut Mansukh, dalil yang mengangkat hukum disebut Nasikh dan proses pengangkatan hukum disebut Nasakh. Berdasarkan pengertian tersebut di atas terlihat bahwa untuk terjadinya Nasakh harus ada empat syarat, yaitu: a. Hukum syara’ yang sudah berlaku dengan dalil syara’; b. Dalil syara’ yang baru; 4

Depatemen Agama RI, Muqaddimah Alquran dan Tafsirnya, ( Jakarta : Dep. Agama RI, 2008),

h.261. 5

Al-Sadusiy, al-Nasikh…, h.6

Nasikh dan mansyukh dlm Alquran Mhd Dongan

8

c. Objek hukum yang sama; d. Hukum yang baru;6 Ad. a. Hukum syara’ yang sudah berlaku dengan dalil syara’. Yang dimaksud dengan hukum syara’ yang sudah berlaku adalah bahwa hukum yang dinasakhkan tersebut haruslah hukum syara’ bukan hukum akal atau buatan manusia (hukum maudu’i). adapun yang dimaksud hukum syara’ adalah hukum yang tertuang dalam Alquran dan hadist yang berkaitan dengan tindakan mukalaf baik berupa perintah (wajib, mubah) larangan (haram, makruh) ataupun anjuran ( sunah). Ad. b. Dalil syara’ yang baru. Yang dimaksud dengan dalil syara’ yang baru adalah dalil yang menghapus hukum syara’, harus berupa dalil syara’. Sehingga dalil yang hukan dalil syar’i bukanlah dalil yang dapat menasakhkan hukum, seperti ra’y (qiyas, istihsan, istishab, sad al-zari’ah dan qaul sahaby). Hal ini sebagaimana yang ditegaskan oleh Allah SWT dalam QS. ANNisa’:597. Yang dimaksud dengan dalil yang baru adalah dalil yang kedua harus datang kemudian setelah hukum yang pertama berlaku, jadi jika kedua dalil tersebut datang bersamaan sehingga hukum berdasarkan dalil pertama belum ada peluang untuk berlaku, kemudian datang dalil kedua dengan hukum yang baru, tidaklah termasuk Nasakh hukum; Ad. c. Objek hukum yang sama. Yang dimaksud dengan objek hukum yang sama, adalah bahwa afrad yang dicakup oleh hukum berdasarkan dalil syar’i yang pertama 6

Abd al-Rahman Ibn Ali ibn Muhammad ibn Jauziy, Nawasikh al-Qur’an, ( Bairut : Dar kutub AlIlmi, 1405).h.24 7 Firman Allah SWT dalam surah al-Nisa’ ayat 59 yang berbunyi : ‫م‬j‫و‬k‫ي‬j‫ال‬k‫و‬m‫ه‬o‫الل‬m‫ب‬k‫ون‬s‫ن‬m‫م‬j‫ؤ‬s‫ت‬ j‫م‬s‫ت‬j‫ن‬s‫ ك‬m‫إ‬j‫ن‬m‫ول‬s‫س‬o‫الر‬k‫و‬o‫الل‬m‫ىه‬k‫ل‬m‫ إ‬s‫د|وه‬s‫ر‬ k‫ء• ف‬j‫ي‬k‫ي ش‬ m‫ ف‬j‫م‬s‫ت‬j‫ع‬k‫از‬k‫ن‬k‫ت‬ j‫ن‬m‫إ‬k‫ف‬j‫م‬s‫ك‬j‫ن‬m‫ م‬m‫ر‬j‫م‬k‫أ‬ j‫ي ال‬m‫ول‬s‫أ‬k‫ و‬k‫ول‬s‫س‬o‫لر‬ ‫وا ا‬s‫يع‬m‫ط‬k‫أ‬k‫و‬o‫الل‬k‫واه‬s‫يع‬m‫ط‬k‫وا أ‬s‫ن‬k‫ام‬k‫ ء‬k‫ين‬m‫ذ‬ o‫ا ال‬k‫ي|ه‬k‫اأ‬k‫ي‬ ‫يل•ا‬m‫و‬j‫أ‬k‫ت‬ s‫ن‬k‫س‬j‫ح‬k‫أ‬k‫و‬ •‫ر‬j‫ي‬k‫ خ‬k‫ك‬ m‫ل‬k‫ ذ‬m‫ر‬m‫آخ‬ j‫ال‬ (Hai orang-orang yang beriman, ta`atilah Allah dan ta`atilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Qur'an) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.)

Nasikh dan mansyukh dlm Alquran Mhd Dongan

9

sama dengan afrad yang dicakup dalil syar’i yang terakhir datang, sehingga jika ada perbedaan, seperti yang pertama cakupan hukumnya lebih luas dari cakupan ayat yang kedua, maka ayat yang kedua disebut mukhassis, sehingga prosesnya disebut takhsis. Atau apabila objeknya bebeda sama sekali, maka yang kedua disebut hukum baru bukan Nasakh, umpamanya ayat pertamanya tentang anjuran bersedekah bagi yang mempunyai kelebihan rizki dan ayat kedua menjelaskan tentang kewajiban seseorang memberikan belanja kepada keluarga dan anak-anaknya. Keduanya walau sama-sama mengeluarkan harta, tetapi yang pertama diberikan kepada orang yang bukan tangggungjawab, sedangkan yang kedua penerima adalah orang yang menjadi tanggungjawabnya. Ad. d. hukum yang baru. Yang dimaksud dengan hukum yang baru adalah bahwa hukum yang sudah berlaku tidak sama dengan hukum berdasarkan dalil syara’ yang kedua, umpamanya hukum yang telah berlaku adalah wajib, sedangkan berdasarkan dalil syara’ yang kedua hukumnya adalah sunat. Dan kedua dalil tersebut tidak bisa dikompromikan. Nasakh berbeda dengan ‫ البداء‬sebab al-bada’ berarti perubahan atas suatu keputusan setelah mengetahui suatu keadaan yang tidak diketahui sebelumnya, artinya al-bada’ didahului ketidaktahuan akan akibat yang terjadi kemudian sehingga setelah kejadian itu terjadi baru diketahui efeknya. Nasakh berasal dari Allah SWT yang maha tahu, tidak mungkin perubahan hukum tersebut karma Allah tidak tahu apa yang akan terjadi setelah hukum itu dibuat. Tetapi perubahan hukum tersebut sudah dirancang sejak awal.8 Dari pengertian Al-Nasakh wa Al-Mansukh di atas, muncul pertanyaan “bagaimana cara untuk mengetahui nasikh dan Mansukh?”.

8

Al-Sadusiy, al-Nasikh…, h.7

Nasikh dan mansyukh dlm Alquran Mhd Dongan

10

Untuk menjawab hal ini Al-Qattan memberikan rumusan bahwa AlNasakh wa Al –Mansukh dapat diketahui dengan cara-cara sebagai berikut: a. Terdapat keterangan yang tegas dari Nabi atau Sahabat. Hal ini sebagaimana diriwayatkan oleh Imam Muslim dari Rabi’ Ibn Sabrah Al-Juhany Rasulullah SAW bersabda: ‫اع‬k‫ت‬j‫م‬m‫ت‬ j‫اس‬m‫ي ال‬m‫ ف‬j‫م‬s‫ك‬k‫ل‬s‫ت‬j‫ن‬m‫ذ‬k‫أ‬s‫ت‬j‫ن‬s‫ك‬j‫د‬k‫ن˜ي ق‬m‫ إ‬s‫اس‬o‫ا الن‬k‫ي|ه‬k‫ أ‬k‫ اي‬k‫ال‬k‫ق‬k‫ف‬...s‫ه‬k‫ث‬o‫د‬k‫ ح‬s‫اه‬k‫ب‬k‫أ‬o‫ن‬k‫ أ‬k‫ة‬k‫ر‬j‫ب‬k‫ س‬m‫ن‬j‫ ب‬m‫يع‬m‫ب‬o‫ الر‬m‫ن‬k‫ ع‬2098 ‫وا‬s‫ذ‬s‫خ‬j‫أ‬k‫ت‬k‫ل‬k‫ا او‬k‫ه‬k‫يل‬m‫ب‬ k‫ل˜ س‬k‫خ‬s‫ي‬j‫ل‬k‫ف‬j‫ي‬k‫ش‬ •‫ ء‬o‫ن‬s‫ه‬j‫ن‬m‫م‬s‫ه‬k‫د‬j‫ن‬m‫ع‬k‫ان‬k‫ ك‬j‫ن‬k‫م‬k‫ف‬m‫ة‬k‫ام‬k‫ي‬ m‫ق‬j‫ال‬m‫م‬j‫و‬k‫ى ي‬k‫ل‬m‫إ‬s‫ه‬k‫م‬o‫ر‬k‫ ح‬j‫د‬k‫ق‬k‫ه‬o‫ الل‬o‫ن‬m‫إ‬k‫ و‬k‫ل‬k‫أ‬ ‫ ا‬m‫اء‬ k‫ الن˜س‬k‫ن‬m‫م‬ * 9 ‫ئ•ا‬j‫ي‬k‫ ش‬o‫ن‬s‫وه‬s‫م‬s‫ت‬j‫ي‬k‫ا آت‬o‫م‬m‫م‬ Artinya: Dari Rabi ibn Sabrah bahwa ayahnya menyampaikan kepadanya … (Rasulullah SAW) berkata “Wahai sekalian manusia, saya dahulu mengijinkan kamu istimta’ dengan wanita nikah mut’ah) dan sekarang Allah telah mengharamkannya sampai hari kiamat, siapa di antara kamu yang masih memiliki wanita mut’ah, lepaskanlah dan jangan minta lagi sedikitpun dari apa yang kamu berikan kepada mereka (HR Muslim). Hadis ini menjelaskan pembatalan (Nasakh) nikah mut’ah yang sebelumnya diperbolehkan tetapi setelah hadis ini disampaikan oleh Nabi SAW, hukum berubah menjadi haram. b. Terdapat kesepakatan ummat antara ayat Nasikh dan ayat yang di Mansukh. Jika tidak ada nash yang menjelaskan secara langsung tentang pembatalan atau perubahan hukum, tetapi dapat dipahami langsung dari dalil-dalil tersebut, maka harus ada ijma’ ulama yang menetapkan hal tersebut. c. Dua ayat yang bertentangan namun keduanya tersebut diketahui mana yang pertama dan mana yang kedua.

9

Imam Muslim ibn Hajjaz al-Kusairy al-Naisabury, Sahih Muslim, ( Bairut : Dar al-Ihya Turas alaraby, tt.), Juz IV, h.132.

Nasikh dan mansyukh dlm Alquran Mhd Dongan

11

Hal ini sebagaimana ayat 12 dengan ayat 13 surah Al-Mujadalah tentang keharusan bersedekah ketika menghadap Rasul. Tentang kewajiban memberi sedekah ketika hendak berhadapan dengan Rasulullah SAW. B. Ragam Nasakh dan contohnya. Nasakh dapat terjadi pada Alquran10 dan dapat juga terjadi pada Sunnah Rasulullah SAW, karena jumhur ulama sepakat kedua hal tersebut merupakan Nash syari’at. Akan tetapi nasakh tidak terjadi pada hukum wada’i (syarat, sebab dan mani’) sama halnya juga tidak terjadi pada hukum akal dan hukum adat. 1. Berdasarkan sumber nash syari’atnya, nasakh dibagi kepada: a. Nasakh Alquran dengan Alquran Jumhur ulama menyatakan jenis nasakh ini dapat diterima. Contoh: Penghapusan kewajiban bersedekah ketika akan menghadap Rasul sebagaimana yang terdapat dalam surah Al- Mujadalah:12 yang di Nasakh ayat 13 yang disebutkan di atas. b. Nasakh Alquran dan Hadis Ahad. Nasakh jenis ini terbagi menjadi 2 macam yaitu: 1) Nasakh Alquran dengan Hadis Ahad Menurut Jumhur ulama’ Nasakh ini tidak diperbolehkan, se4bab Alquran adalah Mutawatir dan bersifat Qat’i sedangkan Hadis Ahad adalah bersifat zanni. Sangat tidak logis ketika sesuatu yang mutlak kebenarannya harus dibatalkan dengan sesuatu yang masih bersifat dugaan (zan) kebenarannya. 2) Nasakh Alquran dengan hadis Muatawatir. Jumhur ulama’ (Imam Malik, Abu Hanifah dan Ahmad) berpendapat jenis ini diperbolehkan, sebab keduanya adalah berangkat dari wahyu. Hal ini didukung dengan firman Allah SWT yang terdapat 10

Walaupun terjadi perbedaan pendapat ulama tentang ada atau tidaknya nasikh dalam Alquran, namun jumhur ulama mengakui adanya nasikh dalam Alquran sebagaimana akan dijelaskan dalam sub bab berikutnya.

Nasikh dan mansyukh dlm Alquran Mhd Dongan

12

dalam QS.Al-Najm:3-4, namun Imam Al-Syafi’i dan Mazhab Zahiry menolak jenis Nasakh ini, sebab hadis tidaklah lebih baik atau sebanding dengan Alquran. Hal ini didukung oleh firman Allah yang terdapat dalam QS. Al-Baqarah:106. c. Sunnah dengan Alquran. Jumhur ulama’ menerima adanya sunnah dinasakh dengan Alquran. Hal ini sebagaimana hadis Riwayat Bukhari-Muslim tentang kewajiban puasa pada bulan as-Syura. Yang berbunyi sebagai berikut: ‫ول‬s‫س‬k‫ ر‬k‫ان‬k‫ك‬k‫ و‬m‫ة‬o‫ي‬m‫ل‬m‫اه‬ k‫ج‬j‫ي ال‬m‫ ف‬k‫اء‬k‫ور‬s‫اش‬k‫ ع‬s‫وم‬s‫ص‬k‫ش•ت‬j‫ي‬k‫ر‬s‫ق‬j‫ت‬k‫ان‬k‫ك‬j‫ت‬k‫ال‬k‫ا ق‬k‫ه‬j‫ن‬k‫ مه ع‬o‫ي الل‬m‫ض‬k‫ ر‬k‫ة‬k‫ش‬m‫ائ‬k‫ع‬ j‫ن‬k‫ ع‬1897 ‫ر‬j‫ه‬k‫ ش‬k‫ ض‬m‫ر‬s‫ ف‬o‫ ام‬k‫ل‬k‫ ف‬m‫ه‬m‫ام‬k‫ي‬ m‫ص‬m‫ ب‬k‫ر‬k‫م‬k‫أ‬k‫ و‬k‫ص‬ s‫ه‬k‫ام‬m‫ة‬k‫ين‬m‫د‬k‫م‬j‫ ال‬k‫ل‬m‫إ‬ ‫ى‬k‫ر‬k‫اج‬k‫ه‬o‫ام‬k‫ل‬k‫ ف‬s‫ه‬s‫وم‬ s‫ص‬k‫ ي‬k‫م‬o‫ل‬ k‫س‬k‫ و‬m‫ه‬j‫ي‬k‫ل‬k‫ه ع‬o‫الل‬ ‫ى م‬o‫ل‬k‫ ص‬m‫ه‬o‫الل‬ 11

*‫رواه مسلم‬... s‫ه‬k‫ك‬k‫ر‬k‫ ت‬k‫ش‬ k‫اء‬j‫ن‬k‫م‬k‫ و‬s‫ه‬k‫ام‬ k‫ ص‬k‫اء‬k‫ ش‬j‫ن‬k‫ م‬k‫ال‬k‫ ق‬k‫ض‬k‫م‬k‫ر‬ k‫ان‬

Artinya: dari Aisyah RA beliau berkata: “Suku Quraisy

biasa

mempuasakan hari asyura pada masa jahiliyah dan Rasulullah SAW juga ikut mempuasakannya, setelah hijrah ke madinah Ia mempuasakannya dan menyuruh untuk berpuasa pada hari asSyura, setelah diwajibkan puasa bulan Ramadan, Rasulullah SAW berkata Siapa yang mau puasa (hari ‘asyura) silakan, dan siapa yang tidak mau puasa (hari Asyura) tidak mengapa. HR Muslim Berdasarkan sunnah ini diketahui bahwa dahulu puasa asyura adalah wajib, tentu kewajiban puasa tersebut bukan berdasarkan Alquran karena tidak ditemukan kewajiban mempuasakan hari Asyura, kalau kewajiban itu bukan dengan Alquran tentu dengan sunnah Rasulullah SAW karena tidak ada yang dapat mewajibkan sesuatu kecuali syar’i (Allah SWT dan Rasulullah SAW), kemudian setelah surah Al-Baqarah ayat 185 diturunkan, puasa asyura tidak wajib lagi. Pembatalan ini tentu pembatalan sunnah dengan Alquran. Walaupun demikian menurut as-Syafi’i jenis ini tidak dapat diterima, sebab antara Alquran dengan sunnah harus berjalan beriringan dan tidak boleh bertentangan. Dengan kata lain bagi as-Syafi’i adalah tidak mungkin 11

Imam Muslim, Sahih.., juz II, h.792.

Nasikh dan mansyukh dlm Alquran Mhd Dongan

13

manakala ada hadis yang bertentangan dengan Alquran selain itu, pandangan ini juga mengisyaratkan bahwa adanya nasakh menunjukkan adanya ketidaktepatan dalam hadis, padahal sebagaimana yang kita ketahui keberadaan hadis pada dasarnya sebagai penjelasan atas Alquran. d. Nasakh sunnah dengan sunnah. Jenis nasakh ini ada 4 macam kemungkinan, yaitu: 1. Sunnah Mutawatir di-nasakh-kan dengan Sunnah Mutawatir. 2. Ahad dengan Ahad. 3. Ahad dengan Mutawatir. 4. Mutawatir dengan Ahad Bagi Jumhur ulama’ dari keempat Naskh tersebut tidak menjadi masalah menjadi bagian dari Nasakh dengan kata lain dapat diterima kecuali jenis yang keempat yaitu mutawatir dengan ahad. Argumentasinya tentu tidak terlepas dari tingkat nilai kebenaran yang terkandung didalamnya.12 2. Dari segi ganti hukumnya, nasakh dibagi kepada: a. Nasakh hukum yang tidak ada gantinya. Dalam jenis ini seperti pembatalan hukum memberikan sedekah kepada orang miskin bagi orang yang akan berbicara secara khusus dengan Rasulullah SAW. Hukum ini dibatalkan tetapi tidak ada bentuk lain sebagai penggantinya. b. Nasakh dengan pergantian hukum. Nasakh dalam bentuk ini, hukum yang sudah ada diganti dengan hukum yang baru lebih ringan dari yang dibatalkan, terkadang justru yang baru lebih berat, seperti nikah mut’ah, yang sebelumnya dibolehkan tapi kemudian dilarang.13 c. Nasakh dengan menghilangkan hukum tanpa pengganti. 12

Disarikan dari Hibat Allah Ibn Abd al-Rahim Ibn Ibrahim, Nasikh al-Alquran wa Mansukhuh, ( Bairut : Muassasah al-Risalah, 1405), h.20-22 13 Abdul Aziz Dahlan at.all, Ensiklopedi Islam, (Jakarta : PT Ichtiar Van Hoeve, 1996), Jilid 4, h. 1312.

Nasikh dan mansyukh dlm Alquran Mhd Dongan

14

Nasakh dalam bentuk ini hanya menghapuskan hukum tanpa ada penggantinya. 3. Berdasarkan bentuknya nasakh dalam Alquran dibagi dalam 3 jenis, yaitu: a. Nasakh hukum sedangkan tilawahnya tetap b. Nasakh hukum dan tilawahnya c. Nasakh tilawah-nya sedangkan hukumnya tetap Ad. a. Nasakh hukum sedangkan tilawah (bacaannya) masih tetap.14 Nasakh dalam bentuk ini hanya merubah hukum, sedangkan teksnya masih dapat dibaca sampai sekarang, seperti ayat idah selama satu tahun yang di Nasakh menjadi 4 bulan 10 hari. Sebagaimana yang terdapat dalam QS. Al-Baqarah ayat 240 sebagai berikut:

‫ى‬#‫ إ ل‬+‫ز و اج ه م م ت ااع‬#‫اي وة لص أ‬+‫زو اج‬#‫أ‬#‫ر ون‬#‫مو ي ذ‬.‫ نم ك‬#‫و ال;ذ يينت و ف;و ن‬ ‫سه ن‬.‫ن ف‬#‫ع ل نيف أ‬#‫م ف يام ف‬.‫ي ك‬#‫اح ل‬ ‫ج ن ع‬#‫ل‬#‫إ ن خرج ن اف‬#‫ي ر إ خر اج ف‬#‫ال ح و ل غ‬ )240(‫ حك يم‬G‫م ن م ع ر وف وهالل;ع ز يز‬ Artinya: “Dan orang-orang yang akan meninggal dunia di antara kamu dan meninggalkan isteri, hendaklah berwasiat untuk isteriisterinya, (yaitu) diberi nafkah hingga setahun lamanya dan tidak disuruh pindah (dari rumahnya) akan tetapi jika mereka pindah (sendiri), maka tidak ada dosa bagimu (wali atau waris dari yang meninggal) membiarkan mereka berbuat yang ma’ruf terhadap diri mereka dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” Ayat tersebut di Nasakhkan dengan QS. Al-Baqarah ayat 234

‫ا‬+‫ ه ر عوش ر‬#‫ أش‬#‫رن بأ ع ة‬# ‫س ه‬.‫ن بف‬#‫ا ي ت ر بص نأ‬+‫اج‬#‫و أ‬#‫ون‬ ‫ر ز‬#‫ذ‬ ‫م و‬.‫ك‬ ‫ن م ي‬#‫و ال;ذ تين و يف;و ن‬ Artinya: “Orang-orang yang meninggal dunia di antaramu dengan meninggalkan

isteri-isteri

(hendaklah

para

isteri

itu)

menangguhkan dirinya (ber’iddah) empat bulan sepuluh hari. Ad. b. Nasakh hukum dan tilawah. 14

Dep. Agama RI, Muqaddimah, h.264.

Nasikh dan mansyukh dlm Alquran Mhd Dongan

15

Nasakh dalam bentuk ini telah dihilangkan teks ayatnya dan juga hukumnya tidak diberlakukan lagi, sehingga tidak dapat kita jumpai lagi dalam Alquran. Jenis Nasakh ini masih debatable, sebab apakah mungkin hal yang demikian itu terjadi. Tentunya keraguan yang demikian itu adalah wajar, sebab bisa jadi keberadaan jenis Nasakh ini tereduksi dengan kepentingan tertentu. Namun demikian, apa dasarnya bentuk Nasakh ini merujuk pada hadis riwayat Muslim yang menyatakan bahwa:

‫عن عائشة أنها قالت كان فيما أنزل من القرآن عشر رضعات معلومات يرمن‬ ‫ث نسخن ب م س معلومات فتوف رسو ل ال ص لى ال عليه و س لم وهن‬ ‫ رواه مسلم‬.‫فيما يقرأ من القرآن‬ 15

Juga hadis yang diriwayatkan oleh Anas Ibn Malik:

‫عن أنس بن مالك رضي ال عنه قال كنا نقرأ سورة تعدل سورة التوبة ما‬ ‫احفظ منها إل هذه الية لو كان لبن آدم واديان من ذهب لبتغى إليهما‬ ‫ثالثا ولو أن لما ثالثا لبتغى إليه رابعا ول يل جوف ابن آدم إل التراب‬

.‫ويتوب ال على من تاب‬

16

(Dari Anas ibn Malik RA ia berkata “kami dahulu membaca surah seimbang panjangnya dengan surah al-Taubat, tetapi saya sudah tidak hapal lagi kecuali potongan ayat ’’

‫لو كان لبن آدم واديان م ن ذهب لبتغى إليهم ا ثالثا ولو أن لم ا ثالثا‬ ‫لبتغى إليه رابعا ول يل جوف ابن آدم إل التراب ويتوب ال على من تاب‬ Menurut Qodi Abu Bakar, nasakh yang demikian ini tidak dapat diterima, sebab keberadaan jenis nasakh ini ditentukan oleh khabar ahad. Namun bagi al-Qattan berpendapat bahwa penetapan nasakh dan penetapan sesuatu sebagai bagian dalam Alquran adalah dua hal yang 15

Imam Muslim, Sahih, Juz II, h.1075. Ibn Hazmin al-Andalusy, al-Nasikh wa al-Mansukh fi al-Alquran al-Karim ( Bairut: Dar Kutub alIlmiyah, 1986), h. 9. 16

Nasikh dan mansyukh dlm Alquran Mhd Dongan

16

berbeda. artinya dalam penetapan nasakh cukup dengan khabar ahad sedangkan sesuatu sebagai Alquran harus dengan dalil qot’i atau khabar mutawatir.17 ad. c. Nasakh tilawah sedangkan hukum tetap. Keberadaan nasakh jenis ini merujuk pada hadis dari Umar Ibn Khatob yang menyatakan bahwa termasuk ayat yang kami baca dahulu adalah ayat:

Artinya: “Orang tua laki-laki dan orang tua perempuan itu kalau keduanya berzina, maka rajamlah (dihukum lempar batu sampai

mati)

sekaligus

sebagai

balasan

dari

Allah,

sesungguhnya Allah maha Perkasa dan maha Bijaksana”.18 Ketentuan hukum rajam dari hadis di atas apabila kita mencari lafaz-nya dalam mushaf Usmani (Alquran) tentu kita tidak akan menemukannya, sebab ayat tersebut sudah di-mansukh-kan. namun ketentuan hukumnya (rajam bagi orang tua) masih tetap berlaku. C. Pandangan ulama tentang nasakh dalam Alquran Pengetahuan tentang nasakh dalam memahami Alquran menurut Ali Ibn Abi Talib yang dikutip di atas sangat penting agar tidak tercampur antara yang halal dengan yang haram, antara yang sah dengan yang batil, sebab nasakh bukan hanya terkait dengan aspek hukum syara’ melainkan juga tak jarang berkaitan dengan teologi. Namun demi menjaga kemurnian dan mempertahankan kemuliaannya terjadilah perbedaan pendapat di antara para ulama tentang nasakh dalam Alquran, di antara pendapat-pendapat tersebut adalah: 1. Nasakh secara akal bisa terjadi dan secara syara’ telah terjadi

17

.Muhammad Hambali, SHI, an-Nasakh wa al-Mansukh ( http://wordpress.com . diakses tanggal 1 April 2009) 18 Ibid.

Nasikh dan mansyukh dlm Alquran Mhd Dongan

17

Pendapat dikemukakan oleh Jumhur ulama19, dasar hukum yang mereka pakai adalah: -

Bahwa ummat Islam berkeyakinan bahwa Allah SWT berbuat sesuai dengan kehendaknya tanpa terkait dengan tujuan dan alas an, oleh sebab itu wajar saja apabila Allah SWT menetapkan hukum lalu menggantinya sesuai kemaslahatan manusia, dan adalah hak prerogative-Nya untuk menghapus ataupun tidak satu hukum yang dibuat-Nya.20

-

Hal ini juga sebagaimana Allah SWT menyampaikan dalam Alquran surah Al-Baqarah ayat 106 sebagai berikut:

(106)G‫ ير‬#‫قد‬

‫ شي ء‬k‫ل‬.‫ى ك‬#‫ن; الع ل‬#‫أ‬ ‫م ل;ه‬#‫مع تل‬#‫ل‬#‫و م ث ل ه ا أ‬#‫ت ن به ا أ‬ ‫وس نه اخ ني أر م‬#‫اي نأ‬,‫ء‬ ‫نم اسنخ م ن ة‬ Ayat ini diiringkan Allah SWT dengan penjelasan tentang kekuasaan

dengan firman-Nya pada ayat berikutnya: (107) ‫نص ي‬

‫ا‬#‫ و ل‬o‫م م ن د ونم اللن;ه و ل ي‬.‫ك‬#‫ض ل‬ ‫رو م ا‬#‫مه ل ك مالسو ات و الأ‬#‫ن; الل;ه ل‬#‫ أ‬#‫م ت عمل‬#‫ل‬#‫أ‬

Artinya: “tiadakah kamu mengetahui bahwa kerajaan langit dan bumi adalah kepunyaan Allah? Dan tiada bagimu selain Allah seorang pelindung maupun seorang penolong”. -

Di samping itu dalam kenyataan banyak hukum yang telah di-nasakhkan Allah SWT seperti syariat agama sebelum Islam telah di-nasakhkan dengan syariat Islam dan dalam syariat Islam sendiri juga banyak terjadi

Nasakh

Mansukh

seperti

dinasakhkannya

kewajiban

menghadapi Bait al Muqoddis dalam syarat shalat dengan memindahkan kiblat ke bait al Haram (Kabah), pembatalan wasiat (mengenai harta) kepada ahli waris dengan hukum kewarisan. 2. Nasakh secara akal mungkin terjadi namun secara syara’ tidak. Pendapat ini dimotori oleh Abu Muslim Al-Asfahani. Ia berpendapat nasakh mungkin terjadi secara logika namun secara syara’ tidak. Sebab ia berpedoman pada QS. Fushilat ayat 42 yang berbunyi: 19 20

Yang dimaksud dengan njumhur ulama adalah, kebanyakan ulama yang memberi pendapat sama. Abdul Aziz Dahlan, Ensiklopedi…, h.1310.

Nasikh dan mansyukh dlm Alquran Mhd Dongan

18

)42( ‫ م ن ح كيم ح ميد‬q‫ا من لخ نف زه تيل‬#‫ م ن ي بن ي دي ه و ل‬.‫اط ل‬ ‫ا يتأ بيه ال‬#‫ل‬ (Yang tidak datang kepadanya (Alquran) kebatilan baik dari depan maupun dari belakangnya, yang diturunkan dari Tuhan yang Maha Bijaksana lagi maha Terpuji). Al-Asfahani mendalilkan bahwa apabila ada Nasakh dalam Alquran, itu berarti ada sesuatu yang salah dalam Alquran sehingga perlu diubah setelah kesalahan itu diketahui Allah, hal itu tidak mungkin sebagaimana disebut dalam ayat di atas, atau mungkin perubahan hukum adalah demi kemaslahatan manusia, itu berarti ketika ayat pertama (yang di-mansukh) diturunkan, Allah belum tahu kemaslahatan bagi manusia pada kejadian kedua. Hal ini juga mustahil Allah tidak tahu. Kalau ada nasakh dalam Alquran untuk kemaslahatan manusia, ini memberikan inspirasi bahwa untuk kemaslahatan manusia, manusia itu dapat merubah imannya di saat genting. Berdasarkan pendapat tersebut, terlihat bahwa Al-Isfahany tidak dapat membedakan antara nasakh dengan ibda’ yang dikenal dalam bahasa arab sebagaimana dijelaskan di awal pembahasan ini. Selain itu, pendapat ini sepertinya terkontaminasi falsafah yahudi yang berpendapat tidak ada nasakh hukum yang dibuat Allah, sehingga taurat tidak dinasakhkan injil karena keduanya berasal dari satu Tuhan, sehingga firman pertama haruslah menjadi rujukan untuk mengukur keabsahan firman kedua, hal ini sebagaimana dikutip oleh Mahmud Abasikh21. Secara umum ulama sepakat ada nasakh, namun terjadi perbedaan pendapat tentang apa syarat agar nasakh dapat diterima, secara umum semua setuju syarat nasakh haruslah: 1. Yang dinasakhkan adalah hukum syara’; 2. Pembatalan datang dari khatib (syar’i); 3. Pembatalan bukan karena kadaluarsa;22 21 Mahmud Abasikh, Did al-Masihiyah fi al-Islam (http:\\www.burhanukum.com, diakses tanggal 1 April 2009) 22 Abdul Aziz Dahlan, Ensiklopedi…h.1310

Nasikh dan mansyukh dlm Alquran Mhd Dongan

19

Namun ada syarat-syarat yang dikemukakan oleh ulama yang tidak disepakati ulama lain antara lain adalah: 1. Hukum berdasarkan nash pertama harus sudah diberlakukan sebelum dibatalkan; Syarat ini dikemukakan oleh Mazhab Hanafi dan Mu’tazila, sedangkan Jumhur ulama tidak menerimanya. Mazhab ini beralasan bahwa apabila satu hukum dibatalkan sebelum sempat diberlakukan, hal itu berimplikasi bahwa hukum tersebut tidak ada kabaikannya sehingga tidak perlu diberlakukan, hal ini tidak mungkin terjadi pada hukum buatan Allah, kalau hukum tersebut sudah diberlakukan lalu dengan perubahan waktu dan tempat terjadi perubahan kondisi masyarakat sehingga perlu diperbaharui, hal itu wajar dan logis. Jumhur ulama’ menjawab bahwa hukum dibuat tuhan adalah untuk dipatuhi, kebaikan tidak hanya dinilai dari manfaat, tetapi kebaikan juga dapat diambil dari keputusan dan tekad manusia untuk mengamalkan aturan Allah, sehingga walau belum dilaksanakan, sesungguhnya ummat Islam telah bertekad untuk mengamalkannya. Dalam kasus ini dapat diambil contoh kewajiban shalat yang pertama diterima nabi SAW adalah 50 kali sehari semalam, kemudian dinasakhkan menjadi 5 waktu sehari semalam. Padahal belum sempat dilaksanakan, namun Nabi SAW telah bertekad dalam melaksanakannya. 2. Pembatalan (Mansukh) harus dapat diterima akal. Syarat ini dikemukakan oleh Mu’tazilah dan Maturidiah, yang banyak mempergunakan ratio dan sangat memberikan perhatian ratio, namun syarat ini tidak diterima oleh jumhur ulama.23 3. hukum yang di-nasakh harus ada hukum pengganti. Pendapat ini dikemukakan oleh ulama usul fiqh, mereka mendasarkan pada firman Allah SWT dalam QS. Al-Baqarah ayat 106 di atas yang artinya: “ayat mana saja yang Kami Nasakhkan, atau Kami jadikan

23

Ibid.h.1311.

Nasikh dan mansyukh dlm Alquran Mhd Dongan

20

(manusia) lupa kepadanya, Kami datangkan yang lebih baik dari adanya atau yang sebanding dengannya….”. Jumhur menjelaskan bahwa banyak hukum yang dinasakhkan yang tidak ada hukum penggantinya, seperti pembatalan kebolehan kawin mut’ah, tidak ada penggantinya. D. Perbedaan nasakh dengan takhsis Jumhur ulama membedakan antara nasakh dengan takhsis, namun mazhab Hanafi tidak membedakannya, Hanafi berpendapat bahwa takhsis adalah bagian dari nasakh. Ulama berdalil bahwa yang dimaksud dengan nasakh adalah perubahan hukum secara keseluruhan dari cakupan hukum yang datang dengan nash tersebut, sehingga nash tersebut tidak lagi membawa hukum. Sedangkan Hanafi memahami nasakh dengan semata-mata perubahan hukum, tidak mesti nasakh tersebut tidak berlaku (tidak membawa hukum ) lagi, cukup apabila ada dua nash, nash yang pertama tidak diamalkan, tetapi yang diamalkan nash yang kedua walaupun yang pertama masih berlaku bagi afrad yang lain, disebut nasakh. Sehingga jika satu nash datang dengan cakupan yang cukup luas dengan keumuman dan kemutlakannya seperti kewajiban meminta izin setiap kali memasuki rumah orang lain sebagaimana yang disebut dalam QS. An-Nur 27:

‫ه له ا‬#‫ى أ‬#‫معول‬k‫ل‬ ‫م تح ى تس نت أس وا و تس ا‬.‫ي ري بوت ك‬#‫ا غ‬+‫وت‬ ‫وا ب‬.‫ا تد خ يل‬#‫ام ن وا ل‬,‫ء‬ ‫ل;ذ ين‬ ‫ه ا ا‬t‫ي‬#‫ياأ‬ Dinasakh dengan ayat 29 berbunyi:

... ‫م‬.‫ك‬#‫ ل‬G‫يه افم ت اع‬ ‫ونة‬.‫ي ر م س ك‬#‫اب غ‬+‫وت‬ ‫وا‬.‫ن تد يخ ل‬#‫ أ‬G‫م ن جاح‬.‫ك‬#‫س عي ل‬#‫يل‬ (Tidak ada dosa atasmu memasuki rumah yang tidak disediakan untuk didiami, yang di dalamnya ada keperluanmu,…) Jadi berdasarkan ayat pertama siapapun yang hendak memasuki rumah orang lain harus meminta izin, sedangkan berdasarkan ayat kedua orang yang ada keperluanmu (ada harta benda) di dalam satu rumah yang bukan rumah dan rumah itu tidak ada penghuninya tidak perlu minta izin.

Nasikh dan mansyukh dlm Alquran Mhd Dongan

21

Hanafiah memahami bagi orang yang ada kepentingan masuk ke dalam satu rumah yang tak berpenghuni, baginya tidak berlaku ketentuan ayat 27, sehingga baginya ayat tersebut telah mansukh. Tetapi jumhur ulama berpendapat, kejadian tersebut merupakan n 9takhsis) yang pada kesempatan lain ketika berhadapan dengan rumah yang berpenghuni, maka ayat pertama tetap berlaku kepadanya.24 Imam as-sadusy menyebutkan ada 3 perbedaan antara nasakh dengan takhsis sebagai berikut: nasakh tidak terjadi pada berita (ikhbariyah25) hanya terjadi pada

1.

insyaiyah, sedangkan takhsis dapat terjadi pada semua jenis kalimat; 2.

Nasakh hanya terjadi pada Alquran dan sunnah, sedangkan takhsis dapat terjadi pada Alquran, sunnah, qiyas, ra’y bahkan dapat terjadi dengan intuisi (perasaan);

3.

Takhsis dapat terjadi dengan dalil yang bersamaan, atau lebih dulu dari yang umum atau belakangan dating, sedangkan nasakh hanya boleh dengan dalil yang datang belakangan, tidak boleh lebih dahulu nasikh dari mansukh, juga tidak boleh bersamaan.26

E. Hikmah nasakh dalam Alquran Dari uraian di atas, maka dapatlah kita pahami bahwa kajian nasakh dan mansukh memiliki hikmah yang teramat penting. Adapun hikmah tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut: 1. Mengukuhkan keberadaan Allah SWT sebagai Tuhan. Bahwa Allah tidak akan pernah terikat dengan ketentuan-ketentuan yang sesuai dengan logika manusia. Sehingga jalan pikiran manusia takkan pernah bisa mengikat Allah SWT. Allah mampu melakukan apa saja, sekalipun menurut manusia hal itu tidak logis. Tetapi Allah akan menunjukkan, bahwa kehendak-Nya lah yang akan terjadi, bukan kehendak kita. Sehingga diharapkan

24

Disarikan dari Fahd Ibn Mubarak al-wahaby, Makna al-Nasakh ‘inda al-Salaf wa khata’ fahmih ( http://.alwahbi.maktoobblog.com, diakses tanggal 1 April 2009) 25 Yang dimaksud dengan kalimat Ikhbariyah adalah kalimat yang berupa penyampaian berita dan tiodak mengandung makna perintah atau larangan. Sedangkan Insyaiyah adalah kalimat perintahj dan atau larangan seperti amar, nahi, istifham inkari dan lain-lainnya. 26 Al-Sadusiy, al-Nasikh.. h.8

Nasikh dan mansyukh dlm Alquran Mhd Dongan

22

dari keberadaan nasakh dan mansukh ini mampu meningkatkan keimanan kita kepada Allah SWT, bahwa Dia-lah yang Maha Menentukan. 2. Membuktikan bahwa syariat agama Islam adalah syariat yang sempurna. Dengan adanya nasakh, maka kondisi masyarakat dapat direkayasa dan dibimbing untuk satu tujuan (social engineering), dengan demikian syariat Islam akan lebih sempurna diikuti manusia dengan meninggalkan kebiasaankebiasaan lama. Sebagai contoh kebiasaan minum minuman yang memabukkan dalam budaya Arab, dengan rekayasa yang maha Sempurna akhirnya dapat dihapus tanpa ada perlawanan budaya yang berarti. Bentuk perubahan yang dilakukan adalah dengan nasakh, yaitu pertama membiarkan, lalu mengurangi, terus membatasi akhirnya meniadakan sama sekali. 3. Cobaan bagi mukallaf untuk mengikuti ataupun tidak mengikuti. Suatu hukum setelah mapan dan dilaksanakan dengan baik, kemudian diganti dengan hukum baru, adalah merupakan ujian, apakah orang tersebut mau mengikuti perintah Allah SWT hal ini terjadi seperti perubahan arah kiblat dari Bait Al-Muqaddis ke Bait Al-Haram. Sebagaimana difirmankan Allah SWT dalam Alquran surah Al-Baqarah ayat 143 sebagai berikut:

‫ان ت‬#‫ى ع ق ب ي هو إ نك‬#‫لعبل‬#‫ م م ننيق‬#‫ول‬ ‫م م ن تي ب ع الر س‬#‫ي اه إا لل; ن ع ل‬#‫ن تع ل‬.‫ ال;تي ك‬#‫ة‬#‫و ما جع ل نا قال ب ل‬ ‫ىذ ال;ين ه د ى الل;ه‬#‫ إ ل;ا ع ل‬#‫ك‬#‫ل‬ ‫بية‬ (… dan Kami menetapkan kiblat yang menjadi kiblatmu (sekarang) melainkan agar Kami mengetahui (supaya nyata) siapa yang mengikuti Rasul dan siapa yang membelot. Dan sungguh (pemindahan kiblat) itu terasa amat berat, kecuali bagi orang-orang yang diberi petunjuk oleh Allah). III.

KESIMPULAN Dari penjelasan tersebut di atas dapat ditimbulkan bahwa nasakh ( nasikh dan mansukh) ada dalam Alquran, yaitu pembatalan hukum satu nash dengan dalil syra’, yang oleh ulama disepakati nasakh hanya terjadi antara Alquran dengan Alquran

Nasikh dan mansyukh dlm Alquran Mhd Dongan

23

sedangkan me-nasakh Alquran dengan sunnah masih terjadi perbedaan pendapat, walaupun hadis tersebut hadis mutawatir. Nasakh bukanlah pembatalan hukum akibat ada sesuatu yang baru yang pada saat hukum pertama ditetapkan belum diketahui (Al-Ibda’), tetapi 23asikh adalah perubahan hukum untuk kemaslahatan manusia atau untuk menunjukkan kekuasaan Allah SWT sebagai pencipta dan pemiliknya ( ‫)يفعل مايشاء‬. Takhsis menurut Hanafiah adalah bagian dari nasakh, namun menurut Jumhur ulama, nasakh berbeda dengan takhsis, takhsis bukan bagian dari nasakh. Karena nasakh adalah penghapusan atau perubahan hukum secara menyeluruh, sedangkan takhsis hanya perubahan sebagian dan sesaat saja.

Nasikh dan mansyukh dlm Alquran Mhd Dongan

24

DAFTAR BACAAN Abasikh, Mahmud, Did al-Masihiyah fi al-Islam (http:\\www.burhanukum.com, diakses tanggal 1 April 2009) Agama, Depatemen RI, Muqaddimah Alquran dan Tafsirnya, ( Jakarta : Dep. Agama RI, 2008), al-Andalusy, Ibn Hazmin, al-Nasikh wa al-Mansukh fi al-Alquran al-Karim ( Bairut: Dar Kutub al-Ilmiyah, 1986) Dahlan, Abdul Aziz at.all, Ensiklopedi Islam, (Jakarta : PT Ichtiar Van Hoeve, 1996 Hambali, Muhammad, SHI, an-Nasakh wa al-Mansukh ( http://wordpress.com . diakses tanggal 1 April 2009 Hibat Allah, Ibn Abd al-Rahim Ibn Ibrahim, Nasikh al-Alquran wa Mansukhuh, ( Bairut : Muassasah al-Risalah, 1405), al-Karamy, Mar’in ibn Abu Bakar, al-Nasihk wa al-Mansukh, ( Kuwait : Dar al-Alquran al-Karim, tt.) al-Misry, Muhammad Ibn Mukram ibn Manzur al-Afriqy, Lisan al-Arab, ( Bairut : Dar Sadir, tt.), al-Naisabury, Imam Muslim ibn Hajjaz al-Kusairy, Sahih Muslim, ( Bairut : Dar al-Ihya Turas al-araby, tt.) al-Sadusiy, Qatadah Ibn Daamah, al-Nasikh wa al-Mansukh, ( Bairut : Muassasah alRisalah, 1988) al-wahaby, Fahd Ibn Mubarak, Makna al-Nasakh ‘inda al-Salaf wa khata’ fahmih ( http://.alwahbi.maktoobblog.com, diakses tanggal 1 April 2009) al-Zabidiy, Muhammad ibn Muhammad ibn Abd Al-Razzaq al-Husainy, Taj alArus,(Mesir: Maktabah al-Samilah, versi 6.0.1.4, 2001-2004)

Related Documents