TUGAS TERSTRUKTUR MATA KULIAH PHARMACEUTICAL CARE
MEDICATION THERAPY MANAGEMENT PADA PENYAKIT PNEUMONIA
Disusun Oleh: Dyah Sekar Ayu
2018000045
Erina Claudya
2018000047
Fiorentina
2018000054
Frans Nugraha Wijaya
2018000057
Indah Permata Sari
2018000064
Lilis Suryani
2018000069
Festires Kurnia Harefa
2018000128
Herny
2018000129
Muhamad Aulia Akbar
2018000131
UNIVERSITAS PANCASILA FAKULTAS FARMASI PROGRAM STUDI PROFESI APOTEKER Jakarta 2018
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Medication Therapy Management (MTM) atau Manajemen Terapi Obat dirancang untuk meningkatkan kolaborasi antara apoteker, dokter, dan tenaga kesehatan lainnya; meningkatkan komunikasi antara pasien dan tim kesehatan mereka; dan mengoptimalkan penggunaan obat untuk meningkatkan hasil pasien. MTM memungkinkan pasien untuk mengambil peran aktif dalam mengelola obat-obatan mereka. Layanan ini tergantung pada apoteker yang bekerja sama dengan dokter dan profesional perawatan kesehatan lainnya untuk mengoptimalkan penggunaan obat sesuai dengan pedoman berbasis bukti. Masalah yang terkait dengan obat adalah masalah kesehatan masyarakat yang signifikan dalam sistem perawatan kesehatan.. Institute of Medicine menganjurkan bahwa perawatan kesehatan harus aman, efektif, berpusat pada pasien, tepat waktu, efisien, dan efektif untuk memenuhi kebutuhan pasien dan pasien harus menjadi peserta aktif dalam proses perawatan kesehatan untuk mencegah masalah yang berhubungan dengan pengobatan. Infeksi saluran napas bawah masih tetap merupakan masalah utama dalam bidang kesehatan, baik di negara yang sedang berkembang maupun yang sudah maju. Dari data SEAMIC Health Statistic 2001 influenza dan pneumonia merupakan penyebab kematian nomor 6 di Indonesia, nomor 9 di Brunei, nomor 7 di Malaysia, nomor 3 di Singapura, nomor 6 di Thailand dan nomor 3 di Vietnam. Laporan WHO 1999 menyebutkan bahwa penyebab kematian tertinggi akibat penyakit infeksi di dunia adalah infeksi saluran napas akut termasuk pneumonia dan influenza. Insidensi pneumonia komuniti di Amerika adalah 12 kasus per 1000 orang per tahun dan merupakan penyebab kematian utama akibat infeksi pada orang dewasa di negara itu. Angka kematian akibat pneumonia di Amerika adalah 10 %. Di Amerika dengan cara invasif pun penyebab pneumonia hanya ditemukan 50%. Penyebab pneumonia sulit ditemukan dan memerlukan waktu beberapa hari
untuk mendapatkan hasilnya, sedangkan pneumonia dapat menyebabkan kematian bila tidak segera diobati, maka pada pengobatan awal pneumonia diberikan antibiotika secara empiris Layanan MTM harus dipertimbangkan untuk setiap pasien dengan masalah yang berhubungan dengan obat atau potensi, terlepas dari jumlah obat yang mereka gunakan, penyakit khusus mereka negara bagian, atau cakupan rencana kesehatan mereka. Meskipun struktur program MTM dan kebutuhan masing-masing pasien dapat bervariasi. Penggunaan kerangka kerja yang konsisten dan dapat dikenali untuk layanan MTM akan meningkatkan penyampaian yang efisien dan pengukuran kualitas yang efektif.
B. Rumusan Masalah 1. Apa definisi dari pneumonia dan Medication Therapy Management (MTM) atau Manajemen Terapi Obat? 2. Apa elemen inti dari Medication Therapy Management (MTM) atau Manajemen Terapi Obat dalam praktik farmasi? 3. Apa tujuan dilakukannya Medication Therapy Management (MTM) pada pasien pneumonia 4. Bagaimana langkah-langkah Medication Therapy Management (MTM) pada pasien pneumonia?
C. Tujuan 1. Untuk memahami definisi dari pneumonia dan Medication Therapy Management (MTM) atau Manajemen Terapi Obat, 2. Untuk memahami elemen inti dari Medication Therapy Management (MTM) atau Manajemen Terapi Obat dalam layanan praktik farmasi 3. Untuk memahami model layanan Medication Therapy Management (MTM) dalam praktik farmasi 4. Untuk memahami langkah-langkah Medication Therapy Management (MTM) pada pasien pneumonia?
BAB II PENGENALAN PENYAKIT
A. DEFINISI Pneumonia merupakan infeksi di ujung bronkhiol dan alveoli yang dapat disebabkan oleh berbagai patogen seperti bakteri, jamur, virus dan parasit. Pneumonia menjadi penyebab kematian tertinggi pada balita dan bayi serta menjadi penyebab penyakit umum terbanyak17. Pneumonia dapat terjadi sepanjang tahun dan dapat melanda semua usia. Manifestasi klinik menjadi sangat berat pada pasien dengan usia sangat muda, manula serta pada pasien dengan kondisi kritis.
B. ETIOLOGI Mikroorganisme penyebab pneumonia meliputi: bakteri, virus, dan jamur. Pneumonia
oleh
karena
virus
banyak
dijumpai
pada
pasien
immunocompromised, bayi dan anak. Virus-virus yang menginfeksi adalah virus saluran napas seperti RSV, Influenza type A, parainfluenza, adenovirus. Bakteri penyebab pneumonia berupa bakteri bakteri gram positif atau gram negatif, dan Streptococcus pneumniae adalah bakteri gram positif sebagai bakteri penyebab pneumoniae yang paling sering dijumpai. Jamur juga dapat menjadi penyebab pneumonia namun jarang ditemui dan bersifat endemik pada daerah-daerah tertentu. Salah satu fungus tersebut adalah hisoplasmosis, koksidiomikosis, dan blastomikosis. C. KLASIFIKASI Ditinjau dari asal patogen, maka pneumonia dibagi menjadi tiga macam yang berbeda penatalaksanaannya.
Community acquired pneumonia (CAP) Merupakan pneumonia yang didapat di luar rumah sakit atau panti jompo. Patogen umum yang biasa menginfeksi adalah Streptococcus pneumonia, H. influenzae, bakteri atypical, virus influenza, respiratory syncytial virus (RSV). Pada anak-anak patogen yang biasa dijumpai sedikit berbeda yaitu
adanya keterlibatan Mycoplasma pneumoniae, Chlamydia pneumoniae, di samping bakteri pada pasien dewasa.
Nosokomial Pneumonia Merupakan pneumonia yang didapat selama pasien di rawat di rumah sakit. Patogen yang umum terlibat adalah bakteri nosokomial yang resisten terhadap antibiotika yang beredar di rumah sakit. Biasanya adalah bakteri enterik golongan gram negatif batang seperti E.coli, Klebsiella sp, Proteus sp. Pada pasien yang sudah lebih dulu mendapat terapi cefalosporin generasi ke-tiga, biasanya dijumpai bakteri enterik yang lebih bandel seperti Citrobacter sp., Serratia sp., Enterobacter sp.. Pseudomonas aeruginosa merupakan pathogen yang kurang umum dijumpai, namun sering dijumpai pada pneumonia yang fulminan. Staphylococcus aureus khususnya yang resisten terhadap methicilin seringkali dijumpai pada pasien yang dirawat di ICU.
Pneumonia Aspirasi Merupakan pneumonia yang diakibatkan aspirasi sekret oropharyngeal dan cairan lambung. Pneumonia jenis ini biasa didapat pada pasien dengan status mental terdepresi, maupun pasien dengan gangguan refleks menelan. Patogen
yang menginfeksi pada Community Acquired
Aspiration Pneumoniae adalah kombinasi dari flora mulut dan flora saluran napas atas, yakni meliputi Streptococci anaerob. Sedangkan pada Nosocomial Aspiration Pneumoniae bakteri yang lazim dijumpai campuran antara Gram negatif batang + S. aureus + anaerob.
D. PATOFISIOLOGI Penyakit pneumonia melibatkan peradangan paru yang disebabkan oleh mikroorganisme (bakteri, virus, jamur, dan parasit). Proliferasi mikroba patogen pada alveolus dan respon imun tubuh terhadap proliferasi tersebut menyebabkan peradangan. Mikroorganisme masuk ke saluran napas bagian bawah melalui beberapa cara, yaitu secara aspirasi dari orofaring,
inhalasi droplet, penyebaran melalui pembuluh darah, serta penyebaran dari pleura dan ruang mediastinum. Dalam keadaan normal, tidak terjadi pertumbuhan mikroorganisme pada paru karena mekanisme pertahanan tubuh. Mekanisme pertahanan saluran napas dan paru antara lain:
Pertahanan mekanis oleh bulu hidung dan konka untuk menyaring partikel besar agar tidak mencapai saluran napas bawah
Refleks muntah dan batuk untuk mencegah aspirasi
Struktur trakeobronkial yang bercabang-cabang untuk menjebak mikroorganisme yang kemudian akan dibersihkan oleh mukosiliar dan faktor antibakteri yang membunuh patogen yang berhasil masuk
Flora
normal
yang
menghalangi
pertumbuhan
bakteri
yang
virulensinya lebih kuat
Mikroorganisme yang berhasil lolos dan mencapai alveolus akan disingkirkan oleh makrofag alveolar atau sel Langhans. Makrofag alveolar selanjutnya memicu respon inflamasi untuk membantu proses pertahanan tubuh. Bila kapasitas makrofag alveolar tidak cukup untuk mengeliminasi
patogen, maka dapat terjadi kaskade yang menyebabkan gejala-gejala klinis pneumonia, yaitu:
Proliferasi patogen memicu respon imun tubuh
Pelepasan mediator inflamasi seperti IL-1 dan TNF (tumor necrosis factor) memicu terjadinya demam.
Kemokin seperti IL-8 dan GSF (granulocyte colony-stimulating factor) merangsang pelepasan neutrofil dan memanggil leukosit lebih banyak menuju jaringan paru. Pada pneumonia bakterial, infeksi umumnya berawal di trakea yang
kemudian mencapai parenkim paru. Selain itu, infeksi juga dapat berasal dari bakteremia yang kemudian menjalar ke parenkim paru. Sedangkan pada pneumonia viral, awal infeksi adalah infeksi di sepanjang jalan napas yang disertai lesi pada epitel saluran napas. Akibat infeksi, baik bakteri
maupun viral, terjadi obstruksi akibat pembengkakan, sekresi, dan debris selular. Pada anak-anak terutama bayi, anatomi saluran napas yang lebih kecil menyebabkan lebih rentan mengalami infeksi yang berat. Obstruksi jalan napas dapat berujung hipoksemia akibat atelektasis, edema interstisial, dan ketidak seimbangan ventilasi-perfusi.
E. MANIFESTASI KLINIK Gejala pneumonia bervariasi dan dapat timbul dalam bentuk yang ringan sampai berat, tergantung dari tingkat infeksi, usia, dan penyebab. Gejala klasik pneumonia yang disebabkan oleh bakteri tipikal/khas biasanya timbul mendadak dan berkembang dengan cepat. Gejala utama yang sering ditemui adalah batuk berdahak maupun tidak berdahak, demam, sesak napas dan nyeri pada bagian dada/perut. Batuk dapat disertai atau tidak disertai dahak. Batuk berdahak merupakan gejala yang paling sering pada penderita pneumonia. Dahak penderita pneumonia dapat berupa dahak kental, menyerupai nanah, atau disertai bercak darah. Umumnya, dahak penderita akan lebih menyerupai nanah. Demam pada pneumonia umumnya tinggi (≥ 38OC), disertai menggigil dan peningkatan denyut jantung. Demam dapat saja tidak ditemui pada penderita yang sudah akut atau berat. Demam sendiri sebenarnya termasuk gejala yang tidak spesifik pada pneumonia, karena demam merupakan reaksi infeksi umum yang dapat ditemui pada berbagai penyakit lain. Gejala tidak spesifik lain yang dapat menyertai pneumonia antara lain berkeringat, nyeri kepala, nyeri otot, rasa tidak enak pada seluruh tubuh, nyeri tenggorokan, suara parau, mual, muntah, diare, dan tidak napsu makan. Penderita dapat mengalami sesak napas karena gangguan pertukaran udara pada paru yang mengalami radang. Napas cepat dan tarikan dinding dada ke dalam sebagai kompensasi gangguan pertukaran udara paru sering ditemui pada penderita. Jika radang mengenai lapisan pembungkus paru
(pleura), maka dapat timbul nyeri dada/perut yang memburuk dengan tarikan napas (nyeri dada pleuritik). Pada bayi, batuk jarang ditemui. Gejala yang sering pada bayi dan anak adalah napas cepat, sesak napas, tarikan dinding dada atau penurunan kesadaran. Napas cepat diartikan sebagai frekuensi napas >60 kali per menit pada bayi di bawah 2 bulan, >50 kali per menit pada bayi 2 bulan – 1 tahun, dan > 40 kali per menit pada anak 1 – 5 tahun. Pada orang tua, gejala pneumonia tidak terlalu khas; gejala awal dapat berupa disorientasi/kebingungan yang muncul tiba-tiba atau memburuk dari sebelumnya. Pada pneumonia atipikal/tidak khas, permulaan gejala perlahan-lahan (tidak mendadak), demam tidak terlalu tinggi, batuk tidak berdahak atau dengan dahak kental, gejala tidak spesifik lebih sering ditemui, dan gejala di luar paru lebih jelas. Gejala pneumonia yang berat dapat berupa kulit kebiruan, kejang, muntah hebat, demam sangat tinggi, penurunan kesadaran, dan kegagalan organ. Pneumonia berat dapat menyebabkan berbagai komplikasi seperti gagal napas, gagal organ, gangguan perdarahan, dan penyebaran infeksi ke otak, jantung atau seluruh tubuh sampai kematian.
F. DIAGNOSIS 1. Gambaran klinis a. Anamnesis Gambaran klinik biasanya ditandai dengan demam, menggigil, suhu tubuh meningkat dapat melebihi 40oC, batuk dengan dahak mukoid atau purulen kadang-kadang disertai darah, sesak napas dan nyeri dada. b. Pemeriksaan fisik Temuan pemeriksaan fisis dada tergantung dari luas lesi di paru. Pada inspeksi dapat terlihat bagian yang sakit tertinggal waktu bernapas, pasa palpasi fremitus dapat mengeras, pada perkusi redup, pada auskultasi terdengar suara napas bronkovesikuler
sampai bronkial yang mungkin disertai ronki basah halus, yang kemudian menjadi ronki basah kasar pada stadium resolusi. 2. Pemeriksaan penunjang a. Gambaran radiologis Foto toraks (PA/lateral) merupakan pemeriksaan penunjang utama untuk menegakkan diagnosis. Gambaran radiologis dapat berupa infiltrat sampai konsolidasi dengan " air broncogram", penyebab bronkogenik dan interstisial serta gambaran kaviti. Foto toraks saja tidak dapat secara khas menentukan penyebab pneumonia, hanya merupakan petunjuk ke arah diagnosis etiologi, misalnya gambaran pneumonia lobaris tersering disebabkan oleh Steptococcus pneumoniae, Pseudomonas aeruginosa sering memperlihatkan infiltrat bilateral atau gambaran bronkopneumonia sedangkan Klebsiela pneumonia sering menunjukkan konsolidasi yang terjadi pada lobus atas kanan meskipun dapat mengenai beberapa lobus. b. Pemeriksaan labolatorium Pada pemeriksaan labolatorium terdapat peningkatan jumlah leukosit, biasanya lebih dari 10.000/ul kadang-kadang mencapai 30.000/ul, dan pada hitungan jenis leukosit terdapat pergeseran ke kiri serta terjadi peningkatan LED. Untuk menentukan diagnosis etiologi diperlukan pemeriksaan dahak, kultur darah dan serologi. Kultur darah dapat positif pada 20- 25% penderita yang tidak diobati. Analisis gas darah menunjukkan hipoksemia dan hikarbia, pada stadium lanjut dapat terjadi asidosis respiratorik.
G. PENATALAKSANAAN Biaya rawat inap CAP dapat 20 kali lebih besar dibandingkan dengan rawat jalan. Kebutuhan untuk rawat inap harus benar-benar dipertimbangkan karena kebanyakan kasus CAP dapat diobati dengan berobat jalan. Selain pertimbangan rawat inap atau rawat jalan, pertimbangan yang juga penting adalah pemilihan anti mikroba.
Keputusan untuk rawat inap atau rawat jalan kadang-kadang sulit dilakukan. Beberapa prediktor telah dikembangkan namun tidak ada yang dianggap paling superior untuk digunakan secara luas. Indeks PSI (Pneumonia Severity Index), merupakan model prognostik untuk mengidentifikasi pasien dengan risiko kematian yang rendah namun cukup rumit bila diaplikasikan di instalasi gawat darurat yang cukup sibuk. British Thoracic Society mengeluarkan skor CURB-65 yang lebih simpel dengan pemberian skor 1 poin pada setiap temuan aspek yang dinilai. Rawat jalan direkomendasikan pada skor 0-1, rawat jalan dengan supervisi atau rawat inap singkat pada skor 2, rawat inap pada skor 3 atau lebih, dan pertimbangkan rawat di ruang rawatan intensif (ICU) pada skor 4-5. Aspek yang dinilai adalah:
C : Confusion / konfusi
U : Urea > 7 mmol/L atau setara Blood Urea Nitrogen (BUN) > 20 mg/dL
R : Respiratory rate (laju pernapasan) 30 x/menit atau lebih
B : Blood pressure (tekanan darah) sistolik < 90 mmHg atau diastolik < 60 mmHg
65 : usia 65 tahun atau lebih
1. Penderita rawat jalan
Pengobatan suportif / simptomatik -
Istirahat di tempat tidur
-
Minum secukupnya untuk mengatasi dehidrasi
-
Bila panas tinggi perlu dikompres atau minum obat penurun panas
-
Bila perlu dapat diberikan mukolitik dan ekspektoran
Pemberian antibiotik harus diberikan (sesuai bagan) < 8 jam
2. Penderita rawat inap di ruang rawat biasa
Pengobatan suportif / simptomatik -
Pemberian terapi oksigen
-
Pemasangan infus untuk rehidrasi dan koreksi kalori dan elektrolit
-
Pemberian obat simptomatik antara lain antipiretik, mukolitik
Pengobatan antibiotik harus diberikan (sesuai bagan) kurang dari 8 jam
3. Penderita rawat inap di Ruang Rawat Intensif
Pengobatan suportif / simptomatik -
Pemberian terapi oksigen
-
Pemasangan infus untuk rehidrasi dan koreksi kalori dan elektrolit
-
Pemberian obat simptomatik antara lain antipiretik, mukolitik
Pengobatan antibiotik (sesuai bagan.) kurang dari 8 jam
Bila ada indikasi penderita dipasang ventilator mekanik
Penderita pneumonia berat yang datang ke UGD diobservasi tingkat kegawatannya, bila dapat distabilkan maka penderita dirawat inap di ruang rawat biasa; bila terjadi respiratory distress maka penderita dirawat di Ruang Rawat Intensif.
H. TERAPI 1. OUTCOME Eradikasi mikroorganisme penyebab pneumonia, penyembuhan klinis yang paripurna. 2. TERAPI POKOK Penatalaksanaan pneumonia yang disebabkan oleh bakteri sama seperti infeksi pada umumnya yaitu dengan pemberian antibiotika yang dimulai secara empiris dengan antibiotika spektrum luas sambil menunggu hasil kultur. Setelah bakteri pathogen diketahui, antibiotika diubah menjadi antibiotika yang berspektrum sempit sesuai patogen. a. Community-Acquired Pneumonia (CAP) Terapi CAP dapat dilaksanakan secara rawat jalan. Namun pada kasus yang berat pasien dirawat di rumah sakit dan mendapat antibiotika parenteral. Pilihan antibiotika yang disarankan pada pasien dewasa
adalah
golongan
makrolida
atau
doksisiklin
atau
fluoroquinolon terbaru.Namun untuk dewasa muda yang berusia antara 17-40 tahun pilihan doksisiklin lebih dianjurkan karena mencakup mikroorganisme atypical yang mungkin menginfeksi. Untuk bakteri Streptococcus
pneumoniae
yang
resisten
terhadap
penicillin
direkomendasikan untuk terapi beralih ke derivate fluoroquinolon terbaru. Sedangkan untuk CAP yang disebabkan olehaspirasi cairan lambung pilihan jatuh pada amoksisilin-klavulanat. Golongan makrolida yang dapat dipilih mulai dari eritromisin, claritromisin serta azitromisin. Eritromisin merupakan agen yang paling ekonomis, namun harus diberikan 4 kali sehari. Azitromisin ditoleransi dengan baik, efektif dan hanya diminum satu kali sehari selama 5 hari, memberikan keuntungan bagi pasien. Sedangkan klaritromisin merupakan alternatif lain bila pasien tidak dapat menggunakan eritromisin, namun harus diberikan dua kali sehari selama 10-14 hari.
Tabel 2.1. Antibiotika pada terapi pneumonia Dosis Ped
Kondisi
Patogen
Klinik
Terapi
(mg/kg/ha ri)
Dosis dewasa (dosis total/hari)
Sebelumnya
Pneumococcus,
Eritromisin
30-50
1-2 g
sehat
Mycoplasma
Klaritromisin
15
0,5-1 g
Pneumoniae
Azitromisin
10
pada
hari 1,diikuti 5mg selama
4
hari Komorbidita s
S.pneumoniae,
(manula, Hemophilus
DM,
gagal influenzae,
Cefuroksim Cefotaksim Ceftriakson
50-75
1-2 g
Ampi/amox
100-200
2-6 g
Klindamisin
8-20
1.2-1.8 g
s.d.a.
s.d.a.
ginjal, gagal Moraxella jantung,
catarrhalis,
keganasan)
Mycoplasma, Chlamydia pneumoniae dan Legionella
Aspirasi Community
Hospital
Anaerob mulut
Anaerob mulut, Klindamisin + S.
aureus, aminoglikosida
gram(-) enterik Nasokomial Pneumonia
K. pneumoniae, Cefuroksim
s.d.a.
s.d.a.
Ringan,
P. aeruginosa, Cefotaksim
s.d.a.
s.d.a.
s.d.a.
s.d.a.
Onset
<5 Enterobacter
Ceftriakson
hari,
risiko spp. S. aureus,
rendah
Ampicilin-Sulbaktam
100-200
4-8g
Tikarcilin-klav
200-300
12g
Gatifloksasin
-
0,4g
Levofloksasin
-
0,5-0,75g
Klinda+azitro Pneumonia
K. pneumoniae, (Gentamicin/Tobramicin 7,5
4-6
berat**,
P. aeruginosa, atau Ciprofloksasin )* +
-
mg/kg
Onset > 5 Enterobacter
Ceftazidime atau
150
0,5-1,5g
hari, Risiko spp. S. aureus,
Cefepime atau
100-150
2-6g
Tinggi
Tikarcilin-klav/
2-4g
Meronem/Aztreonam Ket : *) Aminoglikosida atau Ciprofloksasin dikombinasi dengan salah satu antibiotika yang terletak di bawahnya dalam kolom yang sama **) Pneumonia berat bila disertai gagal napas, penggunaan ventilasi, sepsis berat, gagal ginjal
Untuk terapi yang gagal dan tidak disebabkan oleh masalah kepatuhan pasien, maka disarankan untuk memilih antibiotika dengan spektrum yang lebih luas. Kegagalan terapi dimungkinkan oleh bakteri yang resisten khususnya terhadap derivat penicillin, atau gagal mengidentifikasi bakteri penyebab pneumonia. Sebagai contoh, pneumonia atypical melibatkan Mycoplasma pneumoniae yang tidak dapat dicakup oleh penicillin. Beberapa pneumonia masih menunjukkan demam dan konsistensi gambaran x-ray dada karena telah terkomplikasi oleh adanya efusi pleura, empyema ataupun abses paru yang kesemuanya memerlukan penanganan infasif yaitu dengan aspirasi.
b. Pneumonia Nosokomial Pemilihan antibiotika untuk pneumonia nosokomial memerlukan kejelian, karena sangat dipengaruhi pola resistensi antibiotika baik in
vitro maupun in vivo di rumah sakit. Sehingga antibiotika yang dapat digunakan tidak heran bila berbeda antara satu rumah sakit dengan rumah sakit lain. Namun secara umum antibiotika yang dapat dipilih sesuai tabel.
3. TERAPI PENDUKUNG Terapi pendukung pada pneumonia meliputi: a. Pemberian oksigen yang dilembabkan pada pasien yang menunjukkan tanda sesak, hipoksemia. b. Bronkhodilator pada pasien dengan tanda bronkhospasme c. Fisioterapi dada untuk membantu pengeluaran sputum d. Nutrisi e. Hidrasi yang cukup, bila perlu secara parenteral f. Pemberian antipiretik pada pasien dengan demam g. Nutrisi yang memadai.
BAB III Medication Therapy Management (MTM) A. Definisi Medication Therapy Management (MTM) Medication Therapy Management (MTM) atau Manajemen Terapi Obat dapat didefinisikan sebagai berbagai layanan yang diberikan kepada pasien secara individu
untuk
mengoptimalkan
hasil
terapeutik
(membantu
pasien
mendapatkan manfaat paling banyak dari obat-obatan mereka) dan mendeteksi serta mencegah masalah pengobatan.
B. Tujuan Medication Therapy Management (MTM) MTM yang disediakan oleh apoteker, ahli terapi obat, menghasilkan: 1. Tinjauan atas semua obat yang diresepkan oleh semua resep yang memberikan perawatan kepada pasien, dan setiap produk herbal yang dijual bebas dan dapat diambil pasien untuk mengidentifikasi dan mengatasi masalah obat. Masalah mungkin termasuk obat yang tidak digunakan dengan benar, duplikasi obat, obat-obatan yang tidak perlu, dan kebutuhan obat-obatan untuk kondisi yang tidak ditangani atau tidak tepat; 2. Mendalam, pendidikan yang terkait dengan pengobatan, konsultasi, dan saran yang diberikan kepada pasien, keluarga dan / atau pengasuh untuk membantu memastikan penggunaan obat yang tepat; 3. Kolaborasi dengan pasien, dokter, dan penyedia layanan kesehatan lainnya untuk mengembangkan dan mencapai tujuan terapi pengobatan yang optimal.
C. Kerangka Kerja Medication Therapy Management (MTM) Kerangka kerja layanan MTM dalam praktik farmasi dirancang untuk memfasilitasi kolaborasi antara apoteker, pasien, dokter, dan profesional perawatan kesehatan lainnya untuk mempromosikan penggunaan obat yang aman dan efektif dan mencapai hasil pasien yang optimal. Layanan MTM di semua pengaturan perawatan pasien harus mencakup struktur yang mendukung pembentukan dan pemeliharaan hubungan pasien-apoteker.
1. Menyediakan Layanan MTM dalam Berbagai Pengaturan Perawatan Pasien Pasien dengan kebutuhan potensial untuk layanan MTM dapat diidentifikasi oleh apoteker, dokter atau profesional perawatan kesehatan lainnya, rencana kesehatan, atau pasien sendiri ketika masalah terkait obat dicurigai. Pasien mungkin sangat rentan terhadap masalah yang berhubungan dengan pengobatan selama masa transisi seperti ketika pengaturan perawatan kesehatan mereka berubah, ketika mereka mengganti dokter, atau ketika status pembayar mereka berubah. Transisi perawatan ini sering menghasilkan perubahan terapi obat yang mungkin disebabkan oleh perubahan kebutuhan atau sumber daya pasien, status atau kondisi kesehatan pasien, atau persyaratan formularium.\ Untuk pasien rawat jalan, layanan MTM biasanya ditawarkan dengan perjanjian tetapi dapat diberikan secara walk-in. Layanan MTM harus disampaikan dalam area pribadi atau semi pribadi, oleh seorang apoteker yang waktunya dapat dikhususkan untuk pasien selama layanan ini. Dalam pengaturan perawatan pasien lain, lingkungan di mana layanan MTM disampaikan mungkin berbeda karena variabilitas dalam struktur dan desain fasilitas.
2. Penyampaian Layanan MTM oleh Apoteker Dalam layanan MTM, pasien menerima tinjauan terapi obat komprehensif tahunan dan tinjauan terapi obat tambahan sesuai kebutuhan pasien. Pasien mungkin memerlukan pemantauan berkelanjutan oleh apoteker untuk mengatasi masalah terkait obat baru atau berulang. Jumlah total ulasan yang diperlukan untuk berhasil mengelola terapi pasien akan bervariasi dari satu pasien ke pasien lain dan pada akhirnya akan ditentukan oleh kompleksitas masalah yang terkait dengan pengobatan pasien. Tingkat manfaat rencana kesehatan atau batasan lain yang dikenakan oleh pembayar pasien dapat memengaruhi cakupan layanan MTM. Penilaian pasien yang komprehensif dapat tercapai dengan interaksi pribadi atau kontak langsung antara profesional perawatan kesehatan dan
pasien. Interaksi tatap muka mengoptimalkan kemampuan apoteker untuk mengamati tanda-tanda dan isyarat visual untuk masalah kesehatan pasien (misalnya reaksi yang merugikan terhadap obat-obatan, kelesuan, alopecia, gejala ekstrapiramidal, jaundice, disorientasi) dan dapat meningkatkan hubungan pasien-apoteker. Observasi apoteker dapat menghasilkan deteksi dini masalah terkait obat dan dengan demikian memiliki potensi untuk mengurangi penggunaan obat yang tidak sesuai. Akan tetapi, metode alternatif dari kontak dan interaksi pasien seperti lewat telepon mungkin diperlukan untuk pasien-pasien yang tidak memungkinkan interaksi tatap muka (misalnya pasien yang tinggal di rumah). Terlepas dari apakah layanan MTM disediakan oleh apoteker kepada pasien tatap muka atau dengan cara alternatif, layanan ini dimaksudkan untuk mendukung pembentukan dan pemeliharaan hubungan pasien-apoteker.
D. Elemen Inti Medication Therapy Management (MTM) Model layanan MTM dalam praktik farmasi mencakup lima elemen inti sebagai berikut: 1. Medication therapy review (MTR) 2. Personal medication record (PMR) 3. Medication-related action plan (MAP) 4. Intervensi dan/atau rujukan 5. Dokumentasi dan tindak lanjut Kelima elemen inti ini membentuk kerangka kerja untuk pengiriman layanan MTM dalam praktik farmasi. Setiap elemen inti merupakan bagian integral dari penyediaan MTM, namun urutan dan pengiriman unsur-unsur inti dapat dimodifikasi untuk memenuhi kebutuhan setiap pasien. 1. Medication therapy review (MTR) Medication therapy review (MTR) atau ulasan terapi obat adalah proses sistematis untuk mengumpulkan informasi khusus pasien, menilai terapi pengobatan untuk mengidentifikasi masalah terkait obat, mengembangkan daftar prioritas masalah yang terkait dengan pengobatan, dan membuat rencana untuk mengatasinya. MTR dilakukan antara pasien dan apoteker.
MTR yang diberikan oleh apoteker dan konsultasi di berbagai pengaturan telah
menghasilkan
pengurangan
kunjungan
dokter,
kunjungan
departemen darurat, hari-hari di rumah sakit, dan biaya perawatan kesehatan secara keseluruhan. Selain itu, apoteker telah terbukti mendapatkan informasi terkait obat yang akurat dan efisien dari pasien. MTR dirancang untuk meningkatkan pengetahuan pasien tentang obat mereka, mengatasi masalah atau kekhawatiran yang mungkin dialami pasien, dan memberdayakan pasien untuk mengelola sendiri obat-obatan mereka dan kondisi kesehatan mereka. MTR dapat bersifat komprehensif atau ditargetkan untuk masalah yang berhubungan dengan obat yang sebenarnya atau potensial. Peluang tambahan untuk menyediakan MTR termasuk ketika seorang pasien mengalami transisi perawatan, ketika masalah terkait obat yang sebenarnya atau potensial diidentifikasi, atau jika pasien diduga berada pada risiko yang lebih tinggi untuk masalah yang berhubungan dengan pengobatan. MTR dapat mencakup hal-hal berikut: a. Wawancara pasien untuk mengumpulkan data termasuk informasi demografi, kesehatan umum dan status aktivitas, riwayat medis, riwayat pengobatan, riwayat imunisasi, dan pikiran atau perasaan pasien tentang kondisi dan penggunaan obat mereka. b. Menilai, atas dasar semua informasi klinis yang relevan yang tersedia bagi apoteker, status kesehatan fisik dan keseluruhan pasien, termasuk penyakit atau kondisi saat ini dan sebelumnya. c. Menilai nilai, preferensi, kualitas hidup, dan tujuan terapi pasien. d. Menilai masalah budaya, tingkat pendidikan, hambatan bahasa, tingkat melek huruf, dan karakteristik lain dari kemampuan komunikasi pasien yang dapat mempengaruhi hasil. e. Mengevaluasi pasien untuk mendeteksi gejala yang dapat dikaitkan dengan efek samping yang disebabkan oleh salah satu obatnya saat ini. f. Menafsirkan, memantau, dan menilai hasil laboratorium pasien. g. Menilai, mengidentifikasi, dan memprioritaskan masalah terkait obat terkait
Kelayakan klinis setiap obat yang diambil oleh pasien, termasuk manfaat versus risiko
Kesesuaian dosis dan dosis rejimen setiap obat, termasuk pertimbangan indikasi, kontraindikasi, potensi efek samping, dan potensi masalah dengan obat bersamaan
Duplikasi terapeutik atau obat-obatan yang tidak perlu
Kepatuhan terhadap terapi
Penyakit atau kondisi yang tidak diobati
Pertimbangan biaya pengobatan
Pertimbangan perawatan kesehatan / pengobatan
h. Mengembangkan rencana untuk menyelesaikan setiap masalah terkait obat yang diidentifikasi. i. Memberikan pendidikan dan pelatihan tentang penggunaan yang tepat dari obat-obatan dan perangkat pemantauan dan pentingnya kepatuhan minum obat dan memahami tujuan perawatan. j. Melatih pasien agar mampu mengelola obat-obatan mereka. k. Memantau dan mengevaluasi respons pasien terhadap terapi, termasuk keamanan dan efektivitas. l. Mengkomunikasikan informasi yang tepat kepada dokter atau profesional perawatan kesehatan lainnya, termasuk konsultasi tentang pemilihan obat, saran untuk mengatasi masalah pengobatan yang teridentifikasi, pembaruan pada perkembangan pasien, dan perawatan tindak lanjut yang direkomendasikan. Dalam layanan ini, seorang pasien akan menerima MTR komprehensif tahunan dan MTR tambahan yang ditargetkan untuk mengatasi masalah terkait obat baru atau yang sedang berlangsung. Peristiwa penting seperti perubahan terapi pengobatan pasien, perubahan kebutuhan atau sumber daya pasien, perubahan dalam status atau kondisi kesehatan pasien, masuk atau keluar rumah sakit, kunjungan departemen darurat, atau penerimaan atau pengeluaran dari jangka panjang fasilitas perawatan atau bantuan hidup dapat memerlukan tambahan MTR yang komprehensif.
2. Personal medication record (PMR) Personal medication record (PMR) atau catatan pengobatan pribadi adalah catatan komprehensif dari obat pasien (obat resep dan nonresep, produk herbal, dan suplemen makanan lainnya). Dalam layanan MTM, pasien menerima catatan komprehensif tentang obatnya yang telah diselesaikan baik oleh pasien dengan bantuan apoteker atau oleh apoteker. Informasi harus ditulis pada tingkat yang sesuai dan mudah dipahami oleh pasien. PMR yang digunakan oleh pasien, dapat mencakup informasi berikut: a. Nama pasien b. Tanggal lahir pasien c. Nomor telepon pasien d. Informasi kontak darurat (Nama, hubungan, nomor telepon) e. Dokter perawatan primer (Nama dan nomor telepon) f. Apotek/apoteker (Nama dan nomor telepon) g. Alergi (misalnya, alergi apa yang saya miliki? Apa yang terjadi ketika saya memiliki alergi atau reaksi?) h. Masalah terkait obat lain (misalnya, obat apa yang menyebabkan masalah? Apa masalah yang saya hadapi?) i. Pertanyaan potensial bagi pasien untuk bertanya tentang obat mereka (misalnya, Ketika Anda diresepkan obat baru, tanyakan dokter atau apoteker Anda ...) j. Tanggal terakhir diperbarui k. Tanggal terakhir ditinjau oleh apoteker, dokter, atau profesional perawatan kesehatan lainnya l. Tanda tangan pasien m. Tanda tangan penyedia layanan kesehatan n. Untuk setiap obat, dimasukkan hal-hal berikut:
Obat (nama obat dan dosis)
Indikasi obat
Instruksi penggunaan (misalnya, Kapan saya menerimanya?)
Mulai tanggal
Berhenti tanggal
Informasi prescriber (kontak Dokter)
Instruksi khusus
PMR digunakan oleh pasien untuk manajemen pengobatan mandiri. Pemeliharaan PMR adalah upaya kolaboratif antara pasien, apoteker, dokter, dan profesional perawatan kesehatan lainnya. Pasien harus didorong untuk memelihara dan memperbarui dokumen ini. Pasien harus dididik untuk membawa PMR bersama mereka setiap saat dan membagikannya di semua kunjungan perawatan kesehatan untuk membantu memastikan bahwa semua profesional kesehatan mengetahui rejimen pengobatan mereka saat ini. Setiap kali pasien menerima obat baru; memiliki obat saat ini dihentikan; memiliki perubahan instruksi; mulai menggunakan obat resep atau nonprescription baru, produk herbal, atau suplemen makanan lainnya; atau memiliki perubahan lain pada rejimen pengobatan, pasien harus memperbarui PMR untuk membantu memastikan catatan saat ini dan akurat. Idealnya, apoteker, dokter, dan profesional perawatan kesehatan lainnya dapat secara aktif membantu pasien dengan proses revisi PMR. Apoteker dapat menggunakan PMR untuk berkomunikasi dan berkolaborasi dengan dokter dan profesional perawatan kesehatan lainnya untuk mencapai hasil pasien yang optimal. Penggunaan PMR secara luas akan mendukung keseragaman informasi yang diberikan kepada semua profesional perawatan kesehatan dan meningkatkan kesinambungan perawatan yang diberikan kepada pasien.
3. Medication-related action plan (MAP) Medication-related action plan (MAP) atau rencana aksi terkait obat adalah dokumen yang berfokus pada pasien yang berisi daftar tindakan bagi pasien untuk digunakan dalam melacak kemajuan untuk manajemen diri. Rencana perawatan adalah tindakan profesional praktisi untuk membantu pasien mencapai tujuan kesehatan tertentu. Selain rencana perawatan, yang dikembangkan oleh apoteker dan digunakan dalam
perawatan kolaboratif pasien, pasien menerima MAP individual untuk digunakan dalam pengobatan manajemen diri. MAP pasien hanya mencakup item-item yang dapat ditindaklanjuti oleh pasien yang berada dalam lingkup praktik apoteker atau yang telah disetujui oleh anggota tim kesehatan yang relevan. MAP tidak boleh mencakup item tindakan luar biasa yang masih memerlukan dokter atau tinjauan atau persetujuan profesional kesehatan lainnya. Pasien dapat menggunakan
MAP
sebagai
panduan
sederhana
untuk
melacak
kemajuannya. MAP memperkuat rasa pemberdayaan pasien dan mendorong
partisipasi
aktif
pasien
dalam
perilaku
kepatuhan
pengobatannya dan keseluruhan MTM. MAP yang digunakan oleh pasien, dapat mencakup informasi berikut: a. Nama pasien b. Dokter perawatan primer (nama dokter dan nomor telepon) c. Apotek/apoteker (Nama apotek / nama apoteker dan nomor telepon) d. Tanggal pembuatan MAP (Tanggal disiapkan) e. Langkah-langkah tindakan untuk pasien: "Apa yang harus saya lakukan ..." f. Catatan untuk pasien: "Apa yang saya lakukan dan kapan saya melakukannya ..." g. Penunjukan informasi untuk ditindaklanjuti dengan apoteker, jika berlaku Item spesifik yang memerlukan intervensi dan yang telah disetujui oleh anggota lain dari tim perawatan kesehatan dan setiap item baru dalam lingkup praktik apoteker harus dimasukkan dalam MAP yang diberikan kepada pasien pada kunjungan tindak lanjut. MAP dapat dibentuk pada saat pasien dipulangkan untuk digunakan oleh pasien dalam pengobatan manajemen diri.
4. Intervensi dan/atau rujukan Apoteker menyediakan layanan konsultatif dan campur tangan untuk mengatasi masalah yang berhubungan dengan obat; bila perlu, apoteker
merujuk pasien ke dokter atau profesional perawatan kesehatan lainnya. Selama pertemuan MTM, masalah terkait obat dapat diidentifikasi yang mengharuskan apoteker untuk campur tangan. Intervensi mungkin termasuk berkolaborasi dengan dokter atau profesional perawatan kesehatan lainnya untuk menyelesaikan masalah terkait obat yang ada atau potensial atau bekerja dengan pasien secara langsung. Maksud intervensi dan / atau rujukan adalah untuk mengoptimalkan penggunaan obat, meningkatkan kesinambungan perawatan, dan mendorong pasien untuk memanfaatkan layanan perawatan kesehatan untuk mencegah hasil buruk di masa mendatang. Komunikasi informasi yang tepat kepada dokter atau profesional perawatan kesehatan lainnya, termasuk konsultasi tentang pemilihan obat, saran untuk mengatasi masalah pengobatan, dan perawatan tindak lanjut yang direkomendasikan, merupakan bagian integral dari komponen intervensi dari model layanan MTM. Beberapa kondisi medis pasien atau terapi obat mungkin sangat khusus atau kompleks dan kebutuhan pasien dapat melampaui unsur-unsur inti dari pemberian layanan MTM. Dalam kasus seperti itu, apoteker dapat memberikan layanan tambahan sesuai dengan keahlian mereka atau merujuk pasien ke dokter, apoteker lain, atau profesional perawatan kesehatan lainnya. Contoh keadaan yang mungkin memerlukan rujukan mencakup hal-hal berikut: a. Seorang pasien mungkin menunjukkan masalah potensial yang ditemukan selama MTR yang mungkin memerlukan rujukan untuk evaluasi dan diagnosis b. Seorang pasien mungkin memerlukan pendidikan manajemen penyakit untuk membantu dia mengelola penyakit kronis seperti diabetes c. Seorang pasien mungkin memerlukan pemantauan untuk pengobatan berisiko tinggi (mis., Warfarin, phenytoin, metotreksat)
5. Dokumentasi dan tindak lanjut Layanan MTM didokumentasikan secara konsisten, dan kunjungan MTM lanjutan dijadwalkan berdasarkan kebutuhan pasien yang terkait dengan
pengobatan, atau pasien dialihkan dari satu pengaturan perawatan ke yang lain. Dokumentasi merupakan elemen penting dari model layanan MTM. Apoteker mendokumentasikan layanan dan intervensi yang dilakukan dengan cara yang tepat untuk mengevaluasi perkembangan pasien dan cukup untuk tujuan penagihan. Dokumentasi yang tepat dari layanan MTM dapat melayani beberapa tujuan termasuk, tetapi tidak terbatas, sebagai berikut: a. Memfasilitasi komunikasi antara apoteker dan profesional perawatan kesehatan lainnya mengenai rekomendasi yang ditujukan untuk menyelesaikan atau memantau masalah yang berhubungan dengan obat atau potensi b. Meningkatkan perawatan dan hasil pasien c. Meningkatkan kesinambungan perawatan pasien di antara penyedia layanan dan pengaturan perawatan d. Memastikan kepatuhan terhadap hukum dan peraturan untuk pemeliharaan catatan pasien e. Melindungi terhadap tanggung jawab profesional f. Menangkap layanan yang disediakan untuk pembenaran penagihan atau penggantian (mis., Audit pembayar) g. Mendemonstrasikan nilai layanan MTM yang diberikan oleh apoteker h. Menunjukkan hasil klinis, ekonomi, dan humanistik Dokumentasi MTM termasuk membuat dan memelihara catatan khusus pasien yang terus-menerus yang berisi, dalam urutan kronologis, catatan semua perawatan yang disediakan dalam format profesional kesehatan standar yang telah ditetapkan (misalnya, SOAP [pengamatan subyektif, pengamatan obyektif, penilaian, dan rencana]). Dimasukkannya sumber daya seperti PMR, MAP, dan bentuk-bentuk praktik khusus lainnya akan membantu apoteker dalam mempertahankan dokumentasi profesional yang konsisten. Penggunaan dokumentasi yang konsisten akan membantu memfasilitasi kolaborasi di antara anggota tim kesehatan sambil mengakomodasi variasi praktisi, fasilitas, organisasi, atau regional.
Komunikasi Eksternal Dokumentasi MTM Setelah dokumentasi pertemuan MTM, komunikasi eksternal yang sesuai harus disediakan atau dikirim ke pasien maupun dokter. Dokumentasi yang diberikan kepada pasien pada pertemuan MTM termasuk PMR, MAP, dan edukasi tambahan. Dokumentasi kepada dokter dan profesional kesehatan lainnya dapat mencakup surat pengantar, PMR pasien, catatan SOAP, dan rencana perawatan.
Follow-Up Ketika perubahan pengaturan perawatan pasien (misalnya, masuk rumah sakit, rumah sakit ke rumah, rumah sakit ke fasilitas perawatan jangka panjang, rumah ke fasilitas perawatan jangka panjang), apoteker mentransisikan pasien ke apoteker lain dalam pengaturan perawatan baru pasien untuk memfasilitasi lanjutan layanan MTM. Dalam situasi ini, apoteker awal yang menyediakan layanan MTM berpartisipasi secara kooperatif dengan penyedia apoteker baru pasien untuk memfasilitasi transisi terkoordinasi pasien, termasuk transfer obat yang relevan dan informasi terkait kesehatan lainnya. Jika pasien akan tetap dalam pengaturan perawatan yang sama, apoteker harus mengatur layanan MTM tindak lanjut yang konsisten sesuai dengan kebutuhan terkait obat yang unik dari pasien. Semua evaluasi tindak lanjut dan interaksi dengan pasien dan profesional kesehatannya yang lain harus dimasukkan dalam dokumentasi MTM.
BAB IV MODUL MEDICATION THERAPHY MANAGEMENT IN PNEUMONIA
A. Medication Theraphy Management Layanan MTM (Manajemen Terapi Pengobatan) dirancang untuk meningkatkan kolaborasi antara apoteker, dokter, dan professional kesehatan lainnya. MTM bertujuan untuk meningkatkan pelayanan kesehatan, dan mengoptimalkan penggunaan obat untuk meningkatkan outcome juga melibatkan pasien untuk berperan aktif untuk mengelola obat mereka sendiri.
Gambar Kolaborasi dalam Pelayanan Kefarmasian berbasis MTM
Masalah terkait obat merupakan masalah kesehatan yang paling signifikan dalam sistem layanan kesehatan. Layanan MTM dapat membantu mengatasi kebutuhan kesehatan masyarakat untuk mencegah morbiditas dan morbilitas terkait pengobatan. Layanan MTM dapat menyebabkan pencegahan kesalahan pengobatan karena MTM juga meningkatkan pemahaman pasien tentang penggunaan obat yang tepat, meningkatkan kepatuhan teradap terapi pengobatan, dan memperbaiki deteksi kejadian obat terlarang. Unsur inti dari Layanan MTM dalam Praktek Kefarmasian adalah pengkajian terapi pengobatan (Medication Therapy Review/MTR) MTR dirancang untuk memperbaiki pengetahuan pasien tentang obat mereka, mengatasi masalah atau masalah yang dimiliki pasien, dan memberdayakan pasien untuk mengelola sendiri pengobatan dan kondisi kesehatan mereka. MTR dapat ditargetkan pada masalah pengobatan aktual
atau potensial. Kesempatan tambahan untuk menyediakan MTR termasuk saat pasien mengalami sebuah transisi perawatan, bila ada kemungkinan masalah terkait pengobatan atau potensial atau jika pasien dicurigai beresiko tinggi terhadap masalah terkit pengobatan. Dalam MTR yang komprehensif, ideal pasien menunjukkan semua pengobatannya saat ini ke apoteker, termasuk semua resep dan non-resep, produk herbal dan suplemen. Berdasarkan pada ruang lingkupnya, MTR termasuk berikut ini: 1. Mewawancarai pasien untuk mengumpulkan data 2. Menilai berdasarkan informasi klinis yang relefan 3. Menilai prefensi, kualitas hidup, dan tujuan terapi. 4. Menilai isu budaya, tingkat pendidikan, hambatan dalam berbahasa, kemampuan membaca, dan karakteristik lainnya. 5. Mengevaluasi untuk menemukan gejala 6. Interpretasi, monitoring, dan menilai hasil laboratorium pasien 7. Menilai, mengidentifikasi, dan memprioritaskan masalah terkait obat seperti Kesesuaian klinis tiap obat, kesesuaian dosis dan regimen dosis, duplikasi terapi atau penggunaan obat yang tidak perlu, kepatuhan terhadap terapi, penyakit atau kondisi yang tidak diobati, pertimbangan biaya pengobatan, pertimbangan akses perawatan kesehatan/pengobatan.
B. MTM Pneumonia Langkah-langkah yang dilakukan mengenai MTM pada pasien pneumonia adalah sebagai berikut: 1. Wawancara
kepada
pasien
mengenai
penyakit
pneumonia
yang
dideritanya. Informasi yang bisa diambil antara lain riwayat pengobatan, gaya hidup, pekerjaan, dan hasil setelah pengobatan penyakit pneumonia menggunakan antibiotik yang diberikan pada rawat inap dan rawat jalan. Wawancara juga bisa dilakukan kepada keluarga ataupun kerabat yang dekat dengan pasien, untuk mengetahui kegiatan sehari-hari pasien ataupun kebiasaan pasien 2. Menanyakan keluhan-keluhan yang pasien alami akibat dari penyakit pneumonia, biasanya keluhan penyakit pneumonia adalah demam, batuk
berdahak,sesak nafas, kurangnya nafsu makan dan detak jantung terasa cepat. Melakukan rekomendasi untuk kultur bakteri penyebab pneumonia, mencegah terjadinya komplikasi serta memperbaiki kondisi pasien (DiPiro et. al., 2015). 3. Menilai tingkat keparahan pneumonia pada pasien dengan menggunakan metode CURB65. Hasil penilaian keparahan pneumonia bisa ditentukan pasien harus rawat inap atau rawat jalan. Penilaian jenis pneumonia juga dilakukan untuk mengetahui pneumonia yang diderita pasien merupakan salah satu dari jenis pneumonia berikut ini: a. Community aqcuired pneumoniae (CAP) b. Hospital aqcuired pneumoniae (HAP) c. Aspiration pneumoniae (AP) d. Ventilator-associated pneumoniae (VAP) e. Health-care associated pneumoniae (HCAP) Tata laksana terapi tiap jenis pneuomonia berbeda-beda, tetapi awalnya digunakan pengobatan antibiotik profiklaksis sambil menunggu kultur bakteri penyebab pneumonia pasien (DiPiro et. al., 2015).
4. Menilai faktor resiko yang menyebabkan pneumonia seperti: a. Umur <5 tahun atau >65 tahun. b. Penyakit lain seperti HIV, influenza, PPOK, penyakit autoimun dll. c. Gaya hidup yang kurang sehat contohnya merokok dan mengonsumsi minuman beralkohol yang menyebabkan penurunan imunitas. d. Kontak dengan penderita e. Mengalami status gizi yang kurang f. Tinggal dilingkungan yang tidak sehat. 5. Menilai tujuan dari pengobatan pneumonia, yaitu: a. Menghilangkan patogen penyebab infeksi pneumonia b. Mencegah komplikasi akibat pneumonia c. Mencegah kekambuhan pneumonia d. Menghilangkan gejala yang muncul akibat pneumonia e. Menurunkan angka morbiditas dan mortalitas akibat pneumonia 6. Merencanakan pengobatan yang akan diberikan kepada pasien sesuai informasi dan data laboratorium yang telah diperiksa. Pemilihan pengobatan berdasarkan guideline utama dan disesuaikan dengan kondisi pasien.
Pengobatan
utama
pneumonia
adalah
antibiotik
untuk
menghilankan patogen penyebab pneumonia, selain itu pengobatan tambahan untuk mengatasi gejala contohnya adalah antipiretik untuk demam pasien dan bronkodilator untuk mengatasi sesak nafas pasien (DiPiro et. al., 2015). 7. Evaluasi dari pengobatan yang sudah diberikan, evaluasi dilakukan dari pasien rawat inap hingga ketika pasien sudah rawat jalan untuk mengetahui perkembangan pengobatan pasien.
C. MEDICATION-RELATED ACTION PLAN (MAP) Merupakan sebuah dokumen yang berisi daftar tindakan yang harus digunakan pasien dalam meninjau kemajuan pengelolaan diri. MAP yang dimaksudkan untuk digunakan pasien dapat mencakup informasi berikut: 1. Nama pasien 2. Dokter perawatan primer (nama dan nomor telepon)
3. Apotek/apoteker (nama apotek/apoteker dan nomor telepon) 4. Tanggal pembuatan MAP (tanggal disiapkan) 5. Langkah tindakan untuk pasien: “Apa yang harus saya lakukan?” Catatan untuk pasien: “Apa yang saya lakukan dan kapan saya melakukannya?”
Catatan untuk pasien dalam memecahkan masalah dan saran-saran, dapat digunakan sebagai berikut: 1. Meminum obat anda sesuai dengan yang diresepkan adalah sangat penting agar cepat sembuh 2. Untuk mendapatkan hasil optimal, jadwal meminum obat harus dipatuhi 3. Bila anda memikirkan untuk berhenti meminum salah satu obat, atau khawatir mengenai efek sampingnya, bicarakan dulu dengan dokter. 4. Bila anda khawatir dengan biaya obat anda, mungkin ada alternatif yang lebih murah yang sama keefektifannya. Beritahu dokter, jangan malu. 5. Bila
regimen
obat
anda
terlalu
susah,
menjadi
beban,
atau
membingungkan; tanyakan ke dokter atau Apoteker apakah ada alternatif lain yang lebih sederhana 6. Jumlah obat yang anda minum bukanlah pertanda betapa sehat atau tidak sehatnya anda. Lebih baik anda diskusi dengan dokter atau Apoteker tentang target pengobatan seharusnya. 7. Bila anda merasa depresi atau tertekan dengan kompleksnya penanganan pneumonia anda, bicarakan dengan dokter atau apoteker.
Contoh Medical-related action plan (MAP)
D. INTERVENSI DAN/ATAU RUJUKAN Pelayanan kefarmasian menyediakan layanan konsultatif dan melakukan intervensi untuk menangani masalah terkait pengobatan selain itu bila perlu, apoteker mengarahkan pasien ke dokter atau profesional kesehatan lainnya. Selama MTM berlangsung, masalah terkait pengobatan dapat diidentifikasi yang mewajibkan apoteker untuk melakukan intervensi. Intrvensi dapat dilakukan dengan berkolaborasi dengan dokter atau professional kesehatan lainnya untuk mengatasi masalah potensial terkait obat atau melibatkan pasien secara langsung. Komunikasi informasi yang tepat kepada dokter atau professional kesehatan lain termasuk konsultasi mengenai pemilihan obatobatan, saran untuk mengatasi masalah pengobatan, dan perawatan lanjutan yang dianjurkan merupakan bagian dari intervensi. Contoh keadaan yang memerlukan intervensi : 1.
Pasien menunjukkan masalah potensial yang ditemukan selama MTR yang perlu rujukan untuk evaluasi dan diagnosis.
2.
Pasien memerlukan edukasi mengenai manajemen penyakit untuk membantunya mengelola gejala lain yang muncul.
3.
Pasien memerlukan pemantauan untuk obat beresiko tinggi seperti warfarin, fenitoin dan metotreksat.
E. DOKUMENTASI DAN TINDAK LANJUT Layanan MTM didokumentasikan secara konsisten, dan tindak lanjut kunjungan MTM dijadwalkan berdasarkan kebutuhan terkait pengobatan pasien, atau pasien dialihkan dari satu tempat perawatan ke perawatan lainnya. Dokumentasi
pelayamam
dan
intervensi
apoteker
dilakukan
untuk
mengevaluasi kemajuan pasien. Tujuan dokumentasi MTM: 1. Memfasilitasi komunikasi antara apoteker dan professional pelayanan 2. kesehatan lain sehubungan dengan rekomendasi untuk menyelesaikan atau memantau masalah potensial/aktual terkait obat. 3. Meningkatkan perawatan dan outcome pasien 4. Meningkatkan pelayanan yang terus menerus di penyedia pelayanan kesehatan dan peraturan. 5. Memastikan undangan
kepatuhan
terhadap
peraturan
perundang-
untuk pemeliharaan pasien.
6. Melindungi tanggungjawab professional. 7. Menangkap layanan yang diberikan untuk pembenaran penagihan atau penggantian (misalnya audit pembayar). 8. Menunjukkan nilai apoteker yang disediakan layanan MTM. 9. Mendemonstrasikan klinis, ekonomi, dan hasil humanisik. Dokumentasi MTM mencakup pembuatan dan pemeliharaan catatan khusus pasien yang sedang berlangsung yang berisi, dalam urutan kronologis, catatan semua asuhan yang disediakan dalam format profesional kesehatan standar yang telah ditetapkan (misalnya SOAP).
Komponen dokumentasi dalam pelayanan MTM
F. CONTOH DOKUMENTASI DENGAN METODE S.O.A.P. 1. Subjective Nama Umur Jenis Kelamin Keluhan Riwayat penyakit Riwayat obat Riwayat alergi Diagnosa Keluhan/Gejala
Tn.W 30 tahun Laki-laki Sesak napas, batuk, panas naik-turun Community Acquired Pneumoinia Batuk, sesak nafas, demam naik turun
2. Objective Parameter penyakit TTV SATUA NILAI N NORMAL 11 TD mmHg 110-140/80- 130 / 90 80 N x / menit 60 – 80 88 RR Suh
x / menit °c
16 – 20 36,5 – 37,5
24 37,2
TANGGAL 12 13 130 / 130 / 80 90 88 63 24 36,3
20 36,3
KET 14 110 / 70 96 20 37,3
Normal Meningkat pada tgl 14 Naik turun Normal
u Sesa k GCS Mua l
15
++
++
+
+
Berkurang
15 -
15 +
15 -
15 -
Normal Mual pada tgl 12
(Kemenkes RI, 2011)
Data Laboratorium PEMERIKSAN SATUAN NORMAL
TANGGAL 11\09\2015 14,4 10260 39 4,8 210.000
KETERANGAN
81,5 30 36,8 13,5 11,5 0,2 0,5 0,8
Normal Normal Meningkat Normal Meningkat Normal Normal Normal Meningkat
Hb Leukosit HCT Eritrosit Trombosit
g /dL mm3 % Sel/mm3 / mm3
MCV MCH MCHC RDW MPV Basofil Eosinophil Neutrofil Batang Neutrofil Segmen Limfosit Monosit SGOT SGPT Ureum Darah SCR Na K CI
fL Pg % % Fi % % %
13 – 18 3200 – 10000 40 – 50 4,4 – 5,6 170.000 – 380.000 80 – 100 24 – 34 32 – 36 11,5 – 14,5 7,4 – 10,4 0–2 0–6 0 – 12
%
36 – 73
85,7
% % V/L V/L mg / dL mg / Dl mmol / L mmol / L mmol / L
15 – 45 0 – 10 5 – 35 5 – 35 10 – 50 0,6 – 1,3 135 – 144 3,6-4,8 97 – 106
4,8 8,0 31 23 30 0,76 137 3,9 98
Normal Meningkat Menurun Normal Normal
Menurun Menurun Normal Normal Normal Normal Normal Normal Normal (Kemenkes RI, 2011) Peningkatan leukosit mengindikasikan adanya infeksi. Adanya infeksi juga didukung oleh peningkatan nadi dan respiratory rate (RR) meskipun peningkatan RR tidak terlalu tinggi (PDPI, 2003).
Gejala klinis penderita CAP di bawah ini : 1. Batuk-batuk bertambah 2. Perubahan karakteristik dahak / purulen 3. Suhu tubuh >38OC (aksila) / riwayat demam 4. Leukosit >10.000 atau < 4500 Berdasarkan keterangan diatas, data hasil laboraturum Tn.W yaitu Leukosit >10.000, adanya riwayat batuk dan riwayat demam (PDPI, 2003). 3. Assessment Diagnosa Pasien Problem Medik No Subjective
1.
2.
: CAP : Batuk, sesak nafas, demam naik turun
Objective
Sesak nafas Batuk
Panas naik turun
Suhu pada hari Ke-1: 37,2OC Ke-2: 36,3 O C Ke-3: 36,3 O C Ke-4: 37,3 O C
Assessment
Problem
Diagnosa CAP
Gejala asma yang sering timbul berupa batuk-batuk pada pagi hari, siang hari, dan malam hari, sesak napas/susah bernapas (GINA, 2015)
Diagnosa CAP
Gejala Klinis penderita CAP adalah riwayat demam. Demam yang dialami oleh Tn.W yaitu Demam remiten. demam remiten terjadi setiap hari suhu naik dan kembali turun tetapi tetap di atas suhu normal (Hamid, 2011).
Rekomendasi
Untuk mengatasi CAP: -Levofloxacin Dosis: sehari 1 x1 sehari 500 mg Durasi: pemakaian 7-14 hari (Medscape, 2015) -PCT 500 mg Dosis : 3x sehari 1 tablet 500 mg hingga demam reda
4. Plan Tujuan terapi a. Mengatasi penyebab CAP b. Memberikan terapi non-farmakologi disertai KIE Terapi non farmakologi a. Pemberian oksigen yang dilembabkan pada pasien yang menunjukkan tanda sesak, hipoksemia. Konsep penggunaan oksigen suplementasi yaitu oksigen dilembabkan. Perlu diingat oksigen mempunyai efek mengeringkan membran mukosa. Efek ini mengakibatkan jaringan menjadi kering dan sekresi respiratori yang kental atau banyak, yang selanjutnya dapat lebih menyulitkan masalah respiratori klien. Untuk menghindari efek pengeringan ini, oksigen biasanya dilembabkan sebelum diberikan pada klien (Asih dan Effendy, 2002). b. Fisioterapi dada untuk membantu pengeluaran sputum c. Nutrisi yang memadai d. Hidrasi yang cukup, bila perlu secara parenteral e. Pemberian antipiretik pada pasien dengan demam f. Mengubah pola hidup sehat dengan membiasakan berolahraga ringan misalnya: senam asma, tetapi menghindari aktivitas berat yg bisa memicu bronkokonstriksi. (Depkes RI, 2005) Terapi Farmakologi a. Levofloxacin Indikasi : untuk terapi infeksi pasien CAP rawat inap non ICU Dosis : Sehari 1 x 1 Tablet 500 mg Durasi : Pemakaian 7 – 14 hari Efek samping : pusing (6%), mual (7%),diare (5%),insomnia (4%) Interaksi obat : Interaksi dengan AlOH3 menyebabkan penurunan absorbsi dari levofloxacin pada saluran GI, interaksi dengan warfarin meningkatkan aktifitas dari warfarin (Medscape, 2015) b. Paracetamol Indikasi
: Demam pasien/antipiretik
Dosis
: Sehari 3x 1 tablet 500 mg
Durasi
: hingga demam reda
Efek samping
: mual, mulut kering
BAB III KESIMPULAN
1.
Pneumonia merupakan infeksi di ujung bronkhiol dan alveoli yang dapat disebabkan oleh berbagai patogen seperti bakteri, jamur, virus dan parasit.
2.
Medication Therapy Management (MTM) adalah layanan yang diberikan kepada pasien secara individu untuk mengoptimalkan hasil terapeutik dan mendeteksi serta mencegah masalah pengobatan.
3.
Elemen inti dari MTM adalah Medication therapy review (MTR), Personal medication record (PMR), Medication-related action plan (MAP), Intervensi dan/atau rujukan, serta dokumentasi dan tindak lanjut.
4.
Langkah-langkah yang dilakukan mengenai MTM pada pasien pneumonia adalah wawancara, menanyakan keluhan-keluhan yang pasien alami akibat dari penyakit pneumonia, menilai tingkat keparahan pneumonia pada pasien, menilai faktor resiko yang menyebabkan pneumonia, menilai tujuan dari pengobatan pneumonia, merencanakan pengobatan yang akan diberikan kepada pasien, dan mengevaluasi pengobatan yang sudah diberikan.
DAFTAR PUSTAKA
1) Direktorat Bina Farmasi Komunitas dan Klinik. 2005. Pharmaceutical Care untuk Penyakit Infeksi Saluran Pernapasan. Jakarta: Direktorat Jendral Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan Departemen Kesehatan RI. 2) Price & Wilson. 2002. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit., edisi 6. Jakarta. Penerbit Buku Kedokteran EGC. 3) Wijaya, D., Handayani, D., & Taufik, F. (2015). Pneumonia atipik akibat mycoplasma pneumoniae. J Respir Indo, 35(2). 4) Anwar, A., & Dharmayanti, I. (2014). Pneumonia pada Anak Balita di Indonesia. Jurnal Kesehatan Masyarakat Nasional, 8(8), 359–365. 5) American Pharmacists Association and National Association of Chain Drug Stores Foundation. 2008. Medication Therapy Management in Pharmacy Practice: Core Elements of an MTM Service Model. Version 2.0. United State of America. 6) Asih, N.G.Y. dan Effendy, C., 2002, Keperawatan medial bedah: Klien dengan gangguan sistem pernapasan, EGC, Jakarta. 7) DiPiro, J.T., Robert, L.T., Gary, C.Y., Gary, R.M., Barbara, G.W., L. Michael, P., 2015, Pharmacotheraphy A Pathophysiologic Approach 9th Edition, McGraw-Hill Medical, USA. 8) GINA,
2015,
Global
Initiative
For
Asthma,
GINA,
diakses
dari
www.ginaasthma.com 9) Hamid, M.A., 2011, Kefektifan Kompres Tepid Sponge Yang Dilakukan Ibu Dalam Menurunkan Demam Padaanak: Randomized Control Trial Di Puskesmas Mumbulsari Kabupaten Jember, Skripsi, Universitas Sebelas Maret, Surakarta. 10) Kemenkes RI, 2011, Pedoman Interpretasi Data Klinik, Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta. 11) Medscape, 2015, Community-Acquired Pneumonia Empiric Therapy, http://emedicine.medscape.com/article/2011819-overview, diakses tanggal 4 November 2015.
12) Medscape,
2015,
Levofloxacin
(Rx),
http://reference.medscape.com
/drug/levaquin-levofloxacin-systemic-levofloxacin-342532#0, diakses tanggal 4 November 2015. 13) PDPI, 2003, Pneumonia Komuniti Pedoman Diagnosis & Penatalaksanaan Di Indonesia, PDPI 2003, Jakarta.